Episode 70 – Jaga Semangat Kemenangan Yang Benar-Benar Menang!
Masih dalam suasana kesemarakan perayaan hari raya Idul Fitri, hari dimana yang telah berpuasa selama sebulan penuh merayakan kemenangannya.
Tidak kalah pentingnya selepas kemenangan, bagaimana kita akan menjaga kemenangan itu? Bukankah memelihara lebih sulit daripada meraih? Bukankah itu pun lagi-lagi kalau ternyata kemenangan itu benar-benar kita dapatkan?
Pertanyaannya: apa yang dimenangkan ini? Benarkah kemenangan ini kemenangan yang sesungguhnya? Apa saja 3 hal yang menjadikan sebuah kemenangan murni kita menangkan?
Simak renungan singkat penyegar batin pasca hari raya di Audio Podcast hari ini.
Selamat merayakan hari raya Idul Fitri, semoga semangat kemenangan yang dirayakan di hari raya ini menjadi energi penyemangat yang benar-benar menjadikan kita seorang pemenang kehidupan sesungguhnya.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketujuhpuluh Life Restoration Podcast berjudul ‘Jaga Semangat Kemenangan Yang Benar-Benar Menang!’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Jaga Semangat Kemenangan Yang Benar-Benar Menang!
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tujuh puluh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, berjumpa kembali bersama saya, Alguskha Nalendra, seperti biasa, di Life Restoration Podcast, yang memasuki episode ke-70 kali ini.
Mengawali podcast ini, seperti biasa tentunya, doa terbaik untuk Anda, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia, dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi, terutama yang masih dalam suasana mudik pasca lebaran…he…he…
Tidak lupa, dari dasar hati yang paling dalam, saya juga ingin mengucapkan selamat merayakan hari raya Idul Fitri bagi Anda sekalian yang merayakannya, semoga semangat hari kemenangan ini menjadi energi positif yang semakin menguatkan kita semua untuk terus memenangkan lebih banyak lagi pertandingan kehidupan ini.
Dan ngomong-ngomong, topik bahasan kita di podcast kali ini akan sedikit-banyak bersinggungan dengan topik tentang momen kemenangan ini.
Tanpa berpanjang lebar, kita mulai saja bahasan di episode kali ini ya.
Oh iya, saya juga mohon maklum kalau episode kali ini durasinya mungkin lebih singkat dari durasi standar podcast saya ya, maklum masih di nuansa liburan pasca hari raya…he…he…
Bagi Anda yang sudah familiar dengan konsep dari podcast saya, mungkin sudah cukup menyadari juga kalau durasi setiap episode podcast saya biasanya berkisar di 20 menitan.
Yaahh…jujur saja, durasi itu juga muncul bukan tanpa sebab lah ya, karena memang kalau saya cermati secara subjektif, tingkat kemampuan para pendengar di Indonesia pada umumnya dalam menyimak sebuah materi, terutama yang tidak berisikan gambar atau muatan visual sama sekali, biasanya berkisaran di 20 menitan, lebih dari itu biasanya sudah mulai agak menurun atensinya, kecuali mereka yang memang sudah terbiasa betul belajar dengan mendengarkan.
Di awal podcast saya dulu dibuat, durasinya hampir 1 jam, ya maklum lah ya, saat itu masih pakai patokan standar luar negeri, yang memang rata-rata durasi podcast itu bisa sampai 1 atau bahkan 2 jam, dan itu banyak lho penyimaknya!
Tapi ya itu tadi, lain padang lain belalang, konsep yang sama itu ternyata tidak bisa begitu saja dibawa ke sini, karena memang lain kebiasaan, mendengarkan sebuah materi dengan durasi lebih dari 40 menit, dan murni hanya mendengarkan, itu tidak mudah bagi kebanyakan segmen di sini.
Ya memang tidak semua lah pastinya, yang memang gaya belajarnya dominan dengan mendengarkan, seperti saya contohnya, ya akan senang dan cocok-cocok saja belajar seperti itu, cuma kan tidak semua seperti itu, pengamatan saya secara subjektif tadi lebih banyak yang tidak cocok.
Tapi ingat, ini secara subjektif lho ya, bukan hasil penelitian macam-macam, lebih kepada hasil berdiskusi secara ringan dengan para subscriber dan follower saya saja, hanya memang karena hasil diskusi itu masuk akal ya sudah saya lakukan penyesuaian, makanya di kemudian waktu durasi podcast ini saya sesuaikan, dari mulai menjadi 40 menit, sampai ke 30 menit dan akhirnya sampai di 20 menitan seperti sekarang ini.
Apakah durasi ini ideal? Ya untuk saat ini seharusnya cukup lah ya, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek juga, karena itu tadi, isinya dominan konten suara.
Pernah ada yang usul, “diisikan dengan muatan gambar atau visual saja Coach”.
Sempat sih terpikir begitu, tapi kalau sampai dibegitukan ya jadinya bukan audio podcast lagi. Meski bisa-bisa saja, tapi tetap saja ia sudah keluar dari esensi dibuatnya muatan inspirasi dan pembelajaran berbasis audio ini, apalagi audio podcast ini awalnya dikhususkan dimuat di Spotify Channel saya, Life Restoration Podcast, namanya Spotify Channel ya pasti isinya audio kan.
Nah saya dulu pernah secara khusus membahas kenapa Life Restoration Podcast difokuskan ke konten pembelajaran berbasis audio, nanti temukan bahasannya di salah satu episode yang ada di daftar podcast ini lah ya, intinya saya ingin menjaga agar esensi itu tetap terjaga.
Oke, kali ini kita masuk ke bahasan yang isinya sudah diwakili oleh judul dari audio podcast ini ya, yaitu “menjaga semangat kemenangan pasca berpuasa”.
Artinya, bukan sembarang semangat kemenangan tentunya ya, tapi semangat kemenangan yang membawa esensi dari proses berpuasa, terutama karena hal ini baru saja dilalui kemarin selama sebulan penuh oleh para Umat Muslim.
Proses berpuasa itu sendiri, atau juga dikenal sebagai “upawasa”, seperti pernah saya bahas di salah satu episode podcast saya dahulu, merupakan satu hal yang ada di setiap ajaran dan keyakinan spiritual, dan memang pada akhirnya ada hal yang esensial di balik semua proses itu, yaitu mendamaikan pergulatan atas diri sendiri, atau tepatnya mendamaikan pergulatan atas turani dan hawa nafsu, yang ketika prosesnya berlangsung dengan baik maka didapatlah yang kita sebut kemenangan tadi.
Membicarakan kemenangan, bahasan kita di episode kali ini memang akan fokus pada menjaga semangat kemenangan ini, tapi sebelum nanti kita menjaganya, bukankah akan lebih baik adanya jika kita menyamakan persepsi terlebih dulu tentang apa yang disebut semangat kemenangan ini, atau lebih mendasar lagi: makna dari kemenangan itu sendiri.
Yes, sebelum kita membicarakan “menjaga”, perlu kita sepakati dulu apa yang menjadikan kita “mendapatkannya”. Apa yang mau dijaga kalau didapatkan saja tidak?
Begitu juga “kemenangan” ini, sebelum kita membicarakan cara menjaganya, alangkah lebih baik kalau kita sadari dulu apakah kita sudah benar-benar mendapatkannya atau jangan-jangan selama ini kita belum mendapatkannya, kita belumlah menang, baru sebatas merasa menang, atau yang lebih parah lagi: pura-pura menang, wah itu kalau sampai benar begitu kacau sekali lah ya he…he…
Ke…me…na…ngan, satu hal yang menandakan kita sudah berhasil mengalahkan sesuatu atau menguasai sesuatu, yang semula berada di luar jangkauan kita.
Dalam konteks berpuasa, apa yang kita kuasai ini? Ya kendali diri kita, kita belajar mengendalikan diri, untuk bisa menguasai hawa nafsu, yang semula berada di luar jangkauan kita. Jika sebelumnya hawa nafsu itu yang mengendalikan kita, maka kali ini kitalah yang mengendalikan hawa nafsu itu, kita yang memiliki kuasa atasnya kali ini.
Untuk bisa menang atas hawa nafsu ini, maka bukankah kita juga harus memastikan bahwa kemenangan kita adalah kemenangan yang murni, bukan kemenangan yang didapat dengan cara yang justru memuaskan hawa nafsu lainnya, dan memang itulah yang sering kali membuat kita sebatas merasa menang dan bukan menang dalam artian sebenarnya.
Untuk bisa mendapatkan kemenangan yang murni itu maka ada tiga hal yang harus ada untuk bisa menjaga kemurniannya.
Pertama, terpenuhi esensinya, kedua, terjaga caranya, ketiga, terpelihara konsistensinya.
Yuk kita mulai bahas dari yang pertama terlebih dahulu, yaitu terpenuhi esensinya.
Yang satu ini sebenarnya cukup mudah kita pahami, yaitu sebuah kemenangan yang didapat karena esensi dari kemenangan itu memang kita pahami dan penuhi.
Dalam konteks berpuasa, hal ini kita dapatkan dengan memahami esensi sebenarnya dari berpuasa dimana kita menjadi pemimpin atas kendali diri kita, selama proses berpuasa itu dilakukan kita mengendalikan hawa nafsu, dan setelah proses berpuasa itu usai kita tetap menjadi pengendali atas hawa nafsu itu.
Yang satu ini kan yang sering kali bermasalah? Pasti ada saja orang-orang yang ketika berpuasa mungkin saja kuat untuk menahan godaan hawa nafsu itu, terutama yang berhubungan dengan menahan lapar dan haus, tapi ketika tiba waktunya berbuka puasa wah nafsunya bisa sedemikian tidak terkendali, apa-apa yang ditahannya selama seharian penuh dilepaskan begitu saja, segala dimakan dan segala diminum tanpa kendali, sampai-sampai kekenyangan dan akhirnya bahkan sakit pencernaan.
Kalau sampai seperti itu, mengendalikan nafsunya dimana?
Itu bukan mengendalikan nafsu namanya, tapi memindahkan nafsu, betul tidak? Nafsu yang ditahan selama seharian penuh itu ternyata bukan dikuasai, tapi dipindahkan saja jamnya ke waktu yang lain, pada akhirnya tetap saja nafsu itu tidak kita menangkan, karena kita hanya memindahkan waktu kemunculannya saja.
Artinya, sehubungan dengan kemenangan yang murni ini, yang satu ini yang harus kita penuhi terlebih dahulu, kita pastikan esensi dari hal yang kita ingin menangkan ini terjaga dengan baik, dan memang nantinya menjaga ini juga akan berhubungan dengan hal ketiga yang saya katakan tadi, yaitu menjaga konsistensi.
Tapi itu nanti, sekarang kita masuk ke hal kedua dulu lah ya, yaitu hal kedua yang harus ada, yang bisa menjaga kemurnian dari kemenangan itu, yaitu terjaga caranya.
Maksud dari terjaga caranya ini bagaimana? Ya lagi-lagi kembali ke proses dan kembali ke hakikat dari perjuangan itu sendiri.
Namanya berpuasa, sebagian dari esensinya ada pada menjaga hawa nafsu dari matahari terbit sampai matahari terbenam, betul?
Yang satu ini ya agaknya sudah cukup banyak yang tahu lah ya, hanya saja begini: dari matahari terbit ke matahari terbenam ini ngapain aja? Idealnya, bukankah kita seharusnya bisa menggunakan waktu yang ada untuk tetap beraktivitas seperti biasa dan merasakan seperti apa wujudnya ketika hawa nafsu itu datang, entah dalam bentuk rasa lapar, rasa haus atau rasa-rasa lain yang bersifat emosional, yang memang ada untuk kita kendalikan?
Justru ketika berbagai hawa nafsu itu datang dan kita bisa membuktikan pengendalian diri kita atas semua itu, disinilah kemenangan itu jadi terjaga juga kemurniannya.
Nah, di hal yang satu ini, ada enggak yang sering kali akal-akalan? Yes, ada, yaitu mereka yang ketika berpuasa ini malah sibuk saja tidur seharian penuh, atau melakukan hal-hal yang membuat mereka jadi tidak merasakan kemunculan hawa nafsu itu.
Ya ini sama saja seperti poin sebelumnya tadi, esensinya mungkin saja terjaga, berpuasanya tamat dari awal sampai akhir hari, ketika berbuka puasa pun juga mungkin saja esensi kemenangan itu tetap terjaga, yaitu dalam bentuk tetap menjaga perilaku dan tidak lepas kendali begitu saja, tapi tetap saja cara memperoleh kemenangan itu tidak murni kan? Ada saja akal-akalannya, yang penting sebatas menjaga esensi kemenangan, tapi caranya ya akal-akalan itu tadi.
Ya kalau seperti ini pastinya kadar kemurnian dari kematangannya juga agak gimana gitu ya, meski sah-sah saja dibilang menang, tapi masa iya begitu banget caranya…he…he…
Ya itu tidak salah juga sih, dibilang salah juga ya tidak, karena kan memang tidak dilarang juga, cuma ya karena itu tidak dilarang bukan berarti sah-sah saja untuk dilakukan terus-menerus, karena ya lagi-lagi yang saya katakan tadi, meski pun menang, tetap saja itu bukan kemenangan yang bisa dibanggakan.
Kalau sekali-sekali agaknya masih wajar, nah kalau sampai terus-menerus begitu agaknya itu menjadi kemenangan yang patut dipertanyakan lah ya, karena menang atas apanya pun juga menjadi tidak jelas kalau seperti itu yang diperangi dan dikuasai juga kan tidak ada, yang diakali baru ada.
Nah itu yang kedua, sekarang kita bahas yang ketiga, yaitu terjaga konsistensinya, nah ini paling berhubungan dengan situasi kita di saat-saat ini nih, yaitu situasi pasca hari raya Idul Fitri, yang menjadi momen perayaan atas kemenangan berpuasa dan mengendalikan hawa nafsu selama sebulan penuh.
Itu pun juga kalau memang benar kemenangannya tadi benar lho ya…he…he…, yaitu esensinya terpenuhi dan caranya juga terjaga, kalau tidak ya sama saja jadi aneh kan, yang dirayakan kemenangan yang mana coba?
Tapi untuk kali ini kita asumsikan dulu menangnya benar lah ya, untuk memudahkan bahasan saja dulu, nah sekarang penentu akhirnya: benarkah kemenangan itu bermakna? Benarkah kemenangan itu mengubah kita menjadi seorang pemenang?
Ya, bukan hanya “asal menang”, tapi kemenangan itu menjadikan kita seorang yang “berjiwa pemenang”, beda lho ya.
Artinya, setelah sebulan lebih mengendalikan hawa nafsu, kita memang benar-benar menjadikan semangat pengendalian hawa nafsu itu bagian dari pembaharuan diri kita, kita merasakan bahwa setelah perayaan itu kita memang benar-benar jadi seseorang yang lebih bisa mengendalikan hawa nafsu dalam berbagai bentuk, entah itu yang bersifat fisik, seperti keinginan untuk makan dan minum sembarangan, atau pun yang bersifat perasaan, seperti mampu mengendalikan rasa kecewa, rasa benci dan berbagai beban emosi lainnya yang mungkin saja berdampak negatif, atau pun dalam bentuk perilaku.
Kita jadi pribadi yang lebih sadar akan dorongan-dorongan dalam diri kita, dorongan untuk berpikir dan berperilaku, mampu menyadari ada muatan apa saja di balik dorongan itu dan menyadari kalau-kalau ada hawa nafsu terselip di dalamnya, dan yang terpenting: mampu mengendalikan diri untuk menghentikannya, membuktikan bahwa kita memang sudah mampu menjadi pengendali diri yang baik, yang tidak dengan mudah lagi-lagi larut terbawa hawa nafsu begitu saja, dengan kata lain: semakin eling lan waspada.
Dan disinilah kita sekarang, di momen perayaan kemenangan yang dirayakan secara semarak di berbagai penjuru negeri.
Mari kita renungkan, benarkah ini merupakan sebuah kemenangan yang murni? Benarkah ini menjadi sebuah kemenangan yang hakiki? Ataukah jangan-jangan ini hanya kemenangan dan perayaan semu?
Yang tidak kalah pentingnya: mari membawa semangat kemenangan ini dan menjadikannya sebuah pembuktian, bahwa bukan sekedar menang, tapi kita memang para pribadi pemenang, para pribadi yang telah membuktikan kelayakannya dan memegang kendali atas diri kita sendiri.
Semoga perenungan ini membawa arti tersendiri, yang bisa menjadikan semangat kemenangan ini semakin murni dan terus terjaga dalam diri kita semua.
Sampai jumpa di episode berikutnya…
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.