Episode 35 – Sukses (dan Gagal) Itu Berpola
Memasuki bulan September 2021…9 bulan berlalu sudah di tahun 2021 ini, agaknya tidak ada salahnya kalau kita sedikit merefleksikan tema bahasan kita di bulan Januari 2021 lalu, yang berhubungan dengan pencapaian dan pertumbuhan…atau tepatnya: seberapa jauh kita sudah bertumbuh di tahun 2021 ini, dan apa saja pencapaian yang kita tetapkan di awal tahun ini sampai kemudian berhasil kita wujudkan sejauh ini.
Mengapa tiba-tiba saya mengangkat tema ini di episode kali ini? Seperti biasa, saya lebih suka menyoroti fenomena yang terjadi sehari-hari, lalu menuangkannya menjadi topik bahasan di podcast ini, karena tentunya terasa lebih segar untuk dibahas dan juga relevan dengan temuan dalam kenyataan sehari-hari.
Nah, tema yang saat ini sedang cukup sering ditemukan, utamanya di para klien saya yang menjalani coaching dan terapi, adalah fenomena refleksi diri dan refleksi kinerja, dimana para klien saya mulai memasuki periode reflektifnya, periode dimana mereka mulai mencermati hasil yang muncul dari proses yang mereka kerjakan di tahun ini, sebagai bentuk pelaksanaan target pencapaian yang mereka buat di awal tahun, juga menemukan pola yang membentuk pelaksanaan itu sampai kemudian mempengaruhi hasil.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluhlima Life Restoration Podcast berjudul ‘Sukses (dan Gagal) Itu Berpola’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Sukses (dan Gagal) Itu Berpola'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh lima.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, berjumpa kembali di episode ke-35 Life Restoration Podcast bersama saya, Alguskha Nalendra.
Seperti biasa, doa terbaik semoga Anda sekalian selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia, dimana pun dan kapan pun Anda berada. Tidak lupa, semoga episode demi episode Life Restoration Podcast ini terus dan semakin memberikan manfaat positif untuk kebaikan dan kemajuan hidup Anda tentunya.
Memasuki bulan September 2021…9 bulan berlalu sudah di tahun 2021 ini, agaknya tidak ada salahnya kalau kita sedikit merefleksikan tema bahasan kita di bulan Januari 2021 lalu, yang berhubungan dengan pencapaian dan pertumbuhan…atau tepatnya: seberapa jauh kita sudah bertumbuh di tahun 2021 ini, dan apa saja pencapaian yang kita tetapkan di awal tahun ini sampai kemudian berhasil kita wujudkan sejauh ini.
Mengapa tiba-tiba saya mengangkat tema ini di episode kali ini? Seperti biasa, saya lebih suka menyoroti fenomena yang terjadi sehari-hari, lalu menuangkannya menjadi topik bahasan di podcast ini, karena tentunya terasa lebih segar untuk dibahas dan juga relevan dengan temuan dalam kenyataan sehari-hari.
Nah, tema yang saat ini sedang cukup sering ditemukan – utamanya di para klien saya yang menjalani coaching dan terapi – adalah fenomena refleksi diri dan refleksi kinerja, dimana para klien saya mulai memasuki periode reflektifnya, periode dimana mereka mulai mencermati hasil yang muncul dari proses yang mereka kerjakan di tahun ini, sebagai bentuk pelaksanaan target pencapaian yang mereka buat di awal tahun.
Bagaimana dengan Anda? Seberapa jauh Anda sudah merenungkan segala bentuk pelaksanaan perencanaan yang Anda buat di tahun ini dan menemukan pola yang membentuk pelaksanaan itu sampai kemudian mempengaruhi hasil?
Tapi tunggu dulu, jangan jauh-jauh merenungkan pelaksanaan perencanaan, pertanyaan yang lebih mendasar yang perlu kita sadari adalah “Adakah perencanaan atau penetapan target yang dibuat?”
Mengapa pertanyaan ini lebih mendasar lagi? Karena memang ada saja orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan tanpa perencanaan.
Saya tidak akan mengatakan bahwa ‘hidup tanpa perencanaan’ ini salah, karena semua ini semata adalah soal pilihan. Kalau pun ada orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan ‘mengalir’ tanpa perencanaan, maka itu adalah pilihan mereka, kalau mereka memang ‘berencana untuk tidak berencana’ maka itu adalah pilihan mereka.
Eh, sebentar…berencana untuk tidak berencana? Yah pokoknya begitulah maksudnya he…he…
Kembali ke topik bahasan di podcast ini dulu lah ya, saya pribadi di episode ini akan fokus menyoroti fenomena perencaaan dan pencapaiannya.
Seperti yang bisa Anda baca di judul episode ini, yaitu bahwa ‘Sukses (dan Gagal) Itu Berpola’, maka demikianlah salah satu pola yang saya amati dari mereka yang pada akhirnya mencapai kesuksesannya adalah adanya rencana, yang dilandasi adanya tujuan untuk dicapai, sehingga rencana itu menjadi sebuah cara untuk mewujudkan tujuan itu.
Mengapa demikian? Karena perlu kita sadari juga bahwa sukses identik dengan pencapaian, bukan sebatas pencapaian, tapi tercapainya sesuatu yang memang ditargetkan untuk dicapai dan direncanakan.
Mereka yang mencapai sesuatu – yang tidak mereka targetkan – bukanlah sukses, tapi beruntung.
Tapi bukankah ada juga mereka yang sukses, penuh dengan pencapaian tanpa merencanakan? Tunggu dulu, mereka ini dikatakan sukses oleh siapa? Bukankah yang sering kali melabeli mereka sukses adalah justru orang lain, yang sebenarnya menginginkan jenis pencapaian itu, dan bukan mereka sendiri? Karena mereka sendiri jangankan mengklaim dirinya sukses, merencanakan untuk itu saja tidak.
Iya, memang fenomena itu ada, yaitu mereka yang tidak merencanakan untuk mencapai tapi justru malah mencapai banyak hal, tapi saya tidak akan fokus kesana dulu ya, karena meski penjelasannya ada dan bisa dijelaskan dengan cukup mendetail, hal itu menjadi sesuatu yang sulit diduplikasi.
Untuk bahasan kali ini saya fokus dulu ke yang menjadi topik bahasan yang cukup umum dan isinya bisa dipahami untuk kemudian diduplikasi ya, yaitu ‘pola yang membentuk sebuah kesuksesan dan kegagalan’, karena ada pola di dalamnya maka harapannya adalah ketika pola itu diduplikasi – pola yang membentuk kesuksesan tepatnya – maka kita bisa mendapatkan hasil yang kurang lebih sama.
Profesi saya adalah seorang coach dan hipnoterapis, keberadaan dari pola menjadi penting karena yang saya lakukan adalah menginterupsi pola-pola tidak efektif yang dialami para klien saya, yang menjadikan mereka tidak kunjung mencapai yang diharapkannya, lalu mendesain pola baru yang lebih sejalan dengan tujuan pencapaian yang diharapkannya.
Seperti pernah saya ulas di bahasan-bahasan podcast episode sebelumnya, manusia adalah makhluk yang beroperasi berdasarkan kebiasaan, kita melakukan berbagai hal berdasarkan pola kebiasaan yang sudah terbentuk dalam diri kita.
Membicarakan sebuah pencapaian, tentunya tidak ada pencapaian yang terjadi begitu saja tanpa ada proses melandasinya – karena kalau sampai itu terjadi maka sekali lagi itulah yang disebut keberuntungan.
Di balik proses yang melandasi sebuah pencapaian inilah tersimpan rangkaian kebiasaan.
Ilustrasi sederhananya begini saja, bayangkan sebuah pohon yang berdiri tegak dengan daun yang rimbun dan buah yang bermekaran di setiap rantingnya, apakah pohon itu tercipta dan berbuah dalam semalam?
Tentu tidak kan, pasti ada proses yang melandasinya, dimana proses itu terjadi secara berulang dan rutin, nah ‘proses berulang dan rutin’, bukankah itu sama saja dengan kebiasaan?
Maka itulah, di balik sebuah pencapaian pastilah ada kebiasaan yang tepat yang melandasinya.
Saya sering kali menjelaskan secara sederhana bahwa perbedaan dari kesuksesan dan keberuntungan terletak pada ‘pengulangan’ yang membentuk fondasinya. Ciri utama dari kesuksesan adalah ia terbentuk dari fondasi kebiasaan yang kokoh, terutama dalam menahan derasnya tantangan dan dalam mengulang pola yang sama.
Ketika seseorang berhasil mewujudkan sebuah pencapaian besar, pasti akan ada tantangan menerpa, kalau diibaratkan dalam perumpamaan: “Semakin tinggi sebuah pendakian menuju puncak, semakin kencang angin bertiup”.
Nah di titik ‘setelah mencapai’ inilah fondasi seseorang diuji, kalau memang kesuksesannya terjadi karena fondasi yang memadai maka seharusnya ia bisa bertahan menghadapi terpaan tantangan yang mengujinya di puncak pencapaiannya itu.
Bahkan dalam skala yang terburuk kalau ia harus mengalami rangkaian kehilangan yang menyebabkannya ‘jatuh’, ia sudah memiliki rangkaian kebiasaan yang tinggal ia ulangi dan modifikasi sesuai dengan perkembangan tantangan yang terjadi, agar bisa kembali mencapai puncak kesuksesannya lagi.
Mari mengambil contoh nyatanya, ketika seseorang ingin sukses dalam berbisnis, maka sudah jelas harus ada kebiasaan prima yang menunjang kinerjanya dalam menjalankan bisnisnya, sebut saja kebiasaan bangun pagi, kebiasaan membuat perencanaan yang jelas, kebiasaan berkomunikasi yang bagus, dan banyak lagi lainnya, intinya adalah di balik sebuah pencapaian pastilah ada fondasi kebiasaan yang membentuknya.
Karena kesuksesan dalam episode ini saya kategorikan dengan empat kata kerja, yaitu: ‘menetapkan’, ‘merencanakan’, ‘melaksanakan’ dan ‘mencapai’, maka di setiap kata kerja ini tersimpan juga kebiasaan yang membentuk kualitasnya.
Yes, mereka yang memiliki pola sukses memiliki kebiasaan yang terpola, yang sesuai dengan ‘harga’ kesuksesan yang ingin dicapainya, dari mulai kebiasaan menetapkan target yang efektif, kebiasaan membuat perencanaan yang efektif, kebiasaan dalam berpikir dan berperilaku yang efektif – yang menunjang pelaksanaan yang berkualitas, barulah nantinya pencapaian atau kesuksesan terjadi sebagai hasil dari prosesnya.
Setiap pencapaian punya ‘harga’ untuk dibayar, yaitu proses yang kualitasnya sejalan dengan besarnya kualitas pencapaian itu, atau kebiasaan yang berkualitas, yang sejalan untuk menunjang tercapainya tujuan pencapaian itu pada akhirnya.
Karena manusia adalah makhluk kebiasaan, maka ketika kita memiliki sebuah keinginan untuk dicapai maka kita secara otomatis akan membawa kebiasaan lama kita, yaitu pengetahuan – dan juga ketidaktahuan kita – untuk kemudian mewujudkan keinginan itu.
Kalau memang kebiasaan itu sejalan dengan kriteria sukses yang menjadi syarat pencapaian itu maka terciptalah keselarasan, disini seseorang akan lebih ‘termudahkan’ untuk bergerak menapaki setiap proses perjalanannya, sampai kemudian berhasil mewujudkan target pencapaian yang diinginkannya.
Bagaimana kalau kebiasaan itu tidak sejalan dengan kriteria sukses yang menjadi syarat pencapaian? Tanpa harus saya jelaskan pun Anda pasti sudah bisa menebaknya, yaitu kondisi yang penuh tantangan, yang menjadikan seseorang terkendala dalam prosesnya bergerak mewujudkan target pencapaiannya.
Ada kalanya kita mencoba mengubah kebiasaan ini dan memang berhasil mengubahnya, sampai kemudian tercipta pola baru yang sesuai dengan kriteria kesuksesan yang melandasi tujuan pencapaian kita, tapi ada kalanya juga upaya kita mengubah kebiasaan itu ternyata tidak berhasil, sehingga kita hanya mengulang pola yang lama, yang ternyata tidak memadai untuk memenuhi kriteria kesuksesan yang ada, maka terjadilah ‘kegagalan yang berpola’, semata karena memang pola yang ada tidak memadai untuk mengantar kita menuju tercapainya target keinginan itu.
Nah, sampai sini sudah bisa kita simpulkan pola yang membentuk kesuksesan dan kegagalan? Meski kita belum membahasnya secara mendetail, tapi paling tidak kita sudah bisa mengerucutkannya menjadi satu topik bahasan, yaitu ‘kebiasaan’.
Yes, itulah esensi dari ‘sukes dan gagal yang berpola’, yaitu ‘kebiasaan’, yang membentuk proses pergerakan menuju pencapaian.
Sebagaimana sudah saya ulas tadi, saya mengkategorikan kata kerja yang melandasi kebiasaan sukses atau gagal ini ke dalam 4 hal, yaitu: ‘menetapkan’, ‘merencanakan’, ‘melaksanakan’ dan ‘mencapai’, maka bersama keempat hal ini pastilah tersimpan kebiasaan yang ikut melandasi prosesnya.
Karena ‘mencapai’ adalah hasil akhir dari sebuah rangkaian proses, maka kita tidak akan mengulasnya secara lebih mendalam, kita hanya akan fokus pada kebiasaan di balik tiga kata kerja yang lebih dulu membentuk ‘mencapai’ ini, yaitu ‘menetapkan’, ‘merencanakan’ dan ‘melaksanakan’.
Kita mulai dari menetapkan saja dulu, pertanyaan pentingnya adalah apakah kita sudah mengadaptasi kebiasaan menetapkan tujuan pencapaian dengan efektif?
Jangan-jangan menetapkan saja tidak, atau kalau pun menetapkan ternyata tidak ditetapkan dengan efektif!
Nah, bahasan mengenai cara menetapkan tujuan ini sudah pernah saya bahas di episode kedua podcast ini yang saya unggah dulu sekali di awal tahun 2021 ini, tepatnya bulan Januari, di episode yang berjudul ‘Mewujudkan Target Dengan Strategi yang Sejalan Dengan Hukum Semesta’, untuk mengetahui lebih jelasnya silakan Anda dengarkan juga episode itu ya, agar di episode kali ini saya tidak perlu mengulanginya dan tinggal fokus pada esensi dari proses berikutnya.
Hal berikut dari kebiasaan yang membentuk pola sukses adalah kebiasaan untuk ‘merencanakan’, maka yang satu ini tidak kalah pentingnya untuk kita sadari.
Bisa saja sebuah target ditetapkan dengan begitu efektifnya, memenuhi semua kriteria sukses yang melandasi proses menetapkan target ini, tapi ternyata perencanaan yang dibuat justru tidak efektif, atau bahkan tidak ada perencanaan spesifik yang melandasi prosesnya, kalau sampai seperti ini ya sama saja percuma…
Seperti berkali-kali selalu saya ulas di berbagai episode di podcast ini, manusia adalah makhluk energi, kita adalah makhluk energi yang hidup dengan menghirup energi alam semesta dan kita lalu menggunakan energi itu untuk beraktivitas.
Satu insting dasar yang kita miliki adalah insting untuk ‘bertahan hidup’, dimana kemampuan kita untuk bertahan hidup ini akan banyak dipengaruhi oleh pasokan energi yang kita miliki dalam diri kita, disinilah perencanaan menjadi satu aspek yang membuat kita mengalokasikan energi secara lebih terpola untuk mewujudkan sebuah target pencapaian.
Tanpa adanya perencanaan yang memadai maka insting dasar bertahan hidup ini akan terusik, insting dasar kita akan dibayangi ketakutan bahwa nantinya pengelolaan energi ini akan bersifat hambur dan merusak distribusi energi yang kita miliki, maka disini muncul ‘sabotase’ dari insting dasar ini, yang muncul dalam bentuk ketidakstabilan energi dalam berpikir, berperilaku atau bergerak mewujudkan target pencapaian ini, bisa dalam bentuk kebiasaan buruk yang tidak efektif, bisa juga dalam bentuk emosi yang tidak stabil, bisa juga dalam bentuk kondisi fisik yang tidak fit atau tidak prima.
Intinya, perencanaan yang memadai adalah cara kita menginformasikan atau berdamai dengan insting dasar bertahan hidup yang kita miliki agar insting dasar ini mendukung dan menyiapkan stok energi yang memadai untuk mendukung perencanaan ini nantinya.
Aspek perencanaan ini juga sudah sempat saya ulas di episode kedua itu tadi ya, silakan Anda juga mendengarkan episode itu untuk mendapatkan lebih banyak informasinya, kalau Anda merasa perlu mengetahui lebih jauh boleh juga informasikan pada saya dengan memberikan komentar di Youtube Channel saya, jadi saya juga bisa menyiapkan satu episode khusus yang membahas proses ini secara lebih terperinci.
Berikutnya, aspek yang tidak kalah pentingnya, yaitu ‘pelaksanaan’. Nah, pelaksanaan ini adalah ‘buah’ dari perencanaan, artinya tanpa perencanaan yang tepat maka pelaksanaan ini akan menjadi sebuah aktivitas yang tidak efisien, seperti tadi sudah saya jelaskan di awal ketika insting dasar bertahan hidup ini tidak mengatur distribusi energi yang memadai, atau bahkan menyabotase proses menuju perwujudan target pencapaian ini.
Pelaksanaan ini juga merupakan perwujudan dari kebiasaan lain yang lebih besar dan meluas, yang tersimpan di pikiran bawah sadar. Sebagaimana sudah saya bahas di episode pertama dan kedua di bulan Januari 2021 lalu, pikiran bawah sadar adalah bagian dari sistem kesadaran kita yang menyimpan kebiasaan dan mengoperasikan perilaku kita secara sadar berdasarkan program kebiasaan yang ada di dalamnya, termasuk juga yang mengoperasikan insting dasar bertahan hidup yang tadi kita bicarakan.
Jika penetapan dan perencanaan cukup banyak didominasi oleh pikiran sadar, pelaksanaan menjadi satu aspek yang akan banyak sekali dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar, karena ada banyak program pikiran bawah sadar yang terlibat di dalam perencanaan ini, baik yang berhubungan langsung dengan target perencanaan yang kita harapkan atau pun tidak berhubungan langsung.
Bisa saja kita menetapkan dan merencanakan sebuah target pencapaian dengan begitu efektif karena sudah memahami cara-caranya, tapi bisa juga pikiran bawah sadar ternyata tidak setuju dengan yang kita tetapkan dan rencanakan itu, maka disinilah akan muncul sabotase yang bersumber dari pikiran bawah sadar.
Selain sabotase yang bersumber dari distribusi energi yang tidak memadai tadi yang kemudian menjadi sabotase emosi, perilaku atau kondisi fisik, sabotase ini bisa terjadi dalam bentuk sabotase peristiwa, yaitu ‘peristiwa yang tidak berpihak’, seolah ada saja kejadian aneh yang berpola, yang menjadi sabotase tersendiri, kalau cuma terjadi sekali-dua kali mungkin wajar, tapi ini terjadinya berulang, misalnya setiap kali bisnis hampir berhasil tiba-tiba ada saja kejadian tidak menyenangkan yang membuat bisnis ini tidak jadi berhasil. Sekali lagi, kalau terjadinya hanya satu-dua kali maka sangat wajar, kita biasa menyebutnya ‘belum rejeki’, tapi kalau terjadinya berulang-ulang dan selalu di titik yang sama, maka bisa jadi di titik ini pikiran bawah sadarlah yang tidak setuju dengan penetapan dan perencanaan yang kita buat.
Salah satu pola sukses yang saya dapati menonjol dalam diri para pribadi sukses adalah adanya ‘keselarasan’ antara penetapan dan perencanaan yang ada di pikiran sadar dengan pelaksanaan yang ada di pikiran bawah sadar.
Maka, pastikan program dan pola yang ada di pikiran bawah sadar sejalan dengan penetapan dan perencanaan yang ada di pikiran sadar ya.
Dan yang terakhir, yaitu ‘mencapai’, meski yang satu ini sebenarnya termasuk ke dalam hasil akhir dan bukan termasuk ke dalam proses, ada pola yang melandasi hal ini, yaitu pola atau kebiasaan bersyukur.
Para pribadi sukses dengan pola yang sukses ternyata memiliki kebiasaan yang sama, yaitu mereka selalu mensyukuri dan menghargai pencapaian yang mereka berhasil wujudkan, rasa syukur inilah yang kemudian memberi energi ekstra untuk mereka menetapkan, merencanakan dan melaksanakan proses pencapaian lainnya, sampai kemudian semua ini berkembang menjadi pola yang lebih solid.
Jadi demikianlah, sukses – dan gagal – itu berpola, temukan polanya dan adaptasi pola itu sampai menjadi kebiasaan, maka terbentuklah ‘pola kesuksesan’.
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.