Episode 16 – Shadow, Sang ‘Bagian Gelap’ Dalam Diri
Beberapa waktu lalu mencuat pembicaraan di antara saya dengan beberapa alumni yang bertanya dan mendiskusikan fenomena unik, fenomena dimana kita mungkin pernah mendengar kasus seseorang yang dianggap ‘orang suci’, seperti tokoh pemuka agama, pejabat, atau public figure yang sedemikian diidolakan, tiba-tiba terungkap skandalnya yang tidak disangka-sangka, betapa mereka bisa melakukan hal yang sedemikian rendahnya, jauh dari citra sempurna yang selama ini mereka tampilkan.
Di satu sisi mereka menampilkan imej yang suci dan sempurna, namun di sisi lain menyimpan perilaku yang sedemikian kontras, bahkan menjadi ‘aib’ dalam pandangan umum, berlawanan dengan imej suci dan bersih yang mereka tampilkan.
Bagaimana ini bisa terjadi? Membahas pemahaman yang satu ini mau tidak mau akan mengajak kita membahas fenomena ‘shadow’ sebagai bagian gelap dalam diri manusia, atau tepatnya ‘bagian gelap yang tersembunyi dalam ruang kesadaran seseorang’, yang dengan nuansa kegelapannya juga siap ‘menggelapkan’ kehidupan orang itu.
Kita semua memiliki shadow dan ia tidak bisa dihilangkan, yang berbeda adalah manifestasinya, maka itu penting memahami seperti apa shadow terbentuk dan seperti apa cara menifestasinya.
Seperti apa jelasnya?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keenambelas Life Restoration Podcast berjudul ‘Shadow, Sang ‘Bagian Gelap’ Dalam Diri’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Shadow, Sang 'Bagian Gelap' Dalam Diri'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode enam belas.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, semoga Anda sekalian selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia, dimana pun Anda berada, seperti biasa tentunya.
Selamat berjumpa di episode keenambelas Life Restoration Podcast, tempat dimana kita mengulas berbagai hal yang berhubungan dengan kesadaran diri dan restorasi kehidupan.
Sudah ada cukup banyak topik yang saya bahas di podcast ini, dari mulai episode pertama di bulan Januari 2021 lalu, sekarang apa kiranya yang akan kita angkat di episode kali ini?
Beberapa waktu ini saya terlibat diskusi dan pembicaraan seru bersama beberapa rekan sejawat seputar beberapa isu sosial terkini, salah satu hal yang menjadi bahasan seru dalam pembicaraan kami adalah sebuah fenomena unik dimana kita mungkin pernah mendengar kasus seseorang yang dianggap ‘orang suci’, seperti tokoh pemuka agama, pejabat, atau public figure yang sedemikian diidolakan, tiba-tiba terungkap aibnya yang tidak disangka-sangka, betapa mereka bisa melakukan hal yang sedemikian rendahnya, jauh dari citra sempurna yang selama ini mereka tampilkan.
Sulit disangka, di satu sisi mereka menampilkan imej yang suci dan sempurna, namun di sisi lain menyimpan perilaku yang sedemikian kontras, bahkan menjadi ‘aib’ dalam pandangan umum, berlawanan dengan imej suci dan bersih yang mereka tampilkan.
Bagaimana ini bisa terjadi? Membahas pemahaman yang satu ini mau tidak mau akan mengajak kita membahas fenomena ‘shadow’ sebagai bagian gelap dalam diri manusia, atau tepatnya ‘bagian gelap yang tersembunyi dalam ruang kesadaran seseorang’, yang dengan nuansa kegelapannya juga siap ‘menggelapkan’ kehidupan orang itu.
Membicarakan shadow mau tidak mau akan mengajak kita memahami lebih jauh alasan-alasan di balik tindakan yang seseorang lakukan, dimana di mata masyarakat hal itu cenderung dianggap tindakan yang tidak bermoral, atau berlawanan dengan norma sosial yang berlaku.
Mengapa saya katakan ‘berlawanan dengan norma sosial yang berlaku?’ Karena lain norma sosial, lain juga perilaku yang dianggap salah di lingkungan tersebut, satu perilaku yang mungkin tepat di satu lingkungan bisa menjadi perilaku yang dipandang tidak tepat di lingkungan lain, maka lain juga definisi akan sebuah ‘tindakan gelap’ ini.
Ngomong-ngomong, istilah ‘tindakan gelap’ ini maksudnya tindakan yang dianggap berlawanan dengan norma sosial tadi ya.
Perlu saya pertegas dulu, saya mengajak Anda memahami lebih jauh alasan di balik ‘tindakan-tindakan gelap’ ini bukan untuk mengajak Anda menyetujuinya atau membenarkannya, melainkan semata memahaminya dari sudut pandang keilmuan teknologi pikiran dan pengembangan diri.
Mari mulai dari bahasan pertama yang mengulas: ‘apa itu shadow’?
Tanpa bermaksud terlalu berteori secara formal, melainkan membahasnya secara sederhana, saya biasa menggambarkan shadow sebagai akumulasi dari berbagai energi-emosi negatif dalam diri kita yang tidak terekspresikan, yang kemudian disimbolkan keberadaannya menjadi sebuah ‘sosok gelap’ dalam diri.
Bahasan kita di episode kali ini tentang ‘energi-emosi negatif yang tidak terekspresikan’, akan banyak terhubung kembali dengan tema-tema bahasan di episode sebelumnya yang membahas tentang luka batin, jika Anda belum sempat mendengarkan episode-episode saya sebelumnya tentang luka batin, maka saya menyarankan Anda untuk mendengarkan dulu episode-episode itu, atau membaca transkrip tulisannya di website saya.
Sekedar informasi bagi Anda yang belum familiar, setiap episode podcast saya terdokumentasikan dalam tiga bentuk: pertama, dalam bentuk video-audiogram yang bisa Anda temukan di Youtube Channel saya, yang satu ini memang untuk Anda dengarkan tapi sambil ditemani juga oleh tarian grafik audiogram di layar videonya. Yang kedua, dalam bentuk audio podcast murni, yang bisa Anda temukan di channel Spotify saya: Life Restoration Podcast, dan yang ketiga, yaitu yang berupa transkrip tulisan dari isi podcast tersebut, yang bisa Anda temukan di website saya, tepatnya di halaman ‘Resources’ dan sub-halaman ‘Audio Podcast’, di halaman itu Anda akan menemukan kumpulan episode dari audio podcast saya dan setiap episodenya sudah berisikan transkrip teks tertulisnya di bagian bawah halaman itu.
Kembali ke bahasan kita tentang shadow, dari mana shadow bermula? Seperti sudah sempat diulas tadi, shadow terbentuk dari akumulasi emosi negatif yang terkunci dalam diri kita, salah satunya yaitu: luka batin.
Sudah pernah saya bahas di episode-episode sebelumnya, emosi yang dalam Bahasa Inggris kita kenal sebagai ‘emotion’, bisa juga diartikan sebagai ‘energy in a motion’, atau ‘energi yang bergerak’.
Alam semesta ini tersusun dari energi, semua objek di alam semesta ini jika diurai sampai ke strukturnya yang terkecil akan sampai ke struktur terkecil yang kita kenal sebagai atom, yang jika diurai menjadi lebih kecil lagi ternyata berisikan struktur yang lebih kecil lagi, yaitu energi.
Sebagai manusia kita adalah bagian dari alam semesta, yang menjadikan kita ‘makhluk energi’, seluruh diri kita, tubuh fisik kita, jika diurai ke strukturnya yang terkecil akan sampai ke struktur terkecil, yaitu energi.
Sebagai ‘makhluk energi’, kita memiliki sistem regulasi energi, kita menyerap energi dari alam, memproses energi itu dalam diri kita dan menggunakannya untuk beraktivitas.
Sebagaimana hukum kekekalan energi berbunyi: “Energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan, ia hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lain,” begitu juga yang kita lakukan: energi alam semesta masuk ke dalam diri kita, berubah menjadi energi yang bisa kita gunakan untuk beraktivitas, aktivitas yang kita lakukan kelak mengubah dan mengalirkan energi itu lagi keluar diri kita.
Dengan kata lain, energi alam semesta mengalir melalui kita, ketika energi ini mengalir lancar dalam diri seseorang maka sehat jugalah kondisi fisik dan psikis orang tersebut, ketika sirkulasi energi ini macet maka bermasalah juga kesehatan fisik dan psikis seseorang.
Luka batin menjadi salah satu hal yang membuat emosi ini terkunci dalam diri, emotion yang seharusnya menjadi ‘energy in a motion’, atau ‘energi yang bergerak’ menjadi ‘energy not in a motion’, atau ‘energi yang tidak bergerak’, dengan kata lain energi ini terkunci dan tidak mengalir lancar.
Di episode sebelumnya saya sudah membahas bahwa ketika energi ini terkunci maka kadar energi psikis yang kita miliki untuk mengendalikan diri pun berkurang, maka dari segi respon perilaku, kita pun lebih sulit mengendalikan respon emosi dalam diri kita, yang muncul dalam bentuk kecemasan berlebih, ketakutan berlebih, atau kemarahan berlebih, atau berbagai jenis emosi lain yang sulit dikendalikan, karena memang energi psikis yang kita miliki untuk mengendalikan berbagai luapan emosi itu tidak memadai.
Yang belum saya bahas di episode sebelumnya adalah bahwa semua itu memang terjadi di permukaan, dalam bentuk respon emosi dan perilaku di luar diri. Tapi di dalam diri kita pun sebetulnya ada sesuatu yang terjadi.
Begini, yang terjadi di luar diri adalah kita tidak bisa mengendalikan diri dengan baik karena sebagian dari energi itu terkunci dalam diri dalam bentuk emosi negatif atau luka batin yang tidak terselesaikan, sehingga terjadilah masalah emosi atau perilaku, sementara yang terjadi di dalam diri adalah energi emosi negatif yang terkunci itu terakumulasi, membentuk kumpulan energi negatif yang lebih besar lagi.
Ingat, kumpulan energi negatif ini terbentuk dari berbagai jenis luka batin, dimana di setiap luka batin ada akumulasi dari perasaan dan pemikiran yang tidak terekspresikan, ada berbagai kebutuhan, keinginan dan kehendak yang kita tahan karena tidak bisa kita ungkapkan, bisa karena malu mengungkapkannya, bisa karena takut, bisa karena merasa itu tidak pantas atau tidak boleh diungkapkan, bisa juga karena tidak tahu caranya.
Idealnya, emosi negatif yang terbentuk ini bisa diekspresikan agar tidak terkunci dalam sistem kesadaran kita, namun justru hal inilah yang tidak mudah, ada dogma dan norma sosial yang seolah melarang kita untuk mengekspresikannya dengan mudah.
Anda mungkin pernah mendengar istilah ‘laki-laki tidak boleh menangis, cengeng itu’, atau istilah sejenis lainnya, yang intinya membuat kita merasa bahwa mengekspresikan gejolak dalam diri sebagai tindakan yang tidak seharusnya dilakukan.
Belum lagi ada pola didikan dimana ‘orang tua selalu benar, maka anak tidak boleh mengungkapkan keluh-kesahnya atau ketidaksetujuannya pada perilaku orang tua, meski itu menyakitkannya sekali pun’.
Maka seiring waktu berlalu, jejak emosi negatif itu terakumulasi, menciptakan sistem energi psikis yang bersifat destruktif dalam diri kita.
Bagaimana hal ini bisa destruktif?
Begini, salah satu fungsi utama pikiran bawah sadar adalah menata fungsi memori dalam diri kita.
Dari waktu ke waktu kita mengalami peristiwa, kita merespon peristiwa itu dan merekam memori atas peristiwa itu.
Idealnya: segala memori atas peristiwa yang kita alami tertata dengan baik di sistem memori pikiran bawah sadar.
Namun demikian ini yang tidak bisa terjadi dengan mudah, ada kalanya memori atas peristiwa yang kita alami itu berisikan muatan emosi negatif atau luka batin.
Memori yang berisikan emosi negatif ini tidak bisa ditata begitu saja oleh pikiran bawah sadar, karena jika ia ‘dipaksakan’ masuk dan dicampur dengan memori lain maka akan terjadi kekacauan energi dalam sistem psikis.
Maka memori dengan emosi negatif ini kemudian ‘dikarantina’, agar ia tidak bercampur dengan memori lain.
Manusia adalah makhluk yang beroperasi secara holistik, artinya kita menjalani hidup dengan mengolah energi fisik dan energi psikis.
Kita makan dan menyerap nutrisi fisik setiap harinya, maka jadilah energi fisik. Ketika kita makan namun nutrisi fisik dari makanan itu tidak bisa terserap tubuh apa yang terjadi? Tubuh akan mengkondisikan agar nutrisi fisik yang tidak bisa diserap itu menjadi ‘zat asing’. dari sinilah kemudian muncul penyakit.
Begitu juga energi psikis, hal ini kita dapatkan dari mengolah memori yang kita alami dan menjadikannya energi baru untuk menjalani hari esok.
Masalahnya adalah: sebagaimana nutrisi fisik dari makanan saja kadang ada kalanya tidak bisa terserap sepenuhnya karena ia bukan nutrisi fisik yang sehat yang kita perlukan, begitu juga nutrisi psikis, ada kalanya energi dalam memori kita tidak bisa kita serap sepenuhnya karena ia bukan memori yang sehat, karena adanya emosi negatif di dalamnya.
Maka dari hari ke hari, sistem energi psikis kita pun tidak terolah dengan ‘utuh’, karena ada memori berisikan energi-emosi negatif yang tidak bisa diinternalisasikan ke dalam sistem kesadaran kita.
Akumulasi dari memori berisikan energi-emosi negatif yang tidak bisa diinternalisasikan ke dalam kesadaran kita inilah yang membentuk satu perwujudan energi gelap, yang kemudian disebut shadow.
Di satu sisi energi negatif yang terkunci itu memerlukan jalan keluar, ia perlu diekspresikan, karena ia harus dialirkan keluar agar sistem energi kita kembali stabil, namun di sisi lain ia tidak bisa diekspresikan begitu saja, bisa karena tidak tahu caranya, atau malu, atau takut, atau tidak bisa mengungkapkannya karena ajaran yang didapat dari lingkungan mengajarkan untuk memendam semua itu dan bukan cara mengekspresikannya secara sehat.
Sekarang bayangkan ketika semua energi kebutuhan, keinginan dan kehendak yang ditekan dan tidak terungkapkan ini berkumpul menjadi satu, seperti apa perwujudan dari kepribadian yang berpotensi terbentuk? Yes, kepribadian yang membawa banyak hawa-hawa ‘gelap’, itulah kenapa ia disebut sebagai ‘shadow’, kata shadow yang diartikan ‘bayangan’ ini kurang lebih menandakan keberadaan sisi gelap ini dalam diri kita.
Ketika shadow terbentuk, ia merupakan kumpulan dari berbagai energi-emosi negatif, namun dalam posisi yang sudah bercampur aduk, belum lagi semua itu selama ini ditekan, sehingga kita sendiri sudah sulit untuk mengidentifikasi ada luka batin apa saja di dalamnya, tahu-tahu ia mewujud dalam bentuk energi negatif yang penuh dorongan gelap yang meminta untuk diekspresikan.
Yes, dalam posisinya sebagai energi, shadow tetap perlu ekspresi, masalahnya adalah dengan karakternya yang gelap, begitu juga karakter ekspresinya, dalam bentuk perilaku yang ‘gelap’, sisi gelap ini juga yang sering kita kenal dengan istilah ‘nafsu’.
Pernahkah Anda mendengar istilah ‘harta, tahta dan cinta’? Ya…ya, saya tahu, istilah yang lebih umum beredar memang ‘harta, tahta dan wanita’, tapi itu terdengar tidak adil bagi saya karena hanya seolah menyoroti wanita sebagai objek, maka saya lebih suka menyorotinya sebagai ‘harta, tahta dan cinta’, dalam bentuknya sebagai ekspresi negatif atau gelap, kata ‘cinta’ di sini lebih diartikan sebagai ‘hasrat’.
Kembali ke topik sebelumnya, istilah ‘harta, tahta dan cinta’ sebenarnya mewakili cerminan ekspresi shadow, di samping perilaku-perilaku negatif lainnya, seperti kecanduan, kemarahan berlebih atau pun ekspresi sejenis lainnya yang bersifat ‘melampiaskan’.
Begitulah, akumulasi dari energi gelap yang mewujud menjadi shadow membutuhkan ekspresi yang bisa membuatnya merasa lebih tenang, yaitu dengan ‘melampiaskan’ nafsu, dimana nafsu ini cukup identik dengan ‘harta, tahta dan cinta’ tadi, itulah kenapa banyak perilaku gelap yang dilakukan banyak tokoh publik, yang dianggap sebagai ‘perilaku tidak pantas’ yang berhubungan dengan hal-hal itu, masalah keuangan dalam bentuk perilaku yang boros misalnya, atau dalam versi yang lebih besar seperti skandal penggelapan uang atau penipuan yang melibatkan uang.
Masalah lain yang kita juga sering dengar adalah perilaku yang bersifat melampiaskan hasrat, betul? Seperti pelecehan seksual misalnya, atau perilaku lain yang terlihat seperti mengumbar hasrat berlebih dengan cara yang tidak pantas.
Ekspresi shadow identik dengan ekspresi yang bersifat ‘melampiaskan’, karena ia terbentuk dari akumulasi energi-emosi yang ditekan dan tidak diekspresikan, atau ‘tidak terlampiaskan’, maka ketika itu semua terakumulasi mewujud menjadi satu lahirlah bentuk-bentuk perilaku yang ‘melampiaskan’ dengan cara mengumbar nafsu atau hasrat.
Semakin besar tekanan yang seseorang bebankan pada dirinya untuk meredam berbagai gejolak lukanya, maka semakin besar juga bentukan shadow yang terbentuk, semakin tidak diduga juga cara shadow itu berekspresi nantinya.
Sekarang, mari amati para tokoh publik yang disorot oleh publik sebagai sosok suci dan bersih, apakah ada jaminan bahwa mereka semua tidak memiliki luka atau gejolak apa pun yang belum terselesaikan dalam dirinya?
Meski terdengar tendensius, tapi saya yakin mereka juga memiliki luka atau gejolak yang tidak terselesaikan dalam dirinya, karena memang itulah sisi manusiawi diri kita.
Tapi bukankah banyak di antara mereka yang menunjukkan perilaku relijus? Bukankah seharusnya keterlibatan spiritual bisa membantu proses sembuhnya sebuah luka batin?
Tunggu dulu, tenang dulu, yang satu ini adalah bahasan yang cukup kompleks. Saya setuju bahwa keterlibatan spiritual adalah salah satu hal yang membantu penyembuhan sebuah luka batin, tapi keterlibatan yang bagaimana?
Jika prosesnya sepenuhnya tepat, maka “YA” spiritual menjadi pintu kesembuhan, tapi jika prosesnya tidak tepat maka keterlibatan spiritual yang tidak tepat ini malah menambah masalah baru, yaitu menjadi ‘topeng’ yang semakin memperumit permasalahan yang seseorang hadapi, menjadi beban baru, karena mereka bukanlah menggunakan spiritual itu dengan cara yang tepat untuk menyembuhkan luka dalam dirinya, melainkan untuk menutupinya dengan pencitraan.
Nanti bahasan tentang keterlibatan spiritual dalam proses penyembuhan luka ini akan saya bahas di episode khusus kapan-kapan ya, sekarang kita kembali fokus ke bahasan soal shadow ini.
Seperti sudah saya bahas tadi, para tokoh publik sekali pun tidak lepas dari gejolak luka yang tidak terselesaikan dalam dirinya, sialnya lagi dalam posisi mereka sebagai tokoh publik tidak mudah bagi mereka untuk bisa mengekspresikan itu dengan jujur, sering kali mereka harus menampilkan dirinya sebagai sosok yang kuat, tegar, tenang, bersih dan sempurna. Alhasil, di satu sisi mereka memendam gejolak dan di sisi lain mereka terus menutupi atau mengekang gejolak itu dalam sistem kesadarannya, karena harus terus menampilkan kesempurnaan yang dibebankan oleh perannya.
Apa yang terjadi? Yes, makin ganas juga shadow-nya mencari cara berekspresi dan mencari jalan keluar, makin besar juga gejolak nafsunya, tidak perlu heran jika makin besar juga potensi skandal yang dilakukannya.
Shadow memiliki ciri khas khusus, ia akan keluar di waktu yang dianggapnya aman untuk ia keluar, maka terciptalah seseorang yang seolah memiliki dua kepribadian yang berbeda, ketika bersama orang banyak ia menampilkan sosok yang suci dan sempurna, tapi ketika sendirian atau bersama orang yang dianggapnya bisa dikendalikan atau dimanipulasinya maka ia pun keluar melampiaskan dirinya.
Mereka yang shadow-nya terekspresikan pada harta dan tahta akan melampiaskannya dalam bentuk perilaku yang bisa memenuhi kehausan mereka atas harta, muncullah berbagai jenis persoalan yang berhubungan dengan skandal keuangan, entah itu penipuan, penggelapan uang dan berbagai perilaku lainnya yang berhubungan dengan uang.
Mereka yang shadow-nya terekspresikan pada tahta dan cinta bisa melampiaskannya dalam bentuk perilaku yang memenuhi hasrat mereka, alhasil keluarlah berbagai perilaku yang berhubungan dengan skandal seksual atau hubungan.
Mengapa ‘tahta’ terlibat di setiap shadow? Karena tahta dalam hal ini mengacu pada ‘kendali’, perilaku yang merasa bebas dan punya kendali ketika melampiaskan gejolak yang selama ini tertahan.
Ingat bahwa shadow merupakan wujud ekspresi dari gejolak yang ditekan selama ini, karena kita merasa tidak punya kendali atas semua luka batin itu, maka ketika ia keluar ia pun ingin keluar dengan ‘memegang kendali’, artinya perilaku yang dilatari shadow bukan hanya terjadi pada para tokoh publik, dalam keseharian kita pun kita akan berurusan dengan permasalahan perilaku yang dilatari shadow ini, seperti perilaku yang kasar, kekerasan dalam rumah tangga, kemarahan berlebih atau perilaku lainnya, yang menandakan kita punya kendali atas sebuah situasi atau atas orang di sekitar kita.
Setiap orang punya shadow, dan shadow ini tidak bisa dihilangkan, karena merupakan bagian dari komposisi kesadaran kita, tapi shadow bisa disembuhkan dan didamaikan, ketika shadow ini mulai tersembuhkan dan kita mulai bisa berdamai dengannya maka shadow ini akan menjadi sisi penyeimbang kesadaran dalam diri kita, menjadi sisi aliansi yang membuat diri kita utuh adanya, ia tetap ada namun bukan untuk melampiaskan nafsu, melainkan sebagai penyeimbang agar kita waspada dan menjadi pengingat tentang hal-hal yang harus kita sembuhkan lebih jauh dalam hidup kita.
Nah, jadi bagaimana cara menyembuhkan dan berdamai dengan shadow ini? Nantikan bahasannya di episode berikutnya oke.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.