Faktor Penghambat Perubahan
Daftar Isi
“Hanya karena seorang klien mencari pertolongan, bukan berarti ia siap untuk berubah sepenuhnya saat itu juga.”
Bukan sebuah kebetulan jika kalimat yang diucapkan mentor saya bertahun-tahun lalu di atas agaknya menjadi pembuka yang tepat untuk artikel yang satu ini.
Demikianlah yang terjadi, ketika klien menghubungi kita kemudian mereka meminta bantuan kita untuk mengatasi permasalahannya, bukan berarti mereka siap untuk lepas penuh dari permasalahannya, hal ini dikarenakan adanya faktor tertentu yang disebut ‘faktor penghambat perubahan’, tanpa memahami hal ini maka jalannya perubahan akan jadi berlarut-larut dan bahkan membawa masalah bagi jalannya sesi.
Faktor penghambat perubahan bisa juga diartikan sebagai ‘konflik internal’, sebuah fenomena dimana keinginan kuat klien untuk berubah dan lepas dari masalahnya terbentur oleh serangkaian mekanisme penghambat, yang membuat proses perubahan menjadi tarik-menarik dengan hambatan dari mekanisme ini.
Semakin hipnoterapis memahami cara kerja dari faktor-faktor penghambat perubahan ini maka semakin efektif kita bisa memfasilitasi klien untuk berdamai dengan faktor penghambat perubahan ini agar ia bisa memasuki mode ‘siap sepenuhnya untuk berubah’.
Faktor penghambat perubahan tidak harus kita maknai sebagai hal buruk, sejatinya hal ini merupakan mekanisme perlindungan alami yang ingin melindungi klien dari resiko ‘ketidakpastian’.
Artikel sebelumnya yang menyoal ‘Secondary Gain‘ dan juga ‘Ego Defense Mechanism‘ sudah mengulas sebagian dari faktor penghambat perubahan ini dengan cukup gamblang, tulisan kali ini dibuat justru untuk melengkapi kedua tulisan sebelumnya, karena sejak kedua tulisan itu diunggah beberapa pertanyaan dan diskusi pun mengalir bersama para rekan sejawat yang ingin mengetahui lebih jauh perihal faktor penghambat perubahan ini secara lebih lengkap.
PERLINDUNGAN DARI FAKTOR PENGHAMBAT PERUBAHAN
Meski terdengar aneh, namun fenomena perlindungan alami ini hendaknya menjadi ajang untuk kita mengingat kembali salah satu sifat dasar pikiran bawah sadar: ‘pasif’.
Ya, dengan sifat dasarnya yang pasif untuk mengupayakan perubahan, pikiran bawah sadar cenderung mempertahankan respon yang sudah terlanjur menjadi kebiasaan di dalam sistemnya, meski itu perilaku bermasalah sekali pun.
Inilah yang dimaksudkan sebagai ‘konflik internal’ dalam tulisan saya di atas sebelumnya, ada kesadaran yang tahu bahwa semua masalah ini menyiksa dan seharusnya ditangani, tapi ada juga pemikiran yang merasa takut pada ketidakpastian yang akan dirasakan dari penanganan itu: keraguan pada praktisi yang menangani, keraguan pada metode yang akan dijalani, keraguan pada diri-sendiri, dan banyak lagi jenis keraguan lainnya.
Ketika kemungkinan atau harapan perubahan terasa semakin jelas maka kadar konflik internal itu berubah, bagian dari kesadaran yang merasakan harapan akan semakin termotivasi dan makin membuka diri, tapi hal itu tidaklah serta-merta menghilangkan hambatan dari faktor penghambat perubahan, dalam kapasitasnya sebagai sistem perlindungan alami ia akan tetap ada, tugas hipnoterapislah untuk mengenali dan menyikapi faktor ini sampai ia ‘melunak’ sehingga klien siap sepenuhnya untuk berubah.
Wajar adanya bagi pikiran bawah sadar untuk merasakan ketakutan pada ketidakpastian, karena ketidakpastian sering kali menjadi salah satu ketakutan utama yang dimiliki banyak orang. Bagi pikiran bawah sadar, meski situasinya saat ini dirasa tidak nyaman, namun semua mekanisme ini masih terasa ‘lebih pasti’, dibandingkan proses perubahan yang sama sekali belum diketahuinya akan berjalan seperti apa, alih-alih terjebak dalam proses yang ia sendiri belum ketahui dengan pasti maka pikiran bawah sadar pun lebih memilih untuk mempertahankan zona lamanya, alhasil perubahan menjadi sulit untuk diupayakan.
Pemahaman ini hendaknya menyadarkan hipnoterapis bahwa kita memiliki kewajiban utama untuk membangun keyakinan dan harapan klien dalam sesi pertemuan awal untuk meningkatkan motivasi mereka terhadap perubahan, ditambah dengan pengumpulan informasi yang memadai dalam proses assessment untuk mengungkap faktor-faktor lain yang bisa menghambat perubahan, dua poin sehubungan dengan hal itu yang akan kita ulas di artikel kali ini yaitu Egosyntonic dan Disappointment.
EGOSYNTONIC
Adalah Sigmund Freud, sosok legendaris dalam dunia psikologi, yang juga pelopor dari Psikoanalisa, yang memperkenalkan egosyntonic dalam bukunya yang berjudul On Narcissism (1914).
Egosyntonic secara sederhana mengacu kepada perilaku, nilai, atau pun perasaan yang dirasa sejalan dengan apa yang seharusnya dialami. Dengan kata lain egosyntonic menggambarkan kondisi seseorang yang merasa dirinya tidaklah bermasalah, meski menurut lingkungan mereka mengalami permasalahan dalam respon mental dan perilakunya.
Anoreksia nervosa adalah salah satu permasalahan yang sering kali dihubungkan dengan fenomena egosyntonic dimana penderitanya tidak merasa ada yang salah dengan kebiasaan makannya, meski lingkungan berulangkali mengingatkan mereka dan bahkan ada kalanya kesehatan mereka pun memburuk, di persepsi mereka tetap saja apa yang mereka lakukan adalah benar adanya, sebagaimana seharusnya.
Dalam praktik yang kita jalankan, wujud nyata dari egosyntonic sering kali terjadi dalam bentuk klien yang datang mendatangi kita untuk menjalani sesi, yang sebenarnya bukan keinginannya, melainkan karena diminta orang lain untuk menjalani penanganan, lebih parahnya lagi ada kalanya mereka datang dengan tidak tahu-menahu akan diajak menemui kita untuk tujuan menjalani penanganan, karena dibawa begitu saja oleh orang lain menemui kita.
Jika Anda termasuk hipnoterapis yang berpraktik dengan sistem ‘go show’, dimana layanan bisa langsung diberikan ketika klien datang, maka besar kemungkinan fenomena ini akan sering Anda temui tanpa sempat bisa diantisipasi terlalu banyak.
Di kantor praktik saya, saya menerapkan aturan yang bersifat baku dimana syarat diterima dan dinyatakannya klien layak menjalani proses penanganan bersama sayaadalah jika mereka memang ingin menjalani penanganan murni atas kesediaannya sendiri, bukan karena diminta atau dipaksa pihak lain, siapa pun itu.
Salah satu hal yang dalam pengalaman praktik saya temukan bisa mengantisipasi hal ini adalah dengan melakukan beberapa hal, yaitu:
- Menegaskan informasi sejak awal bahwa kita hanya memberikan pelayanan pada klien yang bersedia menjalani sesi atas kehendak dirinya sendiri, bukan atas dorongan atau paksaaan pihak mana pun, informasi ini hendaknya kita tampilkan sejak awal di website, flyer atau media pemasaran lain yang memadai untuk itu.
- Menegaskan kebijakan sejak awal bahwa tidak ada jadwal sesi ‘go show’, semua jadwal sesi harus dibuat di awal melalui telepon, baik melalui kita langsung sebagai hipnoterapis yang menangani atau pun dengan customer service yang ditugaskan untuk itu, dimana di pembicaraan telepon inilah kita harus menegaskan pesan pertama sebelumnya di atas tadi bahwa bahwa kita hanya akan memberikan pelayanan pada klien yang bersedia menjalani sesi atas kehendak dirinya sendiri, bukan atas paksaaan pihak mana pun.
- Melanjutkan poin sebelumnya, saya menerapkan kebijakan bahwa klien yang akan menjalani penangananlah yang harus menghubungi langsung melalui telepon dan tidak bisa diwakilkan, untuk mereka menceritakan garis besar permasalahan. Jika di tahap ini saja calon klien yang akan menjalani penanganan tidak bersedia menghubungi langsung dan malah diwakili oleh orang lain maka hal ini layak menjadi pertanyaan: apa benar mereka yang dikatakan ‘bermasalah’ itu merasa dirinya bermasalah dan membutuhkan penanganan?
- Ada kalanya juga klien yang bersedia menghubungi melalui telepon tapi tidak bersedia mengisahkan garis besar dari permasalahan yang dihadapinya, karena malu atau alasan privacy lainnya, jika ini yang terjadi, saya akan meminta calon klien untuk mengirimkan email yang menceritakan permasalahan yang dihadapinya secara spesifik, baru kemudian jadwal sesi mereka kembali disepakati melalui telepon.
Salah satu tantangan terbesar yang saya temukan dalam proses ini adalah ada kalanya calon klien ngotot ingin menemui hipnoterapis dan membawa sosok yang dianggapnya ‘bermasalah’ untuk menemui kita.
Contoh yang paling umum adalah orangtua yang membawa anaknya untuk menjalani penanganan, namun si anak tidak berkeinginan untuk itu dan bahkan tidak merasa dirinya bermasalah, melainkan orangtuanyalah yang bermasalah, dilematis bukan?
Pada awalnya dulu saya selalu menolak klien jenis ini, di kemudian hari saya sadar bahwa saya melewatkan peluang mengedukasi orangtua atas proses pengasuhan anak yang tepat jika terus menolak klien seperti ini, maka saya pun mengubah kebijakan dan pendekatan dalam hal ini.
Kebijakan baru yang saya tetapkan adalah orangtua atau pasangan (dalam kasus permasalahan dengan pasangan) boleh datang menemui saya dengan membawa ‘calon klien’, namun saya menegaskan bahwa tidak ada janji bahwa kasusnya akan saya tangani, tujuan dari sesi atau pertemuan adalah klien boleh menceritakan permasalahannya dan saya sebagai hipnoterapis memberikan pandangan serta kebijakan.
Di tahap ini saya memberikan edukasi tentang cara kerja pikiran dan hubungannya dengan masalah yang dialami calon klien, di tahap ini juga saya mengalokasikan waktu untuk berbicara di depan mereka (anak dan orang tua, atau kedua pasangan) tentang situasi yang dihadapinya, secara netral, di tahap ini biasanya kedua belah pihak sudah lebih ‘tercerahkan’ akan situasi yang dihadapinya dan siapa sebenarnya yang ternyata menjadi sumber masalah dalam situasi mereka. Jika mereka bersedia menerima semua kenyataan itu dan sepakat untuk mengikuti kebijakan layanan yang ditetapkan barulah kesepakatan penanganan dirancang, jika mereka tidak bersedia karena ‘ngeyel’ atau alasan apa pun maka proses pun disudahi cukup sampai di sini.
Egosyntonic selalu menjadi perkara unik untuk ditangani, Anda akan menemukan fenomena ini lebih sering dihadapi dalam kasus yang pada umumnya berhubungan dengan keluhan orang lain atas seseorang yang mereka anggap bermasalah dan harusnya menjadi klien untuk ditangani permasalahannya, dimana si orang yang ‘dianggap bermasalah’ ini justru tidak merasa dirinya bermasalah, lebih sering lagi mereka justru malah menyalahkan orang yang membawa mereka menemui kita, bagi orang yang ‘dianggap bermasalah’ ini, justru orang yang membawa merekalah yang bermasalah atau menyebabkan dirinya seperti itu.
Selama egosyntonic ada dalam diri klien maka tidak akan ada motivasi dari dalam diri klien sendiri untuk berubah, jalannya penanganan pun akan berlarut-larut tanpa kejelasan arah yang pasti.
DISAPPOINTMENT
Jika Anda masih ingat keterhubungan dari faktor potensial di balik permasalahan klien yang sudah diulas di artikel ‘Analisa Kompleksitas Masalah Dalam Hipnoterapi‘ sebelumnya, tentu Anda pun masih ingat bahwa salah satu penyebab stamina psikis klien rendah adanya adalah karena banyaknya kompleksitas masalah di luar dirinya.
Sebagai hipnoterapis kita berurusan dengan pemberdayaan energi psikis klien agar energi psikis yang awalnya rendah, yang membuat klien tidak bisa menjalankan peran kehidupannya dengan baik, bisa membaik dan membuat mereka menjalankan peran kehidupannya dengan lebih baik sesuai tuntutan yang harus mereka penuhi (dari disfunctional ke functional), termasuk membantu mereka meningkatkan kualitas dirinya dalam merespon kehidupan, sehingga mereka bertransformasi dari pribadi rata-rata menjadi di atas rata-rata (dari functional ke exceptional).
Namun demikian perlu kita ingat bahwa ketika kita membicarakan stamina psikis maka kita membicarakan hal yang tidak terlihat (abstrak), maka salah satu patokan yang bisa kita amati adalah respon atau pun sikap klien.
Membicarakan stamina psikis berarti kita membicarakan motivasi atau semangat klien untuk berubah. Lebih jauh lagi, membicarakan motivasi atau semangat berarti membicarakan harapan, momen dimana energi psikis tercurahkan pada tujuan yang realistis, ditambah dengan memadainya kemampuan diri untuk secara realistis mewujudkan tujuan tersebut.
Ketika klien datang dengan beragam permasalahan, maka tujuan mereka sangatlah sederhana, mereka menginginkan perubahan menuju kondisi yang lebih baik, disinilah kita perlu memahami sudut pandang klien di dalam kuadran permasalahan yang dialaminya.
Membicarakan harapan berhubungan erat dengan kepercayaan atau keyakinan klien, dimana harapan ini terbagi atas tiga jenis:
HARAPAN PADA PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN
Terdapat dua kemungkinan yang membuat klien mencari layanan pengobatan hipnoterapi untuk penanganan masalahnya. Pertama, karena memang klien sudah cukup tahu tentang reputasi atau efektivitas hipnoterapi, bisa jadi karena mereka pernah mendengar tentang hipnoterapi dari kerabatnya yang pernah menjalani proses hipnoterapi, atau bahkan membaca dari berbagai sumber.
Yang kedua yaitu klien yang belum cukup berpengetahuan tentang hipnoterapi (beberapa bahkan tidak tahu sama sekali), dan mereka datang dengan maksud-tujuan justru untuk mencari tahu bagaimana hipnoterapi bisa membantu penanganan permasalahan yang mereka alami.
Persamaan dari keduanya adalah selalu ada kemungkinan ada miskonsepsi atau kesalahpahaman tentang hipnoterapi dalam benak mereka, jika miskonsepsi ini tidak dibenahi maka mereka akan bersikeras beranggapan hipnoterapi adalah sesuai apa yang mereka pikirkan, meski bisa saja hal ini salah adanya.
Tugas pokok hipnoterapis di tahapan ini adalah mengedukasi klien tentang hipnoterapi dari perspektif yang tepat, selain untuk memberikan mereka pemahaman yang benar secara logis, hal ini juga membangun kesadaran mereka tentang jalannya penanganan yang realistis, tidak bisa dipungkiri masih ada begitu banyak orang yang berharap hipnoterapi bisa menjadi solusi instan nan ajaib bagi mereka untuk bisa menyelesaikan permasalahannya.
Meski sebagai hipnoterapis kita paham betul bahwa hipnoterapi adalah modalitas yang teruji efektif, makna dari ‘efektif’ ini bisa jadi berbeda dalam benak klien yang tidak tahu-menahu – dan bahkan mungkin tidak mau tahu – tentang jalannya proses penyembuhan, jika klien adalah tipikal orang yang hanya ingin hasil yang ajaib serta instan, disinilah hipnoterapis perlu mengedukasi bahwa seefektif apa pun hipnoterapi tetap saja ada proses yang melandasinya.
Jika klien bersikeras ingin hasil yang ajaib dan instan, inginnnya ‘tahu beres’, maka saya akan dengan tegas menekankan bahwa saya tidak bisa memenuhi harapan mereka dan menyarankan mereka mencari pihak lain yang bisa memenuhi harapan mereka.
Ya, jika dari awal saja penerimaan klien sudah bermasalah dimana kita malah menerima klien yang tidak sejalan visinya dengan proses penanganan yang akan mereka jalani maka hal ini akan membawa malapetaka di kemudian hari, karena mereka akan menyalahkan kita jika penanganan yang dijalaninya tidak sesuai dengan harapan mereka (yang sebenarnya tidak masuk akal).
Namun lain ceritanya jika klien siap menjalani prosesnya, dalam hal ini meski mereka siap tetap saja kita perlu mengedukasi mereka bagaimana hipnoterapi bisa membantu mereka mengatasi masalah yang dihadapinya, termasuk menyajikan bukti-bukti dan landasan logis yang bisa membangun harapan mereka bahwa penanganan yang mereka pilih bisa membawa perubahan bagi dirinya.
Semakin harapan klien terbangun atas proses penanganan yang akan dijalaninya, semakin ia akan dengan senang hati menjalaninya, dimana hal ini akan meningkatkan kadar stamina psikisnya secara signifikan dan membantu jalannya proses penanganan nantinya.
HARAPAN PADA PRAKTISI YANG MENANGANI
Harapan berikutnya tidak kalah pentingnya, yaitu harapan klien pada kita sebagai sosok yang mereka percaya untuk membantunya.
Bisa jadi klien adalah orang yang dasarnya sudah yakin dengan hipnoterapi dan melihat adanya harapan bahwa hipnoterapi bisa membantunya, namun jika klien pesimis bahwa hipnoterapis yang ditemuinya bisa membantunya maka stamina psikisnya dalam menjalani penanganan pun akan berkurang, yang berdampak para berkurangnya efektivitas penanganan.
Maka itulah wajib hukumnya bagi seorang hipnoterapis untuk bisa bersikap profesional dan membangun kesan positif di mata kliennya, karena hal ini meningkatkan harapan dan stamina psikis klien dalam menjalani penanganan bersama kita.
HARAPAN PADA KEMUNGKINAN PERUBAHAN
Sampailah kita pada poin yang layak menyita atensi khusus dalam hal ini, sehubungan dengan stamina psikis klien dalam menjalani penanganan bersama kita.
Jika pada dua poin sebelumnya kita fokus pada cara kita dalam membangun harapan klien atas penanganan yang mereka jalani dan praktisi yang menanganinya, dimana jika mereka tidak menemukan harapan pada kedua poin ini maka muncullah kekecewaan yang bisa menurunkan stamina psikis mereka, poin yang satu ini adalah muara dari kedua hal itu yang bercampur dengan apa yang menjadi pertimbangan klien atas situasinya sendiri.
Apa maksudnya? Begini, mari sadari bahwa klien datang dengan berbagai ragam dan kompleksitas permasalahan. Bagi mereka yang datang dalam kondisi Thunder Zone (Anda bisa menemukan ulasan lebih jauh tentang zona permasalahan klien ini di artikel ‘Analisa Kompleksitas Masalah Dalam Hipnoterapi‘), begitu dua poin sebelumnya terbangun dengan baik dimana klien melihat adanya harapan dari metode yang akan dijalaninya dan juga praktisi yang menanganinya maka secara otomatis poin ketiga ini akan terbangun, mereka bisa melihat adanya kemungkinan perubahan karena begitu masalah yang ada dalam diri mereka teratasi maka perubahan bisa langsung berdampak pada kualitas hidup mereka.
Lain dengan mereka yang datang di Combat Zone, menghadapi mereka yang datang di zona ini mensyaratkan kita untuk mengenali seberapa kompleks cakupan masalah yang dihadapinya, seberapa lama kompleksitas itu sudah terjadi, seperti apa kompleksitas itu mempengaruhi klien dan seberapa jauh klien mampu mengimbangi tuntutan kompleksitas tersebut.
Semakin kompleks situasi yang seorang hadapi di dalam Combat Zone dan semakin lama mereka berada di dalamnya melakukan berbagai macam cara namun tetap saja situasi di luar dirinya tak kunjung membaik – atau hanya membaik dalam kadar yang tidak terlalu berdampak di mata klien – maka semakin besar kemungkinan Vaded with Disappointment (temukan ulasan lebih lengkapnya di artikel ‘Resource Therapy Diagnosis‘) terbentuk dalam dirinya.
Ingatlah bahwa Vaded with Disappointment membawa energi psikis negatif bernuansakan ‘frustrasi’, ia terbentuk dari akumulasi kekecewaan dan rasa frustrasi atas situasi di luar diri yang tak kunjung sesuai harapan kita.
Adanya keberadaan Vaded with Disappointment haruslah menjadi satu hal yang kita waspadai karena ia memblokade energi psikis dari Resource State lain dalam diri klien, yang membuat jalannya perubahan bisa menjadi terasa berat bagi klien.
Jika kita melihat ada indikasi dari Vaded with Disappointment maka hendaknya kita memfokuskan atensi untuk mengurusi Vaded State ini dulu di awal agar ia berkenan membuka blokade energinya dan mengijinkan Resource State lain untuk aktif dengan segala tugas potensinya, demi kebaikan dan kemajuan hidup klien.
Kadar energi Vaded with Disappointment berbanding lurus dengan ketidakmampuan seseorang dalam mengimbangi tantangan di luar dirinya. Dengan kata lain, semakin besar tantangan dan semakin kecil kemampuan seseorang mengimbangi tantangan itu, maka semakin besar akumulasi kecemasan (Vaded State) yang mengendap dalam dirinya, seperti diilustrasikan berikut ini:
Kecemasan yang lalu mengendap atas kurangnya kemampuan dalam mengimbangi tantangan inilah yang sering kali membuat seseorang frustrasi dan lalu membentuk Vaded with Disappointment dalam dirinya, yang memblokade energi psikisnya.
Bukan perkara aneh menemukan mereka yang bergulat dengan kekecewaan yang besar pada Tuhan atas situasi yang dihadapinya, tidak perlu heran jika Vaded with Disappointment yang terbentuk dari kekecewaan ini bisa sangat memblokade stamina psikis klien, hal ini karena kadar energi dari Vaded with Disappointment berbanding lurus dengan ketidakmampuannya mengekspresikan kekecewaan pada situasi atau sosok yang dianggap berperan di balik situasinya.
Mereka yang memendam kemarahan dan kekecewaan pada Tuhan sering kali mengalami hal ini, di satu sisi mereka merasa kecewa namun di sisi lain mereka tidak bisa mengekspresikan itu karena hal itu tidak sejalan dengan keyakinan yang dianut, yang menganggap itu sebagai dosa besar.
Sekali lagi, jika kita menemukan adanya indikasi Vaded with Disappointment dalam diri klien, ada baiknya kita meletakkan atensi ekstra untuk mewaspadai dan mengantisipasi lambatnya perubahan klien jika Vaded State ini tidak kita fasilitasi resolusi yang memadai.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang Hipnoterapi dan/atau Resource Therapy? Memerlukan layanan terapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari Hipnoterapi dan/atau Resource Therapy secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.