Episode 41 – Tiga Sekawan Itu Bernama Ketakutan, Kemarahan & Penyesalan
Terdapat tiga sekawan dalam diri manusia yang kemunculannya bisa menyebabkan begitu banyak permasalahan lain yang lebih besar nantinya, mereka bernama: ketakutan, kemarahan dan penyesalan.
Ya, tiga emosi ini adalah tiga jenis perasaan yang banyak terhubung dan saling mempengaruhi satu sama lain, ketakutan sebagai kawan terkecil pertama yang lemah, kemarahan sebagai kawan kedua yang lebih besar dan lebih keras, serta penyesalan sebagai kawan ketiga, sebagai yang tertua dan sebenarnya paling bijak, namun kebijaksanaannya tidak mencolok karena tertutupi oleh dua sekawan yang mendahuluinya, yaitu takut dan marah.
Seperti apa tiga sekawan ini bekerja satu sama lain? Bagaimana kita bisa menyikapi keberadaan dan kemunculan aneka emosi ini dalam diri agar kita lebih bisa mengendalikan diri dengan baik?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keempatpuluhsatu Life Restoration Podcast berjudul ‘Tiga Sekawan Itu Bernama Ketakutan, Kemarahan & Penyesalan’’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Tiga Sekawan Itu Bernama Ketakutan, Kemarahan & Penyesalan''
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode empat puluh satu.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada.
Seperti biasa, pertama-tama, doa terbaik tentunya semoga Anda sekalian selalu dalam keadaan sehat, berlimpah dan bahagia.
Berjumpa kembali, bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, di episode ke-41 kali ini.
Tidak terasa juga sudah memasuki tiga bulan terakhir di tahun 2021 ya, saat ini saja sudah memasuki pertengahan bulan Oktober 2021.
Yah, paling tidak itu adalah tanggal dimana episode ini diunggah, Anda sendiri mungkin saja mendengarkan episode ini bukan di bulan Oktober, dan bahkan bukan di tahun 2021, tapi paling tidak kalimat pembukaan ini bisa menjadi sebuah penanda bahwa podcast ini diunggah di pertengahan bulan Oktober 2021.
Yes…salah satu manfaat yang saya rasakan dari keberadaan media sosial memang adanya ruang untuk menyimpan karya-karya yang kita buat dimana banyak orang bisa menikmatinya dengan lintas ruang dan waktu.
Maksudnya lintas ruang, Anda saja bisa mendengarkan episode ini dari mana pun, saya sendiri kan tidak tahu dimana Anda sedang berada saat ini, tapi kalau dulu kita ingin berbagi pemikiran maka paling tidak kita perlu berada di satu forum yang sama, atau kalau pun bisa dihadiri secara online pun tetap saja sekali waktunya berlalu maka ya informasinya juga berlalu saja sudah, kalau pun direkam, proses membagikan aksesnya itu yang dulu menyulitkan.
Sekarang ini informasi itu bisa disimpan di arsip media sosial dan bisa tetap dikunjungi meski sudah bertahun-tahun lamanya, bahkan berbagai inspirasi yang saya bagikan di awal tahun ini saja masih sering disimak oleh para pendengar dan penonton di Spotify Channel dan Youtube Channel saya, sampai sekarang saja masih terus ada yang berkomentar membagikan kesan-kesannya di video-video lama yang saya unggah di Youtube Channel saya, paling tidak semua itu memberikan kepuasan tersendiri bahwa apa yang saya bagikan memberi manfaat bagi para pendengarnya untuk jangka waktu yang lama.
Baiklah, waktunya memasuki bahasan inti di episode ke-41 kali ini, dimana judul yang saya angkat di episode kali ini adalah ‘Tiga Sekawan Itu Bernama Ketakutan, Kemarahan dan Penyesalan’.
Yah, sekali-sekali boleh lah ya mengangkat judul yang agak-agak nyeleneh he…he…
Lagi-lagi, tidak ada suatu kebetulan apa pun di balik judul yang diangkat di setiap episode podcast ini.
Pertama, selain karena memang saya tidak meyakini ada yang namanya kebetulan, juga karena memang seperti berkali-kali sudah saya katakan di berbagai episode sebelumnya, apa yang saya kupas di podcast ini tidak akan jauh-jauh dari berbagai temuan saya sehari-hari dalam menghadapi para klien dan peserta pelatihan yang saya bawakan.
Nah, temuan apa yang akan kita angkat di episode kali ini? Ya itu tadi yang saya katakan, yaitu kisah tentang ‘tiga sekawan’, atau tepatnya tiga emosi yang saling terhubung satu sama lain, yang sampai-sampai sering saya sebut sebagai ‘tiga sekawan’.
Tiga emosi ini juga yang sering kali menjadi keluhan dari para klien yang kemudian meminta bantuan saya untuk menangani masalahnya, yang berhubungan dengan keluhan emosional, perilaku atau psikosomatis.
Begitulah, dari sekian banyak masalah yang klien bawa untuk saya bantu atasi, pada akhirnya berbagai masalah itu tidak pernah lepas dari keberadaan akan tiga jenis emosi tadi, yaitu ketakutan, kemarahan dan penyesalan.
Ngomong-ngomong, bahasan tentang tiga emosi ini juga pernah mewarnai episode podcast saya sebelumnya yang berjudul ‘Pesan Tersembunyi di Balik Emosi’ ya, bahkan di episode itu saya sudah menyempatkan diri membahas seluk-beluk yang lebih dalam di balik keberadaan tiga emosi itu, termasuk pesan-pesan yang dibawanya.
Kalau Anda belum sempat mendengarkan episode itu silakan menyempatkan diri untuk mendengarkan bahasan di episode itu juga ya, meski tidak berhubungan secara langsung dengan bahasan kita di episode kali ini, tapi akan menambah pemahaman tersendiri untuk Anda mendapatkan gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh tentang cara kerja dari ketiga jenis emosi itu sebagai ‘tiga sekawan’ dalam diri kita.
Oke, kita mulai saja bahasan kita di episode kali ini.
Begini, mengapa saya katakan takut, marah dan menyesal adalah ‘tiga sekawan’? Karena memang kemunculan dari ketiga emosi ini sering kali berhubungan satu sama lain, dan memang urutan penyebutan yang saya katakan tadi, yaitu takut, marah dan menyesal, mewakili urutan kemunculan mereka dalam diri seseorang.
Marah adalah hasil atau produk dari rasa takut, sementara menyesal adalah hasil atau produk dari rasa marah, sehingga dengan kata lain: takut muncul dulu di awal, sebut saja ia adalah kawan paling kecil, lalu disusul dengan kemunculan marah, sebagai kawan yang lebih besar yang ingin melindunginya, lalu muncullah penyesalan, sebagai kawan yang paling dewasa, yang muncul paling terakhir.
Agak membingungkan? Tenang, kita memang baru akan membahasnya sekarang.
Kita mulai dari yang pertama dulu ya, yaitu rasa takut.
Emosi takut merupakan emosi dasar yang alaminya ada dalam diri setiap orang, karena sebagaimana sudah pernah saya bahas di episode lain di podcast ini, keberadaan dari rasa takut mewakili insting perlindungan diri atau bertahan hidup dalam diri kita yang ingin menjauhkan kita dari bahaya.
Rasa takut ini bukan hanya pada ancaman yang melukai kita secara fisik, tapi juga pada ancaman yang kita anggap bisa menyakiti kita secara emosional.
Misalnya saja, Anda sengaja ingin menghindari perdebatan, pada akhirnya bisa jadi respon Anda menghindari perdebatan ini ternyata bermula dari adanya rasa takut untuk merasa tersakiti ketika mendengar kata-kata yang tidak menyenangkan dari lawan debat Anda.
Yah bisa macam-macam sih, bisa jadi juga karena memang ada rasa malas dalam diri Anda untuk terlibat dalam debat yang tidak perlu, karena tidak ingin mengalami kelelahan yang tidak perlu, tapi untuk bahasan kita kali ini kita jadikan permisalan dulu saja lah ya fenomena tadi, yaitu fenomena ketika kita menghindari debat karena kita tidak ingin tersakiti secara emosional, kita bukan takut untuk disakiti secara fisik dari debat itu, tapi ada rasa takut untuk disakiti secara mental atau batin.
Ada lagi rasa takut pada kesendirian, kita merasa kesendirian menjadi satu hal yang bersifat mengancam atau menyakiti.
Kedua hal ini berbeda ya, mengancam dan menyakiti adalah dua hal berbeda.
Maksudnya ‘mengancam’ yaitu kesendirian menjadi sesuatu yang dirasa berpotensi memberikan ancaman karena kita memang takut pada hal-hal yang tidak logis yang bisa muncul ketika kita sendirian, yang dulu sering dikata-katai pada kita, misalnya takut hantu, makhluk halus atau sejenisnya, yang kita anggap membahayakan, meski mungkin saja kita sendiri tidak yakin itu membahayakan tapi karena sekian lama informasi itu terbangun dalam diri kita maka ya tetap saja keyakinan itu memunculkan rasa takut dalam diri kita.
Tapi rasa takut pada kesendirian ini juga bisa menjadi rasa takut yang ‘menyakiti’, bukan ketakutan pada hal-hal di luar logis tadi yang kita rasa mengancam atau membahayakan, tapi ketakutan pada sebuah kenyataan bahwa kita ternyata harus mengalami kesendirian, yang membuat kebutuhan sosial kita tidak terpenuhi, yang seolah menegaskan bahwa kita adalah keberadaan yang tidak berharga dan tidak layak dibersamai orang lain, yang ini lebih kepada rasa takut untuk merasa tersakiti secara batin.
Nah, intinya rasa takut menyiratkan adanya keberadaan ancaman yang kita ingin hindari, karena ia kita anggap membahayakan, baik secara fisik atau pun secara psikis.
Sekarang begini, bayangkan Anda adalah seorang berkarakter keras yang memiliki seorang kawan yang lebih lemah, yang sangat Anda pedulikan, yang menurut Anda kawan lemah ini sedang terancam oleh sesuatu.
Sebagai seorang kawan yang peduli pada kawan lemah yang sedang terancam, apa yang akan Anda lakukan untuk melindungi si kawan ini dari ancaman?
Yes, sudah terbayang kan? Dengan karakternya yang keras, Anda akan langsung saja hantam si sumber ancaman itu agar tidak lagi membuat si kawan Anda itu ketakutan.
Nah, si ‘kawan berkarakter keras’ ini adalah rasa marah yang saya katakan tadi sebagai kawan kedua yang muncul kemudian menyertai kemunculan rasa takut sebelumnya ini.
Begitulah, di balik kemunculannya yang mungkin saja diasosiasikan negatif, kemunculan rasa marah adalah salah satu bentuk perlindungan dari sistem kesadaran kita agar kita bertindak tegas untuk ‘menghilangkan’ yang kita rasa sebagai ancaman menakutkan tadi.
Bahasan tentang rasa marah ini agak lebih kompleks, maka mari kita pahami dulu dengan lebih jelas keberadaan dan fungsi dari respon marah ini.
Begini, ada dua jenis rasa marah, yang pertama, rasa marah karena merasa dikecewakan oleh perilaku sosok tertentu secara spesifik, rasa marah ini muncul karena ada prinsip yang terlanggar oleh perilaku orang lain yang kita anggap menyakiti diri kita.
Rasa kecewa ini jelas menjadi sesuatu yang menyakitkan, karena kita sendiri takut akan dikecewakan lebih jauh atau dikecewakan lagi di lain waktu maka muncullah rasa marah sebagai respon untuk menghindarkan kita dari rasa takut mengalami kekecewaan tadi, rasa marah ini kemudian kita tujukan pada sosok yang kita anggap mengecewakan itu, karena sosok itulah yang memang kita anggap bertanggungjawab atas rasa kecewa dalam diri kita, yang kita takutkan akan mengecewakan lagi di kemudian waktu.
Yang kedua, rasa marah yang tidak berhubungan dengan sosok tertentu secara spesifik, melainkan lebih ke yang sering disebut sebagai ‘sikap tempramental’.
Ini rasa marah yang berbeda lho ya, kalau rasa marah pertama tadi jelas ditujukan pada sosok spesifik atas sesuatu yang jelas-jelas dilakukannya pada kita di masa lalu, rasa marah kedua ini bukan karena sosok spesifik, tapi bisa muncul karena stimulus apa pun di luar diri kita, misalnya mudah marah ketika melihat barang berantakan, atau mudah marah ketika melihat orang terdekat melakukan hal-hal tertentu, atau mudah marah ketika mendengar suara bising, atau apa pun lah, intinya kita bukan marah pada orang spesifik tapi kita marah atas perkara tertentu.
Nah…paham bedanya ya, yang kedua ini yang sering kali menjadi masalah yang dikenal sebagai ‘pemarah’, apa-apa dimarahi he…he…
Tapi ya tidak juga lah, mereka yang dikenal sebagai pemarah ini juga sebetulnya bukan marah pada segala hal kok, sebetulnya selalu ada hal-hal spesifik di balik stimulus itu yang membuat rasa marah itu teraktivasi.
Tapi esensinya sama, ada sesuatu yang mengaktifkan rasa takut dalam diri seseorang, yang kemudian mengaktifkan rasa marah, untuk mencegah agar rasa takut itu tidak perlu kita rasakan, menghindarkan kita dari perasaan ‘terancam’.
Rasa takut yang diaktifkan oleh stimulus ini bisa beragam, utamanya pasti berhubungan dengan rasa takut yang tercipta karena peristiwa masa lalu, bisa rasa takut karena pernah mengalami peristiwa trauma yang mengancam, bisa juga rasa takut yang berhubungan dengan rasa kesendirian atau perasaan tertolak di masa lalu, atau bisa juga karena ada peristiwa yang kita takut bisa menyakiti kita, karena membuat kita kecewa.
Sampai sini saja dulu, bukankah sekarang paling tidak kita bisa melihat bahwa takut dan marah sering kali terhubung jadi satu? Sampai sini saja mereka sudah menjadi ‘dua sekawan’ yang saling terhubung dalam satu kesatuan cara kerja.
Memang tidak semua rasa takut akan memunculkan rasa marah pada akhirnya, ada juga rasa takut yang memang hanya berdiam sebagai rasa takut, yang kemudian muncul murni sebagai gejala rasa takut saja di kemudian waktu.
Berbeda dengan rasa marah, kemunculan rasa marah utamanya disebabkan karena adanya ketakutan, seperti yang saya jelaskan tadi, dimana rasa marah ini muncul sebagai respon untuk menghindarkan kita dari rasa takut, tergantung dari jenis kemarahan yang muncul maka lain juga jenis rasa takut yang ingin dihindarkannya.
Nah, sampai situ sudah dua sekawan kita bicarakan, yaitu rasa marah dan rasa takut, waktunya kita mulai membicarakan kawan yang ketiga, yaitu penyesalan.
Saya sering kali mengatakan penyesalan adalah kawan tertua yang lebih bijak, ia muncul setelah kemarahan muncul, yang kemudian menyesali yang sudah dilakukan, “Kok bisa-bisanya aku sampai seperti itu?” Demikian kurang lebih yang dikatakan oleh penyesalan.
Penyesalan selalu muncul menyertai kemarahan, baik itu rasa marah pada orang lain atau pun rasa marah pada diri sendiri, baik atas sesuatu yang kita lakukan atau atas sesuatu yang malah tidak kita lakukan.
Maksudnya bagaimana? Begini, ada penyesalan yang muncul karena kita memendam kemarahan pada suatu hal, baik pada perilaku seseorang atau pun atas peristiwa yang kita alami di luar diri kita, tapi bukan hanya dipendam, kita memang di kemudian hari melampiaskan kemarahan itu, bahkan dengan cara yang berlebih, setelah meluapkan kemarahan itu kita lalu menyesali yang kita lakukan, kenapa harus sejauh itu…
Bisa juga penyesalan itu muncul karena kita marah pada diri sendiri, karena kita merasa dulu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya kita lakukan, dan akhirnya muncul penyesalan mengapa dulu kita tidak melakukan yang kita seharusnya lakukan, kita merasa ‘bodoh’ karenanya.
Tapi disini juga muncul satu hal yang harus kita pahami, kita baru sadar akan hal-hal yang seharusnya kita lakukan itu justru ketika peristiwanya sudah berlalu, ketika peristiwanya sedang terjadi boro-boro terpikir ke sana, bisa melaluinya saja sudah untung.
Saya sering kali mengatakan bahwa akar dari penyesalan adalah satu hal, yaitu: kita memandang ketidaktahuan kita di masa lalu dengan pengetahuan kita di masa kini.
Masuk akal?
Logikanya begini, sebagai manusia, kita punya keterbatasan untuk mengetahui berbagai hal yang kita sedang alami secara menyeluruh. Namanya juga manusia pasti ada saja keterbatasan atas hal-hal yang kita ketahui ketika sebuah peristiwa berlangsung, yang menjadikan kita merespon sebuah peristiwa hanya berdasarkan yang kita bisa pikirkan saat itu, apa yang terpikir ya itulah yang kita lakukan, sesederhana itu.
Tapi namanya juga manusia, rasa tidak puas itu selalu ada dalam diri kita, ketika peristiwanya berlalu, muncullah rasa penasaran yang mengajak kita untuk merenungkan ulang yang kita lakukan, ketika merenungkan ulang inilah biasanya muncul penyesalan karena kita baru menyadari hal-hal yang seharusnya kita lakukan, yang malah tidak kita lakukan, atau sebaliknya, menyadari yang tidak kita lakukan, yang seharusnya kita lakukan.
Kembali ke bahasan kemunculan penyesalan sebagai kawan ketiga setelah dua sekawan takut dan marah, karena tadi kita sudah membicarakan sebagaimana takut dan marah terhubung satu sama lain, langsung saja kita hubungkan bagaimana penyesalan muncul sebagai akibat dari kemarahan.
Intinya, setelah kemarahan muncul dan mereda, muncullah penyesalan, karena ia muncul sebagai akibat dari kesadaran dan pengetahuan tentang hal-hal yang kita anggap seharusnya atau tidak seharusnya terjadi, maka itulah penyesalan ini saya katakan sebagai kawan ketiga yang lebih tua, karena ia membawa pengetahuan dan kesadaran yang tidak dimiliki oleh dua kawan sebelumnya.
Berdasarkan pengetahuan ini, bukankah kita seharusnya sudah mulai bisa menduga-duga bagaimana menyelesaikan permasalahan yang bersumber dari ketiga hal ini?
Yes, ketika permasalahan emosional yang menonjol dan menjadi gejala permasalahan dalam diri seseorang adalah rasa takut, maka kita bisa langsung fokus melakukan pembersihan pada rasa takut ini saja.
Tapi lain jika permasalahan emosional yang menonjol dan menjadi gejala permasalahan dalam diri seseorang adalah rasa marah, dalam hal ini untuk bisa mengatasi atau mengelola rasa marah kita perlu memahami dulu apa jenis rasa takut atau rasa terancam yang kita ingin hindari, baru setelah memahami dan meredakan jenis rasa takut inilah kita bisa nantinya mengatasi rasa marah ini dengan lebih bijak.
Mengenai tata cara mengatasi masalah emosional berlapis ini belum akan saya bahas dulu lah ya, karena pasti akan menyita atensi tersendiri, untuk saat ini kita pahami dulu esensinya saja.
Begitu juga jika permasalahan emosional yang menonjol dan menjadi gejala permasalahan dalam diri seseorang adalah rasa penyesalan, untuk bisa mengelola dan mengatasi penyesalan ini dengan baik kita perlu mengatasi dan mengelola terlebih dahulu rasa takut dan marah yang muncul mendahului penyesalan ini, baru kemudian kita akan bisa mengatasi permasalahan penyesalan ini dengan lebih efektif.
Nah itulah bahasan tentang tiga sekawan takut, marah dan menyesal ini, karena mereka adalah kawan baik, maka menangani mereka pun harus dilakukan secara menyeluruh, sesuai dengan tingkat kemunculan dan sifat dari para tiga sekawan ini.
Akhir kata, mengenali diri dimulai dari mengenali pemikiran dan perasaan dalam diri.
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.