Kejelasan (Clarity) Itu Meringankan dan Menyembuhkan
Beberapa bulan lalu saya membantu seorang klien dengan gejala keluhan rasa cemas menghadapi situasi berpindah kerja ke luar kota.
Sebut saja namanya Rudi, seorang pria berusia 37 tahun. Rudi menempati posisi yang tergolong bagus di sebuah perusahaan logistik. Bagusnya posisi Rudi tidak lepas dari kinerjanya yang memang bagus dan totalitas dalam bekerja.
Rudi merasa dilematis. Di usianya saat ini ia masih memiliki tujuan karir yang lebih tinggi, namun situasi yang dihadapinya tidaklah mudah. Setelah berjuang sekian tahun, Rudi mendapatkan tawaran untuk naik ke posisi yang ia harapkan, namun posisi itu mengharuskannya pindah kerja ke luar kota, karena di tempat kerja ia berada saat ini posisi itu sudah terisi orang lain yang masih tergolong baru dipromosi juga, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan restrukturisasi begitu saja.
Selepas menerima kabar penawaran, Rudi justru merasa galau tidak karuan. Di satu sisi posisi yang ditawarkan adalah posisi yang ia harap-harapkan, di sisi lain ada prioritas pribadi, yang berhubungan dengan keluarga, yang akan terganggu jika ia pindah ke luar kota.
Kegalauan Rudi bukan jenis kegalauan yang “diam di tempat”, melainkan yang terus meningkat dan menjadi sebuah ketidaknyamanan yang ia sebut sebagai “kecemasan”. Suatu waktu selepas pulang kerja Rudi bertemu teman baiknya, yang pernah menjadi klien saya, yang merekomendasikan Budi untuk menemui saya.
“Rasa cemas yang membuat tidak nyaman”, itulah keluhan yang awal mula Rudi angkat ketika menemui saya.
Sebagai Coach, satu kunci penting yang saya pegang dalam setiap sesi klien yang saya bersamai adalah pentingnya “kejelasan (clarity)” atas apa yang terjadi, karena bersama kejelasan inilah tersimpan kesadaran dan pemahaman yang kelak “meringankan” dan bahkan menyembuhkan.
Apa maksudnya? Mari simak lanjutan kisahnya dimana terciptanya kejelasan ini saja sudah meringankan persoalan Rudi yang menjadikannya tidak perlu menjalani proses penanganan atau terapi.
Di sesi pengumpulan informasi saya mendapati indikasi bahwa ada nilai-nilai yang bertentangan dalam diri Rudi atas situasi yang ia hadapi. Di satu sisi ada “peluang karir” yang menggoda, di sisi lain ada “keluarga yang harus dijaga” yang memerlukan perhatiannya.
Mengacu pada modalitas yang saya gunakan, terdapat “Bagian-Bagian Kepribadian (Personality-Parts, atau biasa disebut ‘Parts’)” dalam pikiran manusia yang melatari kondisi fisik, respon pikiran, perasaan dan perilaku kita.
Parts dalam diri ini tidak ubahnya seperti “sosok-sosok” dalam diri kita sendiri yang terbentuk dari pengalaman tumbuh kembang, dimana kelak Parts ini mengadaptasi beberapa ciri/trait spesifik yang menjadikannya seolah memiliki kepribadian sendiri (itulah kenapa disebut “Personality-Parts”).
Tidak ubahnya manusia dengan segenap kepribadiannya, Parts juga bisa terluka dan merasa trauma, dimana Parts yang terluka (memendam luka batin) ini kelak menyebabkan berbagai gejala permasalahan emosi, perilaku dan bahkan sampai ke gangguan fisik berupa psikosomatis.
Bagi yang mempertanyakan apakah Parts ini serupa dengan fenomena Alters dalam gangguan kepribadian ganda (Dissociative Identity Disorder [DID]), jawabannya adalah “berbeda”. Namun demikian, bahasan ini tidak akan saya ulas dulu di tulisan kali ini.
Setiap dari kita memiliki Parts dalam diri kita dan setiap Part memiliki fungsi spesifiknya masing-masing dalam diri kita dan aktif bergantian sesuai fungsinya. Anda masih membaca tulisan ini sejauh ini saja menandakan adanya Part yang mewakili fungsi pembelajar dalam diri Anda yang sedang bekerja menjalankan fungsinya. Jika sesudah membaca tulisan ini Anda melanjutkan aktivitas ke aktivitas lainnya maka akan ada Part lain yang aktif menjalankan fungsinya di aktivitas lain itu.
Parts, dengan segenap ciri kepribadian yang dibawanya, juga melambangkan nilai-nilai yang ada dalam diri kita. Dalam kasus Rudi, pertentangan antara sisi ada “peluang karir” yang menggoda, dan sisi lain “keluarga yang harus dijaga” melambangkan pertentangan antara kedua Parts ini.
Setiap Part dalam diri kita memiliki maksud positif. Tidak ada Parts yang bermaksud negatif atau ingin mencelakakan kita, karena mereka adalah bagian dari fungsi proteksi pikiran bawah sadar.
Begitu juga dalam kasus Rudi, kedua Parts ini membawa maksud positif dan memperjuangkan nilai yang mereka yakini, yaitu “karir vs keluarga”. Karena kedua hal ini adalah perkara yang berpijak pada nilai-nilai yang sama pentingnya, maka tidak heran Rudi merasakan kegalauan yang teramat sangat dimana jika ia larut dengan kegalauan ini maka muncullah rasa cemas darinya, rasa cemas ini sendiri bukan rasa cemas karena takut, tapi rasa cemas atas “takut membuat keputusan yang salah”.
Hal pertama yang saya lakukan adalah mengedukasi Rudi tentang konsep Parts ini. Pada dasarnya Rudi adalah individu yang cerdas, ia bisa memahami dengan cepat konsep Parts ini dan mengidentifikasi keberadaan Parts dalam dirinya.
Hal kedua yang saya perjelas adalah “cakupan” dari proses yang akan berlangsung. Saya pertegas bahwa sesi kali ini bukan dimaksudkan untuk mengharuskan Rudi membuat keputusan apa pun dan bukan mengajak Rudi melakukan penanganan apa pun pada Parts dalam dirinya, melainkan memahami aspirasi mereka dan meninjau bagaimana Rudi bisa menindaklanjuti aspirasi itu.
Hal ini bukan tanpa alasan. Derajat kegalauan yang Rudi alami menyiratkan kesulitan pembuatan keputusan karena ada dua hal yang sama pentingnya berkonflik.
Akan lain ceritanya jika Rudi sudah membuat keputusan final, misalnya menuruti karir ke luar kota, namun merasa cemas karena takut pada ketidakpastian atas apa yang bisa terjadi di luar kota. Jika ini yang terjadi maka masalah Rudi adalah murni kecemasan yang mengganggu, maka saya pun bisa lebih leluasa mengalokasikan proses penanganan untuk itu.
Yang Rudi alami adalah ketidakmampuan membuat keputusan. Dalam hal ini saya tidak mau kalau opini atau intervensi saya mengkontaminasi keputusan Rudi. Maka itulah cakupan proses saya batasi untuk sebatas memahami aspirasi Parts yang membawa nilai yang bertentangan dalam diri Rudi ini untuk nantinya Rudi sendiri yang menindaklanjuti aspirasi itu.
Berikutnya, saya mengajak Rudi memfasilitasi komunikasi antar Parts dalam dirinya ini.
Dengan teknik yang memang diperuntukkan untuk itu saya pun memanggil Parts dalam diri Rudi dan mengajak mereka berkomunikasi. Ketika Parts dalam diri Rudi muncul, Rudi langsung bisa mengenali dan memasuki proses komunikasi bersama Parts itu.
Yang terjadi dalam diri Rudi adalah Part “Keluarga” sewot pada Part “Karir” karena dianggapnya Part “Karir” egois dan tidak peduli pada keluarga. Kemarahan Part “Keluarga” inilah yang membuat Rudi kerap kali merasakan gejolak ketidaknyamanan.
Dinamika interaksi antar Part dalam diri manusia adalah sesuatu yang unik. Ada kalanya Parts dalam diri ini tidak saling berinteraksi atau tidak saling mengetahui. Hal ini yang Rudi alami. Meski Part “Keluarga” marah pada Part “Karir”, Part “Karir” justru tidak terlalu mengetahui aspirasi dari Part “Keluarga”. Baginya yang terpenting adalah bekerja sebaik mungkin.
Meski di level permukaan kedua Parts ini seperti berkonflik, apa lagi keduanya berbicara dengan nada yang sama-sama “meninggi”, di level yang lebih dalam akan selalu ada nilai yang lebih tinggi yang menghubungkan keduanya di maksud (purpose) yang sama, maka itulah yang saya kemudian gali lebih lanjut.
Melalui sesi penggalian lebih jauh dan mengembangkan pemahaman Part lebih dalam saya mendapati bahwa purpose dari Part “Karir” di levelnya yang lebih dalam melakukan apa yang dilakukannya adalah pada akhirnya untuk membahagiakan Rudi. Di sisi lain, Part “Keluarga” pun ingin membahagikan Rudi dengan cara menikmati suasana kekeluargaan yang ia sukai.
Dalam proses ini mengembangkan pemahaman Parts bahwa mereka memperjuangkan aspirasi yang sama adalah kunci. Tanpa adanya pemahaman ini maka mereka masih akan saling berkonflik dan saling memperjuangkan apa yang dirasanya benar, sering kali tanpa keinginan untuk memahami dan menghargai satu sama lain, semakin parahlah gejala gangguan yang seseorang alami karenanya. Ketika pemahaman ini terbangun dengan baik maka ruang untuk berkomunikasi lebih jauh pun terjalin kali ini.
Itu yang terjadi dalam proses yang Rudi alami, ketika kedua Parts ini lebih saling memahami maksud positif satu sama lain, dialog mereka pun jadi lebih melunak kali ini.
Di proses komunikasi ini saya hanya fokus mempersilakan masing-masing Part untuk menyampaikan aspirasinya. Uniknya, ketika masing-masing Parts ini berdialog dengan “kepala dingin dan hati yang hangat”, muncul ketetapan-ketetapan yang lebih menenangkan satu sama lain.
Proses komunikasi antar Parts saya sudahi ketika ada ketetapan yang bersifat “win-win”.
Dalam kasus Rudi, ia menyadari bahwa terlepas dari tujuan karir yang lebih tinggi atau apa pun itu tujuan yang nampak bersifat “duniawi” lainnya, nilai itu dirumuskannya sebelum ia menikah dan berkeluarga, yang mengaktifkan keberadaan Part “Karir” dengan segala dorongan bekerjanya.
Sesudah menikah terjadi restrukturisasi nilai dalam diri Rudi, terutama atas hal yang berhubungan dengan keluarga, dimana hal ini mengembangkan kekuatan dari Part “Keluarga”.
Di sisi lain, karena Part “Karir” terbentuk dengan baik untuk terus berkarya, sebagai hasil dari keputusan lama Rudi sebelum menikah, maka ia pun menjalankan tugasnya dengan baik. Karena apa yang dilakukannya berdampak baik untuk keluarga maka Part “Keluarga” tidak merasa terganggu. Ketika tawaran promosi datang, bagi Part “Karir” ini adalah hal yang memang dicarinya, sebagaimana itulah yang menjadi fungsinya. Tidak demikian dengan Part “Keluarga”, hal ini justru berpotensi mengusi keberadaannya, maka itulah ia memunculkan gejala ketidaknyamanan berupa kegalauan.
Di masa kini Rudi menyadari bahwa keluarga adalah nilai yang lebih penting baginya. Hal ini membangun pemahaman Part “Karir” atas “hirarki” baru dalam prioritas kehidupan Rudi. Karena pada dasanya ia sudah merasa dipahami dan ia pun sudah memahami prioritas yang lebih tinggi di situasi yang Rudi alami maka terjadi perubahan pada struktur keberadaannya.
Ketetapan yang Rudi dapatkan adalah perasaan “win” pertama, dimana ia menyadari apa nilai yang menjadi prioritas terpenting baginya saat ini, yaitu keluarga. “Win” kedua yaitu ketika Parts dalam dirinya setuju atas ketetapan baru ini.
Part “Karir” setuju tidak memfokuskan atensinya pada tawaran pindah ke luar kota, dan Part “Keluarg” setuju membantu Part “Karir” dengan memberikan energinya untuk mencari peluang yang lebih baik, dengan tanpa meninggalkan keluarga. Ketika kedua Parts ini saling berdamai dan berangkulan Rudi merasakan rasa ringan dan ketenangan yang menghangatkan. Inilah yang saya sebutkan sebagai “kejelasan yang meringankan (alleviating clarity)”.
Beberapa hari berlalu Rudi mengabari bahwa ia sudah merasa tenang kali ini, tidak lagi terbebani dengan pemikiran pindah ke luar kota dan tetap menampilkan kinerja terbaiknya. Rudi mengkomunikasikan keputusannya pada atasannya yang menghormati keputusannya. Apa yang semula disebut sebagai “rasa cemas” kali ini ikut hilang, yang menjadikan fenomena ini saya sebut “kejelasan yang menyembuhkan” (healing clarity).
Meringankan dan menyembuhkan, tidakkah keduanya menciptakan transformasi? Atas alasan itu saya juga kerap menyebutnya sebagai “transforming clarity”.
Beberapa hari lalu saya mendapatkan kabar dari Rudi bahwa ia mendapatkan tawaran di posisi yang lebih tinggi, masih di kota yang sama. Atasan Rudi yang merasa bahwa Rudi selalu memberikan kinerja terbaik mendukung keputusan ini. Keterbukaan Rudi untuk mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianggapnya penting dulu membuatnya menghormati keputusan Rudi dan bahkan memberikan surat referensi sebagai tanda dukungannya.
Tidak semua permasalahan itu harus “disembuhkan”, karena bisa jadi “mereka yang merasa sakit” itu tidaklah sakit, mereka hanya sedang bergelut dengan kebingungan dan ketidakjelasan.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang konseling-terapi? Memerlukan layanan konseling-terapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari konseling-terapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.