Episode 59 – Bebaskan Diri Dari Belengu Mental
Belengu menjadi sesuatu yang jelas menghambat pergerakan kita.
Ketika belengu ini terjadi secara fisik, maka fisik kita tidak bisa bergerak bebas. Ketika belengu ini terjadi pada mental, maka mental kita berada dalam mode terkunci untuk bisa bertindak lepas dan bebas untuk bisa mencapai yang kita impikan.
‘Belengu mental’, inilah istilah yang saya lekatkan pada hambatan yang melekat pada sikap mental dalam meningkatkan kualitas hidup yang kita jalani, di satu sisi ada dorongan untuk meningkatkan kualitas hidup, di sisi lain belengu ini mengunci pergerakan kita, menjadikan kita terkunci dan tidak kuasa mengoptimalkan potensi terbaik untuk mencapai yang sebenarnya kita layak dapatkan.
Jika di podcast minggu lalu saya sudah mengulas secara mendasar lika-liku belengu mental ini, di episode kali ini kita akan mengulas langkah-langkah melepaskan diri dari belengu mental ini.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kelimapuluhsembilan Life Restoration Podcast berjudul ‘Bebaskan Diri Dari Belengu Mental’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Bebaskan Diri Dari Belengu Mental'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode lima puluh sembilan.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di episode ke-59 kali ini, di Life Restoration Podcast.
Mengawali perjumpaan kita di episode kali ini – seperti biasa tentunya – doa terbaik semoga Anda sekalian selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia, bersama mereka yang Anda kasihi tentunya.
Tidak jauh-jauh bahasan kita di episode kali ini, melainkan meneruskan yang saya janjikan di episode sebelumnya, yaitu cara melepaskan diri dari ‘belengu mental’.
Bagi Anda yang – bukan sebuah kebetulan – langsung tiba di episode kali ini, saya sarankan Anda menyimak dulu penjelasan saya di episode sebelumnya, karena akan sulit juga menyimak isi episode kali ini kalau bahasan di episode sebelumnya belum sepenuhnya dipahami.
Jadi…silakan temukan bahasannya di episode sebelumnya ya, Anda bisa menemukannya nanti di daftar episode yang ada di playlist podcast ini.
Oke, sedikit kilas balik saja; paling tidak, kilas balik singkat ini menjadi sebuah pembuka singkat yang bisa menjadi ‘jembatan’ untuk lebih memahami bahasan inti yang akan kita ulas di episode kali ini.
Begini, di episode sebelumnya saya mengulas bagaimana ada begitu banyak orang yang terjebak atau terbelengu di suatu titik dalam hidupnya, mereka berada di sebuah kondisi yang tidak ideal atau tidak nyaman, mereka tahu bahwa itu bukan kondisi ideal yang seharusnya, dan bahkan sering kali juga mereka tahu – atau bisa menggambarkan – bagaimana kondisi ideal yang seharusnya, tapi ya begitu…mereka tidak kuasa untuk berpindah dari titik tidak ideal itu, karena ‘sesuatu’ membelengu mereka di titik itu, yang menjadikan mereka terus bergelut dengan ketidaknyamanan itu, meski hati kecil mereka sudah tidak kuat menahan ketidaknyamanan di titik itu.
‘Sesuatu yang membelengu’ inilah yang kemarin saya katakan sebagai ‘mental’, dimana belengu mental ini kemarin saya ilustrasikan dalam bentuk kisah ‘rantai gajah’.
Yes…’belengu mental’, itulah istilah yang akhirnya saya gunakan untuk menggambarkan keberadaan dari ‘hambatan tidak kasat mata’ ini, ia tidak terlihat tapi dampaknya terasa jelas, menghalangi kita untuk bisa bergerak menuju titik perubahan yang lebih baik.
Dengan keunikan pribadi yang berbeda, setiap orang memiliki belengu mental yang berbeda juga dalam dirinya.
Tapi sebelum kita nanti membahas lebih jauh bagaimana cara melepaskan diri dari belengu mental ini, pertama-tama perlu kita bahas satu hal yang sangat esensial, yaitu menentukan apakah seseorang memiliki belengu mental atau tidak, dan bagaimana cara ‘sejak awal membebaskan diri dari belengu mental’ ini.
Untuk memudahkan memahaminya, saya ingin mengajak Anda berimajinasi sebentar.
Bayangkan seseorang yang hidup dengan belengu, ia melihat ke dunia di luar sana – di luar belengunya – dan memimpikan kebebasan, ia mencoba bergerak menuju dunia di luar sana yang diimpikannya, tapi lagi-lagi terhenti, karena belengu yang menahannya.
Apa yang kira-kira dirasakannya? Sederhana dan jelas sekali bukan, perasaan terbelengu dan tertahan, yang membuat gemas, kesal dan tidak nyaman?
Tapi mari bayangkan sesuatu yang agak unik, bayangkan seseorang yang hidup dengan terbelengu seperti sebelumnya tadi, bedanya adalah ia melihat ke dunia di luar sana tapi tidak merasakan apa pun, ia berdiam di tempat dimana ia berada dan menikmati apa pun yang ada di sekitarnya, ia berpasrah dan tidak menginginkan apa pun.
Apakah kali ini kita bisa mengatakan ia terbelengu? Jawabannya adalah ‘iya’ dan ‘tidak’.
Kenapa demikian? Secara fisik ia memang terbelengu, tapi secara mental tidak, karena memang ia tidak menginginkan apa pun kan. Belengu itu tidak dipedulikannya, atau bahkan tidak dianggapnya ada, baginya apa yang ada di sekitarnya ya itulah yang memang seharusnya ada bersama dirinya, tidak ada keinginan apa pun untuk merasakan atau mendapatkan hal-hal apa pun di luar sana.
Kalau begitu, bagaimana sesuatu bisa dikatakan membelengu dan bagaimana sejak awal melepaskan diri dari belengu ini?
Mari kita bahas mulai dari yang pertama, bagaimana sesuatu bisa dikatakan membelengu? Yaitu karena ada keinginan untuk bebas kan? Kalau keinginan untuk bebas atau bergerak itu ada maka belengu itu sekarang menjadi ada, tapi kalau keinginan untuk bebas dan bergerak saja tidak ada, maka mau ada atau tidak ada belengu secara fisik yang menahan ya tidak ada urusannya, belengu itu malah jadi terlihat seperti hiasan sekarang kan.
Artinya, belengu mental juga ada karena adanya keinginan untuk bisa bergerak dengan lebih bebas, atau dengan kata lain: melakukan atau mengalami kondisi yang lebih baik dalam hidup ini.
Ini juga menjawab: kalau begitu, supaya belengu mental ini tidak ada sejak awal bagaimana? Ya jangan punya keinginan, kalau tidak ada keinginan ya sejak awal tidak ada yang menahan juga kan, maka belengu ini menjadi tidak ada.
Betul?
He…he…betul sih betul, tapi apa itu masuk akal, namanya manusia, justru makhluk yang tidak bisa lepas dari keinginan kan? Rasa-rasanya sulit sekali menemukan manusia yang benar-benar sudah tidak punya keinginan ini, kalau ada justru ajaib dan malah bisa-bisa kita jadi ragu, ini apakah masih manusia he…he…
Yah, bukannya tidak ada sih, pastinya ada lah, cuma saya sih belum menemukan manusia ajaib jenis ini, mungkin karena profesi saya justru bergerak di bidang yang memfasilitasi sesama untuk mendesain resolusi yang lebih optimal dan strategi mencapainya.
Nah itu salah satu prinsip untuk sejak awal membebaskan diri dari belengu mental ini, tapi itu kan lagi-lagi merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan begitu saja, apalagi bagi kebanyakan orang yang masih hidup bergelut dan bergulat dengan berbagai tuntutan kehidupan di era modern ini, kalau begitu bagaimana cara untuk benar-benar melepaskan diri dari belengu ini? Ya kalau menggunakan ilustrasi tadi, maka berarti si orang yang terbelengu itu harus benar-benar berjuang untuk bisa melepaskan belengu yang tadi menahannya, nah paling tidak itu yang akan kita bahas di episode kali ini ya.
Mengenai topik yang tadi itu, mengenai ‘melepaskan diri dari keinginan’, itu tidak saya bahas lah ya, karena ‘berat’…saya juga belum bisa tuh lepas dari yang satu itu he…he…
Kalau begitu mari kita mulai saja bahas langkahnya.
Untuk membahas langkah yang satu ini, lagi-lagi saya ingin mengajak Anda untuk kembali menggunakan ilustrasi orang yang sedang terbelengu tadi, karena memang ilustrasi itu mewakili langkah-langkah yang akan saya bahas kali ini.
Pertama-tama untuk bisa lepas dari belengu ini, apa yang ia perlu lakukan? Yes, pertama-tama ia perlu sadar dulu bahwa ia sedang terbelengu dan ia juga harus menyadari pentingnya untuk bisa bebas, lepas dari belengunya.
Dengan kata lain, seseorang yang ingin lepas dari belengu mentalnya perlu pertama-tama menyadari bahwa ia punya belengu mental ini, kalau ia saja tidak sadar akan belengu mental ini maka bagaimana ia bisa bebas darinya?
Untuk bisa menyadari belengu mental ini diperlukan kepekaan dan kecermatan, untuk menyadari bahwa ada ‘sesuatu yang tidak beres sedang terjadi’, ada potensi kemajuan yang tidak bisa diwujudkan, dengan kata lain: belengu mental akan disadari oleh mereka yang sedang mengupayakan sebuah upaya atau pergerakan untuk bisa menuju kondisi yang lebih baik dalam hidupnya.
Kalau mengupayakan upaya atau pergerakan ini saja tidak, lalu tiba-tiba berkata “Ada belengu mental” ini agaknya tidak pantas sekali lah ya…ya ada sih belengu mentalnya, yaitu ‘kemalasan’ he…he…
Maka demikianlah, cara untuk melepaskan diri dari belengu mental ini yaitu dengan pertama-tama memastikan aspek apa yang sedang kita perjuangkan, yang terhambat oleh belengu mental ini, apakah aspek kepercayaan diri, aspek karir, aspek hubungan, aspek keuangan, atau aspek apa.
Sadari seperti apa pola kemunculan belengu mental ini, misalnya dalam aspek kepercayaan diri, ingin bisa lebih luwes dalam menampilkan diri tapi seperti ada belengu yang menghalangi, menjadikan diri merasa minder, tidak percaya diri atau merasa kecil.
Dalam aspek karir misalnya, ingin meningkatkan karir dengan lebih berani melaksanakan hal-hal besar, tapi seperti ada belengu mental yang menahan diri untuk berani melakukan hal besar, karena tidak berani mengambil resiko.
Dalam aspek hubungan misalnya, ingin menjajaki hubungan ke tahap yang lebih serius, tapi selalu ada belengu mental berupa rasa ragu, rasa tidak siap atau bebagai gejolak lain yang sulit dijelaskan, tapi terasa sekali menghambatnya.
Atau aspek apa pun itu lah ya, intinya ada suatu perjuangan yang terhambat oleh berbagai pemikiran dan perasaan dalam diri, yang menghalangi mereka untuk lebih berani, atau lebih yakin dan percaya diri, dan mereka sendiri tahu betul bahwa hambatan itu menghalangi mereka untuk mendapatkan kemajuan hidup.
Yes…belengu mental memang paling banyak terhubung dengan rasa ragu, tidak percaya diri, atau tidak siap, artinya – lagi-lagi – paling tidak, mereka sudah tahu definisi kondisi ideal yang seharusnya mereka dapatkan, tapi belum bisa mereka raih karena ada belengu ini.
Kalau sejak awal definisi kondisi ideal ini tidak ada, ya namanya bukan belengu mental, tapi ‘hilang arah’, memang tidak tahu mau kemana.
Bagaimana kalau tidak bisa mendefinisikan kondisi ideal ini karena takut itu bukan kondisi ideal yang seharusnya, takut salah membuat keputusan? Ya ini masih menjadi belengu mental, orang ini ingin bisa menetapkan kondisi ideal atau memiliki ketetapan akan kondisi ideal, tapi ia belum bisa menetapkannya karena masih ragu dan takut, perhatikan: ia ingin menetapkan, tapi ya itu tadi, ada rasa ragu dan takut.
Jadi bukan ia tidak punya arah, ia ingin bisa memiliki arah, tapi takut arahnya salah, ya ini masih masuk ke dalam belengu mental, yang tidak termasuk itu yang tadi itu: tidak memiliki arah sama sekali sejak awal.
Berikutnya, kembali ke ilustrasi tadi, bagi mereka yang sedang dalam sebuah perjuangan untuk mewujudkan kondisi idealnya tapi kemudian mereka sadar mereka terbelengu maka penting bagi mereka untuk memiliki keinginan untuk bisa lepas dari belengu ini.
Tapi bukan sekedar keinginan, melainkan keinginan yang kuat, keinginan yang menggelora, keinginan yang benar-benar berisikan semangat untuk bisa bebas dan melihat dunia luar, saya biasa menyebutnya ‘keinginan yang beralasan’, ada alasan atau reason yang jelas yang melandasi keinginan untuk bebas itu.
Saya sengaja menggunakan kata ‘reason’ sebagai penegas ya, karena ‘alasan’ ini dalam Bahasa Inggris kan bisa juga diartikan sebagai ‘excuse’, ya kalau sudah begitu maka tentu lain lagi artinya.
Kenapa ini penting? Karena untuk bisa lepas dari belengu yang menahan dengan sedemikian kencang, pastinya akan mensyaratkan upaya, yang bisa saja menimbulkan kesakitan atau ketidaknyamanan, tanpa ada alasan yang kuat maka keinginan untuk lepas ini akan kalah oleh ketidaknyamanan yang muncul dari prosesnya, lagi-lagi kita pada akhirnya menyerahkan keinginan untuk bebas ini, atau ‘kalah’ oleh belengu ini, hal ini yang membuat sebagian orang menyerah dalam upayanya melepaskan belengu mental yang menahannya, menyerah untuk menghadapi ketakutan atau keraguannya karena kadar keinginan mereka kalah oleh kadar ketidaknyamanan yang harus mereka tanggung dalam perjuangannya melepaskan belengu mental ini.
Berikutnya, sadar sudah, berkeinginan sudah, apa lagi yang perlu kita lakukan?
Maka kali ini, waktunya untuk menyadari jenis belengu mental yang menghambat kita ini, atau tepatnya: perlu kita sadari, apakah belengu mental ini termasuk ke dalam trauma atau imprint.
Apa itu trauma dan apa itu imprint? Ini sudah saya bahas di episode sebelumnya, jadi tidak saya bahas lebih detail ya, agar tidak membuat durasi episode ini membengkak, kalau Anda belum familiar dengan keduanya, baiknya simak dulu episode sebelumnya dengan baik sampai terasa familiar dan sudah paham dengan perbedaannya.
Bagaimana cara mengenalinya?
Cara sederhana yang sering saya ajarkan pada para klien saya adalah dengan melatih kesadaran dan kepekaan dalam mengidentifikasi perbedaannya.
Ingat, ciri mendasar yang membedakan trauma dan imprint ada pada emosi yang menyertainya. Dalam belengu mental yang terbentuk dari trauma, ada emosi yang cukup intens kita rasakan ketika dihadapkan dengan stimulus yang mengingatkan kita pada kenangan traumatis itu.
Secara riilnya, belengu mental yang terbentuk dari trauma biasanya terasa dalam bentuk ketakutan, kecemasan, atau perasaan kecil, atau perasaan tidak berdaya yang sulit dijelaskan, ketika memikirkan hal yang seharusnya kita lakukan itu muncul rasa enggan, takut, atau rasa-rasa sejenis lainnya, yang pada intinya membuat kita jadi tidak mau melakukan hal itu, semakin dicoba dilawan biasanya perasaan itu semakin tidak karuan dan bahkan sering kali menjadikan kita semakin tidak berdaya, yang satu ini yang biasanya membuat banyak orang menyerah pada belengu mentalnya.
Lain dengan imprint, ia sering kali tidak membawa emosi, karena ia berupa ‘keyakinan yang ditanamkan’. Dari segi kemunculan ia tidak terlalu terasa mengganggu seperti trauma, tapi dari segi dampak ia justru lebih memusingkan.
Kok bisa? Begini, ketika belengu mental itu berupa trauma, ketika kita dihadapkan dengan hal yang seharusnya kita lakukan, maka muncul emosi yang cukup intens menyertainya, rasanya memang tidak nyaman dan tidak karuan, tapi emosi itu menjadi petunjuk atas keberadaan belengu mental itu, maka paling tidak kita bisa punya pijakan untuk mencari tahu lebih jauh detail dari belengu itu dan menemukan cara menetralisirnya.
Lain dengan imprint, ia tidak memberikan dampak yang ‘menyiksa’, tidak membuat seseorang terganggu, seperti trauma, tapi hasil akhirnya yang bikin pusing, karena ia menyabotase secara ‘lebih diam-diam’, maka itulah saya katakan sebelumnya tadi menyadari imprint lebih sulit daripada menyadari trauma.
Untuk menyadari keberadaan belengu mental yang terbentuk dari trauma, saya tidak bahas lagi ya, karena jelas caranya, sadari saja keberadaan sensasi emosi di balik hambatan atau ketidakberdayaan yang kita rasakan di aspek kehidupan yang kita ingin tingkatkan, jika ada senasi emosi tidak karuan yang muncul ketika kita akan melakukan hal yang kita tahu harus lakukan maka besar kemungkinan ia bersumber dari trauma.
Bagaimana dengan menyadari imprint? Yang satu ini memerlukan perenungan, kita perlu meluangkan waktu untuk merenungkan aspek yang kita ingin tingkatkan, lalu menyadari pola ‘kemacetan’ atau pola kegagalan yang menyertainya, misalnya ingin mengumpulkan banyak uang tapi setiap kali terkumpul ada saja kejadian yang membuat uang itu harus keluar tanpa sebab yang jelas, atau ingin memulai usaha sendiri tapi setiap kali memulai usaha ada saja hambatan entah dari mana yang menghambat.
Dalam imprint, hambatan-hambatan itu tidak terasa dalam bentuk sensasi emosional seperti trauma, tapi biasanya muncul dalam pola kegagalan berulang yang terjadi di luar diri, seperti pola kejadian berulang.
Kalau sudah menyadari spesifikasi belengu mental yang menghambat ini, baik itu trauma atau imprint, maka saatnya melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu menemukan akar masalah yang membentuk belengu itu.
Seperti saya bahas di episode sebelumnya, baik itu trauma atau imprint, tidak ada begitu saja, ada kejadian masa lalu yang menciptakan belengu itu sampai ia melekat pada diri kita, disinilah penting bagi kita untuk menyadari ada akar masalah apa yang terjadi di masa lalu kita yang membentuk kemunculan belengu itu.
Dalam hal belengu mental yang terbentuk dari trauma, yang bisa kita lakukan adalah ‘merasa-rasai’ sensasi yang muncul ketika emosi yang menghambat itu muncul, lalu menyelaminya dengan penuh kesadaran, mengijinkan diri kita menangkap berbagai gambaran apa pun yang muncul dalam emosi itu, mengijinkan diri kita mengikuti aliran perasaan itu sampai ia seolah membawa kita ke masa lalu, menghadirkan gambaran kejadian traumatis yang membentuk kemunculan belengu itu.
Proses ini bisa dilakukan sendiri, tapi tolong berhati-hati ya, jangan melakukannya kalau Anda memiliki masalah fisik yang bisa terpicu oleh emosi yang intens, kalau Anda memiliki kendala fisik atau kalau pun tidak memiliki kendala fisik tapi ragu untuk melakukannya sendiri, maka silakan mintai bantuan praktisi profesional yang bisa membantu Anda melakukan proses ini dengan aman dan efektif.
Lain dengan imprint, karena ia tidak membawa emosi spesifik, maka kita perlu merenungkan dengan lebih dalam terlebih dulu yang sudah saya jelaskan tadi, yaitu merenungkan pola kegagalan berulang yang terjadi di luar diri, yang terjadi seperti pola kejadian berulang.
Kalau sudah menemukan aspek yang terhambat dan pola berulang yang membentuknya, waktunya merenungkan adakah pengalaman masa lalu kita, faktor asuhan atau bentukan lingkungan yang pernah berkata yang tidak-tidak tentang aspek yang kita rasa terhambat itu.
Misalnya bagi mereka yang terhambat di aspek keuangan, coba renungkan seperti apa sikap atau cara pandang keluarga atau lingkungan kita dulu terhadap uang. Bagi mereka yang terhambat di aspek hubungan dan pernikahan misalnya, coba renungkan seperti apa cara pandang keluarga atau lingkungan kita terhadap pernikahan atau hubungan.
Ini memang memerlukan perenungan, dan prosesnya pun tidak perlu dilakukan untuk bisa disadari dalam satu waktu, yang penting adalah arahkan atensi Anda untuk menujukan pertanyaan pada pikiran bawah sadar Anda tentang berbagai sugesti atau pengaruh lingkungan masa lalu yang mungkin saja menjadi imprint negatif di aspek kehidupan yang saat ini terhambat dalam hidup Anda, ada kalanya jawabannya baru muncul setelah Anda melakukannya beberapa kali dan beberapa waktu.
Serupa dengan penelusuran akar masalah trauma juga, kalau sekiranya proses menemukan akar masalah dari imprint ini sulit dilakukan sendiri maka mintai bantuan praktisi profesional yang bisa membantu Anda melaluinya dengan aman.
Bagaimana kalau sudah menemukan akar dari belengu masalah ini? Maka waktunya menetralisirnya, dalam kasus trauma kita membersihkan emosi atau menyembuhkan luka batin yang melekat padanya, dalam kasus imprint kita mengubah limiting belief yang terbentuk dari masa lalu itu.
Bagaimana caranya? Nah yang satu ini agaknya tidak perlu saya bahas juga, soalnya sudah pernah saya bahas di episode terdahulu, kalau saya bahas juga sama saja mengulang materi lama soalnya.
Silakan temukan bahasan tentang cara menyembuhkan luka batin ini di playlist Life Restoration Podcast, dan temukan cara menetralisir limiting belief ini di playlist life Restoration Serial Video di Youtube Channel saya ya.
Akhir kata, selamat membebaskan diri dari belengu mental yang selama ini menghambat kemajuan hidup Anda, sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.