Episode 64 – Mereka Yang Tetap Bertahan
Memulai dan memertahankan adalah dua hal berbeda.
TIba-tiba teringat perjalanan menapaki bidang yang ditekuni sebagai profesi saat ini dan teringat pada rekan-rekan seperjalanan dulu, ada yang tetap bertahan di bidang ini dan ada juga yang memutuskan ‘tidak tahan’ dan berganti bidang.
Bukan hanya di bidang yang saya tekuni sebagai profesi, di bidang apa pun fenomena yang sama terjadi, orang-orang yang bertahan di bidang yang ditekuninya dan orang-orang yang tidak tahan lalu memutuskan berhenti.
Apa yang menjadikan seseorang bertahan di suatu bidang dan tidak?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keenampuluhempat Life Restoration Podcast berjudul ‘Mereka Yang Tetap Bertahan’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Mereka Yang Tetap Bertahan'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode enam puluh empat.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, episode ke-64 kali ini.
Seperti biasa tentunya, mengawali perjumpaan kita ini, doa terbaik untuk Anda sekalian, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia, dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi.
Memasuki minggu-minggu akhir bulan Maret tahun 2022, apa yang akan jadi topik bahasan kita di episode kali ini?
Hmm…sedang ada banyak topik terkini yang sebenarnya bisa diangkat sebagai topik bahasan di episode kali ini, tapi saya lebih suka menyoroti dulu yang sedang saya alami.
Bukan apa-apa, kalau sebatas ingin ‘menunggangi ombak’ – ya maksudnya ingin ‘memanfaatkan momenum’ – memang bisa jadi lebih baik menyoroti fenomena yang sedang terjadi di sekitar kita, karena akan lebih mudah untuk menarik atensi mereka yang nantinya diharapkan bisa menjadi pendengar dan penyimak podcast ini.
Tapi entah kenapa lah, saya tidak serta-merta terpikir begitu, karena tujuan dari podcast ini juga bukan sekedar menarik dan mengumpulkan sebanyak mungkin para pendengar.
Saya paham betul, market dari materi saya, baik di video atau pun di podcast saya, bersifat segmented, artinya tidak sembarang kalangan akan cocok dengan isi dari apa yang saya bahas di setiap episode yang ada, bahkan ada beberapa orang yang menyatakan isi dari berbagai bahasan saya ‘berat’ katanya…he…he…
Ya saya juga tidak tahu sih, definisi ‘berat’ itu bagaimana, karena rasa-rasanya saya hanya menuangkan apa yang saya temukan dan alami dalam keseharian saya.
Ada juga yang bilang ‘berat’ ini karena isinya benar-benar hanya ‘suara’, tidak ada gambarnya…ya kalau ini bukan ‘berat’ lah, tapi ‘membosankan’ mungkin ya.
Nah, kalau untuk yang satu ini, saya menolak berkomentar lebih jauh lah ya, karena saya sudah berkali-kali menyampaikan juga di berbagai episode podcast saya sebelumnya tentang alasan saya tetap bersikeras hanya membuat podcast ini dalam bentuk audio, karena memang ada alasannya, dan alasannya itu pernah saya bahas dengan jelas dan tegas kok, nanti silakan temukan saja alasannya di berbagai episode yang ada di podcast ini ya.
Episodenya yang mana? Ya silakan ditemukan saja, dicari sajalah di berbagai episode yang ada ya, dengan begitu Anda juga jadi berkesempatan berkenalan dengan berbagai episode yang ada di podcast ini he…he…
Yah…apa pun itu, saya tetap pada tujuan awal dibuatnya podcast inilah ya, yaitu menyampaikan buah pemikiran saya, agar bisa menjadi manfaaat bagi mereka yang memerlukannya, mengenai itu sejalan dengan tren yang ada atau tidak ya tidak jadi soal.
Ciri-ciri dari yang memerlukan itu apa? Ya munculnya ketertarikan untuk bersiaga dan mendengarkan isinya dengan baik, ‘fokus menyimak sejak awal’ istilahnya.
Kalau tidak memerlukan, sejak awal juga pasti ketertarikan itu tidak terjaga kok, karena memang begitu cara kerja pikiran bawah sadar, ia akan mengarahkan atensi kita pada hal yang memang ia tahu kita butuhkan untuk kebaikan dan kemajuan hidup kita.
Jadi jelas ya? Saya menjelaskan ini di awal terlebih dahulu bukan apa-apa, karena memang ada beberapa permintaan yang masuk meminta saya membahas beberapa fenomena terkini yang sedang beredar di internet, terutama fenomena yang agak-agak kontroversial, seperti penipuan berkedok investasi, kejadian pembunuhan yang mengejutkan, isu-isu terorisme, dan banyak lagi.
Jawaban saya tetap sama: saya tidak menjanjikan akan membahasnya, mungkin saja satu waktu saya bahas, tapi itu pun setelah melalui pertimbangan etis dan moral yang panjang, biasanya saya akan perlu mendapatkan lebih banyak informasi dulu atas berkembangnya situasi yang ada, setelah jelas dan berbagai informasi sudah lebih terklarifikasi barulah – kalau sekiranya diperlukan – saya akan mengangkatnya sebagai tema bahasan, itu pun bukan di podcast ini, tapi di live streaming saya di hari Senin malam di Youtube Channel saya, yang memang dijadikan ajang berinteraksi secara langsung dengan para penontonnya.
Mungkin agak ‘terlambat’, karena isunya sudah agak reda baru diangkat, tapi ya lebih baik begitu, sudah cukup jelas baru dibahas. Jangan sampai baru ‘dengar setengah, ngerti seperempat, ngomong double’, istilah slang-nya begitu he…he…nanti sudah terlanjur dibahas ternyata bukan begitu kejadian aslinya kan repot – ternyata ada banyak informasi yang belum terklarifikasi – kan malah jadi mengkontaminasi pemikiran orang banyak.
Jadi sekali lagi, isi dari buah pemikiran saya di podcast ini lebih banyak saya tujukan untuk menyoroti berbagai hal yang saya temukan dalam keseharian saya, mengenai itu sejalan dengan tren atau tidak, saya tidak terlalu mengutamakannya lah ya.
Seperti akhir-akhir ini, ada sebuah kisah terkini yang ingin saya angkat.
Beberapa di antara Anda yang mengikuti Facebook Page saya mungkin memerhatikan bahwa beberapa waktu lalu saya mengunggah sebuah gambar dimana saya menerima kiriman sertifikat perpanjangan keanggotaan saya dari The National Guild of Hypnotists,dari Amerika.
The National Guild of Hypnotists atau biasa disingkat ‘NGH’, adalah organisasi dimana saya berafiliasi secara internasional sebagai hipnoterapis, organisasi ini termasuk organisasi hipnosis dan hipnoterapi tertua di dunia yang berpusat di Amerika.
Bukan soal organisasi ini atau profesi sebagai hipnoterapis ini yang ingin saya ceritakan, tapi ketika saya melihat riwayat keanggotaan saya di organisasi ini saya baru menyadari bahwa 10 tahun sudah saya tergabung dengan organisasi ini, kalau diingat-ingat lebih jauh dan menghitung masa pembelajaran sebelum saya bergabung ke organisasi ini, berarti sudah 11 tahunan lebih saya berkecimpung di dunia hipnoterapi ini.
Lagi-lagi bukan soal lamanya saya berkecimpung di bidang ini, tapi entah kenapa ketika melihat sertifikat itu ingatan saya tertuju pada orang-orang yang dulu juga bisa dikatakan satu ‘angkatan’ dengan saya ketika memulai terjun di bidang ini, ketika saya merenungkan dan mengingat-ngingat siapa saja rekan yang dulu mengawali belajar di periode yang sama, ternyata memang tidak semua ‘bertahan’ di bidang ini.
Ada yang sampai sekarang masih bertahan dan semakin berkembang, ada yang sampai sekarang masih bertahan tapi tidak menunjukkan perkembangan signifikan, hanya sekedar menjalaninya sebagai sebuah aktivitas sampingan, ada juga yang dulu ketika mengawali terjun ke bidang ini semangat sekali, tapi seiring waktu berlalu mulai ‘kendor’ dan akhirnya hilang tentah kemana, ada juga yang bahkan ketika mengawali bidang ini dulu sejak awal juga sudah merasa tidak cocok dan kemudian memutuskan berhenti he…he…
Ada juga yang lebih unik, ketika mengawali bidang ini ternyata dulu biasa-biasa saja, bahkan mungkin terkesan tidak antusias, tidak tahunya ketertarikannya berkembang seiring waktu, sampai lama-lama mereka memutuskan menekuninya secara mendalam dan serius.
Saya tidak sedang mengatakan mana yang baik dan mana yang tidak baik ya, semua itu soal pilihan, saya juga tidak mengatakan bahwa mereka yang kemudian tidak bertahan di bidang ini sebagai pribadi yang ‘bagaimanaaa’ gitu, tidak, bahkan saya juga tidak mengatakan mereka yang bertahan di bidang ini sebagai pribadi yang ‘super’, tidak.
Pada akhirnya ada banyak faktor yang akan menentukan kecocokkan seseorang dengan bidang yang ditekuninya, yang lebih penting bukan sekedar ‘cocok’, tapi apa dampak dari ditekuninya bidang itu pada dirinya, seberapa besar manfaat yang didapatnya – dan bisa diberikannya nanti pada sesama di sekitarnya – ketika menekuni bidang itu, percuma juga bertahan menekuni satu bidang sekian lama, tapi tidak ada manfaat nyata yang didapat atau dibagikan pada sesama, atau justru malah lebih banyak kerugiannya.
Nah, yang ingin saya soroti di episode kali ini adalah pengamatan dan pemikiran saya tentang ‘apa yang menjadikan beberapa orang bertahan di satu bidang’ sementara sebagian orang lainnya justru tidak bisa bertahan di bidang itu, bidangnya ini bisa apa pun lah ya, tidak selalu bidang hipnoterapi yang saya tekuni ini, bisa saja bidang bisnis, organisasi, atau bidang apa pun.
Oke kita mulai saja kalau begitu.
Saya pribadi mendapati tiga hal yang menjadikan seseorang bertahan atau tidak di suatu bidang, apa pun itu, yang ditekuninya, nantinya tiga hal ini bisa saling berhubungan satu sama lain, bisa juga tidak.
Hal pertama, yaitu karena kebutuhan.
Yang satu ini jelas lah ya, karena memang bidang itu memberikan penghidupan, atau menjadikan seseorang mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Artinya – terlepas dari orang itu suka atau tidak – ada kebutuhan yang harus dipenuhi, dan bidang yang ditekuni saat ini memang mampu membantunya untuk memenuhi kebutuhan itu, dan memang tidak ada bidang lain yang saat itu terbukti mampu memenuhi kebutuhannya itu, jadi daripada coba-coba ya sudah terus saja bertahan di bidang itu.
Cukup jelas lah ya, dan memang tidak bisa dipungkiri banyak yang seperti itu kan, baik atau buruk tidak jadi soal dulu dalam hal ini, ingat patokannya bukan soal bertahan atau tidaknya, tapi soal manfaat yang didapat dan diberikan, kalau memang bidang itu bisa memberikan manfaat nyata ya sudah tidak apa-apa, tidak jadi soal, maka bertahan karena kebutuhan ini menjadi hal baik kan?
Yang kedua, yang membuat seseorang bertahan di bidangnya, dan biasanya ini akan berhubungan dengan hal pertama sebelumnya tadi, yaitu karena memang tidak pernah mencoba bidang lain.
Cukup jelas juga lah ya, karena memang tidak ada pembanding jadinya ya bidang yang ditekuni itu menjadi rutinitas harian, sudah pasti bertahan di dalamnya, karena memang tidak ada hal lain untuk ditekuni juga.
Saya mendapati orang-orang yang berpindah bidang dimulai salah satunya yaitu karena ada bidang lain yang terlihat olehnya dan bisa ‘dilirik’, dengan kata lain: ada pembanding.
Namanya menekuni bidang apa pun, pasti ada titik lelah, stres dan jenuhnya lah, ini mari kita akui saja, mau kadarnya sedikit atau besar, kalau bidang itu benar-benar hari-hari ditekuni ya pasti ada saja titik jenuh itu, nah di titik ketika jenuh inilah ada kalanya batin kita butuh jeda sesaat, sebenarnya yang diperlukannya adalah rehat atau ‘penyegaran’.
Tapi ada kalanya juga rasa lelah ini sedang bercampur dengan rasa kesal atau emosi lain yang berdampak negatif, eh di sini tiba-tiba ada bidang lain yang terlihat di permukaan lebih ‘menyenangkan’ atau menjanjikan, atensi jadi tertuju pada bidang ini, karena memberikan efek ‘penyegaran’, maka mulailah muncul ketertarikan pada bidang lain ini.
Semakin atensi-emosi yang tertuju pada bidang lama bersifat negatif, karena ada kenangan buruk di bidang itu, atau ada tekanan batin yang sedemikian membuat stres misalnya, dan semakin besar potensi yang lebih baik terlihat di bidang lain maka semakin kuat dorongan untuk ‘berpindah bidang’ ini.
Saya mendapati juga orang yang tidak pernah mencicipi bidang lain ini ada kalanya mengalami kegelisahan tersendiri di kemudian hari, ya tadi itu, ketika titik jenuh itu mulai terasa.
Bukan saya mengatakan kita harus ‘berpindah-pindah bidang’ ya, karena itu juga tidak baik dan menjadikan kita tidak fokus.
Yang saya katakan adalah ada baiknya kita membuka diri, ada baiknya mencicipi berbagai bidang yang ada di sekitar kita, namanya mencicipi berarti bidang utama yang dijalani tetap jadi prioritas utama kan, tapi ketika mencicipi itu niatkan hanya untuk mengetahui dan mengalami, jangan jadikan itu ‘niatan untuk berpindah bidang’, karena hal itu pasti akan mempengaruhi atensi kita nantinya, niatkan saja bahwa bidang yang dicicipi itu sedang menjadi cara kita membuka diri pada dunia, mengalami berbagai pengalaman yang ada, sambil merenungkan kecocokkan kita dengan bidang itu.
Ketika mencicipi bidang ini cobalah untuk mencicipi dengan ‘utuh’, jangan hanya mencicipi enaknya saja, karena tidak ada bidang yang sempurna, setiap bidang pasti memberikan konsekwensi tersendiri yang tidak selalu menyenangkan, disinilah kita menakar dampak dari konsekwensi dari bidang itu pada diri kita, jika dampak dari konsekwensi itu sepadan dan menjadi sesuatu yang bisa kita tanggung maka agaknya ini menjadi sesuatu yang cukup sepadan untuk dijalani.
Namanya ‘mencicipi’ bukan berarti berganti bidang kan? Ingat-ingat itu baik-baik, artinya jangan konyol juga berganti-ganti bidang setiap beberapa waktu, karena itu menjadikan kita tidak punya fondasi yang kuat.
Yang paling penting adalah, dari setiap bidang yang kita pernah cicipi, renungkan hal apa saja yang kita sukai dan kita tidak sukai dari bidang itu, apa yang kita tidak sukai tapi masih bisa kita tanggung konsekwensinya? Temukan benang merahnya, semua itu akan menjadi petunjuk untuk nantinya menyadarkan kita apa bidang yang kita sukai dan siap jalani.
Misalnya saja Anda pernah mencicipi bidang sales, Anda suka interaksi dengan konsumen tapi tidak suka dengan tekanan dari target, Anda lalu mencicipi bidang pengajar, Anda suka interaksi dengan peserta yang Anda ajar tapi tidak suka dengan beban administratif yang harus Anda kerjakan sambil mengajar, Anda juga mencicipi bidang wirausaha misalnya, Anda suka mengembangkan anggota tim Anda tapi tidak suka dengan keruwetan yang dihasilkan bisnis Anda, nah di sini sudah ada benang merahnya kan: Anda menyukai bidang yang memungkinkan Anda berinteraksi dengan sesama dan memberi dampak positif dalam interaksi bersama mereka.
Ini saja sudah menjadi informasi penting, berarti Anda menyukai bidang yang berhubungan dengan interaksi dengan sesama, nah nantinya informasi ini akan jadi pegangan untuk Anda menetapkan apa jenis bidang yang akan Anda tekuni dengan lebih serius nantinya.
Jadi, berganti-ganti bidang juga tidak selalu buruk, karena di satu sisi ia memberikan kita ruang untuk mengetahui apa yang kita sukai dan kita tidak sukai, tepatnya: apa yang kita tidak sukai dan kita benar-benar tidak sanggup tolerir karena ia berlawanan dengan nilai yang kita anut dan apa yang kita tidak sukai tapi kita masih sanggup jalani karena ia merupakan bagian dari konsekwensi menjalani bidang itu.
Tapi ingat, terlalu banyak berganti bidang juga tidak baik, kita tidak punya fondasi yang kokoh jadinya, semua ini adalah soal keseimbangan: tidak hanya terpaku di satu bidang secara kaku dan tidak tahu dunia luar apa pun, juga tidak terlalu banyak berganti bidang hanya karena alasan jenuh atau tidak suka.
Bagi saya bukan soal seberapa banyak kita berganti bidang, melainkan kemampuan kita untuk menangkap benang merah yang ada di berbagai bidang itu, yang menjadikan kita sanggup ‘bertahan’ di dalamnya karena bidang itu merupakan sesuatu yang memberikan kepuasan batin, dan konsekwensi yang menyertainya pun siap kita tanggung, yang menjadikan semua itu informasi penting untuk mengetahui apa bidang yang sebetulnya benar-benar menjadi ‘panggilan jiwa’ kita.
Oke, sekarang kita kembali ke hal ketiga yang menjadikan seseorang bertahan di bidangnya ya, yaitu karena bidang itu memang sesuai dengan panggilan jiwanya.
Nah yang satu ini memang terdengar filosofis, tapi memang begitu istilah yang bisa menggambarkan kondisi yang satu ini, kita bertahan di suatu bidang karena bidang itu memenuhi panggilan jiwa kita.
Yang satu ini akan cukup dalam bahasannya, karena berhubungan dengan perenungan, perenungan kita akan proses perjalanan kehidupan kita, melibatkan nilai-nilai spiritual yang kita yakini, dan berhubungan dengan seberapa banyak kita sudah mengenali diri kita, mengenali apa yang kita sukai dan kita tidak sukai, apa yang kita tidak sukai tapi sanggup tanggung dan apa yang kita tidak sukai dan tidak sanggup toleransi, semua ini nantinya akan berhubungan juga dengan seberapa jauh kehidupan ini sudah kita ‘alami’.
Ini yang saya maksudkan tadi sebagai keseimbangan antara berdiam di satu bidang dengan berganti-ganti bidang, menemukan panggilan jiwa ini sesuatu yang ‘mahal’, karena ia hanya bisa dibayar dengan ‘waktu’.
Yes, waktu jelas jauh lebih berharga dari uang, kita kehilangan uang 500 ribu masih bisa dicari lagi, tapi waktu berlalu 5 menit saja tidak bisa kembali lagi, nah perjalanan menemukan panggilan jiwa ini bayarannya adalah ‘waktu’, jika kita hanya mencicipi satu bidang saja maka akan sulit mendefinisikan bahwa ini adalah panggilan jiwa kita, karena jelas tidak ada pembanding, dari mana tahunya? Jangan-jangan cuma keyakinan buta atau tidak berdasar saja, “Pokonya saya tahu…”
Ya mau begitu juga tidak masalah sih, namanya juga pilihan, kalau saya pribadi berkaca dari pengalaman pribadi dan pengalaman membersamai para klien, menyadari panggilan jiwa ini baru dialami ketika sudah ada pembanding, ada bidang lain yang sudah dicicipi dan menyadarkan kita akan yang kita sukai dan tidak, itu pun dengan fokus pada kesadaran dan keseimbangan bahwa bukan soal berganti bidangnya yang penting, melainkan kesadaran kita akan hal-hal penting yang bisa kita petik di setiap bidang itu, hikmahnya.
Jadi begitulah, kesimpulannya, yang membuat kita bertahan di bidang yang kita jalani adalah tiga hal tadi, karena kebutuhan, karena tidak pernah tahu bidang lain dan karena memang itu menjadi panggilan jiwa kita, bukan yang mana yang baik dan tidak baik dari ketiganya, tapi kesadaran kita untuk menyadari kita termasuk yang mana dari ketiga bidang itu, pada akhirnya baik atau tidak bergantung pada manfaat yang kita dapatkan dan bagikan dari bidang yang kita jalani itu, dan keputusan untuk menjalaninya dengan penuh kesadaran karena itulah pilihan yang kita buat.
Kembali ke momen perenungan ketika mendapati sertifikat keanggotaan hipnoterapi saya tiba seperti saya ceritakan sebelumnya, tidak disangka hal ini memunculkan pembicaraan tersendiri bersama para rekan, tim dan didikan saya yang juga berpraktik di kantor hipnoterapi saya, ada yang kemudian bertanya, apa yang menjadikan saya tetap bertahan di bidang ini sejauh ini, jawaban saya singkat, jelas dan tegas: “Saya menjalani yang saya cintai dan saya mencintai yang saya jalani, bidang ini menghidupi saya dan saya bisa menghidupi bidang ini, saya mendapat manfaat dari bidang ini dan saya bisa memberi manfaat dalam bidang ini”.
Bagaimana dengan Anda?
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.