Episode 22 – Ambil Tanggung Jawab Kehidupanmu, Jadi Pemain Kehidupanmu!
Dalam kehidupan ini ada 2 jenis peran yang kita mainkan, peran ‘korban kehidupan’ dimana kita menempatkan diri sebagai sosok tidak berdaya di balik berbagai kekecewaan yang kita alami, dan peran ‘pemain kehidupan’ dimana kita menyadari peran keterlibatan kita di balik berbagai peristiwa yang kita alami.
Menjadi pemain kehidupan memberikan kita kehidupan yang lebih penuh kendali, ruang dimana kita bisa menciptakan berbagai perubahan revolusioner di berbagai aspek kehidupan, namun tidak mudah menyandang peran ini, karena kita pertama-tama harus siap mengambil tanggung jawab atas kehidupan kita sendiri, tidak lagi menyalahkan dan tidak lagi menggunakan ‘topeng ketidakberdayaan’ untuk membenarkan ego yang menolak peran keterlibatan kita di balik berbagai kejadian yang kita alami.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keduapuluhdua Life Restoration Podcast berjudul ‘Ambil Tanggung Jawab Kehidupanmu, Jadi Pemain Kehidupanmu!’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Ambil Tanggung Jawab Kehidupanmu, Jadi Pemain Kehidupanmu!'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode dua puluh dua.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, semoga selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia, seperti biasa tentunya.
Berjumpa di episode ke-22 kali ini di Life Restoration Podcast, angka yang cukup menarik dan ‘sakral’.
Eh? Apa maksudnya? Tenang, yang saya maksudkan sakral di sini bukan berarti sakral dari tinjauan keilmuan klenik atau magis, tapi dari sudut pandang keilmuan Numerologi, keilmuan yang mempelajari karakter medan energi di balik angka.
Beberapa di antara Anda mungkin sudah cukup familiar dengan latar belakang saya sebagai seorang Numerologist, atau praktisi keilmuan Numerologi, yaitu keilmuan yang mempelajari medan energi yang terbentuk dari angka kelahiran dan nama.
Bukan…di episode kali ini saya bukan sedang akan membahas Numerologi. Tenang saja, bahasan itu mungkin akan saya bahas di waktu tersendiri lain kali, karena membahas tentang logika di balik waktu kelahiran, nama dan pengaruhnya pada karakter, kesehatan, keuangan dan tema kehidupan seseorang ini memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Kalau Anda tertarik mengenali dasar-dasarnya, saya sempat mengulasnya sedikit di episode ketiga dulu, yang berjudul ‘Hari Kelahiran dan Tema Kehidupan’, meskipun memang tidak secara spesifik membahas Numerologi, paling tidak pemahaman dasar tentang landasan logis di balik berbagai keilmuan yang mengulas analisa waktu kelahiran, seperti Astrologi, Numerologi dan Human Design bisa Anda temukan di episode itu.
Kembali ke bahasan sebelumnya tadi, kali ini saya hanya ingin menyoroti bahasan khusus tentang angka 22, di Numerologi angka 22 adalah angka yang memiliki bobot energi paling tinggi, ia adalah angka yang mewakili ‘energi perwujudan’, atau energi yang mewakili kemampuan mewujudkan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, kita menyebutnya sebagai ‘manifestasi’.
Nah, bukan kebetulan juga, kita sudah memasuki awal bulan Juni di tahun 2021, dengan kata lain: memasuki bulan keenam.
Artinya, hampir setengah tahun berjalan di tahun 2021 ini, hampir setengah tahun sejak episode pertama Life Restoration Podcast diluncurkan di awal Januari 2021, yang membahas tentang ‘Target yang (Lagi-lagi) Gagal Setiap Tahunnya’.
Sudah mendengarkan episode pertama itu? Atau episode-episode lain dari podcast saya ini? Kalau belum, saya menyarankan Anda untuk meluangkan waktu mendengarkannya ketika senggang, karena ada banyak bahasan di dalam berbagai episode di podcast saya ini yang berhubungan satu sama lain, mendengarkan semua episodenya akan lebih banyak membantu Anda memahami keping demi keping puzzle yang saya bahas di dalamnya.
Kalau pun tidak sempat mendengarkannya, cukup baca saja transkripnya, setiap episode podcast saya selalu disertai transkrip tertulis yang berisikan tulisan dari isi episodenya, itu memang saya sengaja agar Anda punya alternatif belajar, kalau Anda termasuk yang suka belajar dengan mendengarkan maka silakan dengarkan audio podcast-nya, kalau Anda bukan termasuk yang suka mendengarkan dan lebih suka membaca maka silakan temukan transkrip setiap episodenya di website saya, kalau Anda tidak suka mendengarkan dan tidak suka membaca maka…ya saya no comment lah kalau sudah sampai begitu, mau dengan cara apa juga belajarnya coba hee…
Ya itu pilihan lah ya, saya tidak mengatakan itu salah atau benar, tapi itu pilihan.
Nah, membicarakan ‘pilihan’ ini, kalau saya hubungkan kembali dengan bahasan pembuka tentang ‘perwujudan’ dan betapa sudah setengah tahun berlalu sejak saya meluncurkan episode pertama podcast saya, maka pertanyaannya adalah: apa saja pilihan-pilihan atau target-target yang sudah berhasil Anda wujudkan sejauh ini?
Anggap saja sesi episode kita kali ini menjadi sesi evaluasi perjalanan pribadi, mari kita renungkan hal apa saja yang sudah berhasil kita wujudkan sejauh ini, seperti apa perjalanan kita mengarungi ‘lautan pilihan’ demi bisa berada di titik ideal yang kita harapkan.
Saya yakin ada banyak jawaban yang muncul atas pertanyaan ini, dan saya tidak akan fokus menyoal mana jawaban yang benar dan mana jawaban yang salah, tapi ada satu sorotan menarik yang ingin saya angkat sehubungan dengan perjalanan mewujudkan harapan yang kita tetapkan ini, yaitu soal ‘tanggung jawab’, atau tepatnya ‘tanggung jawab kehidupan’.
Begini, sejauh ini berjumpa dengan berbagai jenis orang dengan ragam perjalanan kehidupannya masing-masing, saya mendapati dua jenis respon yang berhubungan dengan cara seseorang menjalani kehidupannya, yaitu respon yang ‘bertanggungjawab atas kehidupan’ dan respon yang ‘melepas tanggungjawab atas kehidupan’.
Bagaimana cara mengetahuinya?
Sederhana, hal ini bisa kita ketahui di satu situasi spesifik: yaitu ketika seseorang dihadapkan dengan situasi yang tidak disukainya, atau membuatnya tidak nyaman.
Yes, mengetahui seseorang bertanggungjawab atas kehidupannya atau tidak bukan kita lihat ketika ia mendapatkan yang diinginkannya, atau ketika harapannya terpenuhi, di titik ideal ini yang kita lihat justru adalah bagaimana seseorang mensyukuri kehidupannya.
Mengetahui seseorang bertanggungjawab atas kehidupannya atau tidak baru kita bisa ketahui di momen ketika ia justru berada di titik ‘tidak idealnya’, titik dimana ia harus berhadapan dengan hal-hal yang mengecewakannya.
Ketika mengalami kekecewaan, akan muncul dua jenis sikap mental: pertama, sikap mental ‘pemain kehidupan’, yaitu sikap mental ‘bertanggungjawab’ atas kehidupan, dan kedua, sikap mental ‘korban kehidupan’, yaitu sikap mental ‘menyalahkan kehidupan’.
Nah, sudah ada petunjuk kali ini? Ada kata ‘menyalahkan’ di penjelasan saya tadi bukan?
Satu kata itulah yang sebenarnya memberi petunjuk tentang bagaimana seseorang merespon atau bertanggungjawab atas kehidupannya.
Ada begitu banyak orang yang ketika dihadapkan dengan kekecewaan karena kegagalan, mereka harus menujukan kegagalan mereka pada pihak tertentu, atau dengan kata lain: menemukan pihak untuk disalahkan, yang menurut mereka karena pihak itulah mereka jadi mengalami kegagalan, ketidaknyamanan dan kekecewaan.
“Gara-gara dia hidup saya berantakan”, familiar dengan contoh kalimat itu?
Atau kalimat-kalimat lain yang bernadakan serupa, misalnya: “Saya terlambat datang ke kantor karena jalanan macet,” atau contoh lain yang dinyatakan klien saya: “Saya hampir saja mendapatkan proyek itu, sialnya kompetitor curang, mereka menurunkan harga dengan sangat ekstrim sampai-sampai calon konsumen saya memutuskan memilih mereka.”
Masih ada banyak lagi ragam-ragam kalimat yang bernada menyalahkan ini, ada yang menyalahkan pasangan, seperti: “Saya sulit berkembang karena pasangan saya tidak mendukung saya,” atau “Saya kesal sekali dengan ulah pasangan saya yang tidak bisa patuh pada saya,” atau ragam jenis kalimat lainnya lagi, yang intinya sama.
Ada juga yang menyalahkan keluarga, seperti “Keluarga saya keluarga yang egois, tidak bisa memberikan kesempatan pada saya untuk berkembang, mereka hanya memikirkan ego mereka sendiri.”
Ada lagi yang menyalahkan pihak-pihak eksternal lain, seperti menyalahkan orang di sekitarnya, yang dianggap tidak bisa memahami mereka, menyalahkan teman bisnis yang dianggap mengkhianati atau tidak setia, menyalahkan kebijakan Pemerintah yang dianggap merugikan mereka, dan bahkan yang termasuk ekstrim: menyalahkan Tuhan yang dianggap tidak adil, wah…agaknya sudah sangat parah sekali kalau sampai begitu.
Tunggu dulu,contoh yang kita bahas sudah berkembang jauh sekali sejauh ini, saya ingin mengajak Anda menyimak contoh sederhana saja dulu, yaitu pengalaman saya pribadi bertahun-tahun lalu dalam memposisikan diri sebagai korban kehidupan ini, contoh sederhana saja ya.
Alkisah, bertahun-tahun lalu saya baru saja pindah rumah ke sebuah lingkungan baru, dimana lingkungan itu macetnya minta ampun, sangat tidak terduga dan berbeda dengan lingkungan lama saya, alhasil saya pun terlambat tiba ke tempat kerja.
Ketika saya tiba di tempat kerja, apa respon otomatis yang saya ucapkan? Anda tentu sudah bisa menebaknya, yes: “Saya terlambat datang karena jalanan macet.”
Sekarang mari kita sadari terlebih dahulu, apakah kalimat itu salah? Bukankah memang jalanan sedang macet sehingga saya terlambat? Ya..ya..jalanan memang macet, tapi perkara saya terlambat bukan karena jalanan macet, melainkan karena saya tidak berangkat lebih awal.
Bukankah hal itu terjadi karena saya tidak tahu? Betul, hanya saja kenapa saya tidak mencari tahu? Namanya pindah rumah, pindah lingkungan, otomatis ada perbedaan situasi, kenapa perbedaan situasi itu luput dari persiapan saya?
Perhatikan, bahwa ada perbedaan dalam cara memandang suatu persoalan, ketika sebuah persoalan atau permasalahan terjadi, sebut saja ‘saya terlambat karena jalanan macet’ tadi, kita bisa memandang persoalan itu dari sudut pandang menyalahkan, yaitu ‘karena jalanan macet’, atau kita bisa memandangnya dari sudut pandang mengambil tanggungjawab, yaitu ‘karena kita berangkat kesiangan’.
Yang mana yang benar? Keduanya tentu benar, perbedaannya adalah pemilihan cara pandang ini akan mempengaruhi cara kita menyikapi persoalan, cara pandang yang fokus pada menyalahkan akan mempengaruhi kita untuk lebih mudah ‘menyerah’, karena kita tahu letak permasalahan utamanya di luar diri kita dan kita tidak memiliki kendali atas hal itu, sehingga respon otomatis kita adalah merasa ‘tidak berdaya’.
Sebaliknya, cara pandang yang fokus pada bertanggungjawab akan mempengaruhi kita untuk mencari solusi, karena kita tahu bahwa letak permasalahan utamanya terletak di diri kita dan kita tahu bahwa aksi dan tindakan yang bersumber dari diri kita bisa kita kendalikan, maka respon otomatis yang muncul adalah merasa ‘siap bertindak’.
Artinya, sikap mental pemain atau korban kehidupan ini sangat ditentukan dari bagaimana cara kita mengarahkan fokus. Mereka yang memilih menjadi korban kehidupan mengarahkan fokusnya pada hal-hal yang berada di luar kendali mereka dan menyalahkan semua itu ketika mereka mengalami kekecewaan, tapi karena semua yang mereka salahkan itu berada di luar kendali mereka maka mereka pun tahu bahwa mereka tidak bisa melakukan apa-apa, ini adalah bentuk lain dari menyerah tapi disamarkan dalam bentuk perlawanan yang berbalut ketidakberdayaan, akhirnya sewot sendirilah jadinya.
Sementara sikap mental pemain kehidupan ditunjukkan dari cara seseorang mengambil tanggungjawab, tidak menyalahkan pihak lain – siapa pun itu – dan fokus pada introspeksi diri, mereka bertanggungjawab atas dirinya sendiri, mereka menyadari bahwa di balik ketidaknyamanan, kegagalan dan kekecewaan yang mereka hadapi sebenarnya ada peran keterlibatan mereka juga di dalamnya.
Dalam contoh macet tadi, mereka yang menjadi korban kehidupan akan memilih untuk fokus pada macetnya jalan, yang dianggap menjadi penyebab keterlambatan mereka, sementara mereka yang menjadi pemain kehidupan akan memilih untuk fokus pada diri mereka, mereka sadar bahwa ada peran keterlibatan mereka di balik keterlambatan mereka, yaitu jam berangkat mereka yang kurang awal.
Mereka tahu ada macet di situasinya, tapi mereka tidak memilih untuk menyalahkan macet karena mereka tahu macet berada di luar kendali mereka dan mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengurainya, lebih baik mereka fokus pada hal yang bisa mereka kendalikan, yaitu diri mereka sendiri, yang terjadi adalah mereka fokus menyesuaikan dirinya, mereka fokus mengubah perilakunya – dengan berangkat lebih pagi misalnya – sehingga di hari esoknya macetnya tetap terjadi tapi macet itu tidak lagi mempengaruhi mereka, karena dengan berangkat lebih pagi mereka jadi sampai tujuan tepat waktu.
Sikap dan kebiasaan inilah yang membuat kita lebih bisa memegang kendali atas kehidupan, yaitu sikap fokus pada keterlibatan diri di setiap situasi yang kita alami, ketika ada ketidaknyamanan terjadi, kita bukan fokus menyalahkan situasi di luar diri yang tidak bisa kita kendalikan, tapi fokus pada peran keterlibatan kita di situasi itu, mencari tahu apa yang harus kita perbaiki, sehingga kalau pun nantinya situasi di luar diri kita tidak berubah situasi itu tidak lagi mempengaruhi kita secara negatif.
Bukan hanya dalam macet tadi, dalam semua hal yang sudah sempat saya singgung sebelumnya pun sama, misalnya yang dialami klien saya dimana ia menyalahkan kompetitor yang dianggapnya curang karena menurunkan harga dengan cara yang tidak etis, yang membuat konsumen memilih mereka.
Saya menegur klien saya ini, saya mengingatkan ia bahwa cara pandangnya tidaklah tepat, daripada fokus menyalahkan kelakuan kompetitor yang dirasanya tidak etis, dalam pandangan saya seharusnya ia fokus introspeksi diri, kenapa ia tidak cukup baik menjalin hubungan dan membangun reputasi dirinya dengan cara yang berkualitas serta masuk akal, yang bisa membuat konsumen berpikir jernih dan tahu bahwa kalau ada pihak yang bisa menurunkan harga dengan cara yang tidak masuk akal, maka ada sesuatu yang harus diwaspadai di balik penawaran itu.
Awalnya klien saya tentu tidak terima, ia masih fokus menyalahkan kompetitor, saya hanya mengingatkan secara sederhana, saya ingatkan bahwa esok-lusa menjalankan bisnis ia pasti akan bertemu lagi dengan kompetitor jenis begitu, mau sampai kapan fokus mengeluh dan merasa tidak berdaya? Akhirnya ia sadar dimana letak kekurangan strateginya dalam ‘mengamankan’ calon konsumen, sejak saat itu ia mengubah fokusnya dalam menghadapi calon konsumen, ia menjalin hubungan dengan lebih baik dan benar-benar membangun reputasi dengan sangat baik, ia selalu mengingatkan konsumen akan pentingnya menjalankan bisnis yang etis dan aman, alhasil ketika kompetitor mencoba memotong jalan dan mencuri konsumen dengan cara yang tidak etis, para konsumennya sudah teredukasi dan tetap memilih klien saya ini.
Perhatikan bahwa dengan memindahkan fokus, kita bisa mengubah begitu banyak hal yang sebelumnya hanya bisa kita keluhkan.
Hal yang sama terjadi dalam setiap situasi lainnya, bagi para sales, jangan menyalahkan konsumen yang dianggap rese karena tidak membeli produk kita, karena konsumen jenis ini akan selalu ada, melainkan introspeksi apa strategi penjualan kita yang belum efektif untuk menyentuh hati konsumen jenis ini, fokuslah mengubah strategi ini, maka akan ada harapan baru yang memungkinkan perubahan terjadi darinya.
Begitu juga mereka yang mengeluhkan sikap pasangan atau sikap keluarga, daripada mengeluhkan sikap mereka yang dianggap mengecewakan, mari introspeksi ada sikap apa dalam diri kita yang masih membuat mereka semua bisa bersikap seperti itu pada kita, ada kekurangan atau keterbatasan apa yang membuat kita tidak berdaya merespon mereka, apa yang harus berubah dalam diri kita agar sikap mereka turut berubah.
Ketika kita merasa dikhianati, jangan fokus menyalahkan orang yang kita anggap mengkhianati, introspeksilah mengapa kita bisa sedemikian percaya sampai tidak waspada dan terlalu naif karenanya.
Ketika kita merasa kebijakan negara tidak berpihak pada kita, jangan menyalahkan kebijakan itu, fokuslah introspeksi ada ketidaksiapan apa dalam diri kita yang membuat kebijakan itu terasa memberatkan.
Intinya begini: fokus pada sikap mental pemain kehidupan mengajak kita untuk meningkatkan kapasitas diri dan naik kelas kehidupan, menyadari bahwa selalu ada situasi di luar diri kita yang tidak bisa kita kendalikan, seperti jalan yang macet, situasi ekonomi global, sikap orang lain, dan lain sebagainya.
Semua itu tidak selalu bisa kita kendalikan, dan kita perlu sadar bahwa perkara itu masih akan terus ada – setidaknya kalau tidak ada keajaiban terjadi mengubahnya – maka daripada berharap-harap keajaiban akan datang dan mengubahnya, lebih baik kita memulai perubahan itu dari diri kita, menyadari ada peran keterlibatan apa dalam diri kita: ada keterbatasan apa, ada kekurangan apa, ada ketidaktahuan apa dalam diri kita yang membuat situasi di luar diri kita itu memiliki kendali atau bisa mempengaruhi diri kita sedemikian rupa sampai kita harus tidak berdaya dan kecewa karenanya.
Berikutnya, fokuskan atensi pada diri kita, fokus untuk introspeksi diri dan memperbaiki respon atau kekurangan, keterbatasan dan ketidaktahuan kita sampai titik dimana situasi di luar itu tidak lagi bisa mempengaruhi diri kita, situasinya mungkin tetap terjadi, tapi ia tidak lagi mempengaruhi diri kita.
Jalanan tetap macet, tapi kita tidak lagi terpengaruh oleh kemacetan itu dan bisa datang tepat waktu karena kita tidak fokus menyalahkan macet, tapi fokus pada mengubah jam berangkat kita, sehingga macet itu tidak lagi mempengaruhi kita.
Sikap orang di luar diri kita yang tidak menyenangkan tetap sama, tapi itu tidak lagi mempengaruhi diri kita, karena kita tidak fokus menyalahkan sikap mereka, tapi fokus mengubah sikap kita dalam menyiapkan mental, menghadapi mereka dan memaknai sikap mereka, sehingga sikap mereka tidak lagi mempengaruhi kita.
Situasi global yang tidak berpihak tetap sama, tapi itu tidak lagi mempengaruhi diri kita, karena kita tidak fokus menyalahkan situasi itu, tapi fokus memperbaiki kekurangan kita sehingga situasi itu tidak lagi mempengaruhi kita.
Semua ini adalah soal mengarahkan fokus, bagaimana kita bisa melihat sisi lain dari sebuah persoalan dan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan.
Ingat, energi mengalir kemana atensi terarah dan energi itu menghidupkan apa yang kita atensikan, jika kita fokus pada hal yang tidak kita sukai dan di luar kendali kita maka kesanalah energi terarah, membuatnya semakin kuat dan kita semakin tidak berdaya karenanya. Sebaliknya, ketika kita fokus pada hal yang bisa kita kendalikan dalam diri kita maka ke dalam diri jugalah energi terarah, menjadikan kita lebih kuat dan membuat situasi di luar diri kita tidak bisa lagi mempengaruhi diri kita sedemikian rupa.
Situasi di luar diri kita tetap sama, sikap kita dalam meresponnyalah yang berbeda, seperti dikatakan oleh Jim Rohn: “Kita tidak bisa mengendalikan arah angin, tapi kita bisa mengendalikan arah layar.”
Jadi kemana fokus Anda akan ditujukan? Pada hal-hal di luar diri Anda yang tidak bisa Anda kendalikan dan membuatnya mengendalikan diri Anda, lalu menyalahkan situasi dan menjadi korban kehidupan? Atau fokus pada diri Anda sendiri, pada hal yang bisa Anda perbaiki dan kendalikan, meningkatkan kapasitas diri Anda sehingga meski situasi di luar tetap sama, tidak berubah sama sekali, situasi itu tidak lagi mempengaruhi diri Anda, dengan kata lain: menjadi pemain kehidupan.
Mari sama-sama mengambil sikap bertanggungjwab atas hidup kita, menjadi pemain kehidupan!
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.