Episode 86 – Kesembuhan Yang Bermula Dari Keputusan
Bersama kesembuhan yang berkualitas atau lepasnya seseorang dari masalahnya, tersimpan keputusan yang sama berkualitasnya.
Segala-sesuatu adalah energi. Perasaan, pemikiran dan perilaku adalah ekspresi energi yang bermula dari sebuah mekanisme yang dilatari sebuah keputusan.
Ya, keputusan adalah “energi”. Bersama besarnya energi dari sebuah keputusan maka semakin besar juga daya dorong yang tercipta darinya yang menjadi modal penting di balik kesembuhan yang berkualitas.
Mari simak bahasannya di Audio Podcast ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kedelapanpuluhenam Life Restoration Podcast berjudul ‘Kesembuhan Yang Bermula Dari Keputusan’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Kesembuhan Yang Bermula Dari Keputusan
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode delapan puluh enam.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para sahabat sekalian dimana pun Anda berada …berjumpa kembali di Life Restoration Podcast – seperti biasa – bersama saya, Alguskha Nalendra, yang kali ini memasuki episode ke-86.
Seperti biasa juga tentunya, mengawali perjumpaan kita, doa terbaik untuk Anda sekalian, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah, dan damai-berbahagia, bersama mereka yang dikasihi.
Memasuki caturwulan terakhir di tahun 2023. Tidak terasa hanya tinggal empat bulan sebelum pergantian tahun menuju tahun 2024.
Dari sekian pilihan topik yang ada, di episode kali ini saya ingin mengangkat topik yang berhubungan dengan “keputusan”, atau tepatnya, “kesembuhan yang bermula dari keputusan”.
Sebelum mulai, kita bercerita dulu sedikit alasan di balik diputuskan diangkatnya topik ini ya.
Jadi begini. Beberapa waktu terakhir ini di interaksi yang saya jalani bersama para klien saya mendapati fenomena yang agaknya sangat disayangkan kalau tidak saya angkat.
Ada klien yang datang dengan keluhan beban emosi yang sedemikian berat sekali. Mendengar kisah masa lalunya saja sudah sedemikian menyeramkan. Berbagai peristiwa traumatis yang tidak terbayangkan – yang membahayakan nyawanya – ikut mewarnai kisah hidupnya. Di masa kini, tidak heran kalau ia jadi mengalami gangguan kecemasan yang cukup intens dan sedemikian mengganggu.
Tapi … nah di sini menariknya, dengan sedemikian banyaknya peristiwa traumatis yang membahayakan nyawanya itu, yang membuat kecemasannya sedemikian intens, ia justru bisa sembuh dari masalahnya dengan cepat.
Di sisi lain, ada klien saya yang lain, yang kalau dibandingkan klien jenis pertama saya tadi itu, masalahnya mungkin jadi terlihat lebih ringan, tapi sembuhnya ini lebih memakan waktu.
Bukan berarti masalah si klien jenis kedua ini benar-benar lebih ringan ya. Kalau dilihat-lihat ia juga membawa beban emosi yang besar sebenarnya. Kalau dari sekilas ceritanya, ia tumbuh dengan pengasuhan keluarga yang toxic, yang sekian belas dan bahkan puluhan tahun lamanya, sampai ia dewasa, terus saja merongrongi hidupnya. Klien saya ini tidak bisa membuat banyak keputusan dan menjadi pribadi merdeka karena selama hidupnya itu ia dibayang-bayangi terus oleh rongrongan dan perilkaku toxic keluarganya.
Nah, kalau dilihat sebenarnya berat juga kan? Maksudnya, secara beban emosional ya berat juga ini. Karena memang ia juga datang dengan kondisi tidak karuan, ketika ditanya inginnya apa ia juga tidak tahu, ketika ditanya apa harapannya ia juga bingung. Yang ia tahu cuma ia merasa kesal dan marah pada hidupnya.
Ingat, saya tidak mengatakan masalah si klien ini ringan ya, ini termasuk masalah yang berat juga. Hanya saja kalau sedang menggunakan kisah si klien pertama tadi sebagai “pembanding”, dimana masalah yang dialaminya benar-benar mencengangkan, dengan sedemikian banyak peristiwa membahayakan yang bisa mengancam keselamatannya, masalah si klien kedua ini jadi terlihatnya seolah tidak segenting yang pertama.
Dan memang kemunculan gejala masalahnya pun berbeda. Si klien yang datang dengan gejala kecemasan ini merasakan betul bagaimana kalau kecemasannya itu sedang muncul dunia benar-benar berubah drastis, ia bisa langsung kehilangan kendali atas dirinya dan apa yang dirasakannya itu bisa menguasai dirinya dengan sedemikian hebatnya, sampai-sampai gejala kecemasannya itu menjadi lebih ke serangan panik, atau panic attack.
Sementara si klien kedua yang datang dengan masalah hidup tidak karuan ini tidak sebegitunya. Ia masih bisa menikmati waktu di luar rumah. Ketika ia bekerja atau beraktivitas di luar, masalah yang bersumber dari keluarganya itu tidak terlalu merisaukannya. Hanya saja kalau sudah di rumah, nah di sini mulai muncul rasa-rasa sumpek tidak karuan yang membuatnya lagi-lagi merasa sewot sendiri dan dunia jadi terasa suram karenanya.
Bukan berarti masalahnya ringan ya, hanya saja dari dampak yang ditimbulkannya tidak seintens seperti yang dialami si klien pertama tadi, makanya saya katakan tidak seberat klien pertama. Bukan berarti masalahnya ringan.
Nah kali ini lebih menarik lagi. Ada klien ketiga yang membawa masalah yang mirip dengan si klien kedua, ya beda-beda sedikit lah latar belakangnya, garis besarnya agak mirip, sama-sama menjalani hidup bersama keluarga yang toxic, yang sama-sama membuat hidup di masa kini terasa sumpek dan tidak karuan.
Biar tidak membingungkan, saya rekap dulu ya. Jadi sejauh ini dalam kisah ini ada tiga klien yang saya angkat. Klien pertama dengan masalah kecemasan intens. Klien kedua dan ketiga dengan masalah beban emosi yang bersumber dari keluarga.
Lha kalau begitu bedanya yang kedua dan ketiga apa?
Nanti dulu, ini baru mau mulai diceritakan he … he …
Jadi, bedanya klien kedua dengan ketiga ini, meski pun masalahnya serupa, hasilnya berbeda. Si klien ketiga justru bisa sembuh dari masalahnya dengan cepat, lepas dari beban emosinya dengan cepat, dan bisa lebih fokus menata hidupnya. Sementara itu si klien kedua ini, jalannya sesi justru berlarut-larut sekali.
Jadi begitu rekapnya. Klien pertama datang dengan keluhan kecemasan intens yang sedemikian mengganggu tapi ia justru bisa sembuh dengan cepat. Klien kedua dan ketiga datang dengan beban emosi yang menumpuk, akumulasi dari interaksi dengan keluarga yang toxic, bedanya klien ketiga bisa sembuh dengan cepat, lepas dari bebannya, sementara yang klien kedua ini tidak lepas-lepas dari masalahnya, berlarut-larut lah istilahnya.
Sekarang kita masuk ke inti bahasannya, yang akan menjelaskan kenapa si klien pertama dan ketiga ini bisa sembuh dengan cepat dan lepas dari masalahnya dengan cepat, sementara si klien kedua berlarut-larut. Padahal klien pertama intensitas emosinya jauh lebih intens dan begitu juga padahal klien ketiga memiliki masalah yang serupa dengan si klien kedua, tapi kenapa si klien kedua ini justru berlarut-larut perubahannya.
Jawabannya ada pada satu hal: “keputusan”.
Nah lebih jauhnya mau tidak mau isi bahasan kita akan berisikan dua hal ya, yaitu penjelasan dan cerita.Penjelasan adalah untuk menerangkan sisi logis di balik jawabannya, dan cerita adalah untuk semakin memperjelas detail yang akan membuat kita memahami alasan di balik jawaban itu.
Kita mulai dari penjelasan dulu. Keputusan adalah sesuatu yang memegang peranan penting dalam respon dan perilaku kita. Keputusan adalah awal dari terciptanya sebuah pemikiran berkelanjutan, dan kemudian menjadi perilaku, sampai jadi kebiasaan.
Dalam dunia Neuro-Linguistic Programming, atau NLP, salah satu keilmuan yang saya praktikkan dalam sesi coaching saya, setiap perilaku tidak muncul tiba-tiba, ada sebuah mekanisme di pemikiran kita yang jadinya melahirkan perilaku itu. Salah satu hal yang menggerakkan mekanisme itu ya adalah keputusan itu tadi.
Dalam dunia energi, keputusan memiliki energi. Dari sebuah keputusanlah sebuah energi terbentuk dalam pemikiran kita dan kemudian menjadi perilaku.
Contohnya begini. Bayangkan Anda sedang berada di sebuah lingkungan, lalu orang-orang di lingkungan itu membicarakan Anda secara negatif. Anda tahu hal itu tidak benar adanya. Apa yang Anda rasakan dan lakukan? Jawabannya adalah “bergantung pada keputusan” Anda. Kalau Anda memutuskan membiarkan hal itu mengganggu Anda maka di situlah hal itu akan menjadi sebuah gangguan bagi Anda. Di satu sisi Anda tahu hal itu tidak benar adanya, di sisi lain Anda memutuskan membiarkan hal itu mengganggu Anda, maka muncullah rasa tidak nyaman, dan bahkan sewot sendiri karenanya. Waktu berlalu, Anda terus saja memutuskan membiarkan semua itu menjadi gangguan, maka rangkaian keputusan berkelanjutan itu membuat Anda merasa tersiksa menjalani hidup di lingkungan itu.
Akan lain ceritanya kalau Anda memutuskan untuk tidak membiarkan hal itu mengganggu Anda. Anda tahu hal itu tidak benar adanya dan Anda memutuskan untuk tidak terganggu oleh hal itu. Maka itulah yang terjadi, situasi itu tidak jadi mengganggu Anda.
Atau mungkin lebih jauh lagi, Anda memutuskan untuk tidak membiarkan situasi itu terjadi berlama-lama, akhirnya Anda membuat sebuah keputusan lanjutan untuk meluruskan berita yang beredar. Lihat, betapa ada rangkaian keputusan dalam sebuah peristiwa, yang akan menentukan kualitas akhir dari situasi yang terjadi.
Bagi saya, tidak ada sebuah perasaan, pemikiran atau perilaku apa pun yang tercipta begitu saja tanpa ada keputusan di dalamnya. Setiap perasaan, pemikiran, atau perilaku adalah ekspresi energi dalam diri. Ekspresi energi itu bermula dari sebuah “bibit” yang ada di dalamnya yang melahirkan ekspresi itu, bibit itulah yang kita sebut keputusan tadi.
Ada yang kemudian bertanya, “Tapi selama ini perasaan, pemikiran dan perilaku yang saya lakukan terjadi secara spontan, bagaimana mungkin ada keputusan di dalamnya?”
Jawabannya adalah: karena keputusan itu bukan dibuat di masa kini dan keputusan itu dibuat bukan secara sadar, melainkan secara tidak sadar. Dampak dari keputusan seperti bola salju. Setelah keputusan itu kita buat di masa lalu maka dari waktu ke waktu reaksi yang tercipta dari keputusan itu semakin besar dan semakin berdampak mempengaruhi kita, lebih otomatis lagi jadinya.
Diri kita di masa lalu masihlah penuh keterbatasan. Sekarang juga sih, cuma di masa lalu ya lebih-lebih lagi, karena jumlah pengalaman kita belum sebanyak sekarang.
Di masa lalu itulah ada kalanya kita membuat keputusan yang membatasi, yang tanpa disadari mempengaruhi hidup kita jangka panjang.
Keputusan itu bisa dibuat karena bentukan lingkungan, dimana kita dibentuk untuk meyakini seperti itu. Bisa juga karena kejadian traumatis yang membahayakan, yang membuat kita kehilangan kendali diri dan jadinya memutuskan untuk memaknai hal yang kita alami secara negatif dan sejak saat itu hal yang kita alami itu jadi sesuatu yang kita rasa menakutkan. Ini yang sering terjadi pada mereka yang mengalami fobia.
Bisa juga karena memang kendali diri kita sedang lengah dan kita memutuskan sesuatu secara negatif tanpa kita sadari. Dalam setiap waktunya, ada banyak sekali lintasan pemikiran dalam diri kita, dari mulai yang positif sampai ke yang negatif. Ada kalanya ketika sesuatu terjadi kita tidak sempat memproses yang terjadi atau menimbang konsekwensinya, dan kendali diri kita sedang berkurang, maka saat itu lintasan pemikiran negatif itulah yang “naik ke permukaan” dan menjadi sesuatu yang kita putuskan tanpa kita sadari. Keputusan yang dibuat tanpa kita sadari itulah yang kemudian jadi sesuatu yang bersifat membatasi diri kita di kemudian hari.
Istilah dalam NLP yang melatari keputusan negatif ini yaitu limiting decision.
Nah kita kembali ke cerita klien pertama, kedua dan ketiga tadi. Apa yang menjadikan klien pertama dan ketiga bisa sembuh dengan cepat dan lepas dari masalahnya dengan cepat, sementara klien kedua berlarut-larut? Jawabannya ada pada keputusan ini tadi.
Klien pertama mengalami masalah kecemasan yang intens. Dari segi energi, luapan energi kecemasan ini membawa reaksi yang intens. Tidak mudah meredakan luapan energi ini begitu saja. Tapi yang terjadi adalah si klien pertama ini sedemikian “bertekad”. Ia betul-betul “muak” dengan masalahnya dan membuat keputusan besar bahwa ia tidak ingin lagi terus-menerus dibebani oleh masalah ini. Ia betul-betul memutuskan dengan sepenuh hati untuk lepas dari masalahnya, atau dengan kata lain: ia benar-benar memutuskan untuk sembuh dari masalahnya sepenuh hati.
Besarnya energi dari keputusannya untuk sembuh dan lepas dari masalahnya inilah yang membantu sehingga proses perubahannya pun lebih cepat dan masalahnya bisa tersembuhkan dengan lebih cepat.
Lain dengan klien kedua, ia datang membawa keluhan dan ratapan. Ia tidak membawa keputusan yang solid untuk berubah. Ia menempatkan dirinya sebagai korban kehidupan yang malang dan berada dalam mode “menyalahkan”. Ia menyalahkan keluarganya dan perilaku toxic mereka sebagai akar dari keruwetan hidupnya. Di satu sisi ia merasa muak dengan masalahnya, tapi di sisi lain ia tidak menempatkan dirinya sebagai titik utama perubahan. Harapannya adalah keluarganya berubah, jadi memahaminya, tidak lagi merongronginya dan membiarkannya hidup bebas.
Lihat, tidak ada keputusan tegas di dalam klien kedua ini. Ia datang dengan kondisi sebagai korban yang hanya ingin meratap. Ia tidak mencari solusi.
Ini yang membedakan si klien ketiga. Ingat, masalahnya sama lho dengan si klien kedua, sama-sama menjadi “korban”, ya sebut saja begitu lah, dari perilaku keluarga yang toxic dan merongrongi. Bedanya adalah ia datang dengan sebuah keputusan yang bulat, yang didukung dengan kesadaran dan pemahaman yang bagus.
Klien ketiga ini sadar bahwa yang sudah terjadi dalam hidupnya selama ini memang tidak terelakkan dan tidak bisa dirubah, tapi ia tahu ia bisa mengubah yang belum terjadi. Ia membuat keputusan tegas untuk berlepas dari beban emosinya tanpa syarat apa pun. Ia paham dan sadar bahwa orang di sekitarnya tidak akan berubah begitu saja, namun ia sudah tidak lagi peduli, ia menempatkan dirinya sebagai fokus utama perubahannya. Ia memutuskan dengan sepenuh hati bahwa kalau pun orang di sekitarnya ingin terus menjadi pribadi yang toxic maka ia tidak bisa mengubah mereka, tapi ia bisa memutuskan bagaimana semua itu akan mempengaruhinya, dan ia membuat keputusan yang sangat tegas bahwa ia tidak akan membiarkan semua itu mempengaruhinya secara negatif.
Perhatikan, ada keputusan yang berbeda dalam menghadapi masalah bukan? Si klien ketiga ini datang dengan tiga keputusan besar.
Satu, ia memutuskan dengan sepenuh hati untuk berlepas dari beban emosinya, ia bukan meratap, ia tahu bahwa beban emosinya merugikannya dan ia memutuskan sepenuh hati untuk melepaskan beban emosi itu.
Dua, ia memutuskan untuk menempatkan dirinya sebagai titik utama perubahan, ia siap berubah tanpa syarat. Ia tidak mensyaratkan orang di sekitarnya untuk maklum atau berubah, ia memutuskan dengan sepenuh hati bahwa ia siap berubah meski orang di sekitarnya tidak berubah sekali pun.
Tiga, ia memutuskan untuk fokus pada masa depan dirinya. Ia tahu bahwa di masa depan berbagai gangguan dari orang di sekitarnya akan terus ada, tapi ia membuat keputusan tegas untuk tidak lagi terganggu oleh semua itu, ia membuat keputusan tegas untuk tidak membiarkan dirinya terganggu oleh semua perilaku itu.
Dan memang berbekal keputusan tegas inilah saya bisa membantunya untuk berlepas dari masalahnya dengan lebih cepat.
Berbeda dengan klien kedua tadi, ia tidak datang dengan membawa keputusan baru apa pun, ia datang dengan membawa keputusan lama di masa lalu yang tidak berdaya, yang memutuskan untuk membiarkan semua hal itu mempengaruhi dirinya di masa kini.
Keputusan adalah sesuatu yang bukan muncul dari hasil “pemrograman”, melainkan kesadaran. Saya bisa membantu klien saya untuk melepaskan berbagai batasan negatif yang ada dalam dirinya, tapi saya tidak bisa mewakili mereka untuk membuat keputusan.
Keputusan untuk berubah adalah sesuatu yang harus dimunculkan dari dalam diri mereka yang akan berubah, bukan diwakili oleh orang lain.
Begitu juga diri kita di masa kini. Ketika kita dihadapkan dengan situasi yang membuat kita ruwet, sumpek atau apa pun hal negatif lainnya, mari sadari bahwa keputusan kita sangatlah memegang peranan penting dalam situasi ini.
Apakah kita memutuskan untuk hanya sekedar meratap dan larut dalam kebingungan? Atau mungkin kita memutuskan untuk terus membiarkan hal itu mengganggu kita? Atau kita malah memutuskan untuk terus berharap-harap orang lain berubah secara ajaib demi kita?
Kalau seperti itu maka siap-siap saja, mau sampai kapan pun perubahan itu tidak akan terjadi, karena dari awal saja keputusan untuk berubah itu sudah tidak ada, atau kalau pun ada, keputusan itu dibuat dengan cara yang salah, yang bukan menempatkan diri kita sebagai fokus utama perubahan.
Putuskan dengan tegas bahwa kita benar-benar ingin dan siap untuk berubah, bahwa kita tidak mau terus-menerus dibayangi masalah yang kita alami ini. Putuskan juga dengan tegas untuk meletakkan diri kita sebagai fokus utama perubahan, bukan berharap orang lain yang akan berubah. Putuskan bahwa mau orang lain berubah atau tidak sekali pun, kita tetap akan berubah. Putuskan untuk menata hidup kita sendiri dengan berlepas dari bayang-bayang orang lain. Kita tetap harus menghormati mereka, tapi bukan berarti kita harus membiarkan perilaku mereka membayangi dan mengganggu kita.
Kuncinya perubahan ada pada diri kita, maka diri kitalah yang harus jadi fokus utamanya. Berikutnya lagi, dalam diri kita kunci perubahan itu ada pada keputusan kita, maka buat keputusan yang jelas dan tegas untuk sembuh, lepas dari masalah, dan berubah.
Itulah dia, bagaimana keputusan adalah awal dari kesembuhan, atau kalau mengikuti judul episode ini, “kesembuhan yang bermula dari keputusan”.
Sampai jumpa di episode berikutnya….
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.