3 Hukum Semesta Penentu Pencapaian
Daftar Isi
Apa yang membedakan petani ahli dengan mereka yang baru saja belajar bercocok-tanam ketika mereka sama-sama menumbuhkan tumbuhan dan pepohonan di ladangnya masing-masing? Besar kemungkinan kebanyakan orang akan menjawab “Tentu saja hasil akhirnya”.
Tidak ada yang salah dengan jawaban tersebut, namun untuk membiasakan pola berpikir strategis dalam menganalisa sebab dan akibat dari sebuah fenomena mari kita sadari bahwa hasil terbentuk dari proses, perbedaan mendasar pada proses yang dilakukan petani ahli dengan amatir adalah efektivitas pengetahuan dan keahlian yang mereka aplikasikan dalam menumbuhkan tumbuhan dan pepohonannya.
Dalam analogi pertanian dan perkebunan, untuk memahami waktu dan cara terbaik mengurus bibit pohon yang ditanam tentu sang petani harus memahami siklus alam dan pengaruhnya bagi kualitas pohon yang diurusnya. Begitu juga dalam mendesain resolusi dan mencapainya, ada rangkaian pengetahuan dan keahlian yang perlu kita miliki agar efektivitasnya berbanding lurus dengan kualitas hasilnya, siklus alam dan pengaruhnya yang kita baru saja temukan dalam analogi tadi pun memiliki tempat tersendiri dalam memahami prinsip mendesain resolusi yang selaras dengan prinsip alam, sebuah hukum alam universal!
Anda bisa memahami cara terbaik menyiram tanaman dan memupukinya, tapi jika Anda tidak tahu cara alam bekerja maka hanya soal waktu sebelum tanaman Anda habis disapu angin dan derasnya hujan karena menanam di musim yang salah. Anda bisa saja memahami cara-cara strategis mendesain tujuan dan perencanaan, tapi jika Anda tidak memahami prinsip dari hukum alam universal ini maka hanya soal waktu sebelum Anda mendapati resolusi Anda kandas berulang-ulang.
HUKUM ALAM UNIVERSAL = HUKUM SEMESTA
Untuk mengawali bahasan ini, apa menurut Anda yang akan terjadi jika beragam buah-buahan yang berlainan jenis dijatuhkan dari ketinggian ratusan meter? Tentu ada perbedaan, contohnya bisa jadi berat dan ukuran mereka akan menghasilkan perbedaan waktu ketika menyentuh permukaan tanah, lalu bisa jadi juga perbedaan tekstur dan keras-lunaknya permukaan buah, menghasilkan perbedaan kerusakan pada masing-masing buah.
Namun demikian di balik segala perbedaan itu bisa kita temukan satu persamaan yang hakiki, apa pun buahnya, beratnya atau ukurannya, semua akan jatuh ke bawah ketika dilepaskan dari atas. Bukan hanya buah dalam ilustrasi tadi, segala sesuatu yang ada di muka bumi ini pun jika mengalami percobaan seperti itu tentu akan jatuh ke bawah, karena adanya sebuah hukum yang kita kenal dengan nama gravitasi.
Ilustrasi di atas didesain untuk menegaskan sebuah pesan singkat, siapapun kita, dimanapun dan kapanpun kita berada, ada hukum-hukum alam di sekitar kita yang berlaku secara mutlak dan menjadi acuan dasar kita dalam beraktifitas sesuai dengan fungsi keberadaan hukum tersebut.
Sebut saja hukum gravitasi seperti ilustrasi di atas tadi. Bukankah hukum ini bersifat mutlak adanya? Tentu saja, segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini tentu selalu terikat oleh hukum yang tak terbantahkan keberadaannya ini. Siapa pun kita jika melompat dari gedung tinggi pasti jatuh ke bawah, ke permukaan tanah dan bukan ke atas.
Jika mutlak dan tak terbantahkan lalu bagaimana dengan pesawat terbang? Bukankah terbangnya mereka seolah melawan gravitasi? Tidak begitu, jika kita amati lebih seksama akan kita dapati bahwa pesawat terbang bukanlah terbang melawan gravitasi, melainkan menyelaraskan cara kerjanya dengan hukum semesta tersebut.
TENTANG HUKUM SEMESTA & TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN DIRI
Kembali mengutip ilustrasi sebelumnya tentang gravitasi, jadi apa itu hukum semesta?
Sebelum membahasnya lebih jauh, ijinkan saya memperjelas terlebih dahulu bahwa bahasan hukum semesta ini bukan dibuat untuk seolah menghilangkan peran Tuhan dalam segala kejadian di dunia ini, melainkan kebalikannya, yaitu untuk semakin memperkuat keimanan kita bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini selalu berjalan atas ketentuan-Nya.
Ya, hukum semesta sedianya menjadi sesuatu yang kita pahami sebagai bagian dari ketentuan-ketentuan alam yang Tuhan ciptakan untuk makhluk ciptaan-Nya di dunia ini, seperti mekanisme bergantinya siang dan malam, berjalannya hujan dan kemarau, munculnya bintang dan objek langit lainnya, serta banyak lagi fenomena lainnya.
Memahami hukum-hukum alam inilah yang sedianya menjadi sebuah media meningkatkan kesadaran kita atas kebesaran dan kekuasaan Tuhan atas segala ciptaan-Nya, bahwa Ia telah menunjukkan tanda-tanda hukum alam itu dengan begitu jelasnya agar kita sebagai ciptaan-Nya belajar dari semua hal itu dan semakin meningkatkan keimanan kita pada-Nya.
Mari sadari bahwa dari sekian banyak makhluk hidup yang Tuhan ciptakan, hanya manusialah yang dipercaya-Nya menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini, sungguh sebuah kehormatan yang besar dan wajib kita syukuri.
Namun perlu juga kita sadari, seiring dengan kuasa yang besar juga tersimpan tanggungjawab yang besar. Mari bayangkan bahwa Anda adalah seorang pemilik perusahaan, Anda mengangkat seorang pemimpin untuk mengelola perusahaan Anda, jika Anda terus-menerus mencampuri segala urusan kepemimpinannya tanpa memberinya kesempatan untuk mandiri bukankah sama saja Anda tidak mempercayainya?
Lalu bagaimana solusinya? Satu hal yang bisa dilakukan adalah berikan aturan main baginya untuk menjalankan kepemimpinannya dengan konsekwensi yang jelas, konsekwensi atas apa yang akan terjadi jika ia mentaati hukum tersebut dan apa akibatnya jika ia melanggarnya.
Sekali lagi, Hukum Semesta yang dimaksudkan dalam buku ini bukanlah meniadakan peran Tuhan, melainkan sebagai bukti nyata kasih sayang-Nya menjadikan manusia pemimpin di muka bumi ini dengan segala hukum yang sudah diciptakan-Nya dengan adil.
JENIS HUKUM SEMESTA
Menyikapi semua itu, sejauh ini bisa kita simpulkan bahwa Tuhan menciptakan semesta beserta segala isinya, semua itu merupakan tanda yang tidak terbantahkan tentang kebesaran dan kuasa-Nya.
Tidak hanya itu, dengan kepercayaan dan kasih-sayang-Nya, diturunkan-Nya juga hukum-hukum semesta yang mengikat kita sebagai makhluk ciptaan-Nya untuk kita pahami agar bisa kita berdayakan demi melahirkan lebih banyak kebaikan di dunia ini sebagai ungkapan syukur atas peran kepemimpinan yang dianugerahkan-Nya pada kita.
Yang tak kalah pentingnya, perlu juga kita sadari juga bahwa kekuasaan dan kebesaran Tuhan sangatlah sedemikian tidak terhingga dan tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia yang terbatas ini, yang bisa kita terjemahkan atau simpulkan hanyalah sebagian kecil dari apa yang diciptakan-Nya. Begitu juga dengan hukum semesta ini, pencarian manusia akan berbagai misteri kehidupan telah membawa kita ke berbagai kesimpulan baru tentang keberadaan dan mekanisme hukum semesta ini, itu pun hanya sejauh batasan kita untuk bisa memahaminya.
Hukum semesta yang populer kita kenal kebanyakan berkenaan dengan mekanisme alam – seperti hukum gravitasi – namun seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia, lahirlah kesimpulan akan hukum lain yang bersinggungan dengan kualitas kehidupan yang kita jalani. Setidaknya terdapat tujuh hukum semesta yang sejauh ini – dan sejauh kemampuan manusia dalam mengartikannya – banyak orang-orang pahami dan jadikan landasan dalam keilmuan pengembangan diri, yaitu:
- Hukum Vibrasi (Law of Vibration), menyatakan bahwa segala-sesuatu yang ada di alam semesta ini bergetar dan memiliki frekwensi getarannya masing-masing.
- Hukum Relativitas (Law of Relativity), menyatakan bahwa segala sesuatu bersifat netral adanya sampai kemudian kita menghubungkannya dengan sesuatu, atau memberikan makna pada hal tersebut.
- Hukum Sebab Akibat (Law of Causality), menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan, ada aksi maka ada reaksi, segala sesuatu memiliki penyebab dan akibatnya masing-masing.
- Hukum Polaritas (Law of Polarity), menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki lawan jenisnya. Panas-dingin, terang-gelap, atas-bawah dan lain sebagainya.
- Hukum Irama/Siklus (Law of Rhythm), menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki irama atau siklusnya, setelah siang ada malam, setelah kehidupan ada kematian dan lain-lainnya.
- Hukum Proses (Law of Gestation), menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki prosesnya masing-masing, sebuah biji yang ditanam memiliki prosesnya sendiri untuk bisa tumbuh besar.
- Hukum Transmutasi (Law of Transmutation), menyatakan bahwa energi berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya, biasa juga disebut Hukum Kekekalan Energi.
Meskipun nampak seperti sesuatu yang baku, ketujuh jenis hukum semesta tadi adalah sekedar penafsiran manusia pada berbagai fenomena yang ada di alam ini, yang terungkap seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan kecerdasan umat manusia dewasa ini.
Saya meyakini bahwa setiap kata memiliki makna yang berbeda di benak setiap orang, jika Anda termasuk orang yang cenderung merasa aneh atau risi dengan istilah ‘hukum semesta’ entah karena alasan apa pun maka tidak perlu memusingkannya, anggap saja makna itu sebagai kiasan semata untuk mempermudah bahasan kita dalam memahami isi buku ini.
Dari semua yang ditafsirkan tersebut dan melalui proses pemaknaan tersendiri, Impactful Resolution mengadaptasi tiga hukum utama yang dijadikan acuan dalam mendesain resolusi. Tiga hukum ini pun merupakan sebuah metafora atau perumpamaan atas berbagai fenomena fisika kuantum yang ada di sekeliling kita, tidak semua orang bisa memahami dan menerimanya dengan mudah, karena itu penjelasan logis dan spiritual atas cara kerja tiga hukum ini pun akan dijabarkan kelak.
HUKUM PERTAMA, HUKUM VIBRASI (LAW OF VIBRATION)
Mengawali bahasan akan fenomena vibrasi ini, penelitian fisika dan mekanisme kuantum yang muncul sejak Albert Einstein mengungkapkan teori relativitasnya-lah yang menjadi dasar pengembangan dari berbagai konsep akan vibrasi dari sudut pandang modern.
Konsep ini menegaskan bahwa segala-sesuatu yang kita temukan di alam ini, benda apa pun itu, jika dipecah strukturnya maka akan sampai ke sesuatu yang kita kenal sebagai atom, namun tidak hanya sampai disitu, mereka menemukan bahwa atom pun masih memiliki struktur yang lebih kecil di dalamnya yang berisikan kumpulan energi yang berputar dan bergetar dimana kesemua hal ini masing-masing memancarkan karakter energi yang berbeda.
Bahasan tentang hal ini bukanlah sesuatu hal yang umum dipahami dan dikonsumsi banyak orang, mengetahui bahwa segala-sesuatu yang ada di alam ini pada dasarnya adalah perwujudan dari energi yang memadat dan membentuk sebuah struktur fisik masih menjadi satu fenomena yang sulit dipahami dan diterima banyak orang, bahkan sampai saat ini.
Seorang fisikawan Denmark, Niels Bohr mengatakan “Jika mekanisme kuantum belum cukup mengejutkan kita, itu berarti kita belum cukup memahaminya. Segala sesuatu yang kita anggap nyata terdiri dari berbagai hal yang ternyata tidak bisa kita artikan nyata adanya.”
Pemahaman ini sedianya semakin memperkuat keyakinan kita bahwa Maha Besar Kuasa Tuhan atas segala penciptaan-Nya yang begitu detail.
Jika fenomena ini menyatakan segala-sesuatu yang ada di alam ini memancarkan vibrasi, bukankah bisa disimpulkan bahwa kita sebenarnya selalu berurusan dengan vibrasi dari waktu ke waktu? Betul sekali, hanya saja kita tidak menyadarinya, seperti diungkapkan Franz Anton Mesmer: kita diibaratkan seekor ikan yang berenang di air namun tidak menyadari keberadaan air yang menaunginya, maka itulah yang terjadi pada kita, memancarkan dan selalu bersentuhan dengan beraneka macam vibrasi dari waktu ke waktu namun tidak menyadari keberadaannya.
Untuk semakin mengerucutkan bahasan kita akan topik yang satu ini, jika manusia memancarkan vibrasi maka dari mana vibrasi ini terpusat dan terpancar? Bukankah itu yang pada intinya perlu kita pahami?
Jawabannya adalah dari perasaan dan pikiran. Ya, vibrasi terpancar dari perasaan dan pikiran kita sendiri yang kualitasnya pun bergantung pada apa yang kita rasakan dan pikirkan. Vibrasi yang kita pancarkan dari perasaan dan pikiran ini bersifat otentik adanya.
Yang perlu kita juga pertegas adalah vibrasi tidak terlihat, namun terasa. Anda mungkin pernah mendapati diri Anda berjumpa dengan seseorang yang entah kenapa membuat Anda tidak nyaman berinteraksi dengannya. Anda tidak mengenalnya secara pribadi, namun entah kenapa perasaan tidak nyaman itu sulit untuk diabaikan.
Itulah contoh dari pertemuan antar vibrasi (Anda dan orang itu) yang entah karena satu dan lain hal membuat Anda tidak nyaman ketika vibrasi Anda bersentuhan dengannya. Setiap orang memiliki kepekaan yang berbeda untuk merepon vibrasi dari luar, pada akhirnya kita mengenalnya sebagai firasat.
VIBRASI & ANALOGI GARPU TALA
Tidak bisa tidak, vibrasi memancar dan mempengaruhi lingkungan, seperti garpu tala yang ketika dipukul maka bunyi dan getarannya mempengaruhi garpu tala lain di dekatnya. Namun ingatlah sumber dari vibrasi adalah perasaan dan pikiran, artinya mengubah kondisi perasaan dan pikiran turut mempengaruhi vibrasi yang kita pancarkan.
Seorang alumni pelatihan saya pada awalnya sering kali dikucilkan secara sosial, dalam artian lingkungannya tidak pernah meresponnya dengan hangat, seolah menghindari berinteraksi terlalu banyak dengannya, jika ia tidak memulai menyapa maka orang lain bisa bahkan menghindarinya.
Dalam sebuah sesi pelatihan transformasi diri ia mendapati bahwa dirinya memiliki banyak sekali ‘sampah emosi’ yang belum terselesaikan, yang mempengaruhi vibrasinya. Dalam pelatihan itu ia membersihkan sampah-sampah emosi itu dengan begitu mendalam. Keesokan harinya ia keheranan mendapati lingkungan seolah merespon berbeda terhadap dirinya, mereka tersenyum dan menyapanya, bahkan mengajaknya mengobrol dengan begitu berbeda.
Ingin mengubah respon lingkungan atas diri Anda? Rubahlah dulu vibrasi Anda, caranya dengan mengelola perasaan dan pikiran yang Anda rasakan dan pancarkan.
HUKUM KEDUA, HUKUM TARIK-MENARIK (LAW OF ATTRACTION)
Jika dihubungkan dengan tulisan tentang tujuh hukum semesta sebelumnya, hukum tarik menarik digolongkan sebagai hukum sebab-akibat atau disebut juga hukum kausalitas. Artinya ada sesuatu hal pemicu yang menyebabkan sebuah akibat terjadi kemudian.
Mari kita hubungkan fenomena hukum ini dengan hukum vibrasi. Sekali lagi, apa yang dinyatakan dalam hukum vibrasi adalah bahwa segala-sesuatu yang ada di alam semesta, termasuk diri kita, memiliki frekwensi getarannya masing-masing yang bersifat otentik. Demikian juga dengan makhluk dan benda lain di sekitar kita memiliki frekwensi getarannya masing-masing. Kelanjutan dari fenomena ini dalam hubungannya dengan hukum tarik-menarik adalah bahwa frekwensi getaran ini terpancar keluar dari diri kita dan beresonansi atau terhubung dengan getaran lain di luar diri kita yang kualitasnya sejenis dan kemudian menariknya ke dalam hidup kita, menjadikannya bagian dari pencapaian dan hasil yang kita terima.
Fenomena LOA sebenarnya bukanlah hal baru melainkan merupakan hasil pemikiran para filsuf sejak abad ke-19 silam. Baru pada tahun 2006 fenomena ini meledak fenomenal setelah Rhonda Byrne, seorang penulis Australia yang mengulasnya secara dramatis dalam bukunya yang berjudul The Secret (2006), kepopuleran buku ini juga membuatnya diundang sampai dua kali ke The Oprah Winfrey Show, sebuah pencapaian yang terhitung langka.
Apa yang tertulis di buku itu kurang lebih menekankan hal yang sama, bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini memancarkan getaran dan kemudian menarik berbagai hal dalam hidup kita sesuai dengan kualitas getaran yang dihasilkannya.
Mengacu pada apa yang dibahas di LOA di atas, lantas mengapa banyak orang yang merasa dirinya berpikir positif namun malah justru menarik banyak hal negatif? Kembali pada level kesadaran yang sudah dibahas di artikel ‘Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar‘, permasalahan utama yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena apa yang dipersepsikan sebagai pikiran positif di pikiran sadar berlawanan dengan keyakinan atau emosi negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar.
Dengan cara kerjanya yang tidak disadari namun memiliki porsi kekuatan yang lebih besar dari pikiran sadar, maka apa yang tersimpan di dalam pikiran bawah sadar pada akhirnya ‘menggulung’ vibrasi yang ada di pikiran sadar dan memancarkan vibrasinya sendiri yang pada akhirnya menarik hal-hal sesuai keyakinan dan emosi yang tersimpan di dalamnya. Saya menyebutnya sebagai konflik vibrasi dimana konflik internal yang tidak disadari inilah yang menjadikan kita ‘Pribadi Sabotase’, alih-alih ‘Pribadi Potensi’. Mengapa demikian? Karena bukan hanya mempengaruhi LOA kita, hal ini dalam skala besar bahkan mempengaruhi LOA lingkungan dimana kita berada, kita mengenalnya sebagai “Si Pembawa Sial”.
HUKUM KETIGA, HUKUM PERTUKARAN (LAW OF EXCHANGE)
Di titik ini hendaknya kita sudah menangkap esensi dari kedua hukum sebelumnya, pertama yaitu keberadaan kita sebagai pusat dari getaran yang terpancar keluar dari diri kita dan mempengaruhi sekitar kita dan kedua yaitu bagaimana getaran itu menarik getaran lain yang sejenis. Dengan kata lain, berbagai hal yang kita alami dan terima sekarang ini ada karena kita sendirilah yang menyebabkannya terjadi.
Namun demikian, satu hal esensial yang di satu sisi juga menjadi cukup kontroversial dari Law of Attraction adalah adanya sebuah keyakinan yang seolah beranggapan bahwa kita bisa menarik dan mencapai segala yang kita inginkan dalam hidup ini selama kita bisa mengendalikan pikiran kita untuk fokus pada hal yang kita inginkan dan memelihara kualitas vibrasinya, bahkan tanpa harus melakukan suatu usaha apa pun yang berarti.
Apakah benar demikian? Terus terang saya sendiri tidak bisa dan tidak mau menjawabnya, karena jawaban sembrono atas pernyataan itu tak jarang memicu kontroversi tersendiri kelak. Yang bisa saya katakan adalah bagi saya pribadi, meyakini dan bergantung pada hukum vibrasi dan hukum tarik-menarik semata belumlah cukup.
Diibaratkan puzzle, masih ada satu keping yang perlu kita cari dan masukkan ke dalamnya untuk melengkapinya menjadi sebuah gambar (pemahaman) yang utuh.
Hal ini dimaksudkan untuk menjawab dua hal: pertama, adanya keterlibatan Tuhan dalam proses hukum tarik-menarik, dan kedua, tetap saja diperlukan aksi nyata yang tetap perlu kita lakukan untuk melengkapi berjalannya mekanisme hukum semesta ini, untuk menukar hasil usaha kita dengan hasil yang sepantasnya kita dapatkan.
Untuk menjelaskan mekanisme Hukum Pertukaran ini saya akan membahasnya menggunakan dua pemaparan, yaitu Konsep Tabungan Energi dan Konsep Kepantasan Diri. Besar harapan saya pembahasan ini bisa menjembatani celah pemahaman yang mempertanyakan alasan logis dan landasan spiritual di balik fenomena Law of Attraction dan menyatukan berbagai pemahaman yang ada dalam satu kerangka pemikiran yang lebih membawa manfaat, bukan perdebatan.
KONSEP TABUNGAN ENERGI
Mari sekali lagi kembali ke konsep hukum vibrasi, sudah jelas dinyatakan bahwa apa yang kita pikirkan dan rasakan menghasilkan gelombang vibrasi tertentu yang kita kenal sebagai energi, menambahkan satu pemikiran lagi ke dalam konsep hukum ini yaitu bahwa segala sesuatu yang kita lakukan pun memiliki bobot energi dan vibrasi tertentu.
Dalam konsep universal, hal ini teruraikan dalam sebuah ilustrasi bahwa setiap manusia memiliki rekening tabungan energinya masing-masing yang berisikan segala bobot energi yang tercipta dari apa yang dilakukannya, rekening ini bersifat otentik perorangnya dan tidak akan pernah tertukar atau pun bisa ditukar, artinya segala perbuatan yang kita lakukan maka kitalah yang bertanggungjawab atas hasilnya.
Menyikapi bahwa hanya ada dua jenis perbuatan: perbuatan positif, yang menimbulkan kebaikan dan manfaat bagi orang banyak, serta perbuatan negatif, yang menimbulkan keburukan dan kerugian, maka jenis energi yang tersimpan di tabungan energi pun hanya ada dua jenis, yaitu Energi Positif (EPos) dan Energi Negatif (ENeg).
Secara sederhana, kita bisa mengadapasi prinsip dari Hukum Kekekalan Energi bahwa energi tidak akan pernah hilang, ia hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. EPos akan berubah bentuk menjadi hasil positif dan ENeg berubah bentuk menjadi sebaliknya.
Tabungan EPos inilah yang kemudian hari sering kali cair dalam bentuk keinginan yang menjadi nyata atau terhindarkan dari musibah. Sementara cairnya tabungan ENeg berimbas pada gagalnya sebuah upaya, terimpa musibah atau kejadian lainnya yang tidak mengenakkan.
Kita tentu tidak bisa mengetahui detail mekanisme penghitungan tabungan energi ini, karena pada dasarnya ilustrasi ini pun didesain sebgai kiasan semata untuk menggambarkan keterhubungan dari perbuatan kita pada apa yang kita terima, intinya secara mendasar bisa kita simpulkan bahwa perbuatan positif menghasilkan saldo tabungan EPos dan begitu juga sebaliknya, perbuatan negatif menghasilkan saldo ENeg.
Dihubungkan dengan satu fenomena logis, apa contoh dari perbuatan positif yang sejalan dengan konsep tabungan energi? Yaitu usaha nyata, bagi umat Muslim hal ini dikenal sebagai ‘ikhtiar’. Untuk membuatnya lebih lengkap maka usaha ini pun tentu harus sejalan dengan amal perbuatan baik lainnya, baru keduanya bisa ditukar dengan hasil yang diharapkan.
Ada kalanya kita temukan adanya orang-orang yang nampak bekerja keras namun mereka menghalalkan segala cara, sampai-sampai rela menipu orang lain, maka dalam hal ini saldo tabungan EPos dari kerja keras yang dihasilkannya pun kandas oleh saldo Eneg dari perbuatannya.
Dalam kaitannya juga dengan hukum tarik-menarik, hukum pertukaran ini berperan dengan satu mekanisme: untuk menarik atau mendatangkan hal yang kita inginkan dengan efektif maka kualitas vibrasi yang dipancarkan haruslah berbanding lurus dengan jumlah tabungan energi yang kita miliki.
Bukankah ada juga orang yang dianggap jahat namun justru menikmati hidupnya dengan tenang dan seolah bahagia? Pertama-tama, tidak perlu memusingkan dan memprotesnya, daripada memfokuskan atensi Anda pada hal negatif yang merusak kualitas vibrasi, fokus saja pada apa yang bisa Anda lakukan untuk memperbaiki diri.
Mengenai mereka yang dalam anggapan kita menikmati apa yang bukan haknya, sebagai orang beriman yakini saja bahwa Tuhan memiliki rencana-Nya sendiri untuk menerapkan keadilan-Nya, entah dalam fase kehidupan ini atau pun setelah kematian kelak.
Begitu juga dengan mereka yang senantiasa beramal baik namun terperangkap dalam vibrasi yang buruk, yakinlah bahwa Tuhan tetap memiliki caranya sendiri memberikan keadilan-Nya bagi mereka kelak, ketika bobot EPos mereka sudah sedemikian melimpah sampai-sampai menggulung vibrasi negatifnya maka ia pun akan memperoleh hasilnya, ketika pencapaian itu terwujud harapannya pun membaik dan sering kali vibrasinya membaik, yang menarik lebih banyak hal baik, intinya biarkan itu menjadi misteri-Nya sementara kita melakukan yang selayaknya menjadi porsi dan kewajiban kita, upaya nyata.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang pengendalian pikiran? Memerlukan layanan konsultasi mental-emosional untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda? Atau ingin mempelajari keahlian teknologi pikiran seperti NLP, hipnoterapi dan lain-lain secara serius sampai bisa menggunakannya secara praktikal dalam hidup Anda? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.