Episode 62 – Healing Itu Beda Dengan Refreshing
“Lagi butuh healing nih”, kalimat itu terlontar begitu saja, yang ujung-ujungnya ternyata menyiratkan kebutuhan untuk ‘piknik’ atau ‘refreshing‘.
Ayolah…healing itu beda dengan refreshing, jangan sembarang menggunakan istilah kalau ujung-ujungnya membuat makna dari istilah itu jadi turun derajatnya.
Setelah tema ini dibahas di live streaming The Nigh Show Streaming & Podcast hari Senin lalu, ulasan lebih lengkapnya kali ini sengaja diunggah sebagai episode ke-62 Life Restoration Podcast kali ini.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keenampuluhdua Life Restoration Podcast berjudul ‘Healing Itu Beda Dengan Refreshing’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Healing Itu Beda Dengan Refreshing'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode enam puluh dua.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, episode ke-62 kali ini.
Mengawali podcast ini, seperti biasa tentunya, doa terbaik semoga Anda sekalian selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi.
Baiklah, tiba di episode yang mungkin agak-agak terdengar gimanaaa gitu ya.
Bukan apa-apa, karena isi dari episode ini akan berhubungan dengan bahasan di live streaming saya hari Senin kemarin, yang ternyata temanya jadi agak-agak hot ketika dibahas.
Maksudnya hot ini ya bukan hot gimana, lebih ke mengundang keseruan tersendiri, karena jadi banyak komentar-komentar yang agak…‘kalau tidak disikapi dengan bijak’ nantinya khawatirnya malah membuat jadi muncul keresahan tersendiri, atau tepatnya ‘kesewotan’ tersendiri…he…he…
Jadi ceritanya begini, hari Senin kemarin saya mengangkat sebuah tema yang berjudul ‘Ketika Sedikit-Sedikit Bilang Butuh Healing’ di live streaming rutin mingguan saya, ‘The Night Show Streaming and Podcast’, yang ditayangkan langsung dari Youtube Channel saya, ‘Alguskha Nalendra’.
Kalau bukan kebetulan Anda melewatkan tayangan Senin kemarin, nanti bisa menontonnya di Youtube Channel saya lah ya, di bagian playlist ‘live’…ya sekalian subscribe juga lah kalau-kalau belum subscribe he…he…
Kembali ke cerita tadi dulu deh ya, alasan tema itu diangkat sebenarnya sederhana, pertama yaitu karena tema itu tema yang diminta untuk diangkat oleh salah seorang subscriber yang juga menjadi follower di media sosial saya.
Tapi sebenarnya ketika dipikir-pikir ulang, saya juga merasa perlu mengangkat tema itu.
Kenapa? Karena khawatirnya kesalahan penggunaan istilah ‘healing’ itu jadi melebar dan malah jadi menurunkan ‘derajat’ dari healing itu sendiri, yang padahal merupakan sebuah proses yang sakral.
Oh iya, isi dari podcast kali ini akan ada mirip-miripnya dengan bahasan saya Senin kemarin ya, utamanya adalah untuk menegaskan ulang bahasan yang saya bahas kemarin.
Tapi ya tidak akan 100% mirip, kalau mirip 100% begitu kan sama saja siaran ulang he…he…pasti ada penambahan lah yang ditujukan untuk memberi manfaat lebih.
Anda juga mungkin familiar dengan sebuah kisah yang beredar akhir-akhir ini, yaitu kisah seorang anak mahasiswa yang merasa tertekan dengan kehidupan perkuliahan, selepas menjadi mahasiswa ia jadi tidak bisa melakukan hal-hal yang dulunya dirasanya nyaman, dan malah jadi stres sendiri, sampai-sampai ia merasa butuh cuti kuliah dulu untuk bisa ‘healing’ katanya.
Nah, fenomena yang satu itu saja sudah seru sendiri itu, dari yang semula maksudnya sebatas ingin membahas fenomena penggunaan istilah healing yang salah kaprah, eh malah jadi mengundang komentar tentang mentalitas, bagaimana mental yang ditunjukkan si anak itu dianggap mewakili sikap mental yang kurang tahan banting, keluar jugalah cerita-cerita jaman kecil dulu, bagaimana jaman kecil dulu lebih keras dan sulit, dan beeerbagai reaksi lainnya, akhirnya seru sendirilah sudah bahasan yang satu itu, maka itulah pada akhirnya bahasan di Senin kemarin difokuskan untuk membahas fenomena itu saja, yaitu dari mana sikap tidak tahan banting itu bermula dan bagaimana kita bisa mengasah sikap tahan banting itu.
Intinya, bahasan di Senin kemarin memang bermula dari penggunaan istilah healing yang salah kaprah, tapi esensi dari healing itu sendiri tidak banyak dibahas di Senin kemarin – karena memang sengaja baru akan dibahasnya di episode podcast ini he…he – makanya bahasan Senin kemarin lebih banyak difokuskan membahas fenomena sikap mental itu, atau tepatnya ‘sikap mental yang tidak terlatih dan tidak tahan banting’ itu.
Karena bahasan itu juga cukup menarik, saya sih menyarankan Anda untuk meninjau kembali isi bahasan itu di episode terakhir di tayangan langsung atau live saya di Youtube Channel saya ya, kalau-kalau Anda belum menonton yang satu itu, tapi nanti lah ya, setelah selesai menyimak isi podcast ini, sekarang fokusnya ke sini dulu lah he…he…
Oke, tadi sudah ada sedikit cerita tentang si anak mahasiswa yang konon menggunakan istilah healing untuk memulihkan diri dari tekanan perkuliahan, healing-nya itu konon tidak tanggung-tanggung, sampai 6 bulan malah! Ya itu mah bukan healing lagi, liburan panjang namanya he…he…
Tapi itu satu fenomena, masih ada lagi fenomena lainnya, entah siapa yang memulai duluan, tapi mulai juga ramai di media sosial berbagai unggahan status dari orang-orang yang mulai menyoroti hal yang sama, menyatakan ‘butuh healing’, atau ‘sedang healing’, yang ternyata…yang dimaksudkan sebagai healing itu justru tidak ubahnya sebuah piknik atau refreshing, ada yang ke mall lah, ada yang ke pantai lah, ada yang ke alam terbuka lah, macam-macam lah pokoknya.
Nah…nah…nah…di sini saya mulai tergerak nih, soalnya yang satu ini kalau tidak diklarifikasi takutnya nanti malah berdampak yang tidak-tidak, menyepelekan istilah healing dan jadinya menyesatkan sendiri nantinya.
Begini, kenapa saya ikut bereaksi atas penggunaan istilah ini?
Karena bagi saya – dan bagi banyak orang yang menekuni bidang ini – istilah healing itu sendiri sudah merupakan sebuah istilah yang sakral, bukan istilah iseng itu.
Kalau dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia, healing itu artinya apa?
Yes: penyembuhan.
Tunggu dulu, meski cuma satu kata sederhana, justru yang satu ini maknanya tidak sederhana, jangan salah lho, di balik sebuah kata ‘penyembuhan’ ini saja sudah tersimpan sebuah proses yang tidak main-main.
Begini, penyembuhan adalah sebuah proses perbaikan, dari kondisi yang tidak baik, atau tidak sehat, menjadi kondisi yang lebih baik, atau lebih sehat.
Sekarang pertanyaannya: yang menyembuhkan ini siapa? Sudah pasti kuasa Tuhan kan, atau tepatnya: kesembuhan terjadi karena ijin Tuhan Sang Maha Pencipta.
Maka itulah saya juga tidak pernah menyebut diri saya ‘healer’ atau ‘penyembuh’, karena memang yang tadi itu, saya tidak pernah menyembuhkan para klien saya, semua kesembuhan ya berasal dari Tuhan, yang saya lakukan hanya memberikan stimulus pengobatan sesuai bidang pengetahuan dan keahlian yang saya miliki.
Kalau saya menyebut diri saya ‘penyembuh’, duh agaknya seolah-olah sedang mencoba melangkahi kuasa Tuhan lah kalau menurut saya, makanya saya tidak mau menggunakan istilah itu.
Ya kalau ada orang lain yang tidak berpikir demikian dan tetap mau menggunakan istilah itu, sah-sah saja lho ya, ini kan semata sudut pandang saya pribadi.
Kita lanjut, terdapat hukum-hukum pengobatan yang telah Tuhan anugerahkan pada manusia, dengan mengikuti hukum-hukum pengobatan itulah proses kesembuhan kita upayakan, tapi tetap saja ‘sembuh’ adalah sebuah ‘kondisi’ atau ‘hasil akhir’, itu merupakan sesuatu yang tidak bisa kita jamin akan terjadi, karena mutlak merupakan kuasa Tuhan, yang bisa kita lakukan adalah fokus pada prosesnya, yaitu proses pengobatan tadi itu.
Ya mau disebut proses penyembuhan juga boleh lah, tapi tetap: kita fokus pada prosesnya, bukan pada hasil akhirnya.
Untuk bisa menghasilkan dampak penyembuhan yang optimal ini tentu diperlukan syarat-syarat yang optimal juga, dimulai dari niatan untuk sembuh yang kuat, atensi yang serius pada prosesnya, dan pengetahuan serta keahlian yang memadai.
Nah, sekarang coba kita dalami yang pertama saja dulu, yaitu niatan untuk sembuh yang kuat…sembuh lho ya, namanya sembuh ya sembuh, tuntas, bukan cuma sekedar hilang sebentar, atau lupa sebentar, lalu nantinya ruwet lagi.
Bedakan antara proses yang ‘menyembuhkan’ dan proses yang ‘meredakan’, ketika kita fokus pada proses yang menyembuhkan maka kita membangun kesadaran dalam diri kita atas permasalahan yang kita alami, kita tahu dari mana akar dari permasalahan itu bermula, kita juga tahu faktor-faktor yang membentuk permasalahan itu, kita tahu sikap-sikap apa dalam diri kita yang ikut membentuk permasalahan itu, sampai kemudian kita tahu apa tanggung jawab pribadi kita dalam menyelesaikan permasalahan itu.
Nah kalau yang dimaksudkan healing ini ternyata piknik atau refreshing, lalu dimana letak dari semua proses tadi? Dimana kita membangun kesadaran dalam diri atas permasalahan yang kita alami? Bagaimana kita bisa tahu akar dari permasalahan yang dialami itu? Bagaimana kita jadi tahu faktor-faktor yang membentuk permasalahan itu? Lalu, bagaimana kita juga tahu apa tanggung jawab pribadi kita dalam menyelesaikan permasalahan itu?
Ya bagaimana bisa mendapatkan semua itu? Fokusnya saja cuma piknik atau refreshing.
Ya itu bukan penyembuhan namanya, tapi pelarian sementara, selesai piknik atau refreshing ya pusing lagi he…he…bahkan pusingnya bisa lebih-lebih, karena selagi piknik terus menggunakan uang dan pekerjaan yang harus diselesaikan malah jadi terabaikan, begitu kembali ke pekerjaan lalu stres karena jadi banyak aktivitas menumpuk.
Mungkin ada yang berkomentar, “Kenapa harus dipermasalahkan sih, kan cuma istilah saja, kita juga tahu kok bukan itu maksudnya”, tidak bisa begitu juga, meski tahu itu cuma istilah, tetap saja ketika dibiarkan kesalahan penggunaan istilah itu akan jadi melebar dan terus meningkat kadar keparahannya, jangan sampai nanti di generasi-generasi yang akan datang, yang dimaksud healing itu ya itu piknik dan refreshing tadi, alhasil orang-orang jadi menyepelekannya.
Yang paling penting, healing itu berhubungan dengan meningkatnya kesadaran diri, nah kalau sudah membicarakan kesadaran diri, masa iya mau disepelekan, masa iya kita mau anggap ringan-ringan saja, bukan itu tujuan dari dibuatnya podcast ini!
Maka itulah, ketika melihat ada hal-hal yang tidak sejalan dengan visi dari podcast ini dan berpotensi menciptakan dampak kesadaran yang lebih buruk, mohon maklum saja kalau saya jadi ikut angkat bicara ya, tujuannya bukan bikin ribet kok, tapi meluruskan.
Di sisi lain, kalau ternyata healing bernuansa piknik atau refreshing itu memang bisa membangun dan meningkatkan kesadaran diri yang kita bicarakan tadi ini, ya sudah tidak apa-apa, disebut saja healing, sah-sah saja itu.
Cuma yang namanya healing yang membangun kesadaran begitu, biasanya ya diresapi oleh diri-sendiri saja, namanya juga kesadaran dalam diri, tidak dibagi-bagikan atau diumumkan, atau dipamerkan di media sosial he…he…
Berikutnya, bersama healing, hendaknya ada peningkatan derajat kesadaran diri, maka perlu kita pahami juga bahwa kesadaran diri ini baru akan meningkat kalau memang ada kecerdasan menyertainya…yes, suka tidak suka, perkembangan kesadaran seseorang akan berhubungan juga dengan perkembangan kecerdasannya.
Membicarakan kecerdasan ini, maka akan membawa kita pada bahasan berikutnya, yaitu bagaimana kita memiliki pengetahuan yang memadai akan esensi dari healing ini.
Nah, ini juga saya bahas agar semakin paham kenapa istilah healing itu harus dijaga kesakralannya ya.
Begini, berbagai bentuk masalah, baik itu fisik atau pun psikis, muncul sebagai cara dari sistem kesadaran kita untuk memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sistem kesehatan kita, baik di sistem kesehatan fisik atau psikis, yang kemudian menjadi penanda bahwa kita perlu melakukan proses healing.
Sesuatu yang tidak beres ini bisa berupa sesuatu yang terjadi di sistem kesehatan fisik, lalu kemudian mempengaruhi psikis, bisa juga sebaliknya.
Tapi intinya sama, tidak ada masalah yang tiba-tiba terjadi begitu saja, diibaratkan istilah ‘ada asap maka ada api’, maka masalah juga sama, tidak mungkin terjadi begitu saja, pasti ada sesuatu yang menyebabkannya terjadi.
Esensi dari penyembuhan adalah mengobati permasalahan tepat di sumbernya, di akar yang menyebabkan permasalahan itu terjadi, maka itulah diperlukan niat dan atensi yang kuat untuk menyelami diri sampai akar masalah itu bisa ditemukan.
Ilustrasinya begini, bayangkan seseorang jatuh dan mengalami luka, nah luka itu muncul sebagai akibat dari jatuhnya itu kan, intinya sekarang luka itu membuatnya kesakitan.
Nah sekarang pilihannya, mau luka itu diobati agar tidak membahayakan, atau cari pelarian saja deh, biar tidak terasa sakit, menghibur diri dengan piknik atau refreshing tadi misalnya, ini kalau sampai benar-benar kepikiran begini asli konyol banget deh he…he…
Ilustrasinya sederhana kan? Tapi ya memang begitu, kalau ada masalah itu diselesaikan, diobati, disembuhkan dengan sebenar-benarnya, bukan cuma diredakan dengan pelarian sementara yang pada akhirnya tidak menyelesaikan masalahnya, jadinya juga ya cuma teralihkan atau teredakan sementara, tapi begitu sadar lagi masalahnya, duh sakitnya itu bisa-bisa lebih tidak tertahankan jadinya.
Menyelesaikan atau menyembuhkan masalah ini juga nantinya harus tepat di sumbernya, kalau masalahnya memang dari masalah fisik ya selesaikan dengan cara fisik, kalau masalahnya masalah psikis ya selesaikan dengan cara psikis.
Tapi kalau saya sendiri, pastinya akan lebih memfokuskan pada bahasan akan penyelesaian masalah psikis.
Kenapa demikian? Pertama, karena jelas saya bukan Dokter, jadi ya pasti tidak berwenang membicarakan aneka ragam masalah fisik ini, kalau bidang psikis kan sedikit banyak masih menjadi bagian dari aktivitas profesi yang saya jalankan lah.
Kedua, karena memang yang menjadikan banyak orang pada akhirnya memilih untuk piknik atau refreshing ‘berkedok’ healing tadi, ya biasanya masalah psikis atau stres, kalau masalahnya fisik ya boro-boro mau jalan-jalan, yang ada tidak bisa kemana-mana karena fisiknya bermasalah.
Ketiga, karena masih banyak juga saya dapati beberapa orang salah memandang esensi dari proses penyembuhan ini tadi. Ingat, esensinya adalah mengobati permasalahan tepat di sumbernya, kalau caranya salah ya salah juga esensinya.
Yang satu ini ada hubungannya dengan pengalaman pribadi berinteraksi dengan para teman-teman terapis sebenarnya, atau tepatnya para terapis energi, maksudnya: para terapis yang mengobati masalah kliennya dengan menggunakan daya energi.
Bukan apa-apa, saya sendiri juga praktisi penyembuhan berbasis energi, atau energy healing, jadi ya pastinya sepakat bahwa penyembuhan berbasis energi itu penting.
Tapi ingat, semua sudah ada porsinya, misalnya begini, seseorang datang dengan keluhan sakit perut atau sakit pencernaan, sebut saja asam lambung misalnya.
Katakanlah orang ini sudah menjalani serangkaian pemeriksaan medis dan diberikan obat untuk meredakan masalahnya, berarti sudah cukup oke lah ya untuk tahap pertama, orang ini kemudian mencari bantuan penyembuhan berbasis energi untuk lebih menyembuhkan masalahnya ini, alhasil ia pun menjalani proses penyembuhan berbasis energi itu.
Nah selidik punya selidik, tanpa diketahui dan disadarinya, ternyata akar masalah dari sakit lambungnya itu adalah karena ia menyimpan kesedihan dan penyesalan di pikiran bawah sadarnya, intinya: ada beban emosi berlebih yang berdampak negatif pada dirinya, yang tersimpan di pikiran bawah sadarnya.
Sekarang kira-kira apa yang akan terjadi? Ya bisa macam-macam, bisa saja memang penyembuhan berbasis energi yang dijalaninya mendatangkan kesembuhan, bisa juga malah jadinya sembuh sementara, kumat kembali di kemudian hari.
Kenapa bisa demikian? Karena ‘pabrik’ dari masalahnya ada pada mental-emosionalnya, kondisi mental-emosionalnya ini lalu memicu sistem hormon dan organ yang buruk, yang kemudian memicu peredaran energi yang buruk juga di tubuhnya, yang kemudian berdampak pada munculnya masalah asam lambungnya, maka selama ‘pabriknya’ ini tidak dituntaskan ya ia akan terus memproduksi masalahnya itu lagi.
Bisa juga sih memang dengan bermodalkan penyembuhan berbasis energi itu saja ia juga tetap sembuh total, tapi ya itu pun seiring terjadi perubahan pada kesadaran dirinya, yang membuat ia lebih bisa berdamai dengan kesedihan dan penyesalannya, meski hal itu tidak diniatkan dan tidak disadarinya, nah kali ini karena pabrik masalahnya memang sudah diselesaikan ya masalahnya juga harusnya ikut terselesaikan.
Tapi bisa lain lagi kalau ternyata masalahnya memang murni dari fisik, yaitu dari kebiasaan dan pola makan yang buruk, ya kalau seperti ini mau berapa kali diurusi mental-emosionalnya juga percuma, memang gangguannya bersumber dari fisik kok.
Nah kurang lebih seperti itu ilustrasinya, artinya setiap masalah itu punya akar masalah dan faktor pembentuk yang berbeda-beda, yang dimaksud healing itu ya menyelesaikan masalah itu tepat di akarnya, agar ia tertuntaskan total.
Begitu juga tren healing di jaman sekarang, yang sebenarnya maksudnya piknik atau refreshing tadi, yuk sadari bahwa itu tidak menyembuhkan, melainkan hanya meredakan.
Untuk sementara sih mungkin oke lah, karena itu cukup membantu meredakan, biar tidak semakin parah dan membuat seseorang mengalami masalah yang lebih berat, tapi jangan dijadikan solusi berkepanjangan, karena sama saja menyimpan api dalam sekam, si gejolak api itu terus saja ditimbun dengan pelarian menghibur diri yang semu itu, sampai nanti lama-lama kobarannya tidak bisa lagi ditahan dan akhirnya meledak, ya lebih parah juga kan masalahnya? Amit-amit lah ya.
Cara menyelesaikanya bagaimana? Sudah banyak cara saya bahas di podcast ini lho, nanti silakan temukan saja deh jawabannya di berbagai episode yang ada di sini ya, dengan kata lain: telusuri episode demi episode di podcast ini, agar semakin lengkap pemahaman yang Anda miliki nantinya.
Kalau tidak mampu menyelesaikannya sendiri bagaimana? Ya minta bantuan praktisi profesional yang kompeten, jangan berlarut-larut juga membiarkan masalah itu terus semakin parah, jangan gengsi untuk mengakui ada masalah dalam diri, rendahkan hati untuk mengakui itu, lalu mintai bantuan-pertolongan dari mereka yang kompeten untuk membantu jalannya proses healing yang benar ini.
Yah begitu kurang lebih bahasan di episode kali ini, intinya, healing itu beda dengan piknik atau refreshing kan…he…he…
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.