Episode 38 – Bersahabat Dengan Emosi
Beberapa orang bisa sedemikian tersiksa menjalani kehidupan yang mereka rasa banyak dihantui berbagai emosi negatif, seperti ketakutan, kemarahan dan kesedihan. Padahal sebagaimana pernah saya bahas di salah satu episode di Youtube Channel saya, tidak ada emosi negatif, hanya ada emosi yang berdampak negatif.
Setiap emosi memiliki fungsi dan peran tersendiri bagi diri kita, bukan hanya itu, mereka juga memiliki pesan untuk kita pahami, kegagalan dalam memahami pesan itulah yang membuat emosi itu kelak berdampak negatif bagi diri kita.
Ketika kita bisa memahami isi pesan dari emosi itu dan bersahabat dengannya, maka sangat mungkin terbangun sebuah kematangan emosi yang lebih baik, yang membuat dampak negatif dari emosi itu ternetralisir.
Bersahabat dengan emosi? Ya, itulah yang menjadi bahasan di Life Restoration Podcast kali ini.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluhdelapan Life Restoration Podcast berjudul ‘Bersahabat Dengan Emosi’’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Bersahabat Dengan Emosi''
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh delapan.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast.
Mengawali episode ke-38 kali ini, seperti biasa tentunya: doa terbaik semoga Anda semua selalu dalam keadaan sehat, berlimpah dan bahagia, dimudahkan dan dilancarkan dalam segala aktivitas kebaikan yang Anda lakukan.
Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih atas kesetiaan Anda mengikuti perjalanan setiap episode di Life Restoration Podcast, sejak awal diluncurkannya di bulan Januari 2021 lalu.
Bagi Anda yang mendengarkan episode podcast ini di Youtube dan setia mengikuti jejak perjalanan podcast ini, terima kasih atas kesetiaan Anda menantikan dan mengikuti setiap episodenya, saat ini subscriber di Youtube saya bertambah sedikit demi sedikit, sekali lagi…terima kasih.
Ada yang mungkin juga bertanya, memangnya selain di Youtube dimana lagi episode podcast saya diunggah? Yah…namanya juga podcast – yang pada dasarnya berbasis audio – sebenarnya audio podcast saya awalnya ditujukan untuk diunggah di Spotify, dan memang Anda bisa menemukannya di Spotify dengan nama Life Restoration Podcast.
Bagi Anda yang mendengarkan episode podcast ini di Spotify, tentu sudah familiar lah ya dengan konsep audio podcast, karena memang Spotify sendiri sudah lebih umum menjadi platform tempat para podcaster menyimpan karya-karyanya, termasuk saya.
Dalam perkembangannya, saya kemudian berpikir mengunggah juga konten podcast saya di Youtube, hanya saja agar lebih ada efek visualnya maka saya memasukkan efek visual audiogram di layarnya.
Kenapa saya melakukan itu? Jawaban sederhananya, yaitu untuk menginformasikan keberadaan dari podcast ini bagi mereka yang lebih banyak aktif di Youtube, karena lebih familiar dengan konten berbasis video.
Kalau dari pengamatan saya, peminat konten berbasis audio di Indonesia mungkin belum sebanyak peminat konten berbasis video, maka itulah saya ‘menyuarakan’ juga podcast saya di Youtube yang padahal sebenarnya menitikberatkan segmennya pada penyuka tayangan berbasis video, harapannya mereka juga nanti bisa mulai menyadari adanya alternatif pengembangan diri yang tidak kalah efektifnya, yang berbasis audio.
Ada yang juga pernah bertanya, mengapa saya secara pribadi lebih suka membuat konten yang membahas soal kesadaran diri dengan berbasis audio, dan bukan video.
Begini, bagi saya konten audio memiliki kekuatan untuk membangun kesadaran dengan cara yang unik, ia membangun kreativitas dalam diri kita untuk bisa berpikir bebas dan lebih penuh imajinasi.
Ketika menonton video, telinga kita mendengar konten audio yang disuarakan dan mata kita melihat konten yang dipertontonkan, imajinasi kita ‘diarahkan’ agar membayangkan sesuai konten yang kita lihat, sebatas itu.
Maka, bagi saya ada batasan imajinasi yang mau tidak mau tercipta dari konten berbasis video, karena cakupan gambaran internal yang kita miliki dalam pikiran kita menjadi terbatas, bergantung stimulus yang kita terima.
Dalam konten berbasis audio, karena stimulus yang diterima hanya suara dan tidak ada gambar apa pun maka daya imajinasi kita berkembang, daya pikir kita lebih kreatif dalam ‘mencipta’ gambaran sesuai basis data yang kita miliki dalam pikiran kita, bisa kemana pun, seperti free association atau asosiasi bebas, ia melatih kreativitas dan imajinasi kita.
Bukan berarti konten berbasis video itu jelek lho ya, kalau Anda melihat di channel Youtube saya ya saya juga punya konten-konten berbasis video yang memang dengan sengaja diunggah, karena saya memang perlu menekankan poin-poin visual dalam setiap bahasan itu dan mengarahkan daya pikir imajinasi penontonnya sesuai isi pesan spesifik yang saya ingin sampaikan pada mereka.
Tapi ya begitulah, itu hanya bahasan awal pembuka saja kok, bahasan inti episode podcast kali ini ya bukan yang tadi itu, bahasan tadi hanya sebuah ajakan, agar paling tidak Anda mulai mempertimbangkan juga mengembangkan daya imajinasi Anda dalam berpikir kreatif dan terbuka, melalui media inspirasi audio, tidak semata-mata video saja.
Paling tidak sudah lebih jelas lah sekarang ya kenapa saya masih mengungah juga konten berbasis audio di Youtube, yang pada umumnya sebenarnya digunakan untuk platform konten berbasis video.
Oke, waktunya kita masuk ke topik bahasan di episode kali ini, yang sebenarnya merupakan lanjutan dari bahasan di episode sebelumnya, yang berjudul ‘Pesan Tersembunyi di Balik Emosi’.
Oh iya, kalau Anda belum mendengarkan episode sebelumnya, silakan menyempatkan diri untuk mendengarkannya ya, karena yang dibahas di episode kali ini adalah lanjutannya, supaya Anda bisa memahaminya dengan lebih utuh.
Di episode sebelumnya saya sudah membahas bahwa tidak ada yang namanya ‘emosi negatif’, yang ada adalah ‘emosi yang berdampak negatif’, setiap emosi bersifat netral, semua emosi juga punya fungsi dan peran positif bagi diri kita.
Yang menjadikan emosi berdampak negatif adalah karena ia muncul kita rasakan di waktu dan tempat yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, lalu kita sendiri gagal memahami pesan yang dibawa oleh emosi ini.
Yes, setiap emosi memiliki pesan tersendiri untuk kita pahami. Sebagai respon alami sistem kesadaran kita atas peristiwa di luar diri kita atau atas apa yang kita pikirkan, keberadaan emosi memiliki fungsi tersendiri untuk mengingatkan kita atas hal-hal yang seharusnya kita sadari, hargai dan sikapi, kalau kita bisa memahami dan menyikapi pesan dari emosi ini maka respon emosi ini akan lebih bisa kita kendalikan dan dampak buruknya lebih bisa kita minimalisir.
Di episode kemarin saya sudah menggarisbawahi bahwa tidak semua emosi beserta pesan yang dibawanya akan saya bahas, karena ada banyak sekali jenis-jenis emosi, membahas itu semua bisa menyita waktu yang panjang sekali.
Emosi yang saya bahas di episode kemarin hanya beberapa emosi yang sering kali dikategorikan sebagai emosi yang berdampak negatif dalam kehidupan sehari-hari, atau masyarakat biasa menyebutnya ‘emosi negatif’, yaitu ketakutan, termasuk kecemasan; lalu kemarahan, yang termasuk di dalamnya kekecewaan dan kebencian; dan juga kesedihan, yang di dalamnya akan ada bahasan soal penyesalan juga.
Karena saya sudah membahas fondasi dari setiap emosi dan pesan yang dibawanya di episode sebelumnya, maka di episode kali ini saya akan langsung fokus membahas cara bersahabat dengan emosi-emosi ini ya.
Cara bersahabat dengan emosi saya rangkum ke dalam empat tahap, pertama yaitu menghargai peran keberadaan dan maksud positif dari emosi itu. Kedua, kita memahami isi pesan yang dibawa oleh emosi itu. Ketiga, kita menyatakan pesan penerimaan atas pesan yang diberikan emosi itu, menyatakan bahwa kita siap menyikapi pesannya. Terakhir, yang keempat, yaitu berterimakasih dan menyatakan sikap mencintai pada keberadaan semua emosi itu.
Ketika melakukan keempat hal tadi, sebetulnya kita sedang melakukan satu hal yang sangat esensial sekali bagi kesehatan mental dan kedamaian batin kita, yaitu menghargai, mencintai dan memelihara diri – karena memang semua emosi itu kan bagian dari diri kita – kita tidak memandang diri kita sebagai pribadi yang ‘bermasalah’, tapi justru sebagai pribadi yang unik, pribadi yang penting, pribadi spesial yang layak dijaga dan diperhatikan dengan sebaik mungkin, kalau pun ada situasi yang kita anggap bermasalah, maka itu karena kita belum mengenali dan memahami diri sendiri ini dengan baik.
Nah waktunya kita membahas praktiknya, untuk memahaminya dengan lebih mudah, saya akan langsung saja menggunakan contoh kasus dan contoh praktiknya ya.
Pertama, mari kita mulai dari rasa takut dan cemas.
Rasa takut dan cemas adalah respon alami kita terhadap ancaman, atau segala-sesuatu yang menurut sistem kesadaran kita mengancam atau membahayakan, bersama rasa takut ini ada sebuah pesan dari sistem kesadaran kita yang ingin mengingatkan kita untuk berhati-hati atau bersiaga, atau bahkan menghindari situasi itu, agar jangan sampai mengalami peristiwa yang membahayakan.
Langkah pertama bersahabat dengan rasa takut dan cemas ini yaitu dengan menghargai peran dan maksud positifnya. Artinya, ketika rasa takut dan cemas ini kita rasakan, pertama-tama biasakan untuk tidak mengutuki diri dan memandang diri kita ‘payah’ atau ‘lemah’, fokus saja pada sebuah kesadaran bahwa rasa takut ini memiliki pesan perlindungan yang ingin menjauhkan kita dari bahaya, maka ia haruslah kita hargai.
Dengan sikap menghargai ini mari teruskan ke langkah kedua, yaitu memahami isi pesan yang dibawa oleh rasa takut ini, apa jenis ancaman atau bahaya yang ia ingin kita hindari, fokuslah ke dalam diri, sistem kesadaran kita ingin menghindarkan kita dari jenis bahaya atau ancaman apa.
Tahapan kedua ini yang memang cukup menantang dan perlu waktu untuk dilatih, ada kalanya kita perlu hening dan merasai rasa takut yang muncul ini, lalu seolah berdialog dengannya.
Ketika saya mengatakan ‘berdialog’, hal itu memang secara harfiah bisa kita lakukan lho ya.
Yes, Anda bisa mencoba memahami isi pesan yang dibawa rasa takut ini dengan mengheningkan diri, fokus pada diri Anda dan menujukan pesan seolah berdialog dengan emosi takut ini, seperti “Halo, terima kasih atas pesanmu, aku paham kau ingin menghindarkanku dari bahaya, aku menyadari dan menerima pesanmu, kau tidak ingin aku mengalami bahaya, terima kasih ya atas niat baikmu. Aku ingin tahu kau ingin menghindarkanku dari bahaya apa?”
Oh iya, tahap ini dilakukan dalam kondisi santai dan aman ya, jangan dalam kondisi sedang beraktivitas, seperti mengemudi atau aktivitas lain yang malah membuat Anda tidak bisa fokus ke diri sendiri dengan baik, Anda sedang berdialog dengan sosok yang sangat spesial, diri Anda sendiri! Jadi perlakukan diri Anda dengan penuh rasa hormat, berikan waktu dan perhatian terbaik yang bisa Anda berikan dalam proses ini.
Nantinya, kalau seperti ada pesan-pesan intuitif yang muncul, terima saja, jangan mengkritisi atau jangan berpikiran “Rasanya tidak ada pesan apa-apa deh”.
Percayalah, ketika kita fokus dengan baik pada diri sendiri dan berdialog dengan baik, pasti akan ada respon dari bagian kesadaran kita yang menyampaikan pesan itu, kita hanya harus sabar dan memperlakukannya dengan lebih penuh perhatian.
Saya katakan sebagai ‘pesan intuitif’, karena jawaban yang diberikan oleh sistem kesadaran kita bisa beragam, bisa seperti gambaran yang muncul dalam pikiran, bisa juga seperti jawaban balik berupa suara atau kalimat dialog, bisa juga malah kita sulit menjelaskannya, pokoknya ada sebuah kesadaran yang seolah jadi tahu apa yang ingin disampaikan oleh sistem kesadaran kita.
Intinya, kalau sudah mulai mendapatkan jawaban atas jenis bahaya yang ingin dihindarkan oleh sistem kesadaran ini maka lakukan langkah ketiga, yaitu nyatakan pesan penerimaan, seperti: “Terima kasih atas pesan dan niat baikmu aku sangat menghargainya.” Sikap menghargai ini harus selalu dijaga ya, lalu nyatakan “Aku terima pesan dan niat baikmu, dengan penuh suka cita, terima kasih atas niat baikmu.”
Masih di tahap ketiga ini, kita juga bisa bertanya dan bahkan berkomunikasi lebih lanjut dengan emosi ini, misalnya saja bertanya: “Aku harus bagaimana agar bisa menyikapi situasi ini dengan baik?” Apalagi kalau ternyata jenis situasi yang kita hadapi adalah jenis situasi penting yang kita tidak bisa hindari.
Bisa saja kan jawaban dari sistem kesadaran kita “Hindari saja situasi itu.”
Nah, yang satu ini meski niatnya baik, belum tentu bisa kita lakukan, karena dalam kenyataannya ada saja situasi yang tidak bisa kita hindari dan harus hadapi, menghindar tidak selalu menjadi jawaban atas persoalan.
Maka dalam hal ini kita bisa mengkomunikasikan, tetap dengan penerimaan dan rasa hormat, tetap dengan kesadaran penuh dan kendali diri yang kuat: “Aku paham dan berterima kasih atas niat baikmu, saat ini situasi ini tidak bisa dihindari begitu saja, karena situasi ini juga penting bagi masa depan kita, aku percaya kau punya jawaban dan solusi, apa yang harus aku lakukan agar bisa melewati situasi ini dulu? Aku harus berhati-hati dan mempersiapkan apa agar bisa melewati situasi ini dengan baik dan aman?”
Di tahap ini biasanya emosi ini akan lebih bersahabat, nanti sikapi saja apa pun solusi yang diberikannya, lalu akhiri dengan langkah keempat, berterima kasih lagi dan nyatakan bahwa kita betul-betul menghargai keberadaanya, dan menujukan rasa cinta-kasih padanya, misalnya dengan mengatakan “Sekali lagi, terima kasih ya atas kasih sayangmu padaku, aku menghargai dan mencintaimu, mari semakin bersahabat dan menjadikan hidup kita lebih baik.” Kalau perlu lakukan langkah ini sambil melakukan gerakan seperti memeluk diri sendiri dengan penuh cinta kasih.
Nah, semakin sering kita melatih keempat langkah tadi maka akan lebih mudah kita memahami diri dan bersahabat dengan emosi dalam diri kita.
Satu hal penting untuk Anda pahami, keempat langkah tadi harus dilakukan dengan kesiapan dan kendali diri yang penuh ya, dengan niat tulus untuk bisa memahami dan mengendalikan diri dengan baik, bukan dengan batin yang lemah dan sedang tidak fit.
Ngomong-ngomong, ketika berdialog dengan emosi takut ini, ada kalanya mereka mengingatkan juga bahwa ternyata mereka ingin menghindarkan kita dari situasi itu karena kita pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan di masa lalu, yang mirip dengan situasi itu, istilah lainnya: trauma, bisa saja bahkan kenangan itu dihadirkan dalam benak kita berupa gambaran atas peristiwanya dulu, ketika hal itu kita alami.
Kalau sampai itu disampaikan, maka luangkan waktu lebih untuk memahami peristiwa spesifik yang kita alami dulu, tetap dengan mode kendali diri yang baik, lalu ambil pembelajaran yang bisa kita petik di situasi itu, dulu situasi trauma itu terjadi karena apa? Karena kita tidak siap mengantisipasi apa? Apa yang dulu tidak kita ketahui atau kita tidak siap antisipasi sampai-sampai kita mengalami yang tidak menyenangkan itu? Lalu saat ini dengan pembelajaran itu, bagaimana kita bisa mencegah diri kita di masa kini agar tidak perlu mengalami hal yang sejenis? Apa yang harus kita siapkan?
Nah, lagi-lagi kembali ke hal yang harus kita siapkan atau lakukan kan, dengan ini kita bisa mengubah kadar energi dari emosi ini, dari yang semula ‘tidak berdaya’ menjadi lebih ‘berdaya’ dan bahkan menjadi sahabat untuk bisa melalui situasi yang dianggapnya berpotensi mengancam itu, kali ini dengan lebih baik dan dengan lebih penuh kesiapan.
Berikutnya, kita bahas emosi marah ya, karena ini yang kita bahas juga di episode kemarin, dimana marah ini ada kalanya terhubung dengan kekecewaan dan kebencian.
Sekali lagi juga, di balik kemunculannya yang terkesan ‘membahayakan’, rasa marah sebenarnya merupakan buah dari kekecewaan, ia merupakan pesan dari sistem kesadaran kita yang ingin menegaskan prinsip diri karena merasa ada prinsipnya yang terlanggar.
Sebagai manusia, kita punya serangkaian aturan dan prinsip yang kita terapkan dalam memandang dunia luar, kita punya cara pandang yang ideal atas bagaimana seharusnya dunia di luar diri kita berlangsung, bagaimana orang lain seharusnya bersikap, dan banyak lagi prinsip lainnya.
Ketika prinsip ini terlanggar maka muncullah kekecewaan, dari kekecewaan kemudian muncullah rasa marah, baik itu rasa marah pada situasi karena ia tidak berlangsung sesuai harapan kita, atau rasa marah pada orang lain, kalau-kalau ternyata kekecewaan itu disebabkan oleh orang lain, bisa juga rasa marah pada diri sendiri karena ternyata kekecewaan itu ditujukan ke diri sendiri. Ketika kemarahan ini dibiarkan berlarut-larut dan terakumulasi, maka ia berpotensi berubah menjadi kebencian.
Terlepas dari seberapa ‘keras’ pun kesan yang dibawa kemarahan, tetap saja ia memiliki pesan positif menegaskan prinsip diri dalam rangka mempertahankan yang kita anggap sebagai standar ideal diri kita.
Kembali ke langkah pertama bersahabat dengan emosi, kali ini untuk bersahabat dengan rasa marah ini, yaitu dimulai dengan menghargai peran dan maksud positifnya. Artinya, ketika rasa marah ini kita rasakan, fokus pada sebuah kesadaran bahwa rasa marah ini memiliki pesan ketegasan yang ingin menegaskan prinsipnya.
Dengan sikap menghargai ini mari teruskan ke langkah kedua, yaitu memahami isi pesan yang dibawa oleh rasa marah ini, apa jenis prinsip yang ia ingin kita tegaskan pada dunia di luar diri kita, pada lingkungan di sekitar kita, karena menurutnya prinsip ini terlanggar.
Dalam hal ini penting bagi kita untuk jujur, ada hal apa yang kita tidak bisa terima dari perlakuan orang lain atas diri kita, atau ada situasi apa yang tidak bisa kita terima berlangsung di luar diri kita, apa prinsip diri kita yang kita tahu betul-betul terlanggar oleh semua ini.
Kalau sudah mulai mendapatkan jawaban atas jenis prinsip yang ingin ditegaskan oleh sistem kesadaran ini maka lakukan langkah ketiga, yaitu nyatakan pesan penerimaan, seperti sebelumnya: “Terima kasih atas pesan dan niat baikmu aku sangat menghargainya, aku terima pesan dan niat baikmu dengan penuh suka cita, terima kasih atas niat baikmu.”
Di tahap ketiga ini, kita juga bisa berkomunikasi lebih dalam dengan emosi ini, misalnya saja dengan menekankan bahwa kita siap menegaskan prinsip ini dengan baik pada mereka yang harus mendengarnya, dengan cara yang akan fokus menyampaikan prinsip, tanpa harus meluapkan energi kemarahan ini dengan cara yang merugikan, kita bisa menyatakan “Terima kasih telah mengingatkan prinsip yang kita tidak ingin dilanggar oleh dunia di luar diri kita, aku akan menegaskan prinsip ini agar mereka paham, berikanlah energimu dengan cara yang baik, yang mendukungku, agar aku bisa menyampaikan pesan ini dengan berani dan tegas, yang bisa membuat mereka paham, tanpa harus membuat siapa pun dirugikan dengan cara yang tidak baik, karena aku pun pasti tidak suka kalau diperlakukan seperti itu.”
Bisa juga emosi ini merasa kecewa atau bahkan benci karena perilaku orang lain yang dianggap sedemikian menyakitkan, disini kita bisa saja mengajak emosi ini memahami yang dialami orang itu, dengan cara mengkomunikasikan, “Menurutmu, orang itu bisa sampai sedemikian seperti itu, apa yang ia takutkan atau ada rasa sakit apa yang dialaminya sampai ia harus bersikap menebar kesakitan juga pada orang lain?”
Hal ini semata agar kita juga bisa bertukar pemahaman dengan emosi dalam diri kita, mematangkan mereka untuk bisa lebih bijak dalam memahami yang terjadi, sehingga emosi dalam diri kita menjadi lebih dewasa, menjadi sahabat yang dewasa, lebih menyenangkan lagi bahkan kan?
Akhiri dengan langkah keempat, seperti sebelumnya, berterima kasih dan nyatakan bahwa kita betul-betul menghargai keberadaanya, menujukan rasa cinta-kasih padanya, dengan mengatakan “Sekali lagi, terima kasih ya atas kasih sayangmu padaku, aku menghargai dan mencintaimu, mari semakin bersahabat dan menjadikan hidup kita lebih baik.” Sama seperti sebelummya, Anda bisa melakukan langkah ini sambil melakukan gerakan seperti memeluk diri sendiri dengan penuh cinta kasih.
Yang terakhir di bahasan kita di episode kali ini yaitu emosi ‘sedih’ yang sering terhubung juga dengan ‘penyesalan’. Rasa sedih yang kita bahas ini adalah yang lebih identik dengan perasaan kehilangan atau rasa duka ya, karena jika rasa sedih ini muncul sebab kita gagal atai tidak mendapatkan yang kita inginkan maka ia lebih identik dengan ‘kekecewaan’.
Apa kiranya pesan yang dibawa oleh rasa sedih? Seperti saya sudah bahas di episode sebelumnya, rasa sedih membawa pesan pengingat untuk kita agar menghargai kenangan yang kita miliki dan menjaganya sebagai bagian penting dalam hidup kita.
Mari kita kembali ke langkah pertama bersahabat dengan emosi, kali ini untuk bersahabat dengan rasa sedih ini, yaitu dimulai dengan menghargai peran dan maksud positifnya. Artinya, ketika rasa sedih ini kita rasakan, fokus pada sebuah kesadaran bahwa rasa sedih ini memiliki pesan untuk kita menghargai sebuah kenangan yang kita alami dan meletakkannya di tempat yang spesial di hati kita.
Dengan sikap menghargai ini mari teruskan ke langkah kedua, yaitu memahami isi pesan yang dibawa oleh rasa sedih ini, apa jenis kenangan yang kita miliki, yang membuat kesedihan itu muncul, karena ada rekaman rasa di dalamnya?
Sadari, apa pesan yang dibawa kesedihan untuk kita agar tidak melupakan rekaman rasa atas kenangan itu, agar kita menghargai dan menghormati kenangan itu, agar kita meletakkannya di tempat spesial di hati kita?
Kalau sudah mulai mendapatkan jawaban atas jenis kenangan yang rasa sedih ini ingin kita hargai dengan baik, maka lakukan langkah ketiga, yaitu nyatakan pesan penerimaan, seperti sebelumnya: “Terima kasih atas pesan dan niat baikmu aku sangat menghargainya, aku terima pesan dan niat baikmu dengan penuh suka cita, terima kasih atas niat baikmu.”
Di tahap ketiga ini, kita juga bisa meyampaikan pada emosi ini bahwa kita berterimakasih atas pengingat yang diberikannya, lalu sampaikan bahwa kita akan meletakkan kenangan itu di tempat terbaik di hati kita, tidak melupakannya, dan menggunakannya sebagai pembelajaran untuk bisa menjalani masa depan dengan lebih baik.
Kalau ada penyesalan di dalam kenangan itu, berkomunikasilah dengan emosi ini, sadari dulu penyesalan itu terjadi karena kita tidak sempat melakukan apa – atau mungkin karena kita terlanjur melakukan apa –, lalu pastikan apa yang kita bisa pelajari dari kenangan itu, agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari, dengan kata lain: fokus pada hikmah pembelajaran yang bisa kita peroleh dari kejadian itu, yang sudah berlalu sudah berlalu, tidak bisa terulang lagi, tapi kita bisa menggunakan pembelajaran dari yang sudah berlalu itu untuk menata masa depan agar bisa menjalaninya dengan lebih baik.
Akhiri dengan langkah keempat, seperti sebelumnya, berterima kasih dan nyatakan bahwa kita betul-betul menghargai keberadaanya, menujukan rasa cinta-kasih padanya, dengan mengatakan “Sekali lagi, terima kasih ya atas kasih sayangmu padaku, aku menghargai dan mencintaimu, mari semakin bersahabat dan menjadikan hidup kita lebih baik.” Lagi-lagi sama seperti sebelummya, Anda bisa melakukan langkah ini sambil melakukan gerakan seperti memeluk diri sendiri dengan penuh cinta kasih.
Nah itulah bahasan kita di episode kita kali ini, mari bersahabat dengan emosi dalam diri kita, karena itu berarti kita bersahabat dengan sosok yang akan selalu membersamai kita kapan pun dan dimana pun, bahkan ketika orang lain tidak bisa membersamai kita, yaitu diri kita sendiri.
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.