Integrasi Hipnoterapi dan Coaching Untuk Perubahan Maksimal
Daftar Isi
“Coach, saya ingin memesan jadwal untuk sesi hipnoterapi”, sebaris pesan itu masuk ke pesan media sosial saya.
Meski pada akhirnya pesan itu tetap ditindaklanjuti dengan menginformasikan mekanisme pemesanan jadwal, sebenarnya ada satu hal yang tidak umum adanya di dalam pesan itu, yaitu: panggilan ‘coach’ yang pada akhirnya malah bermuara pada penjadwalan sesi hipnoterapi.
Mengapa demikian? Karena hipnoterapi dan coaching sebenarnya adalah dua perkara yang berbeda.
Artikel ini dibuat untuk menjelaskan perbedaan – dan persamaan – mendasar di antara hipnoterapi dan coaching, besar harapan saya tulisan ini bisa memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan dari hipnoterapi dan coaching, baik secara posisi/profesi, ruang gerak, dan cakupan kompetensi yang dimiliki.
MARAKNYA PANGGILAN ‘COACH’ DEWASA INI
Istilah ‘coach’ agaknya menjadi satu panggilan yang banyak digunakan dan disematkan pada beberapa sosok akhir-akhir ini, terutama mereka yang dikenal sebagai fasilitator perubahan’ dan sosok yang memberikan pembimbingan di bidang spesifik tertentu.
Sebut saja di salah satu acara pencarian bakat yang menekankan pada keahlian menyanyi, yang menghadirkan beberapa penyanyi yang dikenal ahli di bidangnya, untuk kemudian membimbing para kontestan yang dipilihnya untuk dibimbingnya, para ‘pembimbing’ inilah yang kelak dipanggil sebagai ‘coach’ di acara ini, yang kelak membimbing para kontestan yang dibimbingnya melalui proses yang disebut sebagai ‘coaching’ di acara ini.
Apakah kemudian hal ini salah?
Tentu tidak demikian adanya, karena dalam kapasitasnya sebagai ‘pelatih’ yang memang melatih para kontestan ini untuk bisa menjadi pribadi yang lebih mahir di bidangnya, yang para pembimbing (yang dikenal sebagai ‘coach’ di tayangan itu) itu lakukan bisa dikatakan termasuk ke dalam aspek yang dillakukan dalam sebuah proses coaching.
Catatan: bahasan pendahulu tentang coaching pernah saya bahas di artikel ‘Memahami Coaching dan Kerangka Kerjanya’, silakan kunjungi artikel itu jika Anda masih belum cukup familiar dengan bahasan seputar coaching ini.
Namun demikian, tentu ada baiknya kalau kita bisa memahami juga sejauh mana istilah coach dan coaching ini telah berkembang di masyarakat kita, termasuk ketika istilah ini digunakan dalam dunia pengembangan diri dan transformasi diri, seperti yang saya geluti ini, sehingga nantinya kita bisa lebih bijak memahami ketika ada sebagian kalangan tertentu yang setuju untuk menamai proses tertentu sebagai coaching dan ketika ada sebagian kalangan lainnya yang tidak setuju, begitu juga ketika ada sebagian kalangan tertentu yang setuju untuk memanggil sosok tertentu sebagai coach dan ketika ada sebagian kalangan lainnya yang tidak setuju.
ASAL-MUASAL PANGGILAN COACH
Jujur, ketika membicarakan “Siapa yang bisa/boleh/berhak dipanggil ‘coach’ ini?”, agaknya akan cukup sulit bagi saya untuk bisa menegaskan siapa yang paling berhak menyandang panggilan ini.
Hal ini karena panggilan ‘coach’ bukan panggilan yang baru secara ‘legal’ bisa dimiliki selepas seseorang menyandang profesi tertentu secara resmi, melainkan lebih kepada panggilan ‘sematan’ yang ‘dianugerahkan’ pada seseorang, sebagai sebuah pengakuan atas kapasitas yang disandangnya.
Kapasitas ini sendiri pada akhirnya mengacu kepada sebuah proses dimana seseorang yang dianggap coach ini memberikan bimbingan, arahan, panduan, atau apa pun itu namanya, yang intinya menjadikan seseorang yang dibimbingnya (biasa dipanggil coachee) bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik di bidang yang ditekuninya.
Sejak kapan dan bagaimana panggilan ‘coach’ ini bermula?
Lagi-lagi, pertanyaan ini pun bukan pertanyaan yang bisa dipastikan dengan jelas.
Dari berbagai tayangan film yang beredar sejak bertahun-tahun silam, bisa kita dapati bahwa panggilan ‘coach’ – yang dimaknai ‘pelatih’ – lebih sering digunakan oleh para atlit di luar negeri untuk memanggil pelatihnya.
Baru seiring dengan berkembangnya dunia coaching dalam dunia pengembangan diri, istilah coach juga dipakai di dunia ini untuk memanggil mereka yang diposisikan sebagai seorang coach di bidang ini.
Anthony Robbins, seorang pembicara kenaman dunia, termasuk salah satu sosok yang boleh dikatakan ikut mempopulerkan keberadaan coaching sebagai salah satu pendekatan untuk memfasilitasi proses pertumbuhan dan pencapaian dalam dunia pengembangan diri ini.
Dalam perkembangannya, dengan semakin pesatnya berbagai pendekatan dalam dunia pengembangan diri, baik dalam bidang terapi, konseling, training, mentoring dan sejenisnya, istilah coach jadi semakin sering disematkan pada mereka yang memang diposisikan sebagai sosok yang dipercaya memiliki kapasitas dan otoritas untuk memfasilitasi perkembangan diri sesama di bidang yang ditekuninya, tidak heran kalau saat ini istilah coach bisa kita temui dilekatkan pada berbagai sosok di berbagai bidang kehidupan, mulai dari seni, kesehatan, pendidikan, penjualan, dan bahkan spiritual.
PERBEDAAN KOMPETENSI COACH DAN PROFESI LAIN
Terlepas dari tren yang ada saat ini dimana istilah ‘coach’ menjadi istilah ‘kepunyaan bersama’ sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya tadi, tidak bisa dipungkiri juga bahwa coach sendiri sudah menjadi sebuah profesi tersendiri dengan berbagai standar kompetensinya.
Kembali ke periode berkembangnya dunia pengembangan diri yang memunculkan banyak tokoh fasilitator perubahan di berbagai bidang, keberadaan coaching semakin menyita atensi dari berbagai kalangan profesional yang ingin menjadikan coaching ini sebuah profesi resmi dengan kode etik tersendiri, yang tentunya juga mensyaratkan serangkaian kompetensi tersendiri yang terstandarisasi.
Hal ini yang kemudian mendorong berbagai kalangan itu untuk mulai mendirikan asosiasi atau organisasi yang menaungi aktivitas coaching ini sebagai sebuah profesi, masing-masing dengan kesepakatannya masing-masing, dimana kelak masing-masing organisasi atau asosiasi ini mengeluarkan sertifikasi keanggotaan dan kompetensinya masing-masing, sekaligus juga mengeluarkan program pembelajaran untuk menjadi coach bersertifikat (certified coach) sesuai standar yang ditetapkan setiap organisasi tersebut.
Hal ini sekaligus juga menjadi penegas: standar kompetensi dan kode etik yang dijalankan seorang coach bisa berbeda-beda, bergantung dari organisasi atau asosiasi dimana ia bernaung, itu pun kalau ia merupakan seorang coach yang mengikuti program pembelajaran coaching yang berafiliasi ke organisasi atau asosiasi tertentu, itu pun kalau ia merupakan seorang coach yang berafiliasi ke organisasi atau asosiasi tertentu, bisa lain lagi ceritanya kalau coach yang kita bicarakan ini adalah seorang yang diposisikan sebagai seorang coach di bidang spesifik yang dijalaninya, tanpa berafiliasi ke organisasi atau asosiasi tertentu.
Yang mana yang paling benar?
Sulit menegaskannya, coaching bukanlah sebuah profesi yang teregulasi secara resmi, dalam praktiknya tidak ada batasan khusus untuk menegaskan sejauh mana batasan dari coaching itu sendiri, terlebih lagi organisasi yang berbeda bisa mengusung kode etik dan standar kompetensi yang berbeda juga, sehingga batasan tentang yang dianggap benar di satu organisasi bisa saja dianggap hal yang sebaliknya di organisasi lainnya.
Sejauh ini, yang paling sering dijadikan patokan inti adalah bahwa mereka yang menjalankan atau memfasilitasi proses coaching haruslah mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku di negara dimana mereka menjalankan programnya, dimana di antaranya yaitu mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang melanggar hukum atau norma yang berlaku di negara tempat mereka menjalankan praktiknya, dan juga tidak boleh melangkahi kewenangan para tenaga kesehatan atau para profesional yang jelas-jelas cakupan ruang gerak dan kompetensinya sudah diakui negara.
Contohnya saja, seorang coach tidak boleh mendiagnosa kliennya dengan diagnosa medis atau psikologis atas permasalahan yang dialaminya, karena hal tersebut menjadi kewenangan resmi tenaga kesehatan formal sesuai hukum dan perundangan yang berlaku, kecuali ia memang memiliki latar belakang tenaga kesehatan formal sambil menjalankan profesinya sebagai coach.
Di sisi lain, kompetensi yang menjadi esensi dari coaching adalah kemampuan memfasilitasi pertumbuhan untuk membantu seseorang bergerak menuju arah ideal yang ia tetapkan, disinilah berbagai pendekatan bisa digunakan untuk memfasilitasi hal ini.
PENDEKATAN TRANSFORMATIF DAN COACHING
Cukup jelas bukan bagaimana lika-liku dari praktik dan ruang geraknya? Mari kita sejenak kembali ke paragraf sebelumnya tadi, yaitu betapa kompetensi yang menjadi esensi dari coaching adalah kemampuan memfasilitasi pertumbuhan untuk membantu seseorang bergerak menuju arah ideal yang ia tetapkan, dimana disinilah berbagai pendekatan bisa digunakan untuk memfasilitasi hal ini, salah satunya yaitu pendekatan transformatif.
Salah satu ciri khas coaching adalah ia memfasilitasi proses perubahan dalam diri seseorang untuk bia bergerak maju menuju hasil akhir pencapaian yang diharapkannya di masa depan, dengan kata lain: coaching berorientasi pada masa depan.
Dikatakan sebagai berorientasi pada masa depan, karena pendekatan yang berorientasi pada masa lalu adalah terapi dan konseling, dimana kedua pendekatan ini mengajak seseorang untuk menyadari bagaimana pengaruh dari masa lalunya membentuk kualitas hidupnya di masa kini.
Dalam konteks coaching, untuk seseorang bisa bergerak menuju masa depan dan mewujudkan hasil akhir pencapaian yang diharapkannya dengan efektif ini, perlu disadari juga bahwa ia berada di masa kini dengan serangkaian strategi dan perilaku tertentu yang tidak efektif adanya dan ia sendiri menyadarinya, yang menjadikan ia mencari pendekatan coaching untuk membantunya bergerak dengan lebih efektif.
Sederhananya begini: kalau yang ia lakukan sudah efektif adanya, maka untuk apa mencari bantuan coach dan menjalani proses coaching?
Seseorang menjalani proses coaching pastilah karena ia tahu ada ketidakefektifan dalam dirinya yang tidak bisa diselesaikannya sendirian, karena ada keterbatasan untuk mengenali titik buta dalam dirinya, yang menjadikannya memercayakan proses itu pada orang lain yang dianggapnya lebih mumpuni untuk membantunya, dalam hal ini yaitu coach.
Strategi dan perilaku tidak efektif inilah yang kemudian dirubah atau dipertajam melalui serangkaian proses coaching agar menjadi lebih efektif lebih bisa mengantar seseorang menuju kondisi ideal yang diharapkannya, dimana disini jugalah berbagai pendekatan transformatif dilakukan.
Yang dimaksud pendekatan transformatif di sini yaitu pendekatan yang bisa membantu seseorang mengubah (transform) strategi dan perilakunya di masa kini menjadi lebih efektif, dimana hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pendekatan tentunya.
HIPNOTERAPI SEBAGAI PENDEKATAN TRANSFORMATIF UNTUK MEMAKSIMALKAN PROSES COACHING
Sebagai sebuah teknik terapi, hipnoterapi termasuk ke dalam teknik terapi yang mengeksplorasi masa lalu, terutama jika pendekatan hipnoterapi yang digunakan adalah yang berbasis Psikodinamika (tidak semua pendekatan hipnoterapi memfokuskan eksplorasi masa lalu ini, untuk lebih jelasnya silakan temukan lebih banyak informasi tentang hipnoterapi di kumpulan kategori tulisan tentang hipnoterapi di sini).
Dengan cara kerja yang mengeksplorasi masa lalu, maka bukankah hipnoterapi memiliki arah yang berbeda denga coaching?
Secara teknis memang demikian, tapi secara esensial bisa saja tidak demikian.
Begini, dalam hipnoterapi kita meyakini bahwa strategi dan perilaku yang seseorang operasikan di masa kini adalah hasil dari bentukan masa lalunya, jika ada ketidakefektifan di sini maka sangat mungkin ada pengaruh negatif masa lalu yang membatasi efektivitas dari strategi dan perilaku ini, dimana disinilah hipnoterapi dilakukan untuk bisa membantu seseorang membebaskan diri dari pengaruh negatif masa lalu yang membatasi dirinya.
Secara teknis, hipnoterapi menyasar pengaruh negatif masa lalu yang menghambat efektivitas diri seseorang, maka ia bukanlah termasuk ke dalam coaching.
Tapi secara esensial bisa kita dapati bahwa yang menjadikan seseorang tidak kunjung bergerak efektif mewujudkan hasil akhir idealnya adalah strategi dan perilaku masa kininya yang tidak efektif – yang terbentuk dari masa lalunya, maka dengan melepaskan batasan lama ini diharapkan ia bisa bergerak menuju masa depannya dengan lebih efektif, disinilah hipnoterapi memang tidak termasuk ke dalam coaching, tapi ia bisa membantu memaksimalkan proses coaching, menjadikannya lebih efektif.
Saya sendiri menggunakan dua jenis prinsip dimana hipnoterapi dan coaching bisa diintegrasikan dalam satu proses kerja:
Pertama, hipnoterapi membantu proses coaching.
Hal ini digunakan dalam situasi dimana seseorang sudah mengidentifikasi berbagai hasil-akhir ideal yang diinginkan untuk dicapainya di masa depan, tapi ada berbagai batasan lama dalam dirinya yang membuatnya tidak kunjung bergerak efektif menuju masa depan itu.
Dalam hal ini hipnoterapi digunakan untuk melepaskan batasan lamanya itu dengan efektif, sehingga orang ini bisa memfokuskan segenap daya potensinya untuk mewujudkan yang ia sudah tetapkan untuk capai di masa depan.
Kedua, coaching membantu proses hipnoterapi.
Hal ini digunakan dalam situasi dimana seseorang datang dengan segudang kerumitan masa kini atau masa lalu, ada berbagai hal yang sedemikian membingungkan dan membocori kualitas hidupnya, tapi – di sisi lain – sulit untuk memfasilitasi perubahan karena atensi orang ini sedemikian tersita pada berbagai kebocoran yang dialaminya.
Maka dalam hal ini coaching menjadi sebuah proses mempertajam fokus, mengarahkan orang ini pada sebuah target perubahan di masa depan terdekat yang harus dicapainya agar kebocoran yang melandanya bisa lebih terperbaiki dengan perubahan ini.
Integrasi dari keduanya terletak pada satu hal: pentingnya menetapkan indikator perubahan perilaku yang terukur dalam diri seseorang yang disepakati bersama, dimana perubahan perilaku itu menjadi kunci yang membantu seseorang untuk lebih bisa menikmati kehidupan dan pencapaian yang berkualitas.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi, konseling atau coaching? Memerlukan layanan hipnoterapi, konseling atau coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi, konseling atau coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.