Episode 68 – Strategi Menyikapi Penundaan
Penundaan menjadi satu masalah perilaku dan kebiasaan yang kerap mendatangkan berbagai permasalahan lainnya yang lebih rumit.
Tahu harusnya menyegerakan menyelesaikan hal yang penting, tapi dalam kenyataannya malah enggan melakukannya, dan bahkan malah terdistraksi larut melakukan hal lain yang tidak penting.
Seolah itu belum cukup, semakin sering melakukannya semua itu mendatangkan rasa muak tersendiri, satu sisi tahu harusnya tidak begitu, tapi di sisi lain penundaan itu terus saja muncul tanpa bisa dikendalikan, alhasil muncullah perilaku membenci diri sendiri yang kemudian membawa kemunculan masalah mental lain yang lebih parah.
Dengan sedemikian banyaknya dampak buruk dari penundaan, bukankah jelas hal ini menjadi sesuatu yang hendaknya kita sikapi?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga segala ibadah yang dijalankan menjadi bekal kebaikan bagi diri-sendiri dan juga bagi mereka yang dikasihi.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode keenampuluhdelapan Life Restoration Podcast berjudul ‘Strategi Menyikapi Penundaan’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Strategi Menyikapi Penundaan
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode enam puluh delapan.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, episode ke-68 kali ini.
Pertama-tama, mengawali podcast ini, seperti biasa tentunya, doa terbaik untuk Anda, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia, dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi.
Dan tidak lupa juga, masih di suasana Ramadhan tahun 2022 ini, saya juga mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi Anda yang melaksanakannya, semoga selalu dilancarkan dan diberikan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa ini, dari awal sampai selesai nanti.
Oke, mari kita mulai perlahan masuk ke isi bahasan dari podcast ini.
Seperti biasa, topik bahasan podcast ini tidak pernah jauh-jauh dari fenomena terkini yang sedang berlangsung, baik yang berlangsung secara umum di luar sana, atau pun fenomena penemuan terkini saya dalam menjalankan praktik coaching, konseling atau terapi, memfasilitasi sesi perubahan dalam diri para klien di ruang praktik saya, termasuk juga membahas tema yang menjadi permintaan terkini dari para subscriber atau follower saya di media sosial.
Yes, jadi itu juga menjadi sebuah pesan informasi bagi Anda ya, bagi yang punya usulan tentang bahasan topik tertentu untuk dibahas silakan mengajukan topik yang Anda ingin saya bahas itu, kalau memang topik yang diusulkan itu masih topik yang berada dalam cakupan pengetahuan saya dan memang relevan dengan hikmah pembelajaran yang ingin disampaikan oleh podcast channel ini ya mengapa tidak, saya akan upayakan sebaik mungkin untuk bisa membahasnya.
Nah, begitu juga di episode kali ini, beberapa waktu lalu ada sebuah pesan yang masuk ke inbox media sosial saya, dari salah seorang follower yang juga merupakan subscriber channel ini, yang meminta saya mengulas topik yang cukup menarik, yaitu cara menyikapi penundaan.
Tema ini jujur saja menjadi tema yang menarik untuk dibahas, hal ini karena sikap menunda, atau dalam Bahasa Inggrisnya, procrastination, memang menjadi satu masalah perilaku yang menyabotase kualitas hidup dan kualitas pencapaian orang banyak.
Pernah melihat ada orang-orang yang harusnya menyegerakan melakukan hal yang penting dan mendesak, tapi malah bersantai dan tidak melakukannya, atau malah teralihkan fokusnya untuk mengerjakan hal lain yang lebih tidak penting? Nanti ketika sudah mendekati tenggat waktu baru panik tidak karuan, kalau pun tetap selesai, tapi ya dampaknya itu menjadikan pengaturan aktivitas lain jadi berantakan.
Bagaimana, pernah mendapati orang-orang yang seperti itu? Atau jangan-jangan Anda malah jadi pihak yang sedang mengalami hal itu tadi, menunda hal-hal yang seharusnya dikerjakan dan malah mengerjakan hal-hal yang tidak seharusnya dikerjakan? He…he…
Tenang, kalau pun iya Anda termasuk yang mengalaminya ya paling tidak Anda tidak sendirian lah ya, karena hal itu dialami oleh banyak orang lainnya juga dari berbagai kalangan, bahkan sampai ke figur-figur yang dikenal sebagai tokoh besar sekali pun.
Tapi ya tetap saja, meski jangan merasa sendirian, jangan juga jadi malah membiarkan, mentang-mentang hal ini dialami oleh orang banyak jadinya merasa ini hal yang baik-baik saja untuk dibiarkan, ya jangan lah ya, karena memang dampak dari penundaan ini buruk sekali dan pastinya merembet ke aktivitas lain.
Ada masalah perilaku yang ketika tidak ditangani sekali pun nantinya bisa teredakan dengan sendirinya, nah penundaan ini tidak termasuk ke salah satu di antaranya.
Saya mendapati penundaan termasuk ke dalam masalah yang ketika dibiarkan tidak tertangani ia tidak akan teredakan begitu saja, dan bahkan malah sering kali menjadi semakin parah, ia bukan hanya menjadi penundaan, tapi menjadi perilaku teralihkan.
Bedanya apa? Kalau penundaan ya aktivitas yang seharusnya dilakukan malah tidak dilakukan, tapi kalau perilaku teralihkan, selain yang seharusnya dilakukan malah tidak dilakukan, yang dilakukan justru malah hal lain yang jelas tidak penting, dan bisa jadi ada kalanya malah hal itu kelak mendatangkan masalah tersendiri.
Perilaku penundaan juga sering kali menjadi masalah tersendiri karena ia bukan hanya mempengaruhi aktivitas kita, tapi sering kali juga mengganggu aktivitas orang lain yang aktivitasnya itu berhubungan dengan kita.
Sederhananya begini, karena kita menunda hal yang seharusnya dilakukan, penyelesaiannya jadi mepet-mepetan dengan waktu, dan bahkan ada kalanya terlambat. itu juga kalau tetap selesai lho ya.
Nah, masalahnya adalah manusia itu makhluk sosial, aktivitas kita akan berhubungan dan mempengaruhi aktivitas orang lain di sekitar kita, apalagi kalau ternyata kita berada di satu kesatuan aktivitas dengan mereka, seperti satu kesatuan aktivitas di tempat kerja misalnya, atau satu kesatuan aktivitas dalam berkomunitas, atau bahkan dalam berkeluarga.
Akan ada aktivitas yang penyelesaiannya memerlukan koordinasi dari beberapa pihak, karena memang pengerjaannya melibatkan beberapa pihak itu, artinya kalau ada satu pihak yang terkendala maka hal itu akan mempengaruhi aktivitas pihak lainnya kan? Kalau terkendalanya itu memang terjadi karena kendala teknis yang tidak terhindarkan, atau memang karena musibah ya agaknya hal itu bisa dimaklumi, tapi kalau karena penundaaan ini agaknya tidak baik untuk begitu saja dimaklumi, karena nantinya akan menyebabkan gangguan di skala yang lebih masif lagi.
Dampak dari penundaan ini di skala yang lebih jauh biasanya juga membuat si pelakunya jadi gelisah, jadi merasa bersalah, lalu ia mulai mengutuki diri atas perilaku penundaan yang dilakukannya itu, sampai lama-lama ia jadi membenci dirinya sendiri, nah kalau sudah sampai ke sini maka biasanya muncul deh gangguan mental di skala yang cukup rumit.
Jadi masih akan membiarkan penundaan ini tidak terselesaikan? Jangan lah ya…jangan menunda lagi untuk menyikapi penundaan itu sendiri…he…he…
Jadi, bagaimana menyikapi penundaan ini? Seperti biasa, beberapa dari Anda mungkin sudah familiar dengan kebiasaan saya kalau menjelaskan, dimana penting untuk kita memahami sebuah persoalan, sebelum sampai ke kesimpulan penyelesaiannya.
Begitu juga masalah penundaan ini, perlu kita pahami dulu karena apa ia tercipta, baru setelah memahami bagaimana ia tercipta, kita mulai memahami juga bagaimana cara menyikapinya.
Kita mulai saja ya.
Saya membagi kategori penundaan ini ke dalam enam jenis penundaan, yaitu menunda karena lelah, menunda karena jenuh, menunda karena tidak penting. menunda karena tidak suka, menunda karena kebiasaan, dan menunda karena ada trauma yang tidak disadari.
Kenapa tidak ada penundaan karena malas? Ya itu tidak perlu lagi saya bahas, karena penundaan itu sendiri terjadi, pastinya karena ada rasa malas di dalamnya, yang perlu kita bahas justru adalah rasa malas itu muncul karena apa.
Mari kita mulai dari yang pertama, yaitu menunda karena lelah.
Yang satu ini menjadi penundaan yang paling ringan, karena paling bisa dimaklumi.
Ya namanya orang kelelahan, kehabisan tenaga, masa iya mau begitu saja dipaksakan untuk mengerjakan aktivitas berikutnya, namanya juga manusia, kan energinya juga ada batasnya, kalau energi ini sedang habis mau dipaksakan bagaimana pun juga pasti tidak akan bisa perform, orang tidak ada energinya.
Nah untuk yang satu ini bagaimana menyikapinya? Ya istirahat, pulihkan energi, karena mau dibagaimanakan juga memang yang menjadi inti permasalahan kan adalah energi yang habis tadi, maka inti permasalahan ini yang harus diselesaikan, namanya energi habis ya solusinya diisi ulang.
Tapi ini benar-benar untuk mereka yang menunda karena kelelahan lho ya, jadi penundaannya memang berasal dari ketidakmampuan atau keterbatasan diri yang memang tidak bisa diapa-apakan lagi.
Kenapa dikatakan begitu? Karena ada juga orang yang mengaku menunda karena lelah, padahal sebenarnya mereka tidak lelah-lelah amat, mereka punya stok energi yang cukup, hanya saja mereka terjebak dengan faktor lain yang menjadikan mereka menunda, nah ini akan berhubungan dengan jenis penundaan berikutnya, yaitu penundaan yang selain penundaan karena lelah ini tadi.
Maka waktunya kita masuk ke jenis penundaan kedua, yaitu menunda karena jenuh.
Maksudnya begini, namanya menggeluti suatu bidang, apalagi untuk sekian lamanya, lambat-laun pasti akan ada saja rasa jenuh yang muncul, itu manusiawi lah.
Kalau rasa jenuh itu sudah muncul maka biasanya pengaturan energi juga jadi tersendat-sendat, energinya sih ada, tapi minatnya yang tidak ada, kalau sudah begini harus diapakan? Ingat, selesaikan masalah tepat di sumbernya, sumbernya adalah rasa jenuh kan, maka sadari bahwa ada rasa jenuh yang harus diselesaikan dalam diri, niatkan untuk meluangkan waktu untuk mengobati rasa jenuh ini, kalau memungkinkan untuk menghentikan dulu aktivitas yang kita kerjakan akan lebih baik, tapi kalau tidak memungkinkan ya tidak apa-apa juga, cari aktivitas lain yang bisa menjadi penyeimbang, sehingga ada variasi yang bisa menjadi pengisi energi dalam diri untuk nantinya digunakan menyeimbangkan rasa jenuh ini.
Di hal yang satu ini, penting untuk memiliki sikap mental eling lan waspada, artinya sadar penuh bahwa hal yang kita sedang jenuh ini tetap menjadi tanggungjawab yang harus kita selesaikan, ketika kita memutuskan untuk menghentikan dulu aktivitas itu – kalau memungkinkan – maka tentukan berapa lama kita akan menghentikannya, jangan sampai malah jadi kebablasan, kalau ini bukan cari penyegaran namanya, tapi berhenti.
Termasuk juga kalau menyeimbangkan dengan aktivitas lain, jangan sampai aktivitas lain itu malah jadi prioritas utama sampai-sampai si aktivitas yang sedang dirasa jenuh itu malah jadi terabaikan, kalau begini malah jadi semakin menunda nantinya, karena waktu tersita ke aktivitas baru itu.
Jadi sekali lagi, eling lan waspada, jaga kesadaran untuk tetap menyadari bahwa kita ingin fokus pada memperbaiki kinerja kita dan menyelesaikan yang selama ini kita tunda, bukan untuk berhenti atau mencari pelarian yang membuat munculnya masalah baru.
Yang ketiga, yaitu menunda karena tidak penting.
Kalau yang satu ini agaknya tidak perlu kita bahas secara terlalu mendalam juga ya, karena memang sudah cukup jelas, kita merasa hal yang harus dikerjakan itu tidak penting, tidak penting ini maksudnya: kalau selesai pun tidak memberikan kepuasan berarti, kalau tidak pun maka tidak ada konsekwensi berarti, kalau pun ada konsekwensi maka konsekwensi itu masih bisa kita toleransi batas kepahitannya.
Menunda karena tidak penting ini biasanya terjadi karena fokus kita hanya tertuju pada diri kita, ada sikap egois lah dengan kata lain. Karena fokusnya hanya diri kita, maka ketika itu tidak penting jadinya tidak kita sikapi.
Solusinya bagaimana? Bangun kesadaran, besarkan hati, renungkan bahwa hal itu bukan hanya untuk diri kita, kita mungkin bisa menahan konsekwensinya, tapi pikirkan orang lain yang ikut terlibat bersama kita di urusan itu, pikirkan juga mereka, jangan sampai keegoisan kita malah memberikan kerepotan tersendiri pada mereka, ingat bahwa tindakan yang merugikan sesama hanya akan menjadi karma buruk atau membawa dampak buruk bagi diri kita sendiri pada akhirnya.
Kalau tidak ada orang lain yang terlibat atau dirugikan bagaimana? Ya sudah stop saja sekalian yang dilakukan itu, kan sudah jelas tidak penting, ngapain juga diteruskan? Daripada mengerjakan aktivitas yang tidak ada makna pentingnya, lebih baik pergunakan energi itu untuk hal lain yang lebih penting.
Alternatifnya yaitu sebaliknya, temukan dan renungkan ada hal apa yang perlu kita sadari yang bisa menjadikan hal itu penting, kalau memang sampai sini tidak ada sama sekali hal-hal yang menjadikan itu penting ya sudah hentikan saja, kan dasarnya memang tidak penting, jangan jadi buang waktu juga.
Berikutnya, yang keempat, yaitu menunda karena tidak suka, kalau ini cukup jelas, agak mirip dengan menunda karena jenuh tadi, cuma ada bedanya.
Kalau menunda karena jenuh, aktivitas yang dilakukan adalah sesuatu yang dasarnya kita sukai, atau tidak ada masalah dengan hal itu, hanya saja kita sedang di titik jenuh, yang menjadikan kita malas untuk mengerjakannya.
Sementara menunda karena tidak suka agak berbeda, memang dasarnya kita tidak suka dengan yang dikerjakan itu, tapi ya itu harus dikerjakan, dengan kata lain: ada rasa terpaksa ketika mengerjakannya.
Namanya terpaksa ya otomatis sudah bisa ditebak kan, pasti tidak optimal energinya, macet, akhirnya keluarlah sikap menunda itu, jadi sikap menunda itu sebenarnya bentuk protes diri kita untuk menghindari hal yang kita tidak sukai itu.
Untuk yang satu ini bagaimana solusinya? Ini agak lain, kita justru harus melakukan dialog diri dan perenungan untuk menyadari bahwa hal yang kita tidak suka ini kalau semakin lama dibiarkan justru akan semakin membuat kita tidak suka, jadi kita perlu melakukan pembalikan pola pikir, untuk bisa menyadari bahwa justru karena hal ini tidak kita sukai maka ia harus cepat-cepat diselesaikan, semakin cepat diselesaikan maka semakin kita bisa lebih cepat terbebas dari hal ini.
Ilustrasi untuk menggambarkan hal ini pernah digambarkan oleh Brian Tracy dalam salah satu bukunya yang berjudul “Eat That Frog”.
Bayangkan seseorang yang harus memakan beberapa jenis kodok di depannya, ada yang ukurannya kecil, sedang dan bahkan besar, makin besar ukurannya maka makin besar juga suaranya itu.
Sekarang kalau disuruh memakannya, orang ini akan mulai makan dari kodok yang mana? Biasanya jawabannya adalah “Mulai dari yang kecil dulu”, betul? Hal ini tidak salah, tapi tanpa disadari suara dari si kodok sisanya yang lebih besar ini akan menjadi gangguan tersendiri, apalagi ada yang ukurannya besar sekali, lama-lama bahkan memakan kodok yang kecil itu pun jadi terganggu dan tidak optimal.
Maka pembalikan pola pikir ini yang perlu kita lakukan, jangan menyelesaikan hal yang kita sukai dulu, justru cepat-cepat bereskan yang tidak kita sukai itu, agar kita bisa lebih cepat terbebas darinya, nah pembalikan pola pikir ini biasanya cukup membantu untuk mereka yang terjebak di masalah menunda yang satu ini.
Yang kelima, yaitu menunda karena kebiasaan, kalau yang satu ini memang sudah tidak ada urusan dengan semua bahasan sebelumnya, memang kebiasaannya saja tidak menyegerakan, kebiasaannya adalah memang mengerjakan di waktu sudah kepepet.
Entah kapan dimulainya dan entah bagaimana awalnya, kebiasaan melakukan sistem kebut seketika ini menjadi sebuah kebiasaan, sampai-sampai kalau ada hal yang harus diselesaikan maka kalau tidak mepet-mepetan dengan waktu agaknya ada yang kurang.
Di satu sisi, hal ini juga menjadi sebuah kecanduan tersendiri, pelakunya jadi kecanduan adrenalin yang keluar ketika harus menyegerakan dengan buru-buru berpacu dengan waktu, ada tegang-tegangnya yang membuat suasananya jadi lebih seru!
Ini sebenarnya yang lebih kompleks dari biasanya, karena ada kebiasaan dan ada faktor kecanduan hormonal yang melatari perilakunya.
Bagaimana membedakan yang satu ini dengan berbagai penundaan yang sudah dibahas sebelumnya? Penundaan yang satu ini terjadi karena ada salah satu atau lebih penundaan yang sebelumnya tadi dibahas, yang dibiarkan berkelanjutan, sampai-sampai menjadi sebuah kebiasaan yang identik dengan cara kita menyelesaikan pekerjaan.
Bahasan ini juga jadi lebih kompleks, karena kita harus memahami dulu, apa kiranya jenis penundaan yang lebih mendasar dalam diri orang ini, sesuai penjelasan atas berbagai jenis penundaan sebelumnya tadi, yang dilakukan secara berulang sampai menjadi sebuah kebiasaan, baru kita akan bisa lebih bijak menyikapi penundaan yang satu ini.
Penundaan yang satu ini juga yang kalau boleh dikatakan mungkin akan lebih memerlukan bantuan dari praktisi yang kompeten untuk dibantu ditangani, bukan apa-apa, tapi karena kita memerlukan keahlian memetakan dan menelusuri pola untuk nantinya bisa menyimpulkan ada hal-hal yang lebih dalam apa yang mendasari penundaan ini.
Bantuan untuk mengatasi penundaan ini juga diperlukan untuk mengatasi penundaan yang keenam, yaitu menunda karena ada trauma yang tidak disadari.
Maksudnya bagaimana? Sederhananya begini, ada kalanya penundaan terjadi karena pikiran bawah sadar kita tidak suka dengan hal yang kita kerjakan, karena hal-hal yang ada dalam hal yang kita kerjakan itu mengingatkannya pada kejadian yang tidak menyenangkan yang pernah dialaminya dulu, yang menjadikannya trauma.
Ketika diri kita di masa kini mengerjakan hal itu, pikiran sadar kita tahu bahwa hal itu harus dikerjakan, tapi pikiran bawah sadar kita protes dan berontak, ia tahu bahwa hal itu merupakan sebuah ancaman tersendiri baginya.
Yang satu ini biasanya agak ekstrim, tandanya bisa kita dapati berupa rasa enggan yang sangaaat besar untuk mengerjakan hal yang harus kita kerjakan itu, kalau pun dipaksakan biasanya muncul reaksi penolakan yang makin tidak nyaman, ada kalanya sampai mempengaruhi dan terasa di tubuh fisik.
Maka itulah saya katakan yang satu ini termasuk ke dalam jenis penundaan yang akan memerlukan bantuan praktisi yang kompeten untuk ditangani nantinya.
Nah seperti itu kiranya bahasan kita seputar penundaan di episode kali ini, semoga memberi penyegaran dan wawasan tersendiri tentang menyikapi penundaan ini.
Sampai jumpa di episode berikutnya…
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.