Assessment 3P Sebelum Memulai Sesi Hipnoterapi
Meski mungkin agak berbeda dengan kebiasaan beberapa praktisi dan pengajar lain, dalam pelatihan atau workshop yang saya adakan saya kerap menceritakan ‘kisah kegagalan’ atau kesalahan saya dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan klien pada para peserta pelatihan.
Bukan tanpa sebab hal ini saya lakukan, alasan pertama yaitu agar para peserta tidak ‘terhipnotis’ oleh kesan ‘kesempurnaan semu’.
Ya, ada kalanya yang terjadi adalah para peserta merasa ‘gagal’ atau ‘tidak berbakat’ karena dalam praktiknya mereka melakukan kesalahan, sementara mereka membandingkan dirinya dengan instruktur yang di kelas hanya bercerita tentang keberhasilannya, seolah ‘tanpa cela’.
Padahal sangat tidak mungkin sang instruktur sendiri tidak pernah mengalami kegagalan dalam praktiknya, jika sang instruktur tidak pernah melakukan kesalahan maka sangat mungkin yang terjadi adalah jangan-jangan karena ia sendiri tidak pernah praktik.
Alasan kedua yaitu agar para peserta bisa belajar dari kesalahan yang pernah saya lakukan, sehingga mereka tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama.
Salah satu kesalahan saya di masa awal-awal praktik dulu adalah tidak menerapkan aturan yang tegas dalam menerima calon klien, sehingga klien yang sebenarnya tidak memenuhi syarat penanganan pun diterima, alhasil proses penanganan pun tidak berjalan baik dan menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan pada bisnis.
Hal ini yang membuat saya merumuskan prosedur pengumpulan informasi 3P dalam mempertimbangkan apakah klien dan kasusnya akan saya tangani atau tidak.
3P dalam proses ini mewakili 3 hal, yaitu: ‘permitted to‘, ‘possible to‘ dan ‘prepared to‘.
Seperti apa pengumpulan informasi 3P ini? Mari menyimak tulisannya di bawah ini.
PERMITTED TO (BOLEH)
Merupakan tahap paling penting yang menjadi bagian dari ‘seleksi keamanan’ sesi yang akan klien jalani.
Sebagaimana kode etik praktik para hipnoterapis menegaskan, dalam setiap sesi yang klien jalani bersama hipnoterapis, keamanan klien selalunya menjadi prioritas utama.
Jika hipnoterapis mendapati klien memiliki faktor-faktor yang menjadikan sesi yang dijalaninya berpotensi membahayakannya, maka hipnoterapis tidak boleh gegabah memfasilitasi sesi begitu saja, hal ini karena keselamatan dan keamanan klienlah yang menjadi taruhannya.
Apa yang menjadikan klien dan masalah yang dialaminya boleh ditangani dengan hipnoterapi? Saya biasa membaginya menjadi 2 hal:
Hal pertama, klien tidak memiliki permasalahan fisik spesifik (sakit jantung, darah tinggi dll) yang membahayakan atau harus diperhitungkan ketika harus mengakses emosi negatif intens dan menjalani keseluruhan protokol penanganan.
Sesi hipnoterapi yang menggunakan teknik terapi berbasis psikodinamika akan melibatkan emosi negatif yang intens, terutama jika ada trauma masa lalu yang tersimpan di pikiran bawah sadar klien, akan sangat berbahaya jika teknik ini dilakukan pada klien yang memiliki permasalahan fisik yang berpotensi memburuk ketika mereka merasakan emosi intens.
Masih sehubungan dengan kondisi fisik ini, yang juga tidak kalah pentingnya adalah memastikan kondisi fisik klien memungkinkan untuk menjalani sesi yang mensyaratkan postur dan gestur tertentu.
Apa maksudnya postur dan gestur ini?
Begini, dalam sesi hipnoterapi klien akan berada dalam posisi duduk-setengah berbaring dalam waktu yang cukup lama, hipnoterapis harus memastikan bahwa posisi duduk klien tidak akan menyakitkan klien, hal ini bisa dilakukan dengan memastikan sofa recliner yang hipnoterapis gunakan sesuai dengan standar keamanan dan kenyamanan sesi hipnoterapi pada umumnya, jika klien mengalami permasalahan pada punggung, pinggang atau bagian tubuh lain yang berpotensi memburuk karena berada di satu postur tertentu dalam jangka waktu lama maka hipnoterapis harus mengantisipasi hal ini sejak awal.
Beberapa teknik terapi mensyaratkan gerakan, terutama teknik terapi yang melibatkan proses abreaksi dan pelepasan emosi negatif yang tersimpan di dalam tubuh, gerakan ini bisa berupa gerakan memukul atau gestur lain yang melibatkan pengerahan otot spesifik, jika klien memiliki riwayat kondisi otot yang berpotensi terluka karena gerakan dan gestur tertentu maka hipnoterapis harus mengantisipasi hal ini sejak awal.
Hal kedua, klien tidak memiliki permasalahan psikis yang bisa memburuk jika ia mengalami kondisi hipnosis.
Beberapa permasalahan psikis tertentu melibatkan halusinasi, sementara itu kondisi hipnosis sendiri banyak melibatkan proses visualisasi, jika hal ini tidak diperhitungkan dengan baik maka permasalahan psikis klien bisa semakin memburuk adanya, entah berupa kecenderungan halusinasi yang memburuk atau pengendalian emosi yang semakin bermasalah.
Jika hipnoterapis sejak awal mengidentifikasi adanya potensi bahaya di balik kondisi klien dalam menjalani sesi hipnoterapi maka ia harus dengan bijak menyadari apakah kondisi itu masih bisa disikapi dengan penyesuaian tertentu dan sesi bisa dilanjutkan, atau memang kondisi itu sama sekali tidak memungkinkan untuk disikapi dan hipnoterapis harus mereferensikan klien menjalani penanganan lain yang lebih sesuai.
POSSIBLE TO (BISA)
Jika ‘P’ pertama tadi mengacu kepada ‘boleh-tidaknya’ klien menjalani sesi hipnoterapi, ‘P’ kedua kali ini berhubungan dengan ‘bisa-tidaknya’ sesi terapi dilaksanakan.
‘Boleh’ dan ‘bisa’ adalah dua perkara berbeda, klien dengan kondisi yang diperbolehkan menjalani hipnoterapi sekali pun belum tentu bisa menjalani hipnoterapi.
Kriteria ‘bisa’ menjalani hipnoterapi dari sisi klien berhubungan dengan beberapa hal:
(1) Klien tidak memiliki masalah pendengaran dan berbicara, hipnoterapi akan melibatkan proses dimana hipnoterapis memberikan sugesti (yang harus didengar klien) dan klien akan merespon sugesti tersebut (untuk disikapi oleh hipnoterapis), jika di titik ini saja sudah ada permasalahan maka akan sulit sekali menjalankan proses hipnoterapi.
Jika klien memiliki masalah pendengaran dan menggunakan alat bantu dengar, maka hipnoterapis harus bisa mempertimbangkan dan menganalisa dampak dari digunakannya alat itu dalam sesi terapi, apakah protokol terapi yang digunakannya memadai untuk mengakomodir penggunaan alat tersebut.
Jika klien memiliki masalah berbicara (seperti gagap misalnya), hal ini tidak terlalu menjadi masalah karena dalam kondisi trance sistem syaraf yang aktif adalah sistem syaraf yang berbeda dimana klien yang gagap pun biasanya akan bisa berbicara dengan lebih lancar. Terlebih, gagap adalah kondisi yang banyak melibatkan kondisi psikis, maka masalah ini bisa terbantu teratasi dengan hipnoterapi. Namun jika permasalahan berbicara yang klien alami berhubungan dengan keterbatasan fisik lain, seperti kondisi otot mulut atau kondisi lainnya maka jelas hipnoterapis harus mempertimbangkan ulang, karena dalam kondisi trance sekali pun proses komunikasi akan terhambat jadinya.
(2) Klien bisa fokus pada jalannya proses, sesi hipnoterapi melibatkan proses pemberian sugesti yang akan mensyaratkan klien untuk fokus memahami dan melaksanakan sugesti yang diberikan, jika klien tidak bisa fokus pada arahan karena hal-hal tertentu, seperti kemampuan fokus yang kurang atau sedang terganggu kecemasan berlebih yang membuatnya tidak bisa fokus pada arahan yang diberikan, maka hipnoterapis harus memperhitungkan kondisi ini dalam memfasilitasi sesi yang akan dijalankannya.
Klien yang memiliki masalah kemampuan fokus yang kurang bisa saja memerlukan beberapa pengkondisian fokus terlebih dahulu (dilatih) agar ia bisa fokus dan mengikuti sugesti, sementara klien yang sedang terdistraksi oleh kecemasan hendaknya dibantu dulu untuk meredakan kecemasannya sampai di titik ideal dimana ia lebih bisa fokus pada sugesti dan menjalankannya sampai titik dimana proses terapi bisa dilakukan secara ideal, disinilah teknik intervensi emosi praktis yang tidak melibatkan proses trance formal seperti Emotional Freedom Technique (EFT) dan STRAIGHT Resolution Method berperan untuk digunakan.
(3) Klien memiliki daya nalar yang memadai untuk berinteraksi dan memahami informasi yang diberikan oleh hipnoterapis, sebelum sesi hipnoterapi dimulai penting adanya bagi hipnoterapis untuk melakukan konseling, asesmen dan mendesain formulasi kasus yang memadai, hal ini hanya bisa dilakukan jika klien bisa diajak berkomunikasi secara mumpuni.
Setiap klien datang dengan latar belakang yang berbeda, baik dari cara berkomunikasi atau pun tingkat inteletualitas dalam memahami jalannya komunikasi. Beberapa klien mungkin mampu mengimbangi proses komunikasi yang melibatkan pembicaraan intelektual yang tinggi, namun beberapa klien lain bisa sedemikian berbeda, disinilah hipnoterapis harus memiliki kecakapan untuk berkomunikasi dan membahasakan jalannya proses konseling agar bisa dipahami oleh klien sesuai dengan latar belakangnya.
Lain ceritanya jika klien memang memiliki permasalahan daya nalar yang membuatnya tidak bisa memahami jalannya komunikasi dengan baik, disini hipnoterapis harus mampu menakar dan mempertimbangkan apakah klien sudah bisa memahami jalannya komunikasi dengan baik sebelum proses penanganan dilakukan.
Namun demikian, bukan hanya dari sisi klien, kriteria ‘bisa’ ini pun harus kita pertimbangkan dari sisi hipnoterapis, dimana hipnoterapis haruslah memiliki kepekaan untuk menyadari apakah kompleksitas permasalahan yang dialami klien termasuk ke dalam masalah yang masih bisa diatasi dengan kemampuannya atau berada di luar jangkauan kemampuannya.
Hipnoterapis haruslah tahu diri dalam menakar kemampuan diri-sendiri, jika sejak awal saja ia sudah ragu bisa menangani permasalahan yang dialami kliennya, hendaknya ia mampu menentukan sikap untuk menyatakan dengan terus terang bahwa ia tidak mampu mengatasi permasalahan kliennya dan mereferensikannya pada praktisi lain yang lebih sesuai.
PREPARED TO (SIAP)
Kriteria yang terakhir ini cukup unik, karena sangat berhubungan dengan kesiapan mental klien untuk lepas dari masalahnya.
Meski secara logis kita bisa menyimpulkan bahwa ‘klien meminta bantuan karena ia sudah siap lepas dari masalahnya’, dalam kenyataannya hal ini tidak sepenuhnya terjadi begitu saja.
Terdapat hambatan internal yang klien harus sikapi terlebih dahulu untuk bisa lepas dari masalahnya, yaitu ‘zona nyaman’. Tidak bisa dipungkiri, proses terapi bukanlah proses yang menyenangkan, dalam prosesnya klien harus siap ‘menanggalkan’ egonya, hal ini tidaklah mudah bagi sebagian orang, karena sebagian orang terlanjur merasa nyaman dengan masalahnya dan meski mereka tidak nyaman sekali pun mereka tidak siap untuk menurunkan egonya sampai di titik ideal dimana proses penyembuhan bisa dilakukan.
Hipnoterapis tidak bisa memfasilitasi proses penanganan pada mereka yang belum siap untuk lepas dari masalahnya, maka itulah kriteria kesiapan ini penting untuk dipastikan sebelum penanganan dilakukan.
Bagaimana cara menilai klien sudah siap atau belum menjalani sesi penanganannya? Saya biasa menerapkan beberapa aturan dan prosedur pemeriksaan, dimana jika klien terbukti melalui setiap prosedur pemeriksaan ini dengan baik maka saya bisa menilai bahwa ia sudah siap untuk lepas dari masalahnya, namun satu saja tahapan prosedur ini tidak terlewati maka jelas ada masalah dalam segi kesiapan, jika ini terjadi maka sesi penanganan tidak akan saya fasilitasi, daripada proses dimulai namun hasilnya tidak maksimal dan lagi-lagi bisnis pun terdampak karenanya.
Beberapa prosedur dasar yang saya tetapkan adalah:
(1) Klien harus menyatakan kesiapannya, hal ini dilakukan dalam bentuk klien harus menghubungi hipnoterapis secara mandiri tanpa diwakili oleh orang lain.
Beberapa klien bisa enggan melakukan ini, bisa karena mereka takut atau karena mereka gengsi. Disinilah peraturan menyatakan kesiapan secara mandiri menjadi ‘saringan’ dan akselerasi awal.
Mereka yang takut dan akhirnya memutuskan untuk tetap menyatakan kesiapan mereka demi lepas dari masalahnya akan mendapatkan lompatan luar bisa, karena mereka berhasil mengendalikan ketakutannya, hal ini saja sudah akan membuka pintu perubahan yang lebih besar nantinya dari segi psikis.
Lain dengan mereka yang gengsi, karena memiliki jabatan misalnya, mereka tidak akan bisa ditangani sebelum ‘mengendurkan’ egonya. Sekali lagi, hipnoterapi mensyaratkan kesediaan klien dalam menerima sugesti, jika dari awal saja klien sudah merasa ‘lebih tinggi’ dari hipnoterapis yang membantunya maka egonya akan membentengi dirinya dari menerima sugesti yang kita sampaikan, proses penanganan pun tidak akan berjalan ideal.
Awal dari klien menghubungi klien dan menyatakan kesediaan, maka saat itu ego yang selama ini membentenginya sudah mulai ‘runtuh’, dan ia akan lebih siap ditangani.
Bagaimana dengan klien yang tidak bisa menyatakan kesiapannya, seperti anak-anak atau orang lain yang ingin direferensikan menemui kita? Jika ini yang terjadi maka saya pribadi akan meminta mereka untuk bertemu saya terlebih dahulu di awal untuk berkenalan dan menjelaskan seperti apa jalannya penanganan bersama saya, lalu mencocokkannya dengan kebutuhan mereka, namun tetap saja pada akhirnya klien harus menyatakan kesiapannya pada saya langsung sebagai syarat menjalani penanganan, jika setelah pertemuan ini klien tetap tidak menyatakan kesiapannya maka saya tidak akan melanjutkan ke penanganan meski orang yang membawa mereka meminta saya memfasilitasi penanganan.
Catatan: khusus untuk klien anak-anak yang memang masih kecil, saya mendapati bahwa kedekatan dan kepercayaan menjadi kunci penting dalam menjalani penanganan, secara naluriah klien anak-anak yang masih kecil akan merasa takut untuk menjalani penanganan dengan orang yang mereka anggap ‘asing’, namun sekali mereka percaya maka penanganan mereka bisa menjadi sangat mudah adanya.
(2) Klien siap mematuhi aturan dan kebijakan terapi, hal ini biasanya diperjelas di sesi konseling yang klien alami.
Sudah menjadi kewajiban di layanan yang saya fasilitasi bahwa klien harus menjalani sesi konseling terlebih dahulu (silakan membaca artikel ‘Tahapan Dalam Sesi Hipnoterapi‘ untuk memahaminya lebih jauh), di tahap inilah saya akan meluangkan waktu untuk menjelaskan segala hal yang klien perlu ketahui dalam menjalani penanganan sambil sekali lagi menilai kesiapan klien.
Jika di tahap ini saya mendapati sikap klien sudah kondusif dan ia siap mengikuti segala aturan dan kebijakan yang ditetapkan maka barulah jadwal penanganan akan disepakati, namun jika ada satu saja indikasi klien belum siap, baik dari sikap yang tidak kondusif atau dari keberatannya pada aturan dan kebijakan yang dipersyaratkan maka proses penanganan tidak akan saya fasilitasi.
Jika klien adalah klien anak-anak dan dibawa orangtuanya, maka saya juga akan mengidentifikasi kesiapan orangtua klien untuk terlibat dalam proses penyembuhan klien, jika mereka siap sepenuhnya barulah penanganan akan dijadwalkan, namun jika tidak maka sejak awal pun saya sudah akan menolak dan menjelaskan alasan di balik penolakan saya atas keinginan mereka.
Saya belajar dari pengalaman bahwa ‘menerima klien yang salah’ adalah awal mula dari permasalahan, bukan berarti kita ‘pilih kasih’, namun kita memastikan bahwa klien yang kita bantu adalah mereka yang memang siap untuk dibantu, karena sekali lagi yang menentukan keberhasilan penanganan adalah kesungguhan klien sendiri untuk bisa lepas dari masalahnya.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.