Kunci Penting Forgiveness Therapy
Daftar Isi
Memasuki momen perayaan hari raya Idul Fitri tahun 2022, tulisan hari ini mengangkat salah satu aktivitas yang sudah tidak asing mewarnai momentum perayaan hari raya ini, yaitu “maaf-memaafkan”.
Ya, silakan amati berbagai ungkapan yang bertebaran di hari raya ini, tidak asing kiranya kita dapati kalimat “mohon maaf lahir dan batin” bertebaran di berbagai media, mulai dari media sosial sampai ke media komunikasi pribadi.
Tidak heran memang, setelah sebulan penuh mengendalikan hawa nafsu, salah satu cara terbaik menutup perjuangan yang sudah dijalani dengan sepenuh hati ini – yang juga menjadi momen pembuktian atas keberhasilan seseorang untuk menjadi pemimpin atas hawa nafsunya – adalah proses maaf-memaafkan ini.
Meski pun terdengar mudah untuk dikatakan, dalam kenyataannya maaf-memaafkan bukan sesuatu yang mudah untuk begitu saja dilakukan, padahal proses yang satu ini membawa manfaat yang sedemikian besarnya bagi diri kita.
Baik itu secara spiritual atau pun secara psikologis, maaf-memaafkan memberikan dampak yang sedemikian membebaskan dan memungkinkan seseorang untuk bisa lepas dari berbagai masalah yang membelengu kehidupannya.
DAHSYATNYA BELENGU KEBENCIAN
Lebih dari satu dasawarsa menekuni dunia hipnoterapi dan teknologi pikiran, saya mendapati bahwa kekecewaan, kekesalan, kemarahan dan bahkan dalam wujudnya yang lebih dahsyat: “kebencian”, bisa sedemikian membelengu seseorang dan menyabotase kualitas hidup yang dijalaninya.
Bukan sekali dua kali saya menjumpai mereka yang mengalami berbagai macam persoalan fisik dan psikosomatis menahun – yang sulit sekali mendapatkan penyelesaiannya secara medis – yang ternyata bermula dari adanya kebencian dan berbagai beban emosi yang terpendam dan tidak tertuntaskan dalam batinnya.
Ya, di level kimia tubuh, kebencian dan berbagai beban emosi ini bisa sedemikian menyebabkan reaksi negatif yang merugikan, ia bisa menyebabkan gangguan hormon – dan bahkan sampai menyebabkan kegagalan fungsi organ – yang berujung pada munculnya berbagai gejala penyakit fisik di berbagai level, dari yang ringan sampai ke yang bersifat kronis.
Belum lagi di aspek kehidupan lainnya, kesulitan untuk bisa melepaskan kebencian dan beban emosi ini – yang menandakan kesulitan untuk bisa memaafkan – juga memegang peranan besar di balik berbagai sabotase aspek kehidupan lainnya.
Sebut saja secara psikis, saya mendapati betapa belengu kebencian ini bisa berujung pada munculnya berbagai gejala masalah, seperti sulit fokus, insomnia, dan gangguan emosi lainnya; termasuk yang berujung pada masalah perilaku, seperti kesulitan mengendalikan emosi, atau kemarahan berlebih.
Jika berbagai hal itu sudah terjadi, aspek kehidupan mana lagi yang bisa terbocori karenanya? Hanya soal waktu sebelum kualitas hubungan, karir dan keuangan pun terkena dampaknya; baik secara langsung, akibat perilaku yang bermasalah ini, atau pun secara tidak langsung, akibat adanya permasalahan pada vibrasi diri yang menyebabkan medan energi seseorang berada di frekwensi yang rendah, yang oleh karenanya beresonansi dengan berbagai kejadian yang frekwensinya sama rendahnya, seperti konflik, keributan, pertengkaran dan kejadian sejenis lainnya.
PENTINGNYA MEMAAFKAN SECARA TUNTAS
Mengingat dampak yang sedemikian destruktifnya, bisa kita sepakati bahwa belengu kebencian adalah sesuatu yang hendaknya kita urai dan bersihkan, karena ia adalah kunci yang bisa membebaskan diri kita dari belengu dan sabotase kualitas hidup di berbagai aspek tadi.
Namun sekali lagi, hal ini yang tidak mudah untuk dilakukan begitu saja, karena ia melibatkan satu proses yang kita bahas di awal tadi, yaitu: memaafkan.
Demikianlah, memaafkan adalah kunci penting membebaskan diri kita dari kebencian, dari belengu dan beban emosi yang membocori dan menyabotase kualitas hidup.
Namun ketika membahas hal ini muncullah satu pertanyaan yang kerap kali mengherankan beberapa orang, terutama yang merasa bahwa mereka merasa sudah memaafkan tapi masih juga mendapati bahwa kebencian itu masih ada dalam dirinya, masih menyisakan rasa sakit yang sulit untuk mereka pahami.
Bagaimana mungkin hal ini terjadi, di satu sisi sudah memaafkan, tapi di sisi lain masih dibayangi oleh belengu kebencian itu?
Disinilah penting kita pahami pentingnya esensi dari “memaafkan secara tuntas”.
Maka hal ini membawa kita pada pertanyaan berikutnya: apa yang dimaksud memaafkan secara tuntas ini?
Jawaban sederhana untuk pertanyaan yang satu ini adalah: memaafkan yang terjadi bukan hanya di pikiran sadar, tapi di pikiran bawah sadar.
Bahasan tentang pikiran sadar dan pikiran bawah sadar ini sudah pernah diulas sebelumnya di artikel “Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar“, karena itu kita akan membahasnya secara mendasar saja di artikel kali ini, terutama hubungannya dengan proses maaf-memaafkan yang sedang kita fokuskan di artikel kali ini.
BELENGU DI PIKIRAN BAWAH SADAR
Ketika seseorang mengalami kejadian atau peristiwa di luar dirinya, ia menyimpan memori atas kejadian itu dalam dua bentuk: memori intelektual dan memori emosional.
Memori intelektual mengacu kepada memori atas detail dari kejadian yang kita alami, ia bersifat kronologis; lain halnya dengan memori emosional, ia mengacu pada kesan emosional kita atas kejadian yang kita alami.
Kejadian dan kesan adalah dua hal yang berbeda, dua orang yang berbeda bisa mengalami kejadian yang sama, tapi mereka bisa memiliki kesan yang berbeda atas kejadian itu.
Dua orang yang mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan bisa memiliki kesan yang berbeda atas kejadian yang sama itu, satu orang bisa memaknai itu sebagai sesuatu yang memotivasinya untuk berjuang dengan lebih keras lagi, sementara satu orang lainnya bisa saja memaknai itu sebagai sesuatu yang menghancurkannya dan membuatnya tidak layak untuk memperjuangkan hidupnya lagi.
Membicarakan memori atas kejadian yang kita alami, secara mendasar memori ini akan tersimpan di pikiran sadar dan pikiran bawah sadar.
Dalam hipnoterapi, kita meyakini bahwa pikiran sadar memiliki fungsi untuk menyimpan memori jangka pendek, yaitu memori atas kejadian-kejadian yang relatif baru kita alami, sementara pikiran bawah sadar memiliki fungsi untuk menyimpan memori jangka panjang, ketika sebuah kejadian sudah relatif lama kita alami dan sudah mulai jarang kita ingat detailnya maka memori atas kejadian itu mulai berpindah ke pikiran bawah sadar.
Ketika sebuah memori tersimpan di pikiran bawah sadar, maka memori itu tidak lagi mudah untuk kita akses secara sadar. Bukan berarti tidak bisa, namun prosesnya mensyaratkan waktu dan upaya tersendiri. Jika detail dari memori itu cukup jelas dan memang sekali-sekali masih kita sering akses maka kemudahan dari prosesnya akan berbanding lurus dengan intensitas pengaksesannya, tapi semakin jarang memori itu kita akses maka semakin sulit memori itu untuk diakses.
FUNGSI PROTEKSI PIKIRAN BAWAH SADAR
Membicarakan pikiran bawah sadar, sebagaimana sudah pernah kita bahas di tulisan-tulisan terdahulu, salah satu fungsi utama pikiran bawah sadar ini yaitu fungsi “proteksi”.
Pikiran bawah sadar menjalankan fungsi proteksinya untuk melindungi diri kita dari berbagai ketidaknyamanan, salah satunya yaitu ketidaknyamanan emosional.
Dalam hal ini ada kalanya memori yang berisikan muatan emosi intens yang bersifat tidak menyenangkan disimpan di pikiran bawah sadar dan “dikarantina” di dalamnya, menjadi sebuah memori emosional yang sulit untuk dipahami secara intelektual.
Apa maksud dari “memori emosional yang sulit dipahami secara intelektual” ini?
Begini, ketika seseorang ingin melakukan proses memaafkan, maka proses memaafkan ini harus berlangsung secara intelektual dan emosional, yang menandakan proses memaafkan ini haruslah terjadi di pikiran sadar dan pikiran bawah sadar.
Yang sering terjadi ketika seseorang merasa sudah memaafkan tapi mendapati beban emosi itu masih terasa dalam dirinya adalah ia memang sudah melakukan proses memaafkan, tapi hal itu baru dilakukannya secara sadar, secara intelektual, tapi belum menjangkau muatan emosional yang ada di pikiran bawah sadar.
Muatan emosional yang tersimpan di pikiran bawah sadar sendiri belumlah tereksplorasi, sehingga secara intelektual ia merasa sudah memaafkan, tapi secara emosional tidak banyak perubahan terjadi pada struktur emosi yang melekat pada memori itu; akhirnya muncullah gejala keheranan, secara rasional/intelektual ia merasa sudah memaafkan, tapi beban emosi itu masih terus melekat padanya, menjadi sebuah fenomena yang irasional (tidak logis/tidak intelektual).
Mengapa disebut irasional, atau tidak logis? Karena secara logis, mereka tahu mereka harus memaafkan, tapi secara emosional, pikiran bawah sadar belum melepaskan beban emosi yang menyertai memori intelektual itu.
Memaafkan secara tuntas – yang mampu menjangkau pikiran bawah sadar – inilah yang mensyaratkan proses tersendiri, selama proses ini belum terlaksanakan secara tepat maka proses memaafkan ini tidak akan berlangsung optimal.
FORGIVENESS THERAPY
Dalam hipnoterapi, proses memaafkan secara tuntas yang bisa menjangkau pikiran bawah sadar ini, dikenal sebagai Forgiveness Therapy.
Mengapa menggunakan Forgiveness Therapy? Mengapa menggunakan hipnoterapi?
Alasan sederhana yang melandasi semua ini ada pada satu fenomena yang bisa terakses ketika menggunakan hipnoterapi, dimana fenomena ini tidak bisa begitu saja terakses dalam metode terapi konvensional lainnya, yaitu “aktifnya pikiran bawah sadar”, yang memungkinkan kita untuk memfasilitasi penanganan yang bisa mengeksplorasi isi pikiran bawah sadar ini secara lebih langsung dan menyeluruh.
Sebagaimana sudah dibahas dalam artikel “Mengenal Hipnosis & Hipnoterapi“, kita sudah mempelajari bahwa hipnoterapi bukanlah proses terapi menggunakan hipnosis, melainkan “proses terapi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis”.
Artinya, hipnosis menjadi sebuah “jalan pembuka” untuk nantinya proses psikoterapi yang sebenarnya dimulai, teknik psikoterapi yang nantinya dilakukan dalam kondisi hipnosis ini bisa beragam; sebut saja teknik berbasis “Guided Association“, yang dalam hipnoterapi dilaksanakan sebagai teknik “Age Regression”; atau teknik berbasis “Reparenting“, yang dalam hipnoterapi dilaksanakan sebagai teknik “Informed Child Technique“; atau bahkan teknik berbasis “Parts Therapy“, yang dalam hipnoterapi dilaksanakan sebagai “Ego State Therapy“.
Salah satu teknik psikoterapi yang dalam hipnoterapi banyak digunakan untuk mengurai kemarahan dan kebencian, yang nantinya ditujukan untuk menciptakan proses pemahaman, perenungan dan pemaafan, adalah teknik berbasis “Gestalt Therapy“, yang dalam hipnoterapi dilaksanakan sebagai “Forgiveness Therapy“.
Forgiveness Therapy menjadi sebuah teknik tingkat lanjut dalam proses hipnoterapi yang memungkinkan kita untuk menguras beban emosi yang ada di pikiran bawah sadar dan menciptakan pemahaman, perenungan serta pemaafan di dalamnya, membersihkan pikiran bawah sadar dari muatan emosi negatif yang melekat di dalamnya, menjadikan sebuah proses memaafkan tercipta secara tuntas.
Ketika proses memaafkan terjadi di pikiran bawah sadar, saat itulah seseorang bisa terbebas dari beban emosional dan intelektual yang melekat pada dirinya, dari sinilah kesembuhan yang hakiki terjadi.
Namun demikian, sebagai teknik hipnoterapi tingkat lanjut, Forgiveness Therapy mensyaratkan hipnoterapis untuk memiliki keahlian yang solid dan memadai.
KUNCI PENTING FORGIVENESS THERAPY
Saya pribadi menempatkan Forgiveness Therapy sebagai satu keahlian yang wajib dimiliki seorang hipnoterapis, karena dari proses yang satu ini berbagai kemungkinan penyembuhan dan transformasi diri bisa difasilitasi dalam diri klien oleh hipnoterapis yang membantunya.
Namun demikian, sebagaimana saya katakan tadi juga, sebagai teknik hipnoterapi tingkat lanjut, Forgiveness Therapy mensyaratkan hipnoterapis untuk memiliki keahlian yang solid dan memadai, hal ini yang menjadikan saya sendiri dulu harus mempelajari dan memahami esensi proses ini dari berbagai sumber pembelajaran, sampai menemukan kunci penting yang menentukan efektivitasnya.
Apa saja kunci penting dari Forgiveness Therapy ini? Saya membaginya menjadi lima hal, sebagaimana dijelaskan berikut ini.
PERTAMA, PERSIAPAN NIAT
Hipnoterapis harus mampu membangun kesadaran dalam diri klien sebelum proses terapi dimulai, mengedukasi klien bahwa dalam proses yang akan dijalaninya nanti proses “pelepasan” akan menjadi kunci penting.
Mengapa saya menekankan kata “pelepasan” dan bukan “memaafkan”? Karena jika sejak awal kata “memaafkan” ini digunakan, beberapa klien mungkin akan “resisten” untuk menjalani prosesnya, tidak semua orang siap untuk memaafkan begitu saja, apalagi kalau ternyata perkara yang membebani mereka adalah suatu hal yang sedemikian menyakitkan mereka selama ini.
Di sisi lain, proses memaafkan menjadi sesuatu yang lebih mudah dan secara alami bisa dilakukan ketika seseorang sudah melepaskan berbagai beban yang ada dalam dirinya, dan memang proses pelepasan ini menjadi tahap yang akan dilakukan di kunci penting ketiga nanti.
Inti dari proses ini yaitu memastikan bahwa klien siap melepaskan berbagai beban dan ganjalan yang selama ini ada dalam dirinya, agar nanti proses ini bisa terjadi dengan lebih mudah, karena klien sudah lebih siap menjalani prosesnya.
KEDUA, KEDALAMAN TRANCE
Untuk menciptakan resolusi yang maksimal di pikiran bawah sadar, mutlak hukumnya pikiran bawah sadar bisa terakses secara optimal, yang menandakan level kedalaman trance harus bisa terakses secara memadai.
Level kedalaman trance yang memadai juga menjadikan seseorang lebih bisa mengekspresikan emosinya secara aman, karena sistem syaraf yang digunakan untuk melepaskan beban emosi itu adalah sistem syaraf yang mampu mengakomodir proses pelepasan itu dengan baik.
Untuk bisa menciptakan kedalaman trance yang berkualitas ini maka sudah jelas seorang hipnoterapis harus menguasai teknik induksi dan pendalaman kondisi hipnosis yang berkualitas juga.
KETIGA, PELEPASAN YANG TUNTAS
Seiring dengan kunci pertama dan kedua tadi dikuasai secara aman, hipnoterapis harus mampu memandu klien untuk mengekspresikan beban emosi dalam dirinya secara aman dan tuntas, dimana proses ini akan mensyaratkan terjadinya proses “katarsis”.
Maksud dari secara “aman” yaitu proses yang akan klien jalani tidak membawa dampak yang membahayakan, kriteria “aman” ini sendiri pernah saya tulis dalam artikel tersendiri yang berjudul: “Assessment 3P Sebelum Memulai Sesi Hipnoterapi“, Anda bisa menemukan ulasan lebih lengkapnya di sana.
Berikutnya yaitu “tuntas”, dimana proses ini akan mensyaratkan seorang hipnoterapis untuk menguasai keahlian memandu proses kataris ini secara mendalam, memungkinkan klien mengekspresikan muatan emosional dalam dirinya secara mendalam dari pikiran bawah sadar, termasuk membaca dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya resistensi dari pikiran bawah sadar yang berpotensi menghambat terjadinya proses pelepasan ini.
Lebih dalam lagi, definisi tuntas yang kita maksudkan di sini juga mengacu pada cara pelepasan itu dilakukan, dimana pelepasan ini haruslah terjadi di dua aspek: psikis dan fisik.
Secara psikis, hal ini dilakukan dengan proses verbalisasi, dimana hipnoterapis memandu klien untuk mengekspresikan beban emosi dalam dirinya secara verbal. Sementara itu secara fisik hal ini dilakukan dengan “gerakan” yang memungkinkan klien untuk bisa mengeluarkan beban emosi yang terkunci di sistem tubuhnya, untuk dialirkan keluar dari tubuhnya.
KEEMPAT, PEMAHAMAN YANG MENYELURUH
Sampai ke kunci penting ketiga tadi, sebenarnya proses memaafkan sudah akan lebih mudah terjadi, tapi hal ini belumlah sepenuhnya memadai untuk menciptakan kesiapan dalam memaafkan ini secara tuntas.
Disinilah dalam hipnoterapi kita mengadaptasi proses yang bisa menciptakan kesiapan dalam memaafkan ini secara lebih tuntas, yaitu dengan menciptakkan pemahaman dalam diri klien atas peristiwa yang dialaminya yang menyakitkannya, dan atas sosok-sosok yang klien anggap menyakitinya.
Teknik yang dilakukan dalam proses ini diadaptasi dari proses “Changing Chair” yang dilakukan dalam Gestalt Therapy, yang menjadikan proses ini lebih dikenal sebagai “Gestalt” dalam hipnoterapi.
Dalam proses Gestalt di hipnoterapi, hipnoterapis memandu klien untuk menempatkan dirinya seolah-olah menjadi Introject, atau gambaran internal dari orang yang pernah menyakitinya, dalam proses ini hipnoterapis harus bisa memandu proses Gestalt ini secara efektif, yang menjadikan klien bisa mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh atas orang yang dianggapnya menyakitinya, yang menjadikan mereka lebih “legowo” untuk nantinya memberikan maafnya pada sosok-sosok ini.
Hal ini yang menjadikan kenapa kondisi kedalaman trance harus terakses optimal, karena prosesi Gestalt ini hanya bisa dilakukan optimal dan memberikan dampak positif yang menciptakan pemahaman jika kedalaman trance klien pun optimal adanya.
KELIMA, PENYADARAN YANG BERMAKNA
Lagi-lagi, sampai ke kunci penting keempat tadi, seharusnya proses memaafkan sudah akan lebih mudah terjadi, tapi selalu ada kemungkinan bagi beberapa klien hal ini belumlah sepenuhnya memadai untuk menciptakan kesiapan dalam memaafkan ini secara tuntas.
Disinilah hipnoterapis harus piawai membangun kesadaran klien akan pentingnya memaafkan ini, di akhir keempat proses atau kunci penting yang sudah kita bahas sebelumnya.
Hipnoterapis harus bisa membangun kesadaran klien bahwa esensi dari memaafkan ini bukanlah untuk mereka yang menyakiti dirinya, melainkan untuk diri mereka sendiri, menyadarkan mereka bahwa memaafkan adalah kunci untuk membebaskan diri mereka sendiri dari belengu permasalahan yang selama ini melekat padanya.
Jika dilakukan dengan cermat, proses ini akan menyadarkan klien bahwa memaafkan adalah sesuatu yang harus ia lakukan, dan ia akan melakukan itu sendiri dengan bahkan tanpa harus diminta oleh hipnoterapis.
Demikianlah, dengan mengadaptasi kelima kunci penting di atas, diharapkan proses Forgiveness Therapy bisa berjalan dengan lebih efektif.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera