Episode 39 – Bahaya yang Mengintai di Balik ‘Curhat’
‘Curhat’…satu hal yang cukup lazim dilakukan manusia sebagai makhluk sosial untuk bisa meredakan keresahan, kegalauan atau pun berbagai gejolak batin lainnya.
Ya, ketika dilakukan dengan tepat, curhat memang menjadi satu media yang membantu seseorang meringankan gejolak batinnya dan membantu menjaga kesehatan mental. Sebagai makhluk sosial, menyadari bahwa kita tidak sendirian dan ada bentuk perhatian sosial yang kita dapatkan menjadi salah satu hal yang mengkompensasi keresahan dan gejolak batin.
Tapi kalimat di atas juga yang perlu kita garisbawahi: yaitu ketika prosesnya dilakukan dengan tepat. Ketika dilakukan dengan tidak tepat, curhat justru berpotensi menciptakan masalah baru, yang seharusnya tidak perlu terjadi, inilah yang saya sebut ‘bahaya yang mengintai di balik curhat’.
Apa saja 4 bahaya yang mengintai di balik curhat yang tidak tepat ini? Apa saja 2 faktor penting yang harus ada untuk bisa menghasilkan curhat yang aman dan efektif?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluhsembilan Life Restoration Podcast berjudul ‘Bahaya yang Mengintai di Balik Curhat’’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Bahaya yang Mengintai di Balik Curhat''
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh sembilan.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa di Life Restoration Podcast, bersama saya, Alguskha Nalendra.
Pertama-tama, tentunya doa terbaik semoga Anda sekalian selalu dalam keadaan sehat, berlimpah dan bahagia.
Memasuki episode ke-39 kali ini, seperti biasa, saya lebih suka mengangkat tema bahasan yang sedang hangat berlangsung di sekitar saya, biasanya tema-tema ini saya dapatkan dari pembicaraan bersama para klien atau teman sesama praktisi.
Nah, yang ingin saya bahas di episode kali ini adalah ‘bahaya mengintai di balik curhat’.
Apa yang muncul di pikiran Anda ketika mendengar kata ‘curhat’?
Bisa bermacam-macam pastinya lah ya, tapi intinya biasanya kurang lebih sama, yaitu momen dimana seseorang mencurahkan isi hatinya – yang biasanya berisikan kegalauan atau unek-unek – pada orang lainnya, lalu orang yang mendengarkan curhat itu menanggapi atau memberikan respon.
Responnya sendiri bisa beragam, dari mulai yang sekedar mengiyakan, menghibur, menasihati dan banyak lagi lah ya.
Istilah ‘curhat’ sendiri agaknya memang sudah menjadi satu istilah yang sedemikian populernya, sampai beberapa orang sendiri sudah terlanjur mengenalnya sebagai ‘curhat’ saja, tanpa tahu alasan di baliknya.
Sepanjang yang saya ingat, istilah ‘curhat’ berawal dari singkatan ‘curahan hati’.
Ya seperti digambarkan di ilustrasi tadi: seseorang yang mencurahkan isi hatinya pada orang lain, dimana yang dicurahkan ini biasanya keresahan, kegalauan atau pun unek-unek lainnya yang kalau dipendam sendirian bisa terasa begitu menyiksa, maka yang memendam gejolak ini kemudian memilih mencurahkan isi gejolak hatinya ini pada orang lain yang dirasanya bisa menampung curahan hatinya ini.
Nah, kembali ke topik bahasan kita, lalu apa yang menjadikan curhat ini berbahaya? Begitu pertanyaan sebagian orang.
Tunggu dulu, saya tidak sedang mengatakan curhat ini berbahaya lho ya. Kalau dilakukan dengan tepat sebetulnya curhat menjadi salah satu cara untuk membantu seseorang meringankan beban psikologis yang dialaminya, tapi sekali lagi: itu kalau pelaksanaannya tepat, kalau pelaksanaannya salah maka curhat ini hanya akan membawa masalah baru, itu yang saya maksudkan sebagai ‘bahaya mengintai di balik curhat’.
Karena kita sudah terlanjur membahas bahwa curhat ini juga menjadi salah satu cara yang bemanfaat untuk membantu meringankan beban psikologis, maka kita bahas yang satu ini dulu lah ya.
Begini, seperti saya sempat bahas di episode-episode terdahulu, sebagai manusia sistem kesadaran kita memiliki mekansime perlindungan alami yang secara alami menjaga kita, agar kita terhindar dari ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan ini bisa berupa ketidaknyamanan fisik dan ketidaknyamanan psikis, atau orang-orang biasa menyebutnya ‘stres’.
Di episode kali ini saya tidak lagi membahas tentang stres ya, karena bahasan tentang stres ini sudah pernah saya bahas di episode terdahulu, tepatnya di episode ke-30, di bulan Juli 2021 lalu, kalau Anda belum sempat mendengarkannya maka saya menyarankan Anda untuk menyimaknya juga di waktu senggang Anda. Kali ini saya hanya akan fokus membahas dampak yang disebabkan oleh stres ini, yaitu ketidaknyamanan psikis.
Ngomong-ngomong, istilah stres yang saya gunakan ini hanya istilah umum ya, yang intinya mewakili ketidaknyamanan psikis, bisa saja bentuknya berupa kegalauan, keresahan, kecemasan, kekhawatiran, kesedihan atau apa pun itu, yang penting kita sadari dan pahami, bahwa stres ini berhubungan dengan hal-hal yang kita rasa tidak nyaman secara psikis.
Stres adalah sesuatu yang menimbulkan ‘gejolak batin’ dalam diri kita, gejolak batin ini kalau dibiarkan akan mempengaruhi banyak hal dalam kehidupan seseorang, mulai dari gejolak hormonal yang tidak kondusif, yang nantinya mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, sampai ke berbagai ketidaktenangan lain yang membuat seseorang tidak bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Karena sistem kesadaran kita memiliki mekanisme perlindungan alami, maka mekanisme ini mencari cara agar gejolak batin itu tidak terlalu mengganggu, salahsatunya yaitu dengan cara ‘mengekspresikannya’, atau kalau diumpamakan: ‘mengalirkannya’ keluar dari dalam diri kita.
Seperti saya juga sudah berkali-kali bahas di episode-episode sebelumnya, ‘emosi’ atau dalam bahasa Inggris disebut emotion, sering juga diartikan sebagai ‘energy in a motion’, atau ‘energi yang bergerak-mengalir’.
Yes, untuk bisa menjalani kehidupan yang sehat, energi haruslah mengalir, stres adalah salah satu hal yang menjadikan energi ini tidak mengalir atau tidak bergerak, emotion yang seharusnya ‘energy in a motion’, menjadi ‘energy not in a motion’ atau ‘energi yang tidak bergerak: tidak mengalir’.
Agar sistem kesadaran kita kembali tersehatkan, maka energi yang macet dari gejolak batin ini harus kembali bergerak atau mengalir, inilah yang saya tadi katakan sebagai ‘mengekspresikan atau mengalirkan gejolak itu keluar dari diri kita’.
Cara mengekspresikan atau mengalirkan gejolak batin ini bisa bermacam-macam, mulai dari berolahraga, melakukan hobi, atau apa pun jenis lainnya, nah kalau dihubungkan dengan bahasan episode kita kali ini…salah satu bentuk lainnya adalah: curhat.
Yes, curhat menjadi satu cara untuk mengalirkan atau mengekspresikan gejolak batin yang terpendam dalam diri, itulah kenapa ketika dilakukan dengan tepat maka curhat ini bisa menjadi media yang bagus untuk meredakan gejolak batin atau stres.
Dalam keilmuan sosiologi, kita mengenal manusia sebagai makhluk sosial, kita memerlukan interaksi sosial dengan orang lain untuk membangun kesadaran atas diri kita sendiri.
Proses curhat adalah salah satu representasi dari proses ini, dalam curhat seseorang mencurahkan isi hatinya pada orang lain yang kemudian menyikapi isi curhatnya, proses interaksi ini menjadikan sisi emosional-sosial dalam diri manusia terlengkapi dan mendapatkan kesadaran yang lebih baik atas dirinya dan situasinya.
Lain kalau proses curahan hati ini ini hanya dilakukan tanpa kehadiran manusia lain, seperti lewat buku harian misalnya, meski sifatnya bisa saja membantu melegakan, tapi ada unsur emosional dan sosial yang mungkin bagi sebagian orang dirasa kurang lengkap dibandingkan curhat pada sosok manusia yang mendengar, memerhatikan dan menanggapi.
Tapi ya itu bagi sebagian orang ya, karena memang ada juga sebagian orang lain yang mungkin lebih nyaman dengan metode mandiri tadi, seperti menggunakan buku harian atau menggunakan art therapy, bentuk terapi yang menggunakan seni, yang dilakukan mandiri.
Sekali lagi, curhat bisa menjadi media yang bagus untuk meredakan gejolak batin atau stres, tapi dengan catatan: prosesnya dilakukan dengan benar.
Proses curhat yang salah malah akan menimbulkan masalah baru yang seharusnya tidak terjadi, inilah yang saya katakan sebagai ‘bahaya mengintai’ tadi.
Apa saja masalah yang bisa muncul dari ‘curhat yang salah’ ini? Bermacam-macam, mulai dari dorongan emosi yang semakin menjadi-jadi dari orang yang curhat, proses curhat yang malah membuat si pelaku curhat mengalami gejolak emosi yang membahayakan, terjadinya hubungan terlarang antara yang curhat dengan yang dicurhati, atau bisa juga yang dicurhati malah jadi labil dan emosinya terganggu.
Kita coba bahas satu-satu ya. Untuk memudahkan pembahasan, kita sepakati dulu penggunaan istilah yang akan saya sebutkan nanti ya: saya menyebut orang yang curhat sebagai ‘pelaku curhat’, sementara orang yang menanggapi saya sebut sebagai ‘penerima curhat’, ini agar nantinya memudahkan saja.
Mari kita mulai dari yang pertama, yang sudah saya sebutkan tadi, yaitu ‘dorongan emosi yang semakin menjadi-jadi dari pelaku curhat’.
Bagaimana bisa?
Begini, namanya curhat ya isinya sudah pasti perasaan atau sudut pandang orang yang mengalami, atau si pelaku curhat, nah masalahnya bisa saja si penerima curhat ini tidak memahami tata cara membantu curhat yang benar, yang malah jadinya ‘mengompori’ si pelaku curhat, membenarkan apa pun yang diungkapkannya tanpa memahami isi ceritanya secara menyeluurh, si pelaku curhat pun merasa bahwa ia sedang ‘dibenarkan’, alhasil ia merasa bahwa ia memanglah ‘korban’ satu-satunya dalam peristiwa yang dialaminya, maka emosinya semakin tidak terkendali pada pihak-pihak atau kejadian yang dianggapnya menjadikannya mengalami ketidaknyamanan.
Kenapa saya katakan ‘korban’? Karena sebagaimana sudah sampat saya bahas di episode ke-25 di bulan Juni 2021 lalu, di balik segala ketidaknyamanan yang kita alami pastinya ada peranan kita yang ikut menyebabkan kejadian itu terjadi, baik itu karena ketidaksiapan kita atau pun keteledoran kita sendiri yang menyebabkan peristiwa itu terjadi.
Yang tidak kalah pentingnya untuk kita pahami, beberapa orang memiliki mental yang memang mencari curhat untuk ajang membenarkan situasinya, memang sengaja menempatkan dirinya sebagai sosok yang malang di situasi yang dialaminya, ia memang tidak mencari solusi, melainkan mencari stimulus yang mendukungnya untuk semakin meyakini bahwa ia adalah korban yang malang di dalam situasi yang dialaminya, alhasil semakin sering ia melakukan curhat ia malah menjadi semakin ‘cengeng’ dan malah terus mencari pembenaran atau pengakuan dari orang-orang yang membuatnya semakin meyakini bahwa ia memang ‘korban yang malang’ tadi, energinya habis untuk curhat yang menempatkannya sebagai korban, sampai-sampai tidak ada energi yang tersisa untuk digunakannya mengupayakan perubahan yang nyata.
Oh iya, orang-orang jenis ini juga pernah saya bahas di episode ke-10 di bulan Maret 2021 lalu ya.
Sebagian orang kadang bertanya, kok saya ingat bahasan di setiap episodenya? Ya yang buat kan saya, wajar lah kalau saya ingat he..hee, kan catatan dari setiap episodenya ada di saya semua.
Tapi hal ini juga memang menjadi pesan ajakan dari saya: dengarkan juga episode lain di podcast saya, karena memang bahasan dari setiap episodenya akan beririsan satu sama lain dan ketika didengarkan semuanya akan memberikan Anda pemahaman tersendiri yang lebih utuh dan menyeluruh.
Nah, itu inti dari potensi bahaya pertama dari curhat yang tidak tepat, yaitu sikap mental dari pelaku curhat yang malah tidak bertumbuh, beban emosinya memang menjadi lebih ringan sekilas ketika curhat, tapi semakin menjadi-jadi setelahnya karena kebiasaan ini membuatnya ‘ketagihan’ untuk terus menempatkan diri sebagai ‘korban kehidupan’, atau dalam skala lain yang lebih merusak, si penerima curhat malah mengompori si pelaku curhat agar ia melakukan hal-hal negatif sebagai bentuk pelarian negatif.
Kita lanjutkan ke bahasan berikutnya dari potensi bahaya mengintai kedua di balik curhat yang tidak tepat, yaitu ‘proses curhat yang malah membuat si pelaku curhat mengalami gejolak emosi yang membahayakan’.
Hal ini bisa terjadi kalau si pelaku curhat memang memiliki gejolak emosi yang sedemikian tidak tertahankan, batinnya dipenuhi rasa sakit yang benar-benar menyiksanya, ia lalu curhat pada sang penerima curhat yang ternyata tidak mengetahui bahwa lukanya sedemikian dahsyatnya, seiring pembicaraan berlangsung si pelaku curhat tidak bisa menahan desakan emosinya, yang kemudian muncul dengan sedemikian hebatnya sampai-sampai membuatnya mengalami bahaya fisik, mulai dari sesak napas, rasa sakit di bagian-bagian tubuh, dan bahkan sampai pingsan, atau yang lebih parah: kalau-kalau ternyata ia memiliki kondisi fisik yang rentan terkena bahaya kalau-kalau ia mengalami gejolak emosional yang sedemikian tidak tertahankan.
Dari dua situasi itu saja kita sudah bisa menyimpulkan dua masalah utama dari curhat yang salah kan, pertama: ‘sikap mental yang salah dari si pelaku curhat’, yang curhat hanya untuk menempatkan dirinya sebagai korban kehidupan, dan kedua: curhatnya pada orang yang salah, yang tidak memahami cara memfasilitasi proses curhat yang benar dan aman, di skala rendah dampak dari hal ini membuat sikap mental si pelaku curhat tidak berkembang dan malah menjadi semakin ‘cengeng tapi ketagihan’.
Di skala yang membahayakan hal ini membuat si pelaku curhat rentan terkena bahaya yang merusak kondisi fisiknya.
Ngomong-ngomong soal curhat pada orang yang salah, hal ini juga menjadi salah satu potensi bahaya ketiga dari curhat yang salah, yaitu curhat pada orang yang tidak tepat, yang ternyata malah menjadikan si pelaku curhat dan penerima curhat merasa cocok satu sama lain dan malah terciptalah hubungan yang terlarang darinya, apalagi kalau antara si pelaku dan penerima curhat masing-masing sudah memiliki pasangan.
Dalam proses curhat, terjadi ‘curahan rasa’, di proses curahan rasa ini bisa saja si pelaku curhat merasa dirinya dipahami oleh si penerima curhat, yang dirasanya memberikan kenyamanan, lalu si penerima curhat sendiri bisa saja merasa kasihan dan iba pada si pelaku curhat, atau merasa bahwa mereka mengalami nasib yang sama, senasib-sepenanggungan, yang membuat mereka ‘terpanggil’ untuk menjajaki hubungan yang lebih dekat, yang tidak seharusnya terjadi.
Yang lebih parah adalah kalau ternyata si penerima curhat ini memang orang yang punya ‘modus’ tertentu pada si pelaku curhat, ia malah memanfaatkan kerapuhan emosional si pelaku curhat dan memanfaatkannya untuk kepentingannya.
Dan waktunya kita membahas salah satu potensi bahaya mengintai lain yang rentan membayangi akibat curhat yang salah, di episode ini kita jadikan ini bahasan yang terakhir, sebenarnya masih ada lagi, tapi untuk dasar kita pahami empat hal ini dulu saja lah ya.
Bahaya keempat yang membayangi dari curhat yang salah pada dasarnya terjadi pada si penerima curhat, yaitu setelah mereka menerima curahan rasa dan emosi dari si pelaku curhat ia justru jadi ikut terbawa perasaan, ikut sewot, ikut emosi dan lama-lama emosinya jadi tidak stabil karenanya.
Yang awalnya niat menolong, malah jadi ikut pihak yang terluka dan perlu ditolong juga pada akhirnya.
Nah, itulah potensi bahaya yang mengintai di balik curhat yang tidak tepat, maka sampai sejauh ini mari kita simpulkan dulu dua hal penting yang akan menjadikan sebuah curhat menjadi tepat dan membawa manfaat.
Apa saja dua hal penting ini? Yaitu ‘niat yang tepat’ dan ‘orang yang tepat’.
Curhat yang tepat bermula dari niat yang tepat, yaitu niat yang memang melakukan curhat untuk mendapatkan solusi, atau murni untuk mengalirkan gejolak emosi keluar, tanpa niatan untuk mencari pembenaran atau menempatkan diri sebagai korban yang malang di balik situasi yang dialami.
Kalau pun memang kita sedang menjadi korban di dalam situasi yang dialami, fokusnya bukan untuk meratapi itu, tapi untuk mencari tahu apa yang menempatkan diri kita di situasi itu dan bagaimana belajar darinya agar kita bisa keluar dari situasi itu.
Wajar tentunya kalau prosesi curhat melibatkan gejolak emosi yang dialirkan, nah ketika proses ini terjadi, penting untuk kita menjaga niatan bahwa curhat ini adalah untuk mengalirkan gejolak emosi ini keluar agar kita kembali ke titik netral dan sistem tubuh serta pikiran kita tidak lagi terbebani oleh gejolak berlebih itu, ketika sistem tubuh dan pikiran sudah kembali netral maka waktunya mengarahkan fokus untuk mengupayakan solusi, atau kalau pun tidak sampai ke sana, cukup disudahi saja, bukan untuk ditambah-tambahi, atau lebih parah lagi: dikompori, atau diarahkan ke hal yang negatif sebagai pelarian.
Berikutnya, curhat yang tepat juga bermula dari curhat pada orang yang tepat, yaitu mereka yang tidak punya kepentingan pribadi apa-apa terhadap diri kita, dan mereka punya kemampuan yang memang memadai untuk memfasilitasi proses curhat itu sendiri.
Itulah kenapa ada baiknya curhat pada praktisi profesional, karena mereka tidak punya kepentingan pribadi, bentuk pertolongan yang mereka fasilitasi murni dalam konteks profesional dan didasari ikatan profesional yang jelas.
Dan lagi praktisi profesional pada dasarnya – seharusnya – memiliki keahlian yang memang profesional untuk memfasilitasi proses curhat itu tadi.
Kenapa saya katakan ‘seharusnya’? Ya karena saya juga tidak bisa menjamin keahlian dan kecakapan ini pada diri setiap orang yang menyebut dirinya profesional kan, pada akhirnya pembuktian langsung atas keahlian mereka yang menjadi jawabannya.
Menerima curhat, meski hanya terlihat seperti proses diam mendengarkan dan memerhatikan, mensyaratkan keahlian yang mumpuni, dari mulai niat yang tepat dari si penerima curhat itu sendiri, tidak boleh adanya kepentingan pribadi dari si penerima curhat dalam proses curhat itu, juga keahlian untuk ‘mengawal’ jalannya curhat dengan aman, aman bagi si pelaku curhat, agar ia tidak mengalami gejolak emosi yang membahayakan, juga aman dan tidak mengkontaminasi si pelaku curhat dengan berbagai hal yang bisa saja malah menjadi ‘kompor’ atau memprovokasinya dengan cara yang negatif, juga aman bagi si penerima curhat.
Ya, penerima curhat juga idealnya tahu cara ‘menetralkan’ atau membersihkan dirinya sendiri setelah menerima curhat dari orang lain, agar ia tidak terbawa-bawa oleh emosi dari orang lain dan tidak terkena masalah yang menjadikan dirinya tidak stabil secara emosi.
Nah, itulah dia bahasan kita di episode kali ini, ketika dilakukan dengan tata cara yang tepat, curhat bisa bermanfaat membantu seseorang menjadi lebih sehat secara mental dan emosional, tapi ketika prosesnya tidak tepat maka malah muncullah masalah baru yang seharusnya tidak perlu muncul darinya.
Sudah lebih paham sekarang tentang tata cara curhat yang sehat dan tepat kan? Sampai jumpa di episode berikutnya.
.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.