Episode 74 – Lihat Perjuangannya, Bukan Hasilnya
Beberapa kali menyambut kedatangan para rekan sejawat sesama hipnoterapis di kantor praktik saya di Bandung, berkali-kali juga terlontar ungkapan dari mereka, “Wah ini sih sudah enak, sistemnya sudah jalan, tinggal dioperasikan saja.”
Kerap kali saya hanya tersenyum kecil menanggapi komentar itu, bukan apa-apa, karena yang mereka lihat adalah hasil pencapaiannya, bukan perjuangan yang membentuknya.
Merupakan suatu hal yang manusiawi untuk kagum pada apa yang dicapai seseorang, namun hendaknya hal itu tidak menjadikan kita mengabaikan perjuangan yang dilakukannya untuk mewujudkan yang dicapainya itu.
Mari simak bahasannya di Audio Podcast ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketujuhpuluhempat Life Restoration Podcast berjudul ‘Lihat Perjuangannya, Bukan Hasilnya’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Lihat Perjuangannya, Bukan Hasilnya
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tujuh puluh empat.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa di Life Restoration Podcast, seperti biasa, bersama saya tentunya, Alguskha Nalendra.
Seperti biasa juga, doa terbaik semoga Anda sekalian selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia selalu, bersama mereka yang Anda kasihi.
Dan…berjumpa kembali, di episode ke-74 kali ini, hanya berjarak 26 episode lagi dari memasuki episode ke-100 he…he…
Lho, kok hal seperti itu saja dihitung-hitung? Ya bukan apa-apa, namanya juga menapaki konsistensi kan ya wajar kalau jejak perjalanan itu dihitung dan disyukuri.
Seperti kita ketahui bersama, setiap episode Life Restoration Podcast diunggah 1 minggu sekali, kalau 1 tahun 52 minggu maka 1 tahun 52 episode kan, jadi kalau sudah mencapai episode ke-100 tandanya sudah hampir 2 tahun podcast ini berjalan konsisten, satu hal yang sangat saya syukuri sekali tentunya.
Terima kasih, bagi Anda sekalian yang sudah sedemikian setia membersamai perjalanan podcast ini, dari dulunya ketika masih “kosongan” he…he…, sampai bisa seperti sekarang ini, yang isinya sudah agak lumayan lah kalau dijadikan playlist he…he…
Minggu ini saya sedang dalam posisi kembali berada di Bandung, kembali membersamai perjalanan para klien individual yang menjalani sesi coaching, konseling dan terapi di kantor praktik saya di Bandung, setelah seperti Anda ketahui, di 2 minggu sebelumnya masih harus aktif terlibat memfasilitasi pelatihan kepemimpinan untuk para leader dari sebuah perusahaan otomotif di luar kota.
Nah, ada kisah apa di minggu ini yang bisa kita ulas? Ada banyak tentunya, tapi ada satu yang agaknya cukup menarik untuk diangkat, yaitu sebagaimana yang menjadi judul dari episode kali ini, yaitu “Lihat Perjuangannya, Bukan Hasilnya”.
Dari mana kisah ini bermula? Kita mulai dengan sedikit kisah pembuka dulu lah ya kalau begitu.
Jadi begini, beberapa waktu lalu saya kedatangan para rekan sejawat, sesama hipnoterapis, yang berkunjung ke kantor praktik saya di Bandung.
Bukan kebetulan, para rekan sejawat ini berkesempatan mengunjungi dua kantor praktik saya di Bandung dan melihat-lihat suasana dari kedua tempat itu.
Yes, bagi Anda yang belum familiar, saya berpraktik di dua tempat di Bandung ya, yang satu di kantor praktik saya sendiri, di daerah Jl. Asia Afrika, dan yang satu lagi bermitra dengan seorang rekan saya yang lain, yang bertempat di daerah Setra Duta, tepatnya di The Sanctuary, yang berlokasi di Gedung Saraswati, di NuArt Sculpture Park.
Karena memang sedang senggang, rekan sejawat ini jadi berkesempatan melihat-lihat suasana praktik di kantor praktik saya dan berkesempatan juga melihat-lihat bagaimana sistem praktik saya dijalankan.
Bukan berarti “melihat klien menjalani terapi lho ya”, kalau yang satu itu ya private dan confidential, tidak boleh dilihat atau dibersamai siapa pun, maksudnya “melihat-lihat bagaimana sistem praktik dijalankan” itu mempelajari seperti apa sebuah aktivitas praktik hipnoterapi dijalankan, dari awal penerimaan klien sampai klien selesai menjalani sesi.
Mungkin terdengar aneh, kenapa hal seperti ini saja bisa sedemikian spesial bagi para hipnoterapis? Jangan salah, menata sistem praktik hipnoterapi itu berbeda dengan menata sistem pengobatan lainnya.
Kalau jenis pengobatan lain, terutama yang bersifat formal, sudah tentu sudah punya prosedur yang terstandarisasi kan, misalnya saja Anda pergi ke dokter atau ke rumah sakit, pasti sudah ada standar baku yang Anda harus ikuti sebagai pasien kan.
Nah berbeda dengan hipnoterapi, sebagai pengobatan non-formal yang berjenis kompelementer, atau melengkapi pendekatan formal lain yang sudah ada, hipnoterapi belum memiliki standar baku yang disepakati bersama sebagai sebuah keharusan bersama setiap praktisinya.
Artinya, lain praktisi, bisa lain juga standar dan sistem penanganannya, hal ini juga yang sebenarnya menjadi sebuah PR bersama bagi para hipnoterapis untuk nantinya merumuskan standar yang satu ini.
Tapi saya tidak ingin fokus membahas itu dulu ya, podcast ini kan bukan dikhususkan membahas tentang hipnoterapi, melainkan pengembangan diri, kalau pun ada kisah tentang hipnoterapi, ya itu hanya kisah yang nantinya melatari episode yang ada di podcast ini.
Kembali ke kisah saya tadi, saya pribadi memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum kemudian menemukan sistem dan standar praktik yang “berkualitas”, maksudnya “berkualitas” ini yaitu sistem itu teruji efektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sebagai sistem, yang dimaksud “berkualitas” ini artinya bukan hanya teknik terapi, tapi keseluruhan proses lain yang melandasi sebuah kerangka penanganan klien.
Teknik terapi yang berkualitas jelas merupakan keharusan, tapi di sisi lain, teknik yang berkualitas ini saja tidak cukup, kita juga perlu proses lain yang melatari teknik ini sebagai satu kesatuan, dari mulai sistem penjadwalan, sistem pelayanan, sistem pencatatan, sistem tindak lanjut, dan berbagai jenis sistem lainnya.
Nah, keseluruhan sistem itulah yang saya pribadi baru temukan setelah bertahun-tahun mempelajari dan mempraktikkan hipnoterapi, dari mulai di awal-awal dulu ketika masih lugu dan tidak tahu apa-apa, dengan fasilitas praktik yang apa adanya, bahkan jauh dari kata memadai, sampai ke sekarang ini yang sudah mulai lebih ajeg dalam berpraktik, karena sudah ada sistem yang sudah lebih baku untuk diikuti.
Bukan berarti sistem praktik saya ini adalah “yang terbaik” ya, ya tidak juga, karena pengembangan pun masih dilakukan di sana-sini, tapi paling tidak sudah ada sebuah sistem yang lebih baku untuk digunakan, dan fasilitas praktik yang sudah lebih menunjang, kalau dibandingkan dengan masa-masa awal ketika memulai dulu.
Sistem dan fasilitas praktik inilah yang diperhatikan oleh para rekan sejawat saya ketika berkunjung beberapa waktu lalu, sebatas itu sih mungkin ya biasa-biasa saja kan, cuma ada salah satu komentar mereka yang menurut saya cukup menarik untuk disoroti, yaitu “Wah, enak ya Coach, sistem dan segala macamnya sudah siap jalan.”
Memang kalimat itu kalimat biasa, bahkan tidak ada maksud apa-apa juga di balik kalimat itu, tapi bagi saya kalimat itu “menggelitik” sekali.
Kenapa demikian? Karena hal itu seolah menyoroti sebuah fenomena di masyarakat kita yang seolah fokus pada hasil dan lupa pada perjuangan.
Bukan berarti si rekan sejawat saya itu termasuk orang yang begitu lho ya, tidak juga, karena di pembicaraan selanjutnya ia juga menyadari bahwa hasil yang saat ini ada pastilah terbentuk dari proses dan perjuangan yang tidak mudah, dan memang sisa dari pembicaraan kita di waktu itu lebih banyak memperbicangkan proses perjuangan menata sebuah sistem yang berkualitas.
Tapi tidak semua orang seperti rekan sejawat saya ini, ada juga beberapa orang lainnya yang dulu pernah berkunjung dan hanya menyoroti hasilnya, komentar-komentar mereka bisa terdengar seperti tadi itu “Ini sih sudah enak, tinggal jalankan saja”, dan jenis-jenis komentar lain, yang meski terdenganya tidak sama persis, tapi esensinya ya mirip-mirip, mengomentari enaknya hasil.
Kenapa saya sedemikian meletakkan atensi pada hal yang satu ini? Di satu sisi, karena memang kata-kata “enak” itu terdengar agak gimanaaa gitu di telinga saya, bukan soal yang saya jalani ini tidak enak lho ya, kalau ditanya apakah yang dijalani sekarang ini enak ya pasti jawaban saya “enak”, karena memang ada pembanding, yaitu situasi bertahun-tahun lalu ketika di proses perjuangan yang luar biasa beratnya.
Tapi situasi pembanding itu juga yang justru menjadikan kalimat itu terdengar gimanaaa seperti kata saya tadi.
Kenapa demikian? Karena memang kalau saya mengingat lagi masa-masa proses perjuangan dulu, duh benar-benar deh, sakitnya, beratnya, kerasnya, dan banyak lagi kesan-kesan lain yang tidak terlukiskan.
Bermodalkan tekad semata, perjuangan itu dulu saya jalankan dengan tidak mudah, keraguan, ketidaktahuan, belum lagi cemoohan dan penghakiman dari lingkungan, jujur saja, saat itu rasa frustrasi, lelah, dan bingung bercampur jadi satu.
Memang demikian adanya, kalau saya bercermin di masa-masa perjuangan awal dulu, untuk ikut pelatihan saja, untuk bisa mempelajari keilmuan yang saya ingin pelajari, sulitnya sudah bukan main, harus menabung, mengumpulkan uang, mengorbankan keinginan, dan bahkan sampai berhutang.
Saya masih ingat, dulu, untuk ikut pelatihan di luar kota saya harus menumpang di kost-kostan salah seorang teman, berbagi ruangan yang kecil untuk ditempati bersama, berbagi makanan seadanya, ada kalanya lagi kadang melepas lelah dan bermalam di bandara atau stasiun, agar lebih hemat biaya.
Ketika berbicara dengan para peserta lain, kadang ada rasa iri melihat mereka bisa ikut pelatihan dengan mudah, bahkan ada yang sambil jalan-jalan atau liburan, menginapnya pun di tempat yang nyaman, jauh banget kalau dibandingkan dengan saya yang berada dalam mode nelangsa, seadanya dan memprihatinkan he…he…
Pernah ada yang bertanya, kenapa hal-hal itu tidak pernah saya ceritakan di media sosial, ya sederhana: saya tidak suka mengobral kisah penderitaan kalau pada akhirnya semua itu hanya untuk menarik belas-kasihan sesama, saya lebih suka menceritakan kisah perjuangan, yang harapannya bisa menjadi inspirasi bagi sesama.
Kapan hal itu bisa menjadi inspirasi? Ya kalau situasinya sudah berlalu dan kita sudah melewatinya dengan baik, karena di sana jadi ada kisah pembelajaran yang bisa dibagikan, apa kesulitan yang terjadi, bagaimana kita melewatinya dan segala macam inspirasi lainnya, yang diharapkan bisa menjadi manfaat bagi mereka yang sedang atau mungkin akan melewati situasi yang sama suatu hari nanti.
Termasuk kalau lagi di kelas, berbicara dengan peserta lain, ya semua kisah itu tidak saya ceritakan, kalau lagi di kelas dengan peserta lain ya saya juga bersikap biasa saja, hanya fokus belajar dan berinteraksi seperlunya, seputar keilmuan yang dipelajari, bukan mengisahkan kisah-kisah ngenes tadi, ada kok beberapa rekan yang ketika berjumpa saya beberapa tahun kemudian, setelah kondisi saya membaik, baru tahu semua kondisi itu tadi, dan mereka juga terkejut karena tidak menyangka semua hal itu.
Kadang terpikir, mungkin ada baiknya juga kalau kisah-kisah perjuangan itu mulai saya bagikan di media sosial, agar menjadi inspirasi bagi mereka yang sedang menekuni dunia yang sama, tapi ya nanti lah ya, lihat-lihat situasi dan kondisi dulu, apakah memang baik untuk dilakukan atau tidak he…he…
Kenapa saya katakan “perjuangan”? Karena berbeda dengan “penderitaan” yang konotoasinya tidak karuan, perjuangan lebih membawa konotasi positif, dan memang kalau dipikir-pikir, semua itu juga yang membuat saya teguh di bidang ini, semua kesulitan itu yang mendewasakan saya, yang menjadikan saya bertekad menjadikan semua perjuangan itu berarti, jangan sampai semua itu berakhir sia-sia.
Dan memang para rekan lain yang dulu saya dapati terlalu mudah dalam perjuangan itu, yang sambil liburan lah, yang hanya iseng lah, jadinya juga tidak serius memperjuangkan yang mereka tekuni ini, akhirnya banyak dari mereka juga yang kalau saya amati pada akhirnya tidak terus menekuni bidang ini.
Jangan salah ya, bukan berarti saya mengatakan bahwa hal itu buruk, pada akhirnya lagi-lagi semua itu adalah soal pilihan, kalau memang sejak awalnya niatnya memang hanya iseng ya wajar juga kalau hasil akhirnya sebanding dengan niat iseng itu, yang ingin saya soroti adalah bahwa di balik sebuah hasil, pastilah ada proses yang membentuknya, nah keseriusan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hasil yang dicapai ini akan sebanding dengan keseriusan yang dicurahkan seseorang ketika memperjuangkan yang akan dicapainya itu.
Sama dengan beberapa rekan sejawat yang kadang ketika berkunjung ke kantor praktik saya hanya terlena menyoroti hasil, saya kerap kali mengingatkan mereka bahwa jangan larut hanya melihat hasilnya, tapi lihat juga perjuangannya.
Jangan hanya melihat sabuk juara yang dikenakan seorang petinju, tapi lihat perjuangannya menempa dirinya dengan keringat dan luka, yang kelak membentuk ketahanannya untuk menebus perjuangannya dengan hasil yang sepadan.
Ngomong–ngomong soal terlena pada hasil, Anda juga mungkin menyadari bahwa akhir-akhir ini sedang cukup booming kisah-kisah penipuan berkedok investasi bodong atau penipuan sejenis lainnya, kira-kira kalau kita hubungkan dengan kisah hasil dan perjuangan tadi, apa kisah moral yang bisa kita petik?
Yes, terlena pada hasil ini yang membuat banyak orang bisa sedemikian terlena, lupa diri, dan akhirnya mudah tertipu, apalagi kalau dasarnya orang-orang ini inginnya hasil yang instan, gampang, tanpa perlu mengeluarkan upaya perjuangan apa pun yang berarti.
Ilustrasi sederhananya begini deh, coba amati bahan makanan, misalnya daging hewan, seperti ayam misalnya. Secara wajar, butuh waktu berapa lama untuk menternakkan ayam dari mulai menetas sampai ia siap potong dan siap dikonsumsi? Butuh waktu pastinya kan, nah kalau sekarang ada yang bisa memberikan ayam yang siap potong dan siap dikonsumsi dalam waktu yang lebih singkat, hanya setengah waktu yang diperlukan atau bahkan sepertiganya, kira-kira ada yang “tidak wajar” tidak di situ?
Saya tidak tahu dengan Anda, tapi logika saya akan berkata “Ada yang tidak wajar” pastinya, entah dari pakan atau kimia yang digunakan, pastinya ada sesuatu yang digunakan untuk mengakselerasi prosesnya, nah sekarang kalau “yang tidak wajar” ini kita masukkan dalam tubuh, atau kita konsumsi, ada dampaknya tidak?
Ya pasti ada lah, kita jadi ikut memupuk bahan kimia itu dalam tubuh kita pastinya, sehat tidak? Ini agaknya tidak perlu saya jawab lah ya he…he…
Tapi kan sekarang memang jamannya begitu, untuk memenuhi kebutuhan industri jadi banyak percepatan dan kemudahan yang harus disediakan? Iya…iya…saya sih tidak ingin banyak berkomentar soal yang satu ini.
Yang jelas begini saja, segala-sesuatu mensyaratkan proses, yang perlu kita lakukan adalah coba deh mencermati prosesnya, kalau memang proses itu merupakan sesuatu yang bisa kita percepat tanpa mengorbankan kualitas hidup apa pun maka itu namanya efisiensi, sah-sah saja kita lakukan, tapi kalau percepatan itu ternyata mengorbankan suatu hal lain yang esensial, maka waktunya kita menentukan pilihan apakah percepatan itu sepadan dengan pengorbanan esensial yang kita harus alami, selebihnya ya itu soal pilihan saja deh.
Kembali ke bahasan utama di episode podcast ini, mari mencermati perjuangannya, jangan hanya ingin fokus pada hasil tapi tidak siap menerima konsekwensi perjuangan, hilangkan dulu harap-harap instan ingin mendapatkan apa-apa itu “tahu-tahu enak”, siapkan diri untuk menjalani “tidak enaknya” dulu agar nantinya pantas dan layak mendapatkan “yang enaknya” itu, karena kepantasan itu sudah kita buktikan melalui perjuangan tadi.
Sah-sah saja untuk kagum pada seseorang, atau tepatnya, pada kisah sukses seseorang, tapi hal itu jangan sampai membuat kita lupa bahwa ada perjuangan tersendiri yang membentuk kisah suksesnya.
Kalau sekarang kita sudah pahami kisah perjuangannya, coba letakkan diri kita di posisi orang itu, apakah kita akan siap menahan kisah perjuangan yang sama dengannya? Apakah kita akan siap menahan pahit dan kerasnya perjuangan yang sama dengan yang ia lakukan?
Atau yang lebih mendasar lagi, kalau melihat seseorang yang terkesan sukses, coba deh cermati, apakah ada kisah perjuangan yang membentuk kesuksesannya, ataukah itu merupakan hasil instan yang seolah merupakan keberuntungan, atau justru kesuksesan yang didapat dengan cara yang tidak pantas, kalau itu yang ternyata terjadi, maka lebih baik pikirkan lagi deh, apa kita siap kalau ternyata hasil itu tidak langgeng dan bahkan tidak berkah, karena diperoleh dengan cara yang tidak matang dan tidak pantas.
Kalau kita ingin mendapatkan hasil yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya, apakah kita siap berjuang melakukan yang kita belum pernah lakukan sebelumnya?
Ingin mendapatkan hasil yang berbeda, tapi terus melakukan hal yang sama, yang sudah berkali-kali terbukti tidak mendatangkan hasil berbeda, apakah itu masuk akal? Ya, Anda tahu sendiri jawabannya lah ya.
Maka, lihat perjuangannya, jangan hanya fokus pada hasilnya.
Boleh-boleh saja kok membayangkan nikmatnya menikmati hasil itu, itu kan bagian dari visualisasi, sah-sah saja itu, tapi setelah “kenyang” dengan visualisasi itu, ayo bangun, siapkan diri untuk kembali berjuang dan fokus pada perjuangan terbaik diri, untuk memantaskan diri di apa-apa yang kita perjuangkan itu.
Siap untuk fokus pada perjuangan?
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.