Episode 30 – Melatih Daya Tahan Mental, Bersahabat Dengan Stres
Stres adalah fenomena yang tidak terhindarkan dalam menjalani kehidupan ini.
Bisa kita dapati bahwa beberapa minggu terakhir ini kita harus berhadapan dengan keterbatasan dan ketidakpastian yang cukup intens, yang baik secara langsung atau pun tidak langsung, ternyata memunculkan reaksi stres yang beragam.
Meski sering kali diasosiasikan negatif ternyata stres memiliki kegunaan spesifik yang ketika didayagunakan secara positif justru bisa menjadi ajang melatih daya tahan mental kita, yang akan menjadi aset penting untuk kita menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Mereka yang tidak menyadari hal ini sering kali menjadi korban stres dan berakhir dalam ketidakberdayaan, sementara mereka yang menyadarinya justru berkesempatan mendayagunakannya untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Situasi yang berlangsung saat ini bisa saja memicu stres, dan bisa jadi itu di luar kendali kita, tapi mari mendayagunakan apa yang ada dalam kendali kita, yaitu daya kesadaran kita, untuk justru melatih daya tahan mental kita dengan keberadaan stres ini.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluh Life Restoration Podcast berjudul ‘Melatih Daya Tahan Mental, Bersahabat Dengan Stres’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Melatih Daya Tahan Mental, Bersahabat Dengan Stres'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, semoga selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia, seperti biasa tentunya.
Berjumpa kembali di Life Restoration Podcast, bersama saya, Alguskha Nalendra, dan memasuki episode ke-30 di hari Kamis kali ini.
Setiap minggu membersamai perjalanan Anda selama 7 bulan ini, tentunya saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas kesetiaan Anda mengikuti setiap jejak perjalanan saya berbagi inspirasi di berbagai media sosial yang saya gunakan, mulai dari Life Restoration Podcast ini, yang saya unggah dalam bentuk audiogram podcast di Youtube, dan juga dalam bentuk audio podcast di Spotify, juga inspirasi lain yang saya unggah di media sosial lainnya, seperti Facebook, Instagram dan LinkedIn, sekali lagi terima kasih yang setinggi-tingginya dari lubuk hati yang paling dalam.
Di episode ke-30 kali ini bukan kebetulan kita sedang mengalami situasi yang cukup menarik, yaitu fenomena perpanjangan dari PPKM, dimana setelah sekian hari kita lalui dengan berbagai dinamika perasaan yang menyertainya dan mulai muncul harap-harap untuk melihat akhir dari fenomena ini, yang terjadi justru kebalikannya dan kita lagi-lagi harus bergelut dengan akumulasi perasaan yang mungkin tidak mudah diekspresikan begitu saja.
Stres! Itulah satu kata yang banyak diungkapkan lingkar pertemanan saya.
Saya tidak ingin menyalahkan mereka karena menyatakan hal itu, karena hal itu sangatlah manusiawi, bahkan saya mengapresiasi kesanggupan dan kebesaran hati mereka untuk bisa menyatakan hal itu secara terbuka daripada hanya memendamnya diam-diam tapi memanen masalah yang lebih besar di kemudian waktu nanti.
Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Anda? Adakah merasakan hal yang sama,yaitu fenomena stres ini?
Sekali lagi saya ingatkan bahwa respon stres ini adalah respon yang alami, jadi seandainya Anda termasuk dari orang-orang yang merasakan stres ini, jangan merasa rendah, merasa lemah, merasa kecil atau melabeli diri dengan berbagai label negatif lainnya, awal mula dari berbagai masalah yang lebih besar – yang sebenarnya tidak perlu terjadi – adalah self labelling yang tidak bermanfaat, atau tindakan melabeli diri sendiri dengan penilaian atau penghakiman negatif, yang kemudian meluas menjadi bentuk ‘penghukuman’ terhadap diri sendiri di skala yang mulai memburuk.
Mengapa saya katakan stres adalah respon alami, atau mungkin yang lebih mendasar, mengapa saya mengangkat tema stres ini dalam episode kali ini?
Sederhana sekali, ada tiga alasan yang melatarinya, alasan pertama yaitu karena fenomena ini sedang berlangsung dalam skala yang cukup masif sekarang ini, dengan terus berlangsungnya ketidakpastian berskala besar yang benar-benar tidak terduga.
Alasan kedua, jika dibiarkan tanpa edukasi yang benar, fenomena ini bisa mengakibatkan banyak orang terjebak dengan kualitas hidup yang semakin memburuk, yang padahal seharusnya tidak perlu terjadi andai saja mereka lebih paham tentang cara kerja dari stres ini, yang lagi-lagi tidak bosan-bosannya saya ingatkan: merupakan respon alami manusia.
Alasan ketiga, yang paling penting, yaitu sebenarnya tersedia peluang yang besar, yang saat ini bisa kita gunakan untuk melatih kekuatan dan daya tahan mental kita melalui stres ini, yang kalau kita manfaatkan dengan baik akan menjadi aset penting bagi kita untuk menyikapi tantangan yang lebih besar nantinya.
Yes, stres bisa menjadi satu cara untuk melatih daya tahan mental kita.
Bagi saya daya tahan mental menjadi satu hal yang sangat penting bagi seseorang untuk bisa menjalani dan menata kehidupan terbaiknya, terutama dalam melalui dan menyikapi tantangan kehidupan.
Untuk memahaminya dengan lebih mudah, daya tahan mental ini sebenarnya maksudnya sama dengan daya tahan fisik, bayangkan tantangan kehidupan sebagai virus atau zat asing yang bisa mengancam sistem kesehatan fisik kita.
Jika daya tahan fisik seseorang lemah maka masuknya virus asing atau zat asing yang mengancam kesehatan akan memberikan dampak yang mencelakakan, melalui kondisi fisik yang melemah dan sakit.
Tapi jika daya tahan fisiknya kuat maka masuknya virus asing atau zat asing ini akan mendapatkan perlawanan yang kuat dari dalam diri, meskipun akan terjadi ketidaknyamanan ketika perlawanan terjadi tapi pada akhirnya daya tahan yang kuat ini akan mengalahkan ancaman dari luar itu dan tubuh kita akan tetap terjaga, bahkan adanya perlawanan dari daya tahan ini menjadi suatu bentuk latihan tersendiri bagi daya tahan kita yang semakin menguatkannya, sehingga ia menjadi semakin tangguh dalam menghadapi ancaman, semakin ia tangguh maka ancaman dari luar semakin tidak berarti, semakin mudah dan nyaman ia menjalani kehidupan, betul?
Begitu juga daya tahan mental, jika daya tahan mental seseorang lemah maka tantangan kehidupan akan menjadi sesuatu yang berdampak buruk pada kondisi mentalnya, tapi jika daya tahan mentalnya kuat maka tantangan kehidupan menjadi sesuatu yang bisa dihadapi dengan baik, bahkan berhadapan dengan tantangan kehidupan ini menjadi sesuatu yang melatih daya tahan mental ini menjadi lebih kuat dari hari ke hari nantinya.
Semakin tangguh daya tahan mental seseorang, maka semakin sigap dan siaga ia dalam menjalani kehidupan dan melewati setiap tantangan yang disajikan kehidupan, bukankah itu kunci penting menjalani kehidupan yang berkualitas?
Faktanya – mau tidak mau dan suka tidak suka – hidup akan selalu menyajikan tantangan dan ketidakpastian – apalagi di era seperti sekarang ini – yang kita sendiri tidak tahu akan seperti apa besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan dan seterusnya.
Jika daya tahan mental kita lemah maka kehidupan ini akan menjadi siksaan yang entah kapan akan berakhir, tapi jika daya tahan mental kita kuat maka hidup akan menjadi sebuah petualangan yang seru untuk dijalani.
Nah, hidup yang terasa sebagai siksaan atau petualangan? Anda tentu tahu jawabannya.
Oh iya, yang tidak kalah pentingnya: daya tahan mental akan berpengaruh terhadap daya tahan fisik, jadi jangan heran kalau ada orang yang daya tahan fisiknya melemah karena pada suatu titik pertahanan mentalnya rontok karena satu dan lain hal.
Penelitian yang dilakukan selama ini mendapati bahwa mereka yang daya tahan mentalnya kuat memiliki peluang yang lebih besar untuk menjaga daya tahan fisiknya, dibandingkan mereka yang daya tahan mentalnya lemah.
Jadi harapannya, dengan memahami lika-liku daya tahan mental ini, maka kita juga jadi lebih bisa menjaga daya tahan fisik kita, dan semoga episode kali ini menjadi awal yang baik untuk memulainya, setuju?
Mari kita hubungkan dengan bahasan akan stres kali ini dan bagaimana stres ini bisa menjadi suatu hal yang kita daya gunakan untuk melatih daya tahan mental kita.
Ngomong-ngomong, bahasan tentang stres bisa menjadi suatu bahasan yang kadang terdengar cukup teoritis, karena ia berhubungan dengan sistem hormonal dalam diri kita, agar tidak terlalu teoritis maka saya hanya akan fokus pada bahasan praktisnya, oke?
Saya akan lebih banyak menggunakan ilustrasi dan perumpamaan dalam episode di podcast ini, dasar teori yang lebih lengkap tentang stres bisa Anda temukan di artikel yang saya tulis di website saya, bukan kebetulan baru saja di hari Selasa kemarin saya mengunggah artikel pembuka yang mengulas bahasan tentang stres ini, kalau Anda merasa ingin mendapatkan pemahaman dan dasar teori yang lebih lengkap tentang stress ini silakan kunjungi halaman artikel yang ada di website saya, bahkan masih ada kumpulan artikel lain dengan bahasan yang beragam di website saya, silakan puaskan rasa penasaran dan semangat belajar Anda dengan membaca satu-persatu artikel yang ada di sana.
Jadi apa itu stres? Karena bahasan teoritisnya sudah saya ulas di artikel yang saya tulis, saya akan fokus pada kesimpulan praktisnya saja ya.
Sederhananya begini, manusia adalah makhluk kebiasaan yang fokus pada efisiensi, kita memiliki sistem energi yang perlu dijaga penggunaannya seefisien mungkin.
Dari kecil kita mengalami masa tumbuh kembang dengan merespon situasi, dimana selalu ada sebuah situasi dengan tuntutannya untuk kita respon atau sikapi, dari mulai situasi yang terkecil sampai ke situasi yang tuntutannya besar. Untuk bisa merespon situasi maka kita tentu harus mengeluarkan energi, semakin besar tuntutan situasi yang ada maka semakin besar juga kadar energi yang harus kita keluarkan.
Agar pengaturan energi ini efisien maka kita menciptakan kebiasaan untuk merespon setiap situasi di luar diri kita, kita mengembangkan sebuah mekanisme untuk menakar situasi, untuk situasi kecil maka kecil juga energi yang kita keluarkan, untuk situasi yang besar maka lebih besar juga kada energi yang kita alokasikan.
Mekanisme menakar situasi, mengalokasikan energi dan menggunakan energi secara terprediksi. Semua ini menjadikan kita mampu menghadapi dan mengelola situasi dengan baik, hal ini yang menjadikan kita merasa aman dan nyaman.
Stres adalah sebuah reaksi alami manusia terhadap sebuah situasi asing yang situasi itu belum bisa kita takar, sehingga kita belum bisa mengalokasikan energi yang sesuai dengan tuntutan situasi ini, kalau pun kita mencoba mengalokasikan dan menggunakan energi yang kita miliki untuk merespon situasi itu, masih ada potensi ketidakpastian yang membuat kita tidak bisa memprediksi dan mengelola penggunaan energi ini.
Maka muncullah gejolak di sistem energi, dimana hal ini identik dengan ketegangan, inilah yang dimaksudkan dengan stres. Semakin sebuah situasi tidak bisa ditakar, semakin kita tidak memiliki sistem energi yang mumpuni untuk meresponnya dan semakin hal itu tidak bisa terprediksi, maka semakin besar juga potensi stresnya.
Sama saja dengan sistem tubuh fisik juga demikian adanya, disadari atau tidak tubuh kita selalu mengalokasikan energi fisik sesuai kebiasaan kita sehari-hari, agar kita bisa menjalankan aktivitas fisik kita dengan baik.
Ketika pada waktu tertentu kita harus melakukan aktivitas fisik di luar kebiasaan, maka sistem tubuh fisik kita jadi harus mengalokasikan energi di luar kebiasaan, maka hal ini akan menimbulkan stres pada fisik, kita harus lebih bersusah-payah mengeluarkan energi ekstra untuk bisa menyelesaikan aktivitas fisik tadi, semakin aktivitas fisik itu terprediksi, semakin kita memiliki sistem energi yang mumpuni untuk meresponnnya maka semakin kecil tingkat kelelahannya, tapi semakin aktivitas fisik itu dirasa asing dan kita tidak memiliki sistem energi yang mumpuni untuk meresponnya maka semakin tinggi tingkat kelelahannya dan bahkan sering kali kelelahan itu membekas, berlangsung selama periode yang cukup lama, dalam skala yang lebih buruk bahkan: kita bisa terluka karenanya.
Manusia adalah makhluk holistik dimana sistem kesadaran fisik, mental, emosional dan energi kita terhubung satu sama lain sebagai suatu kesatuan sistem yang lebih utuh. Ketika stres, terjadi gejolak di sistem energi kita, gejolak inilah yang mengacaukan sistem energi holistik kita, maka jangan heran kalau stres yang terjadi secara mental akan mempengaruhi kondisi fisik kita juga.
Sejauh ini mari kita sepakati dulu satu kesimpulan: kita tidak bisa lepas dari stres.
Tentu saja, karena akan selalu ada situasi asing untuk kita respon, betul? Seberapa monoton pun cara kita menjalani kehidupan, akan selalu ada situasi asing untuk kita respon dalam kehidupan sehari-hari, entah itu aktivitas baru, situasi tidak terduga atau apa pun itu, maka itulah stres menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan kita, dan hal ini juga yang membuat saya mengatakan bahwa ia manusiawi.
Jadi dimana titik kesimpulan dimana kita bisa mendayagunakan stres ini untuk melatih daya tahan mental kita?
Pertama-tama, perlu kita sadari dulu bahwa ada dua jenis stres, ada stres yang membawa dampak positif dan ada stres yang membawa dampak negatif.
Stres yang membawa dampak positif adalah yang disebut eustress, sementara yang membawa dampak negatif adalah yang disebut distress.
Stres membawa dampak positif? Bagaimana bisa?
Begini, ingat bahwa stres adalah respon alami kita terhadap situasi asing, tapi yang kita tidak boleh lupakan adalah bahwa tidak semua situasi asing itu buruk, ada situasi asing yang justru memicu semangat kita untuk menghadapinya.
Contohnya saja Anda mengerjakan suatu hal yang sangat Anda sukai – entah itu hobi atau apa pun itu – dalam mengerjakan hal tersebut sudah pasti muncul naluri untuk meningkatkan kualitasnya, betul?
Dalam upaya meningkatkan kualitas ini, bukankah akan ada sebuah level baru atau situasi asing yang harus kita lalui agar kita naik kelas? Bedanya adalah karena kita menyukai yang kita kerjakan maka situasi asing ini tidak kita maknai secara negatif, justru kita menganggapnya sebagai tantangan yang mengasyikkan, setiap temuan baru di situasi itu tidak kita maknai sebagai ancaman, justru sebagai petualangan tersendiri.
Ini adalah contoh dari stres yang positif, stres yang justru memproduksi hormon-hormon yang memberi energi.
Stres yang negatif tentu sudah bisa Anda tebak sekarang bedanya. Yes, yaitu stres yang terjadi di situasi yang kita tidak sukai, yang kita anggap sebagai ancaman, sesuatu yang berkonotas negatif, menjadi sebuah siksaan.
‘Siksaan’ dan ‘petualangan’, dua kata yang sudah saya ucapkan tadi sebelumnya kan? Artinya kehidupan yang berisikan siksaan secara tidak langsung adalah kehidupan yang berisikan stres negatif, sementara kehidupan yang berisikan petualangan adalah kehidupan yang berisikan stres positif, karena sekali lagi: stres tidak terhindarkan, sekarang terserah pada kita bagaimana ingin bersahabat dengannya.
Oke, mari kita langsung saja membahas bagaimana mendayagunakan stres ini agar ia bisa menjadi ajang melatih daya tahan mental kita.
Yang paling pertama sekali tentunya memastikan kita bisa melatih diri untuk menyukai hal yang kita kerjakan. Ingat, semakin kita menyukai yang kita lakukan semakin situasi asing menjadi sebuah petualangan.
Bagaimana jika kita hubungkan dengan fenomena dan kehidupan sehari-hari? Jawabannya terletak pada rasa ‘syukur’.
Rasa suka akan terhubung dengan rasa syukur, mereka yang menyukai yang dikerjakannya akan merasa lebih mudah beryukur dalam mengerjakan yang disukainya itu, artinya mereka yang bisa mensyukuri hidup dan memandangnya sebagai sebuah anugerah akan lebih mudah untuk menyikapi situasi asing sebagai sebuah tantangan.
‘Keajaiban dari bersyukur’, familiar dengan kalimat itu? Yes, itu adalah kunci penting pertama menjalani kehidupan yang penuh petualangan, ketika hati dipenuhi rasa syukur dalam menjalani kehidupan maka setiap tantangan adalah keajaiban untuk kita alami.
Tapi bagaimana kalau kita harus berhadapan dengan situasi yang kita tidak sukai? Tenang saja, situasi ini pun wajar adanya. Namanya juga manusia, seberapa positif pun kita mencoba menjaga kualitas mental-emosional kita selalu ada saja peluang untuk sisi negatif masuk dan membayangi, hal ini bukanlah sebuah tabu atau aib. Namanya juga manusia maka keberadaan sisi positif dan negatif ini menjadi yin dan yang, dua hal yang saling melengkapi satu sama lain.
Untuk menyikapi yang satu ini, kunci pentingnya terletak pada persiapan dan kemampuan berpikir panjang, memandang jauh ke depan.
Begini, bandingkan diri kita yang sekarang dengan diri kita yang dulu, terlepas dari apa pun yang pernah kita alami mari sadari satu hal: kita masih hidup saat ini dan kita masih mampu melewati tantangan kehidupan sejauh ini adalah tanda bahwa kita adalah pribadi yang kuat!
Di setiap fase kehidupan yang kita alami pasti selalu ada situasi asing untuk kita sikapi, artinya ada banyak fase stres yang dulu pernah kita lalui, semua fase stres itu disadari atau tidak pasti memiliki peran membentuk diri kita sampai sekarang ini.
Bisa jadi dulu kita pernah menghadapi situasi tertentu yang terasa tegang dan tersiksa, tapi bisa jadi saat ini ketika menghadapi situasi yang sama seperti dulu itu kita sudah lebih memiliki kendali diri dalam menyikapinya, betul? Yes, itulah tanda bahwa fase stres itu sudah berlalu, dalam perkembangannya ternyata sistem energi kita bisa beradaptasi dengan situasi itu, sampai situasi itu tertakar dan kita memiliki alokasi energi yang memadia untuk melaluinya, maka situasi itu tidak lagi menjadi hal asing, tidak lagi menjadi hal yang memicu stres, kita menjadi lebih kuat karenanya!
Artinya, belajar dari pengalaman itu mari kita sadari satu hal, yaitu bahwa bertahan dan melewati sebuah situasi yang menimbulkan stres sebenarnya membantu membentuk daya tahan kita dalam menyikapi situasi tersebut, yang artinya melatih daya tahan kita dalam menghadapi kehidupan, ketika dihadapkan lagi dengan situasi yang sama maka kita tidak merasa se-stres sebelumnya karena sekarang situasi itu tidak lagi kita anggap asing.
Sadari satu hal: tidak ada badai yang berlangsung selamanya, begitu juga segala situasi yang kita rasa menegangkan, tidak ada yang berlangsung permanen, akan akan selalu ada akhir dari situasi itu, terlepas dari ia nantinya berakhir sesuai harapan kita, yaitu berakhir baik, atau pun tidak sesuai harapan kita, yaitu berakhir buruk, tetap saja ia akan berakhir pada suatu hari nanti.
Pertanyaannya ketika situasi itu berakhir kita ingin berakhir dengan kondisi mental yang hancur berantakan atau mental yang mampu bertahan dan belajar dari pengalaman itu agar kita jadi mampu lebih kuat karenanya?
Katakanlah yang terburuk terjadi, di situasi yang sangat buruk itu hidup kita harus berakhir, tetap saja situasinya berakhir kan, namun pertanyaannya – kalau pun hidup kita harus berakhir – kita ingin mengakhirinya dengan kondisi batin yang bagaimana? Membawa kedamaian dan kelegaan atau rasa tersiksa dan sakit?
Artinya, mari berpikir jauh ke depan, bahwa di setiap situasi yang menimbulkan stres maka saat itu mental kita sedang menghadapi tekanan yang akan menguatkannya, jangan anggap tekanan itu sebagai siksaan, tapi anggap ia sebagai latihan, berpikir jauh ke depan bahwa hasil dari latihan itu akan menjadi modal dasar penting yang bisa Anda gunakan untuk menjalani kehidupan dengan lebih siaga nantinya.
Bayangkan saja gambaran seseorang yang sedang berlatih mengangkat beban, tentu menyiksa sekali rasanya mengangkat beban itu sampai terasa sakit karenanya, tapi bukankah di akhir nanti ia jadi bisa memiliki otot yang lebih kuat dan mampu menahan beban yang lebih berat lagi nantinya?
Lalui situasi yang menekan itu dengan mode berpikir yang siaga, yang memerhatikan segala situasi dengan cermat, miliki mode berpikir bahwa ketika situasi itu berakhir maka ia harus berakhir dengan Anda menjadi pribadi baru yang membawa pembelajaran penting darinya, yang kalau sampai-sampai di masa depan situasi yang sama terjadi kembali maka pembelajaran yang sudah Anda petik akan menjadi aset penting untuk bisa menyikapinya dengan lebih taktis.
Bagaimana kalau sesuai gambaran orang yang mengangkat beban tadi ternyata beban yang diangkat itu sedemikian beratnya? Tenang dulu, lupakah Anda bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Tidak mungkin Tuhan membiarkan Anda bekerja sendirian di balik semua fase kehidupan yang Anda lalui, selalu ada kuasa Tuhan menyertai setiap tindakan Anda, menggunakan gambaran orang yang mengangkat beban tadi, sadari bahwa Tuhan selalu menyertai setiap Angkatan Anda, ketika angkatan itu terasa sedemikian berat ternyata kuasa Tuhan selalu ada menyertai Angkatan itu, yang menjadikan kita masih bisa melewati situasi itu sampai saat ini, ternyata kita saja yang kurang bersyukur sampai-sampai tidak menyadarinya.
Terakhir, sadarilah bahwa rencana Tuhan selalu yang terbaik bagi kita, yakinilah bahwa di balik semua kesakitan yang dialami, itu karena Tuhan menyiapkan panggung yang besar dengan peran yang besar untuk kita mainkan nantinya, maka gunakan kesempatan itu untuk melatih dan menguatkan diri kita agar peran besar itu nantinya bisa kita mainkan sebaik mungkin.
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.