Episode 20 – Pencapaian, Kebahagiaan & Respon
Tidak seperti biasanya, episode ke-20 podcast kali ini diproduksi di Jakarta, di sela-sela kegiatan memfasilitasi pelatihan dan pengembangan SDM di sebuah institusi multinasional, setelah cukup lama tidak terlibat dalam program pelatihan tatap muka, kali ini kembali bersiap untuk memfasilitasi pembelajaran tatap muka selama 2 hari.
Bahasan kali ini akan mengangkat tema ringan saja, mengulas jenis-jenis pencapaian dan kebahagiaan yang menyertainya, serta respon kehidupan sebagai hal yang menyusun kualitas pencapaian tersebut.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keduapuluh Life Restoration Podcast berjudul ‘Pencapaian, Kebahagiaan & Respon’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Pencapaian, Kebahagiaan & Respon'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode dua puluh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian, dimana pun Anda berada, semoga Anda sekalian selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia.
Berjumpa kembali di Life Restoration Podcast, di episode keduapuluh kali ini. Tidak terasa dua puluh episode sudah podcast ini membersamai perjalanan restorasi kehidupan banyak orang, termasuk Anda tentunya.
Agak lain dari biasanya, episode kali ini diambil di Jakarta, bukan di Bandung di kantor praktik coaching dan terapi saya.
Ya, saya sedang berada di Jakarta kali ini untuk memberikan program pelatihan dan pengembangan SDM di sebuah insitusi multinasional. Meski sesibuk apa pun, saya tetap menyempatkan diri untuk tetap bisa mengunggah episode Life Restoration Podcast, untuk tetap membersamai perjalanan restorasi diri Anda.
Episode kali ini akan cukup singkat, karena masih ada begitu banyak agenda yang masih harus saya lakukan di minggu ini.
Baiklah kita mulai saja ya.
Membuka episode kali ini, saya ingin mengangkat sebuah ilustrasi yang ditulis oleh Stephen Covey, dalam bukunya yang terkenal, 7 Habbits of Highly Effective People.
Dalam buku itu Covey mengilustrasikan orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk memanjat sebuah tangga yang disandarkan pada sebuah dinding yang tinggi, namun ketika mencapai puncaknya mereka baru tersadar bahwa tangga itu ternyata bersandar pada dinding yang salah.
Ironis bukan? Jauh-jauh memanjat, melewati berbagai tantangan kehidupan, tapi mendapati ternyata yang kita kejar adalah sesuatu yang salah?
Faktanya, hal itu tidak asing kita temukan sekarang ini, saya rasa Anda pun tidak asing dengan banyak kisah tentang para sosok di sekitar kita yang bekerja keras mengerahkan segala daya dan upaya demi mencapai apa yang menjadi ambisinya namun selepas mencapainya mereka malah seolah terjebak di situasi yang membuat kualitas hidupnya memburuk dari hari ke hari.
Sudah merupakan sifat dasar alami manusia untuk selalu ingin mencapai sesuatu dalam hidupnya. Namun di sisi lain keinginan memperoleh pencapaian ini juga yang jika tidak dipahami dan disikapi dengan bijak akan mendatangkan dilema tersendiri di kemudian hari.
Menghadapi banyak tipe klien dalam sesi coaching dan terapi saya menemukan lima jenis pencapaian yang empat di antaranya termasuk dalam labirin pencapaian yang dilematis:
Pencapaian pertama, yaitu yang saya sebut ‘Pencapaian TERBAIK’, pencapaian yang sarat dengan nilai kebahagiaan, aktualisasi diri dan kebermanfaatan, inilah kiranya pencapaian yang bisa dikatakan ideal, seseorang yang menginginkan sesuatu dan berjuang untuk bisa mewujudkannya, di kemudian hari ia berhasil mendapatkannya dan bahagia karenanya, sebagai ungkapan rasa syukurnya ia mencurahkan aktualisasi dirinya dengan menebar manfaat bagi banyak orang di sekitarnya.
Kedua, ‘Pencapaian SEMU’, pencapaian yang sarat dengan kehampaan, konflik internal dan ilusi kehidupan, fenomena ini menggambarkan titik dimana seseorang dulunya merasa memiliki tujuan yang pasti yang ia ingin capai, ia juga melalui proses perjalanan untuk mencapainya dengan baik, melewati setiap rintangan dengan perjuangan dengan penuh kegigihan, bahkan ia mencapai apa yang ia inginkan, namun di titik pencapaiannya ia menyadari bahwa apa yang ia capai bukanlah yang sebetulnya ia inginkan.
Pencapaian Semu inilah yang tadi digambarkan seperti memanjat tangga yang disandarkan pada dinding yang salah oleh Stephen R. Covey.
Ada tiga jenis Pencapaian Semu hasil temuan saya. Pencapaian Semu Pertama: ‘pencapaian yang berujung kehampaan’, seseorang yang menetapkan tujuan dan mencapainya, untuk beberapa saat ia menikmatinya namun seiring berlalunya waktu ia mulai merasa bosan, bingung dan kehilangan gairah serta kehilangan makna pencapaiannya.
Hal ini biasa terjadi pada mereka yang menetapkan tujuannya berlandaskan ambisi semata tanpa menyadari nilai kebahagiaan sejati dirinya yang sebenarnya.
Pencapaian Semu kedua: ‘pencapaian yang berujung konflik internal’, seseorang yang menetapkan tujuan namun setelah mencapainya justru terbebani oleh tekanan dari apa yang ia capai itu, seorang yang ingin mendapatkan kenaikan jabatan misalnya, namun setelah dipromosi justru dipusingkan oleh tekanan pekerjaan yang ia tidak siap hadapi, ada sebuah ketidaksiapan mental untuk mempertahankan pencapaian yang ia raih.
Pencapaian Semu ketiga: ‘pencapaian yang berujung ilusi kehidupan’, hal ini biasa terjadi pada mereka yang mencapai sebuah titik pencapaian, namun di kemudian hari larut dengan hawa nafsunya dan menggunakan kewenangan dari pencapaiannya semata untuk menyenangkan dirinya sendiri dalam kehidupan duniawi dan melupakan nilai-nilai spiritual kehidupan, hanya soal waktu sebelum mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sebetulnya menyesatkannya dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai kebahagiaan sejatinya.
Sudah dua jenis pencapaian kita bahas tadi ya, yaitu Pencapaian Terbaik dan Pencapaian Semu, dimana Pencapaian Semu kita bagi lagi menjadi tiga jenis fenomena pencapaian semu lainnya tadi.
Sekarang kita masuki jenis pencapaian ketiga, yaitu ‘BUTA pencapaian’, yang satu ini sebetulnya bukan pencapaian, tapi justru ketidaktahuan atas hal yang ingin dicapai.
Makna dari Buta Pencapaian di sini adalah seseorang yang tidak mengetahui apa yang mereka inginkan dalam hidupnya, mereka melalui hidup dengan mengikuti arus.
Hasilnya mereka berakhir di tempat yang tidak jelas, ada kalanya berbagai rintangan dan dilema kehidupan yang menghinggapi membuat mereka semakin tersesat jauh sekali. Sebagian menyadari hal ini meski ada kalanya terlambat – karena kehilangan sebagian fase kehidupan yang tidak bisa diputar kembali – namun ada juga yang tidak menyadarinya sama sekali, bahkan sampai akhir hayatnya kelak.
Jenis pencapaian keempat, yaitu ‘Pencapaian TERBALIK’, kualitas hidup yang sarat dengan rasa takut dan trauma masa lalu
Pernah menjumpai seseorang yang gagal dalam berbisnis dan di kemudian hari trauma untuk kembali berbisnis? Atau mereka yang pernah kecewa atas hubungan asmara dan kemudian takut untuk menjalin hubungan kembali?
Inilah yang dimaksudkan dengan pencapaian terbalik, ada sebuah trauma yang tersimpan dalam pikiran dan hati mereka oleh karena suatu peristiwa masa lalu yang di kemudian hari membayangi mereka, sehingga ketika mereka ingin memperoleh sebuah pencapaian yang terjadi adalah mereka dihantui oleh masa lalunya yang membuat jejak perjalanan mereka seolah terbalik, berputar di masa lalu dan tidak bergerak maju.
Kehidupan ini bergerak maju, tapi tidak demikian dengan mereka yang berada di jenis pencapaian terbalik ini, meski kehidupan bergerak maju, pikiran mereka bergerak mundur – terbalik, malahan berputar-putar di masa lalu, yang kejadiannya sudah tidak lagi relevan dengan kehidupan mereka saat ini.
Diumpamakan pengendara kendaraan bermotor, mereka adalah orang-orang yang selalu menengok kaca spion sehingga tidak bisa bergerak dengan efektif ke depan. Dalam dunia coaching kita mengenalnya sebagai hambatan mental (mental block) dan keyakinan yang membatasi (limiting belief).
Yang terakhir, yaitu yang kelima, ‘Pencapaian STAGNAN’, yaitu mereka terhambat di suatu tahapan pencapaian karena kebocoran di berbagai aspek kehidupan
Ada pengecualian khusus untuk yang satu ini. Mereka yang berada di Pencapaian Stagnan sering kali adalah orang-orang yang bisa jadi terlepas dari pencapaian semu, pencapaian buta dan pencapaian terbalik, mereka tahu apa yang diinginkan, mereka paham nilai kebahagiaan di balik pencapaiannya, mereka juga tidak memiliki trauma masa lalu – sejauh yang mereka sadari – namun mereka terganjal di suatu tahapan atau bergerak dengan sangat lambat dalam menapaki perjalanan hidupnya karena banyaknya gangguan tak kasat mata yang sulit dijelaskan asal-muasalnya.
Sebelum kita lanjutkan, mari berhenti sebentar, renungkan sebentar dimana posisi Anda berada sekarang.
Seiring dengan mengetahui lima jenis fenomena pencapaian tadi, di pencapaian jenis manakah Anda kiranya sekarang berada? Penting untuk mengetahui dimana posisi pencapaian kita sekarang, karena pengetahuan itulah yang akan membawa kita ke titik kesadaran yang lebih tinggi tentang situasi dan kondisi yang kita jalani sekarang.
Baiklah, kita lanjutkan ya.
Dari semua pencapaian yang dibahas sebelumnya tadi, berdasarkan pengalaman menemui banyak orang dengan ragam permasalahan berbeda, saya menemukan siksaan terbesar acap kali muncul dari dua jenis pencapaian: Pencapaian Terbalik dan Pencapaian Stagnan.
Apa pasal? Tak lain dan tak bukan karena sesungguhnya mereka yang terjebak di kedua pencapaian ini mengetahui tujuannya dan menyadari apa yang harus dilakukan, namun dihadapkan pada situasi yang mereka sulit pahami dan seolah tidak bisa mereka kendalikan, ada kalanya mereka mencoba memahami dan menyikapi situasi yang dihadapinya dengan membaca buku pengembangan diri atau mengikuti berbagai seminar-pelatihan namun tetap saja kebingungan pada akhirnya, mereka seolah terus terjebak dalam ketidakberdayaan yang tidak bisa dipahaminya.
Seolah terjebak di lingkaran setan, banyak kita temukan orang-orang yang kualitas hidupnya tidak seimbang di berbagai aspek, kalau pun karir dan bisnisnya maju entah kenapa aspek kehidupan pribadinya berantakan, bisa dalam bentuk hubungan keluarga yang rusak, gairah hidup yang meredup, kesehatan yang buruk, emosi yang tidak stabil dan banyak lagi.
Beberapa tahun terakhir ini kita disajikan berbagai macam berita dan tontonan yang menunjukkan ironi kehidupan, beberapa selebriti dan tokoh publik kelas dunia yang melakukan aksi bunuh diri tanpa disangka oleh orang terdekatnya sekali pun, siapa yang menyangka bahwa di balik penampilan dan gelimang kekayaan yang membuat mereka terlihat baik-baik saja tersimpan api dalam sekam yang berkobar dengan ganasnya?
Demikianlah, ketidakseimbangan aspek kehidupan memang tak ubahnya seperti api dalam sekam yang membakar sendi-sendi kemampuan seseorang untuk menjalani kehidupan.
Yang paling parah, ada kalanya juga semua itu perlahan menggerogoti pencapaian lain yang sempat diraih sehingga mereka pun sedikit demi sedikit kehilangan apa-apa yang sudah dicapainya.
Sedikit indikator nyata yang sering saya amati dari fenomena kebocoran kualitas hidup ini adalah menurunnya kinerja dan produktivitas dalam menjalani kehidupan yang berimbas kepada pencapaian, gairah hidup dan kebahagiaan. Sering kali hal ini bukan hanya mempengaruhi kehidupan diri sendiri melainkan orang terdekat, seperti keluarga, yang pada akhirnya merusak kualitas hubungan.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah di saat-saat seperti ini tidak sedikit saya temukan orang-orang yang kemudian memasuki kegamangan terbesar dalam hidupnya…meragukan Tuhan beserta kuasa-Nya, bahkan menggerutu tentang-Nya. Begitulah, meski terdengar absurd, saya berulang kali menangani klien yang terpuruk sampai ke titik kritis ini.
Anda tidak harus serta-merta memercayainya, cukup buka mata dan telinga Anda untuk menyimak lebih banyak berita yang bertebaran di sekitar kita, ketika Anda meningkatkan kepekaan untuk menyadari hal-hal tersebut sangat mungkin Anda akan lebih bisa memahami maksud dari fenomena kebocoran kualitas hidup yang saya bicarakan ini.
Mari sekali lagi memperdalam fenomena Pencapaian Stagnan, analogi yang sering saya gunakan untuk menggambarkan hal ini adalah mendayung perahu bocor.
Sering kali orang-orang yang terjebak di hal yang satu ini tahu tujuan yang mereka inginkan dan bergerak menuju tujuannya, namun terus dihadapkan dengan hal yang dilematis: terus mendayung atau membuang air yang menggenangi isi perahunya, keduanya memiliki konsekwensi yang sama-sama vital dampaknya. Jika mereka terus mendayung maka perahunya akan tenggelam, jika mereka terus membuang air yang menggenangi perahu maka staminanya akan terlanjur habis dan tidak bisa terus mendayung mencapai tujuan. Hal ini sering kali hadir dalam bentuk gangguan-gangguan di berbagai aspek kehidupan yang bisa begitu menguras waktu, tenaga dan biaya serta mengalihkan dari tujuan yang ingin dicapai.
“Manusia baru bisa menjaga keseimbangan hidupnya dan tetap merasa aman jika ia bergerak maju ke depan.” Demikian ungkapan dari Maxwel Maltz, sang penulis buku Psycho-Cybernetics.
Pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan pernyatan Maltz tadi adalah: jika bergerak maju dalam hidup bisa memberikan keseimbangan dan rasa aman, bukankah hal ini seharusnya menjadi hal yang mudah karena secara harfiah kita selalu bergerak maju ke depan?
Sayangnya tidak begitu adanya, meski secara fisik kita bergerak ke masa depan, sering kali secara mental kita mengoperasikan strategi berpikir masa lalu yang sudah tidak sejalan dengan tuntutan kehidupan masa kini, yang membuat kita secara mental tak kunjung bergerak ke masa depan.
Strategi berpikir inilah yang orang-orang sering sebut sebagai pola pikir (mindset), paradigma atau apa pun.
Strategi berpikir atau pola pikir dalam diri kita di masa kini terbentuk dari berbagai pengalaman yang membentuk dan menjadikan kita seperti sekarang ini, namun itu semua bermuara pada satu hal: respon.
Victor Frankl, penemu Logotherapy, yang juga merupakan salah seorang tahanan di camp konsentrasi NAZI, di jamannya dulu mengalami siksaaan yang melebihi batas-batas kemanusiaan, ia dihadapkan dengan sebuah kenyataan betapa sebagian besar anggota keluarganya, dihabisi dan kehilangan nyawanya di peristiwa itu.
Frankl juga mengamati bahwa dari sekian banyak orang-orang di camp konsentrasi itu, mereka yang lebih cepat mati adalah mereka yang sudah terlanjur kehilangan harapannya atas kehidupan. Di dalam kungkungan dan kurungan penjara itulah Frankl justru menyadari hakikat kebebasan tertinggi manusia, ia menyadari satu hal bahwa para penjaga penjara itu bisa saja melakukan yang mereka ingin lakukan padanya, namun ia sendiri bebas memaknai dan merespon itu semua dengan caranya sendiri.
Hakikat kebebasan tertinggi inilah yang kita kenal sekarang sebagai kehendak bebas (free will), kehendak bebas inilah yang menjadi anugerah terbesar Tuhan bagi manusia, yaitu dengan diberikan-Nya akal yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lain di dunia ini, sebuah kebebasan untuk memilih respon dalam berpikir dan bertindak, bagi yang menyadarinya.
Peningkatan efektivitas diri dan kualitas seseorang dalam menjalani kehidupan selalu bermula dari diaplikasikannya strategi berpikir yang tepat, namun untuk bisa menerapkan strategi berpikir yang tepat kita harus memulainya dengan menyadari keberadaan kehendak bebas ini dalam diri kita, bahwa kita dibekali anugerah luar biasa dari Tuhan, untuk bisa bebas memilih jenis kehidupan seperti apa yang kita ingin jalani, selama kita siap menanggung konsekwensinya.
Untuk memastikan bahasan kita tidak melebar terlalu jauh, ijinkan saya sedikit merangkum inti bahasan bagian ini untuk Anda:
Pertama, kualitas hidup seseorang berbanding lurus dengan kualitas strategi berpikir yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan.
Kedua, strategi berpikir yang dimiliki seseorang tercermin dari caranya merespon kehidupan dengan cara yang tepat.
Ketiga, strategi berpikir yang tepat bermula dari kesadaran akan adanya sebuah hakikat kebebasan dalam diri kita, sebuah kebebasan untuk memilih respon dalam berpikir dan bertindak.
Dalam kasus dimana seseorang menjalani ‘kehidupan yang bergerak mundur’ dimana mereka terus mengulang kegagalan dan ketidakefektifan masa lalunya, atau dalam versi lain ‘kehidupan yang diam di tempat’ dimana mereka terhambat di sebuah tataran kehidupan dan sulit bergerak naik karena banyaknya hambatan yang datang dari berbagai arah, yang pada umumnya terjadi adalah hilangnya dua hal di atas, yaitu hilangnya kesadaran akan adanya kehendak bebas dan kurangnya keahlian strategis yang tepat dalam berpikir, berperilaku dan merespon kehidupan.
Albert Einstein mengatakan “Kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang namun mengharapkan hasil yang berbeda.”
Hendaknya kita bisa memaknainya secara positif bahwa kita tidak bisa menjadi pribadi yang baru dengan kualitas hidup yang produktif jika terus menggunakan strategi berpikir masa lalu yang tidak efektif, itulah yang membuat kehidupan malah bergerak mundur ke masa lalu.
Jadi apa kesimpulan penting episode kali ini?
Begini, mari sadari bahwa mencapai sesuatu dan merasakan kebahagiaan adalah naluri alami dalam diri kita, disadari atau tidak kita selalu bergerak dan berupaya untuk mencapai sesuatu dalam hidup ini.
Apa pun kondisi yang kita alami sekarang, semua itu adalah sebuah pencapaian dan semua itu adalah hasil dari pemikiran dan tindakan kita.
Pertanyaannya, seperti apa jenis pencapaian yang kita miliki saat ini? Apakah pencapaian terbaik, ataukah jenis pencapaian lain yang tidak membahagiakan?
Segala pencapaian adalah hasil dari respon pemikiran dan tindakan kita, maka kita juga yang bertanggungjawab untuk mengubahnya. Jika kondisi pencapaian kita saat ini belum sepenuhnya dirasa ideal, maka rubahlah respon kita, sadari respon apa saja yang memenjarakan dan menghambat diri kita saat ini, apa saja respon pemikiran dan tindakan kita yang belum sepenuhnya ideal dan perlu kita ubah?
Sadari itu semua, lalu susunlah sebuah resolusi pribadi, resolusi untuk memperbaiki berbagai respon pemikiran dan tindakan yang belum efektif itu, sampai ia menjadi sebuah pola kebiasaan baru, yang membawa kita menuju pencapaian baru.
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.