Habis Pandemi Terbitlah Resesi?
Daftar Isi
Tidak terasa, kurang lebih tersisa 60 hari di penghujung tahun 2022 ini sebelum kita secara resmi memasuki tahun 2023.
Seolah belum cukup, setelah sepanjang tahun 2021 sampai tahun 2022 berita di berbagai lini masa diwarnai hiruk-pikuk isu pandemi, belum resmi memasuki tahun 2023 saja kita sudah dibombardir berbagai berita yang seolah menegaskan betapa tahun depan akan menjadi tahun yang suram seiring dengan terjadinya resesi global.
“Kita tidak bisa mengendalikan arah angin, tapi kita bisa mengendalikan arah layar”, petikan kalimat dari Jim Rohn tersebut menjadi satu hal yang bagi saya melambangkan satu hal yang hendaknya kita fokuskan di periode ini.
Ya, resesi global, atau apa pun itu kejadiannya di luar sana, menjadi sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, memfokuskan atensi pada berbagai hal itu hanya akan menjadikan energi kehidupan (life force) kita terkuras tanpa banyak upaya nyata yang bisa kita lakukan untuk menciptakan perubahan.
Sudah ada banyak bahasan yang membagikan berbagai tips persiapan pengaturan keuangan menjelang tahun 2023, namun tidak banyak yang membahas persiapan mental, terutama dari tinjauan keilmuan teknologi pikiran modern.
Bagaimana persiapan mental yang sebaiknya dilakukan sehubungan hal ini, terutama dari tinjauan keilmuan teknologi pikiran modern?
Mari menyimaknya di artikel hari ini.
HABIS PANDEMI TERBITLAH RESESI?
“Habis pandemi terbitlah resesi” menjadi satu kalimat yang agaknya secara ilustratif – dan ironis – mewakili fenomena yang seolah menjadi topik bahasan umum akhir-akhir ini, di penghujung tahun 2022, memasuki tahun 2023.
Kenapa saya katakan sebagai “ironis”? Ada dua hal yang mendasarinya.
Pertama, dampak pemulihan sosial-ekonomi pasca pandemi yang terjadi kemarin-kemarin saja belum sepenuhnya tercapai, tahu-tahu kita sudah dihadapkan dengan tantangan berikutnya yang tidak kalah “horor”-nya, yaitu ancaman resesi, tidak tanggung-tanggung wacana resesi ini diisukan akan berlangsung secara global, yang artinya seluruh dunia kemungkinan akan mengalami hal yang sama.
Kedua, yang menjadikan situasi ini semakin ironis adalah karena ada begitu banyak bayangan-bayangan “menyeramkan” yang seolah disuarakan sehubungan dengan resesi global ini.
Tidak ada yang salah dengan “mengingatkan”, terutama karena berbagai analisa yang ada memang menyatakan bahwa situasi ini tidak terhindarkan dan hendaknya menjadi bahan kepedulian kita bersama demi menghindarkan diri dari bayang-bayang kelumpuhan ekonomi kolektif, namun yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa cara mengingatkan yang salah justru berpotensi menjadikan hal-hal yang semula diniatkan untuk dihindari itu justru malah terjadi di skala yang lebih rumit dari seharusnya.
Self-fullfilling prophecy menjadi satu hal yang turut berperan di balik kerumitan yang dituliskan tadi.
BAHAYA DI BALIK SELF-FULLFILLING PROPHECY
Istilah self-fullfilling prophecy mengadu pada “ramalan (prophecy) atau dugaan, yang jadi kenyataan karena diri sendiri (self-fullfilling)”.
Jadi kenyataan karena diri sendiri? Ya, disinilah yang menjadikannya ironis tadi.
Dikatakan sebagai “jadi kenyataan karena diri sendiri” adalah karena justru bisa jadi hal itu tidak seharusnya terjadi, jika diri kita sendiri tidak memproyeksikannya terjadi.
“Yang dipikirkan, justru itulah yang jadi kenyataan”, hal ini melambangkan cara kerja yang dijelaskan dengan self-fullfilling prophecy tadi.
Bagaimana bisa? Hal ini tidak lepas dari cara kerja pikiran bawah sadar (PBS).
Catatan: bagi Anda yang belum familiar dengan istilah dan bahasan seputar PBS, ada baiknya membaca artikel “Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar” terlebih dahulu, yang saya tulis di tahun kemarin.
Dari segi komposisi kekuatan, perbandingan kekuatan dari pikiran sadar (PS) dan PBS adalah 10% kekuatan PS dan 90% kekuatan dari PBS, dari segi porsi kekuatan saja sudah bisa kita tebak bukan yang mana yang akan “menang” jika kedua daya itu bertabrakan? Ya, sudah jelas PBS.
Tidak ubahnya sebuah sistem pengoperasian (operating system), apa yang diyakini oleh PBS, itulah yang kemudian dioperasikan oleh diri kita dalam keseharian kita. Jika yang PBS yakini adalah hal yang positif, maka positif juga manifestasinya dalam keseharian kita, namun begitu juga sebaliknya, jika yang PBS yakini adalah hal negatif maka bersiaplah untuk menghadapi berbagai manifestasi negatifnya dalam keseharian kita.
Apa hubungannya dengan bahasan seputar resesi yang ditulis di artikel ini? Ya, hal ini mengajak kita untuk memahami kembali apa yang ditegaskan di bagian sebelumnya tadi, yaitu betapa berbagai berita yang disuarakan akhir-akhir ini – terutama dengan cara yang salah – justru berpotensi memicu ketakutan dan kepanikan yang bersarang di PBS.
Sebagaimana ditulis di artikel “Terciptanya Masalah di Pikiran Bawah Sadar”, terdapat hal-hal yang berpotensi menciptakan masalah di PBS, baik dalam bentuk muatan emosi yang bersifat negatif atau keyakinan yang bersifat membatasi, yaitu ketika sebuah informasi disampaikan: (1) oleh figur otoritas, (2) “dibenarkan” oleh identifikasi lingkungan, (3) diterima dengan kondisi emosi yang intens, (4) diterima dalam kondisi fokus yang terserap/absorped attention, (5) diterima dalam kondisi relaksasi dan (6) terjadi secara berulang/repetisi.
MANIFESTASI MASALAH DI PBS PEMICU SELF-FULLFILLING PROPHECY
Bagaimana hubungan dari keenam penyebab terciptanya masalah di PBS tadi?
Sebelumnya mari memahami dulu bagaimana keenam penyebab masalah tadi bisa benar-benar menjadikan sebuah informasi negatif bersarang di PBS.
Secara mendasar, dewasa ini agaknya boleh dikatakan smart phone telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseharian begitu banyak orang, betul? Bahkan sangat mungkin saat ini pun Anda membaca artikel ini dari smart phone Anda.
Di satu sisi hal ini baik adanya, karena memudahkan komunikasi, tapi di sisi lain tidak bisa kita pungkiri bahwa arus informasi pun jadi tidak terbendung karenanya, terutama yang bersumber dari media sosial.
Melalui smart phone inilah keenam cara tadi bisa menciptakan masalah di PBS.
Pertama, ketika kita menyimak berita yang ada di media sosial, atensi kita tertuju pada layar smart phone, dengan kadar cahaya yang membuat kita perlu mengerahkan atensi untuk menyimaknya, situasi ini saja sudah menciptakan kondisi (1) fokus yang terserap/absorped attention, ditambah lagi sering kali kita menyimak informasi itu di malam hari, di situasi dimana rasa kantuk cenderung sudah terasa, yang menciptakan (2) kondisi rileks, tidak kalah pentingnya, hal ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup, yang membuat terjadinya (3) pengulangan/repetisi dalam menerima informasi dari smart phone.
Jika informasi yang kita serap adalah informasi positif tentu hal ini baik adanya, namun bukankah ada begitu banyak informasi yang beredar dengan “liar” di luar sana, yang dikemas dengan cara yang liar juga, dan malah memunculkan kekhawatiran pada penyimaknya, artinya emosi itu diterima dalam (4) kondisi emosi yang intens, ditambah lagi informasi itu disuarakan oleh para influencer atau yang (5) dianggap memiliki pengaruh/otoritas atas informasi itu, sialnya lagi, informasi itu dibombardir atau (6) dibenarkan oleh lingkungan yang terlanjur “termakan’ oleh informasi itu.
Intinya adalah, terjadi rangkaian proses yang – entah didesain oleh pihak tertentu, atau terjadi spontan begitu saja – menyebabkan masuknya kekhawatiran berlebih di PBS, plus keyakinan-keyakinan yang bersifat membatasi, bahwa seolah “tidak ada harapan” di tahun depan.
Sekali lagi, mari ingat bahwa porsi kekuatan pikiran bawah sadar adalah 90% dibandingkan pikiran sadar yang berkekuatan 10%, jika 90% ini diisi dengan kekhawatiran dan keyakinan yang bersifat membatasi, tidak perlu heran jika apa yang dirasakan dan ditakuti inilah yang menurut PBS harus terjadi.
Artinya, bisa jadi hal-hal buruk itu tidak harus terjadi di skala yang serumit terjadinya, tapi karena PBS meyakini itulah yang harus terjadi, maka meski potensi untuk terjadinya hal buruk itu seharusnya kecil – atau bahkan tidak ada – PBS justru “mencari cara” agar hal buruk itu terjadi, karena itulah yang diyakininya harus terjadi.
Perhatikan, apa yang awalnya – mungkin – tidak seharusnya terjadi, justru karena diproyeksikan terjadi, ia malah terjadi, itulah self-fullfilling prophecy.
PERSIAPAN MENTAL MENJELANG 2023
Cukup kiranya kita membahas berbagai hal yang melatari potensi bahaya di balik “misinformasi” dalam PBS, yang berperan di balik self-fullfilling prophecy, kali ini mari membahas persiapan mental yang diperlukan menjelang tahun 2023 ini.
Saya pribadi kerap kali menjelaskan pada para klien saya hal-hal yang sebaiknya mereka persiapkan secara mental ini dalam tiga poin penting sebagai berikut.
Pertama, sadari pentingnya berpikir seimbang, alih-alih khawatir berlebih – yang malah menjadikan munculnya self-fullilling prophecy – atau justru malah cuek dan abai – yang membuat tidak ada perhitungan dan ceroboh – fokuslah pada sikap mental waspada.
Waspada berbeda dengan takut, ketika takut maka emosi reaktif lebih mendominasi, kita tidak punya banyak kendali atas diri kita. Lain dengan waspada, dalam mode waspada kita lebih punya kendali atas apa yang kita pikirkan dan rasakan, dan kita juga masih bisa berpikir dengan cukup jernih untuk membuat keputusan.
Kedua, persiapkan pengelolaan arus informasi yang masuk dan aktifkan “saringan mental” dalam diri kita. Kita tahu bahwa sebagian dari kita sulit melepaskan diri dari smart phone, karena ada begitu banyak tuntutan informasi yang perlu kita sikapi di dalamnya, maka paling tidak kita yang harus menyiapkan diri berada di mode waspada ketika mendapati informasi apa pun berpotensi kita serap ke dalam diri kita.
Apa pun informasi yang kita terima, aktifkan mode waspada itu, sadari apa dampak dari informasi itu pada diri kita ketika menyimaknya.
Jika informasi itu banyak menyuarakan hal yang realistis, rasional (disampaikan oleh sosok yang jelas kredibilitasnya) dan fokus pada solusi, maka simaklah dengan baik, serap sebanyak mungkin informasi akan tindakan taktis yang bisa kita lakukan sesuai sumber daya yang kita miliki.
Namun jika informasi yang “singgah” itu menyuarakan hal yang cenderung berlebihan, tidak berdasar (disampaikan oleh orang yang tidak jelas kredibilitasnya), dan malah tidak menyoroti solusi apa pun, selain hanya “menakut-nakuti”, ada baiknya mode waspada itu kita gunakan untuk mengawal diri kita dalam menyimak informasi itu, atau sekalian saja sudahi informasi itu dan cari informasi lain yang lebih bermanfaat tadi, yaitu realistis, rasional dan fokus pada solusi.
Ketiga, fokus pada apa yang bisa kita kendalikan, bahasan ini sudah banyak saya ulas di podcast dan live streaming saya, intinya adalah alih-alih mengkhawatirkan hal yang tidak bisa kita kendalikan, lebih baik arahkan atensi untuk fokus pada tindakan nyata yang bisa kita lakukan sesuai dengan peran kehidupan dan kompleksitas situasi yang kita jalani.
Jangan remehkan kemampuan alami kita untuk bertahan hidup, sepanjang kita menjalani berbagai fase kehidupan ini, sudah ada begitu banyak peristiwa genting yang mungkin tidak disadari sudah kita lalui, sebagai manusia kita memiliki daya bertahan hidup yang akan berjuang untuk menempatkan diri kita di zona yang dirasa aman, sebuah daya yang kerap disebut homeostasis.
Daya homeostasis inilah yang mengawal perjalanan kita selama ini bertahan hidup, ia menjadikan munculnya sebuah mekanisme yang kemudian beresonansi dengan dunia luar, yang menentukan bagaimana kehidupan ini melayani (serve) kita, mekanisme ini yang lebih umum dikenal sebagai servomechanism.
Homeostasis dan servomechanism adalah dua anugerah penting dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah begitu banyak mengawal kehidupan kita selama ini, jangan sampai hilang kepercayaan pada kuasa Tuhan, dan jangan sampai hilang kepercayaan pada diri kita sendiri.
Tuhan menurunkan kita ke dunia adalah tanda kepercayaan dari-Nya bahwa kita sanggup menjalani kehidupan ini sesuai dengan yang digariskan-Nya, jangan remehkan amanat kepercayaan ini dengan justru kita sendiri yang kehilangan kepercayaan atas diri kita sendiri dan malah memunculkan skenario yang berlawanan dengan kepercayaan-Nya bahwa kita sanggup menjalani semua yang telah digariskan-Nya.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.