Episode 73 – Kenapa Motivasi Itu Turun Lagi?
Setelah sekian waktu akhir-akhir ini memfasilitasi pelatihan bertemakan kepemimpinan di beberapa perusahaan, satu bahasan lama yang agaknya masih layak mendapatkan tersendiri pun kembali mencuat, yaitu bahasan akan “motivasi”.
Bukan sekali-dua kali saya terlibat pembicaraan dengan para pemimpin yang mengeluhkan motivasi anggota timnya yang naik-turun, mereka bahkan sampai mengupayakan program motivasi khusus untuk memotivasi anggota timnya ini. Tapi demikianlah, seiring waktu berlalu, motivasi itu mereka dapati turun lagi.
Seperti apa menyikapi fenomena motivasi yang naik-turun ini?
Mari simak bahasannya di Audio Podcast ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketujuhpuluhtiga Life Restoration Podcast berjudul ‘Kenapa Motivasi Itu Turun Lagi? ’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Kenapa Motivasi Itu Turun Lagi?
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tujuh puluh tiga.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, semoga selalu dalam kondisi sehat, berkah, berlimpah dan damai-berbahagia, dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi tentunya.
Kembali berjumpa, di Life Restoration Podcast, di episode ke-73 kali ini, seperti biasa tentunya, bersama saya, Alguskha Nalendra.
Apa kabar Anda selama 1 minggu ini? Ada cerita apa saja? Sekali-sekali boleh dong ya kalau saya juga ingin tahu kabar Anda, jadi bukan hanya saya yang berbagi kabar, Anda juga bisa berbagi kabar he…he…
Dari saya pribadi, tentunya ikut mendoakan, semoga segala aktivitas Anda dilancarkan dan dimudahkan, semoga demikianlah kenyataannya ya.
Nah, seperti biasa, Life Restoration Podcast ini tidak akan menghadirkan kisah-kisah yang terlalu jauh dari keseharian saya, melainkan justru dengan sengaja menyajikan berbagai kabar terkini dalam keseharian saya dan mengemasnya sebagai sebuah pembelajaran tersendiri.
Seperti yang saya kisahkan di minggu sebelumnya, akhir-akhir ini agenda saya sedang kembali terisi dengan berbagai permintaan untuk memfasiltasi program pelatihan di beberapa perusahaan, hal ini tentunya memberikan dinamika tersendiri, yang sayang sekali kalau sampai tidak saya ceritakan he…he…
Mengenai latar belakang bagaimana saya bisa terlibat di berbagai program pelatihan untuk perusahaan ini, sudah pernah saya ceritakan di episode sebelumnya minggu kemarin ya, siapa tahu ada yang penasaran bisa nanti menemukan kisahnya di episode itu.
Kali ini, saya baru tiba kembali di Bandung, setelah beberapa hari sebelumnya berada di luar kota untuk meneruskan program pelatihan yang saya ceritakan minggu lalu.
Yes, kisah yang saya ceritakan di minggu lalu itu baru awal lho ya, jadi ya beginilah, sampai kurang lebih bulan Juli nanti saya masih akan lebih banyak aktif di bidang pelatihan atau in-house training ini dulu.
Apakah sesi untuk klien individual masih akan tetap berjalan, seperti coaching, konseling dan/atau terapi?
Pastinya lah ya, karena memang di bidang itu kan passion utama saya sebenarnya he…he…jadi sesi untuk klien individual ya pasti akan tetap ada, hanya saja proporsinya sedang agak bergeser, jadi lebih banyak yang klien korporasi dulu sepanjang periode ini.
Nah, ngomong-ngomong soal topik yang banyak beredar di bidang korporasi, atau paling tidak, di pelatihan yang bertemakan pengembangan kinerja dan produktivitas, seperti yang banyak diadakan di perusahaan bisnis jaringan misalnya, satu yang tidak pernah bisa lepas adalah topik soal “motivasi”.
Yes, motivasi, itu yang paling banyak dibicarakan, atau “dikeluhkan”, oleh para pemimpin di berbagai lini bisnis, mereka mengeluhkan anggota timnya yang menurut mereka “kurang termotivasi” dan hal itu lalu berdampak pada bisnis yang mereka jalankan.
Sekali-sekali boleh lah ya kalau kita juga berbicara tentang kepemimpinan di podcast ini he…he…biar ada “variasi”. Bukan kebetulan juga topik training yang memang saya bawakan sampai Juli nanti ini adalah topik kepemimpinan ini, jadi sekalian lah biar semakin hangat dan nyambung topik podcast-nya dengan aktivitas terkini he…he…
Kalau berkaca ke pengalaman pribadi saya, topik yang satu ini agaknya lebih banyak dikeluhkan oleh mereka yang menjadi leader atau pemimpin di bisnis jaringan, dibandingkan oleh mereka yang bergerak di bisnis konvensional.
Bukan berarti hal ini tidak menjadi keluhan tersendiri di bisnis konvensional lho ya, tetap saja hal ini juga punya porsi tersendiri bagi mereka yang bergerak di bisnis konvensional, hanya saja jumlahnya tidak sebanyak yang bergerak di bisnis jaringan.
Tunggu dulu, memang bedanya apa bisnis konvensional dengan bisnis jaringan?
Ya ini hanya istilah saja sih, yang dalam beberapa kesempatan sering dipakai oleh para coach atau trainer.
Intinya adalah begini, bisnis konvensional maksudnya bisnis yang dijalankan secara “konvensional”, perusahaan mempekerjakan para pekerja dan menggaji mereka, ada penghasilan yang cukup “pasti” di bidang bisnis ini bagi yang bekerja di dalamnya.
Ada juga bentuk lain dari bisnis konvensional ini yang mungkin tidak menggaji atau hanya menggaji pekerjanya sekian persen, biasanya jenis bisnis ini didapati di bisnis yang bergerak di bidang penjualan, karena selebihnya para pekerja ini akan mendapatkan penghasilan tersendiri dari omzet penjualannya, makin banyak mereka menjual maka makin banyak juga penghasilan yang mereka pribadi bisa dapatkan.
Sementara bisnis jaringan agak lain, mereka yang bergerak di bidang ini tidak mendapatkan gaji tetap, tapi mereka mendapatkan penghasilan dari omzet penjualan atau bisnis yang mereka ciptakan, nantinya ada sistem yang mengatur agar mereka yang bergerak di bisnis ini bisa menciptakan jaringan mereka sendiri dan di setiap jaringan yang mereka buat itu mereka bisa menciptakan omzet jaringan, dimana pemimpin atau yang mempelopori jaringan itu bisa mendapatkan omzet tambahan dari omzert jaringan yang mereka dapatkan itu.
Multi-Level Marketing, atau biasa disebut MLM adalah salah satu contoh dari bisnis jaringan ini, meski pun sebenarnya bukan hanya MLM saja, ada juga beberapa jenis bisnis lain yang mengadaptasi sistem bisnis jaringan ini.
Saya tidak akan membahas lebih jauh soal bisnis konvensional atau jaringan ini ya, karena bukan itu juga topik utama dari episode kali ini, tadi itu hanya bahasan pembuka saja agar topik di episode kali ini lebih bisa dipahami.
Berikutnya, beberapa orang mungkin ada yang beranggapan miring tentang bisnis jaringan, ada yang mengatakan itu penipuan, money game dan lain sebagainya, saya pribadi tidak akan berkomentar soal itu ya, karena nanti topiknya malah semakin melebar.
Di bidang apa pun pastinya akan ada 2 sisi, sisi yang disebut baik dan sisi yang berkebalikan dengannya, mengenai nantinya sisi mana yang disebut baik dan sisi mana yang disebut berkebalikan ini ya pasti akan kembali pada sudut pandang, dalam hal ini, satu sisi yang saya pribadi pandang sebagai sisi positif dari bisnis jaringan adalah adanya semangat dari mereka yang menggeluti bidang itu untuk “bertumbuh”.
Saya membagi semangat untuk bertumbuh ini menjadi dua, yaitu pertumbuhan pribadi, atau personal growth, dan pertumbuhan kepemimpinan, atau leadership growth.
Personal growth adalah pertumbuhan yang diupayakan oleh siapa pun yang ada di dalam bisnis ini untuk pertumbuhan pribadinya, menjadi pribadi dengan pola pikir yang lebih baik misalnya, atau dengan perilaku yang lebih baik, seiring dengan membaiknya pertumbuhan pribadi ini maka membaik juga potensi penghasilan mereka di bisnis ini.
Sementara leadership growth adalah pertumbuhan yang diupayakan oleh para pemimpin, atau biasa disebut “leader” di bisnis ini, untuk bisa menumbuhkan orang-orang yang dipimpinnnya di jaringannya, karena semakin besar dan kuat jaringannya maka semakin baik juga potensi penghasilan mereka di bisnis ini.
Di bidang leadership growth inilah topik motivasi, yang saya ceritakan tadi di awal, mendapatkan tempat tersendiri.
Saya berkali-kali berjumpa dengan para leader di bisnis jaringan yang mengeluhkan motivasi timnya yang menurut mereka “turun-naik”, mereka sadar betul bahwa kinerja dan produktivitas timnya sangat dipengaruhi oleh motivasi timnya itu, tapi justru aspek motivasi ini yang paling sulit dijaga.
Karena mereka sendiri sering kali punya keterbatasan dalam mengelola motivasi timnya ini, maka mereka sering kali bermitra, atau meminta bantuan dari para coach dan trainer, yang mereka percayakan untuk mengelola motivasi timnya ini.
Tapi di sini juga muncul keluhan lain, keluhan yang cukup sering mereka keluhkan adalah betapa mereka juga sudah meminta bantuan dari coach atau trainer yang mereka panggil untuk mengelola motivasi timnya, namun mendapati bahwa selang beberapa waktu motivasi timnya turun lagi.
Selain di bisnis jaringan, hal yang sama ini juga dialami oleh mereka yang bergerak di bidang konvensional kok, terutama mereka yang bergerak di bidang penjualan, seperti yang sempat saya ceritakan tadi.
Di sini mereka kadang bertanya juga ke saya “Bagaimana agar motivasi tim ini tidak naik turun, agar timnya selalu termotivasi setiap saat?”
Jawaban saya atas hal ini bukan dalam bentuk pernyataan, melainkan pertanyaan balik, “Kira-kira bagaimana caranya agar kita bisa terus memiliki energi yang cukup untuk hidup dan beraktivitas tanpa harus makan, minum atau beristirahat? Apakah mungkin??
Biasanya kalau diberikan pertanyaan seperti ini mereka menjawab “Tidak mungkin lah Coach.”
Pertanyaan lanjutannya adalah begini, “Bayangkan kita makan dan minum satu kali, kita lalu berharap satu kali makan dan minum itu cukup untuk menghidupi kita seumur hidup, tanpa pernah merasa lapar atau lemas lagi, apakah mungkin?”
Sudah bisa menebak jawabannya? Jawabannya pasti adalah “Tidak mungkin,” betul?
Ya seperti itu gambaran sederhana dari motivasi, bayangkan ia adalah energi untuk beraktivitas, bisakah energi ini kita dapatkan tanpa pernah makan dan minum sama sekali?
Pastinya tidak kan? Atau tidak perlu seekstrim itu lah, katakanlah kita tetap makan dan minum, tapi hanya satu kali, selebihnya tidak pernah makan dan minum lagi, kita lalu berharap satu kali makan dan minum itu bisa menjadi energi untuk beraktivitas sepanjang hidup kita, apakah mungkin? Jawabannya pasti “Tidak” kan?
Ya itu juga gambaran sederhana dari motivasi, hal ini juga menjawab pertanyaan “Bagaimana agar motivasi tim tidak naik-turun?” pertanyaan ini serupa dengan “Bagaimana agar energi beraktivitas tidak naik-turun?”
Jawabannya sama, yaitu “Ya dijaga dong.”
Namanya dijaga ya berarti harus ada tindakan rutin kan? Artinya, kita sendiri yang harus sadar bahwa motivasi itu adalah hasil dari berbagai tindakan yang memang ditujukan untuk menjaga motivasi ini, kalau ada seseorang yang berharap timnya cukup dimotivasi satu kali lalu motivasi itu bertahan seumur hidup, ini sama saja seseorang yang berharap cukup makan satu kali lalu tahan seumur hidup.
Ada yang kemudian berkomentar, “Ya tidak satu kali saja sih Coach, kita juga siap kok mengadakan acara motivasi seperti itu beberapa bulan sekali.”
Ya kembali ke ilustrasi tadi, makan dan minum hanya satu kali setiap beberapa bulan, masuk akal tidak?
Artinya, tindakan memotivasi ini harus menjadi sebuah rutinitas, satu hal yang seperti makan dan minum, rutin dilakukan setiap hari.
“Tapi saya sudah memotivasi tim saya setiap hari Coach, tetap saja rontok lagi motivasinya,” demikian kata salah seorang klien saya dulu.
Ya kembali ke ilustrasi tadi, namanya memberi makan, kira-kira ada aturannya tidak? Pasti ada kan? Kalau kita makan rutin tapi asupannya salah bagaimana? Malah jadi gangguan pencernaan kan? Ya ini sama dengan memotivasi, tapi caranya salah, hasilnya malah jadi membuat seseorang malas dan enggan nantinya.
Kalau kita makan rutin, tapi itu-itu terus menunya, kira-kira bosan tidak? Ini sama dengan memberi motivasi, tapi caranya monoton, cara yang sama terus yang dipakai, yang sudah tidak menarik lagi bagi yang mendengarnya.
Nah begitu juga kalau kita makan tapi terlalu banyak bagaimana? Pasti gangguan pencernaan kan? Ini sama dengan yang memberikan motivasi, tapi kebanyakan, tidak memperhitungkan kondisi si penerimanya, lama-lama malah muncul rasa muak jadinya.
Ya namanya motivasi, tetap perlu selingan juga lah, masa iya terus-menerus yang didapat cuma motivasi terus, siapa juga sumpek pastinya kan, masa iya hidup sehari-hari cuma makan saja, tidak ada aktivitas lain, lama-lama juga ya pasti enek lah, artinya: atur waktu yang tepat untuk memotivasi ini, agar kadarnya pas.
Atau yang lain lagi, kita makan tapi suasana di sekeliling tempat kita makan itu tidak menyenangkan, berisik lah, kotor lah, sumpek lah, atau dan lain sebagainya.
Meski pun makanannya bagus atau enak, tapi mood kita makan makanan itu jadi ikut terganggu kan? Hasilnya malah kesan yang kita dapatkan jadi tidak enak karenanya.
Ini ilustrasi ketika kita memotivasi seseorang, tapi waktu dan suasananya tidak tepat, tidak memperhitungkan ia sedang mengalami apa, atau sedang ada masalah apa, alhasil meski pun niat kita baik, jadinya malah diterimanya tidak baik, si orang yang kita motivasi malah jadi tersinggung dan hilang mood karenanya.
Nah begitulah kira-kira, kalau menggunakan ilustrasi ini lebih mudah kan memahami esensi dari memotivasi ini? Harusnya lebih mudah lah ya he…he…
Ada yang kadang bertanya, “Lho kalau begitu ya capek lah Coach.”
Lha ya itu konsekwensinya jadi leader, menumbuhkan yang dipimpin, kalau tidak mau mengemban konsekwensi itu ya jangan jadi leader, masa ingin enaknya saja dapat hasilnya tapi tidak mau bertanggungjawab dalam prosesnya, kalau sampai keluar ucapan seperti ini berarti ketahuan kan sekarang sumber masalahnya terletak pada siapa, pada motivasi si leader ini sendiri ternyata he..he…
Berarti kalau sudah memotivasi seseorang tapi ia tidak kunjung termotivasi, letak kesalahan terletak pada cara kita memotivasi?
Bisa dibilang begitu, persis seperti yang sudah dijelaskan tadi, entah caranya salah, atau caranya monoton, atau kadarnya kebanyakan, atau suasananya tidak tepat.
Tapi tenang dulu, bukan itu juga satu-satunya letak permasalahan, sama dengan ilustrasi makan yang kita pakai tadi, kalau kita memberi makan tapi orangnya memang benar-benar tidak mau makan bagaimana? BENAR-BENAR menolak untuk makan ini, apakah bisa kita paksakan? Ya percuma, dipaksakan pun hanya akan jadi masalah nantinya kan.
Nah ini sama dengan seseorang yang dimotivasi, tapi memang dasarnya tidak mau dimotivasi, artinya memang tidak ada kesadarannya untuk berubah menjadi lebih baik, nah dalam kasus seperti ini ya masalahnya bukan terletak pada motivasi yang kita berikan atau cara kita memotivasi, tapi memang masalahnya terletak pada sikap dari si orang yang kita motivasi ini.
Kalau sudah seperti ini bagaimana? Ya tidak gimana-gimana, memang dasarnya orangnya tidak mau makan masa iya mau dipaksa, yang bisa kita lakukan ya hanya berupaya, tapi tidak boleh memaksakan, dengan makanan terbaik yang kita punya, dengan cara terbaik yang bisa kita berikan, kita hanya bisa meletakkan makanan itu di dekatnya, kalau pada akhirnya ia tetap tidak mau makan ya kita tidak bisa paksa juga, artinya: dengan niat terbaik yang kita punya, dengan cara terbaik yang kita punya, kita bisa mengupayakan memberikan motivasi ini, tapi kalau orangnya dasarnya memang tidak berkehendak, ya paling tidak kita sudah lakukan yang harus kita lakukan.
Ngomong-ngomong tentang topik “memotivasi” ini, ada juga leader yang bertanya “Sampai kapan proses memotivasi ini dilakukan?” Lagi-lagi, sama dengan ilustrasi makan tadi, yaitu sampai orang itu sudah bisa “makan sendiri”.
Artinya, proses memotivasi ini harus ditujukan juga untuk nantinya membentuk kesadaran dan kemandirian dari orang yang kita motivasi, agar nantinya ia bisa memotivasi dirinya sendiri secara lebih mandiri.
Yang satu ini pastinya cukup memakan waktu, tapi sekali hal ini terbentuk maka proses perjuangan membentuknya pun sepadan, apalagi kalau Anda sampai bisa membentuk orang ini menjadi seseorang yang bisa ikut “memberi makan orang lain”, atau maksudnya “ikut memotivasi orang lain”.
Oh iya, ngomong-ngomong, pesan lain dari ilustrasi ini adalah: coba renungkan, jika Anda adalah seorang leader yang dalam keseharian harus menunaikan amanat memotivasi tim, seperti dalam ilustrasi makan tadi, apakah Anda sendiri sudah bisa “makan sendiri”, seperti dalam ilustrasi tadi, yang berarti sudah bisa “mandiri memotivasi diri sendiri”, tanpa harus bergantung pada “dimotivasi orang lain”?
Kalau “sudah”, berarti selamat, akan lebih mudah bagi Anda menunaikan tugas ini, dan memang saya mendapati mereka yang sudah bisa melakukan hal ini adalah mereka yang tidak pernah mengeluhkan urusan motivasi ini, mereka sudah sadar bahwa motivasi ini adalah sesuatu yang harus mereka lakukan sebagai bagian dari proses kepemimpinannya, hal ini menjadi bagian dari perilaku otomatis mereka.
Mereka yang belum bisa mandiri memotivasi diri sendiri ini biasanya menunjukkan sikap yang memandang proses memotivasi ini sebagai hal yang melelahkan dan merepotkan, tidak repot gimana, diri sendiri saja kelaparan lalu disuruh memberi makan orang lain, alhasil terlontarlah keluhan yang menganggap proses memotivasi ini menjadi suatu hal yang berat dan sulit dilakukan karenanya,
Jika, bukan kebetulan, Anda termasuk yang mengalami kondisi ini, maka itulah PR besar pertama Anda sebagai pemimpin di fase ini, memastikan Anda sendiri mampu memotivasi diri secara mandiri sampai nantinya hal ini menjadi proses otomatis dari aktivitas kepemimpinan Anda.
Sampai jumpa di episode berikutnya…
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.