Memahami Retro State Dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)
Tibalah kita di bagian akhir dari pemahaman Resource State Pathology yang dari artikel ke serial artikel Resoure Therapy & Counselling (RTC) sudah kita ulas secara sekilas namun baru kali ini akan kita ulas secara resmi dan mendalam, yaitu penanganan Retro state.
Catatan: bahasan lebih jelas tentang Vaded State, Dissonant State dan Conflicted State bisa Anda temukan di artikel berikut: ‘Faktor-faktor Pembentuk Vaded with Fear dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)‘, ‘Faktor-faktor Pembentuk Vaded with Rejection dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)‘, ‘Faktor-faktor Pembentuk Vaded with Confusion dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)‘, ‘Faktor-faktor Pembentuk Vaded with Disappointment dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)‘ dan ‘Memahami Gejala Dissonant & Conflicted State Dalam Resource Therapy & Counselling (RTC)‘.
Dari semua pembelajaran RTC, penanganan Retro State menjadi materi yang cukup ‘berat’, karena penanganan Retro Avoiding State melibatkan hampir semua teknik yang sudah kita ulas sebelumnya.
Saya mendapati bahwa kebanyakan masalah yang klien bawa sehubungan dengan zona disfungsionalnya akan banyak berhubungan dengan Vaded dan Retro State, dimana Retro State adalah Resource State yang melatari berbagai masalah perilaku negatif yang dialami klien.
Untuk memastikan Anda memahami yang dimaksudkan sebagai masalah perilaku, kita perlu menyadari terlebih dahulu bagaimana suatu gejala dikatakan sebagai masalah dan kapan gejala itu bisa dikategorikan sebagai kondisi patologi Retro State.
Artinya, tidak semua masalah perilaku bisa dikategorikan sebagai Retro State meski menurut pengamatan dan diagnosis yang kita lakukan kita bisa menilai adanya keberadaan Retro State di balik munculnya masalah itu.
Membicarakan masalah perilaku adalah fenomena menarik, karena hal ini selalu terhubung dengan norma dan budaya, dimana norma dan budaya ini bisa berbeda ketentuannya di tempat atau masyarakat yang berbeda. Sederhananya begini, satu hal yang dianggap sebagai perilaku menyimpang di satu tempat tertentu bisa saja dianggap sebagai perilaku yang wajar di daerah lainnya dan tidak dianggap sebagai masalah.
Acuan yang cukup umum digunakan dalam dunia studi psikologi abnormal untuk menilai suatu ‘penyimpangan’ adalah yang sering dikenal sebagai 4D (Comer, 2014), yaitu:
- Deviant, suatu respon pemikiran, perasaan atau perilaku dianggap menyimpang jika ia berbeda dari kebiasaan yang dianut masyarakat di sekitar pada umumnya.
- Distressing, suatu respon pemikiran, perasaan atau perilaku dianggap menyimpang jka ia menyebabkan seseorang tertekan atau merasakan ketidaknyamanan dalam dirinya.
- Dysfunctional, suatu respon pemikiran, perasaan atau perilaku dianggap menyimpang jka ia menyebabkan seseorang tidak bisa menampilkan fungsi ideal dirinya dalam menjalankan aktivitasnya.
- Dangerous, suatu respon pemikiran, perasaan atau perilaku dianggap menyimpang jka ia membahayakan pelakunya atau orang-orang di sekitarnya.
Namun demikian, disinilah justru Retro State menjadi sebuah topik yang tidak biasa jika dihubungkan dengan keempat poin 4D di atas. Hal ini dikarenakan meski seseorang menampilkan salah satu atau lebih dari keempat poin di atas, hal itu belum tentu menjadikan kita bisa menilai masalah tersebut dilatari mode patologi Retro State.
Dalam RT, suatu masalah perilaku yang dialami seseorang baru bisa dinyatakan dilatari oleh Retro State jika ada Resource State lain yang aktif dan mengeluhkan perilaku tersebut.
Penegasan sederhana akan bahasan yang satu ini adalah: suatu masalah perilaku baru bisa dikatakan dilatari oleh Retro State jika klien mengeluhkan perilaku itu sebagai masalah baginya, dimana keluhan itu menyiratkan salah satu atau lebih dari kondisi 4D yang sudah kita bahas sebelumnya.
Berdasarkan sudut pandang 4D, kebiasaan merokok bisa dikatakan membahayakan kesehatan (dangerous), kebiasaan menunda membuat seseorang tidak bisa menunjukkan fungsi idealnya (dysfunctional), namun selama klien tidak mengeluhkan perilaku itu sebagai masalah, maka kita belum bisa mengatakan Retro State melatarinya.
Ketika sesorang menyadari dampak negatif dari perilakunya itu dan menganggapnya sebagai masalah, barulah patologi Retro State dikatakan terkonfirmasi. Seseorang bisa menampilkan perilaku yang menunjukkan semua kriteria 4D di atas, namun selama ia merasa tidak ada yang salah dengan dirinya maka perilaku itu belum bisa dikatakan Retro.
Retro State adalah Resource State yang menjalankan perilaku tertentu karena ia menganggap perilaku tersebut adalah hal yang benar untuk dilakukan dan membawa manfaat bagi klien, jika semua Resource State lain merasa nyaman dengan yang dilakukannya maka ia masih dikategorikan sebagai Normal State (yang tidak sejalan dengan norma), namun ketika ada satu atau lebih Resource State lain yang mulai tidak menyukai perilaku ini maka saat itu Resource State yang menjalankan perilaku tersebut dikategorikan sebagai Retro State.
Jenis Retro State pertama yang menjalankan masalah perilaku adalah Retro Original State dimana Retro State ini menjalankan perilaku atau kebiasaan dari masa kecil yang dulu pernah membawa manfaat sebagai coping mechanism masa kecil, namun terus dilanjutkannya sampai dewasa.
Berikutnya, jenis Retro State kedua yaitu Retro Avoiding State yang akttif sebagai mekanisme pertahanan (defense mechanism) psikologis.
Di balik perilaku adiktif seperti merokok, berjudi, belanja berlebih, menggigiti kuku – dan bahkan OCD – pada dasarnya selalu tersimpan SEM Vaded State yang merasa resah di Underlying State karena situasi yang sedang dialami klien mengaktifkan keberadaannya yang dulu pernah terbentuk karena ISE.
Bedanya adalah dalam kasus yang murni terjadi karena Vaded State (seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya), Vaded State terus lanjut aktif di Conscious State tanpa bisa dikendalikan.
Di sisi lain ada kalanya dalam masa tumbuh kembang seseorang ia – baik secara sengaja atau pun tidak sengaja – berusaha menenangkan diri atau mengelola ketidaknyamanan emosinya dengan aktivitas tertentu, jika aktivitas ini terbukti menenangkan dan meredakan ketidaknyamanan tersebut maka aktivitas ini pun berlanjut menjadi kebiasaan atau respon adiktif, hal inilah yang membentuk mekanisme Retro Avoding State.
Terdapat kesamaan antara Retro Original State dan Retro Avoding State, yaitu sama-sama aktif dengan penuh kendali ketika ia aktif di Conscious State, yaitu ditemukannya indikasi sebagai berikut:
- Adanya pernyataan dari Resource State lain yang tidak menyetujui apa yang dilakukan Retro State (klien mengeluhkan perilakunya sebagai masalah dan ingin menghentikannya).
- Ditemukannya indikasi bahwa ketika perilaku itu ditampilkan klien tidak berkeinginan/tidak bisa menghentikannya, meskipun sesudah melakukan perilaku itu klien menyesalinya.
Namun demikian, selain dari kesamaan yang ada di antara keduanya, terdapat juga perbedaan yang perlu kita pahami dari keduanya.
Karakter spesifik dari Retro Original State yang akan membedakannya dengan Retro Avoiding State bisa kita amati sebagai berikut:
- Ditemukannya indikasi bahwa perilaku itu sudah berlangsung sejak masa kanak-kanak.
- Tidak adanya indikasi bahwa perilaku itu berhubungan dengan masalah adiksi atau kecanduan yang ketika tidak dilakukan akan menimbulkan kecemasan.
Sementara itu karakter dari Retro Avoiding State yang akan membedakannya dengan Retro Original State adalah sebagai berikut:
- Tidak ditemukannya indikasi bahwa perilaku itu sudah berlangsung sejak masa kanak-kanak.
- Ditemukannya indikasi bahwa ketika perilaku itu tidak dilakukan maka akan muncul kecemasan atau ketidaknyamanan.
- Ditemukannya indikasi bahwa upaya untuk menghentikan perilaku ini sudah berjalan berlarut-larut, namun tak kunjung berhasil sampai membuat frustrasi karenanya.
- Ditemukannya indikasi bawa perilaku itu berhubungan dengan perilaku adiktif, OCD atau melukai diri sendiri.
Rangkuman penjelasan tentang Retro State, waktu pembentukannya, dan manifestasi patologinya bisa dilihat di halaman berikut.
Dua masalah yang paling umum ditemukan sehubungan dengan Retro State adalah yang berhubungan dengan perilaku adiktif atau kebiasaan buruk dan kemarahan (anger/rage issues).
PERILAKU ADIKTIF & KEBIASAAN BURUK
Perilaku adiktif dapat kita bagi menjadi dua: yang disebabkan oleh faktor psikologis dan yang disebabkan oleh faktor fisiologis, ada juga yang bisa disebabkan oleh kombinasi keduanya.
Adiksi fisiologis biasanya berhubungan dengan konsumsi objek tertentu, seperti rokok, alkohol atau obat-obatan. Adiksi ini bermula dari masuknya objek-objek tersebut ke dalam tubuh yang diawali oleh suatu kejadian yang mengawalinya, namun lalu berlanjut sampai tubuh merasa objek-objek tersebut adalah bagian dari sistem kerjanya, sehingga ketika suatu waktu objek-objek tersebut tidak dikonsumsi tubuh pun ‘menagih’ masuknya objek-objek tersebut, karena tubuh merasa itulah cara kerja yang normal dari dirinya sebagai suatu sistem kerja.
Kebiasaan makan berlebih termasuk di dalamnya, dimana tubuh sudah terbiasa mengkonsumsi makanan dalam porsi banyak dan sering, sampai jika porsi itu dikurangi maka tubuh akan ‘protes’ dan meminta jatah yang bisa dimakannya.
Sementara adiksi psikologis dilatari oleh aktifnya Vaded State yang bermuara mencari pelarian, yang ketika dilakukan bisa membuat kita lupa sesaat dengan ketidaknyamanan yang muncul dari aktifnya Vaded State tersebut, maka itu adiksi psikologis bukan hanya berlaku pada objek yang dikonsumsi, melainkan juga pada adiksi yang berupa kebiasaan buruk, seperti berjudi, workaholic, menggigiti kuku dan perilaku OCD.
Kecanduan obat-obatan termasuk salah satu yang dilatari oleh Vaded State dimana obat-obatan yang dikonsumsi bisa menekan kemunculan Vaded State ke Conscious State. Namun ada juga orang-orang yang tanpa ada Vaded State spesifik dalam dirinya yang memerlukan pelarian lantas mencoba-coba obat tertentu yang dirasanya memberikan rasa nyaman pada tubuhnya, ketika ia melakukan hal ini berkali-kali maka muncullah rasa nyaman dan ketagihan, maka adiksi ini bersifat fisiologis.
Masalah perilaku adiktif atau kebiasaan buruk yang didasari aktifnya Vaded State akan terselesaikan ketika Vaded State mendapatkan resolusi dan kita berhasil melakukan negosiasi dengan Retro State, yang terlanjur merasa mendapatkan manfaat dari perilaku itu, untuk mengganti caranya dalam memberi manfaat bagi klien.
Namun tidak demikian dengan adiksi fisiologis, permasalahan utama dari adiksi ini terletak pada respon tubuh yang merasa bahwa objek yang dibutuhkannya adalah bagian dari sistem kerjanya, jika kebiasaan ini langsung dihentikan begitu saja maka tubuh akan terkejut dan merasakan rasa sakit (sakaw), yang bisa saja membahayakan seseorang.
Penanganan adiksi fisiologis harus dilakukan bertahap, objek yang biasa masuk ke tubuh dikurangi secara bertahap sampai tubuh merasa bisa mentoleransi hal tersebut dan beradaptasi, sampai bisa menciptakan sistem kerja baru tanpa objek tersebut nantinya.
Masalah perilaku adiksi ini bisa menjadi lebih merepotkan untuk ditangani ketika ternyata masalahnya adalah masalah yang merupakan campuran dari keduanya, fisiologis dan psikologis, di satu sisi kita harus menangani Vaded State yang melahirkan perilaku adiksi, namun di sisi lain klien tetap memerlukan objek yang terlanjur dibutuhkan tubuhnya, yang dikurangi bertahap sampai tubuhya terbiasa beradaptasi.
Penanganan Retro Avoiding State yang berperan di balik masalah adiksi dan kebiasaan buruk harus dilakukan diawali dengan menangani dulu Vaded State yang dilindungi oleh Retro State ini, caranya yaitu dengan melakukan Vivify Specific pada momen dimana klien akan melakukan perilaku atau kebiasan buruknya, namun kali ini kita meminta klien untuk fokus pada perasaannya dan tidak meneruskan kebiasaan buruk tersebut.
Momen dimana perilaku atau kebiasaan buruk yang dioperasikan oleh Retro State itu tidak jadi dilakukan, akan memicu Vaded State untuk aktif, karena saat itu Retro State tidak aktif untuk menekannya turun kembali. Saat itulah kita melakukan RT Actions untuk menormalkan kembali Vaded State ke kondisi normalnya, dimulai dari Bridging dan seterusnya.
Penanganan Retro Avoiding State melibatkan tahapan penanganan paling banyak dalam RT Actions, hal ini dikarenakan pertama-tama kita harus menangani dulu Vaded State yang ‘dilindungi’ oleh Retro State, karena berkat Vaded State inilah Retro State aktif menjalankan tugasnya.
Namun demikian, menangani Vaded State saja belumlah cukup, hal ini dikarenakan keberadaan Retro State adalah mekanisme pertahanan psikologis yang membantu meredakan kecemasan yang ditimbulkan oleh Vaded State apa pun, meski Vaded State spesifik yang awalnya mengaktifkan Retro State itu sudah kita tangani, masih ada kemungkinan Retro State itu akan menyelamatkan Vaded State lain yang aktif di situasi lain, hal ini yang membuat klien merasa masalahnya kumat kembali (relapsed) karena ia kembali melakukan perilaku negatifnya, padahal yang terjadi adalah Retro State hanya kembali menjalankan tugasnya untuk melindungi Vaded State lain (bukan yang dulu ditangani, karena yang dulu ditangani sudah kembali ke mode normal dan tidak lagi mengaktifkan Retro State untuk melindunginya).
Itulah mengapa selepas Vaded State tertangani kita perlu melakukan negosiasi dengan Retro State agar ia mengganti caranya melindungi klien di masa depan, sehingga meski pun nanti ada Vaded State lain di situasi lain, Retro State tidak melindunginya dalam bentuk perilaku negatif yang semula dilakukannya, namun dengan perilaku lain yang sudah disepakati, yang akan tetap membuatnya bisa memenuhi maksud positifnya untuk melindungi klien.
Klien datang dengan keluhan perilaku negatif spesifik, ketika Retro State yang dulu memegang perilaku itu sudah menjalankan tugasnya dengan cara baru maka klien tidak akan lagi melakukan perilaku negatif itu, kalau pun di situasi lain ada Vaded State lain yang aktif dan membuat Retro State kembali ‘turun tangan’ membantu, maka Retro State menjalankan tugasnya dengan cara baru, bukan perilaku negatif yang klien keluhkan di awal penanganan.
Proses RT Actions untuk penanganan Retro Avoiding bisa melibatkan hampir semua semua RT Actions yang ada, maka itulah bahasan Retro State baru kita pelajari di artikel ini selepas teknik dasar yang Anda butuhkan lengkap adanya.
MASALAH KEMARAHAN
Kemarahan bukanlah emosi yang harus dihindari, munculnya kemarahan menandakan adanya prinsip diri yang terlanggar.
Namun demikian ketika kemarahan diekspresikan dengan cara yang tidak sehat dan bahkan cenderung berlebihan maka hal tersebut menjadi salah satu contoh dari aktifnya patologi Retro State.
Dalam kasus Retro Avoiding terdapat Retro State yang aktif dalam bentuk ekspresi kemarahan sebagai bentuk proteksi untuk melindungi Vaded State yang dirasanya lemah dan dianggapnya ‘rapuh’.
Selain dari Retro Avoiding, masalah kemarahan juga bisa disebabkan oleh Retro Original, yaitu Retro State yang mengembangkan kebiasan ini dari kecil, bisa karena melihat cara orangtua dalam mengekspresikan rasa marah pada orang lain, bisa juga karena kebiasaan yang dipelajari sendiri.
Retro State memiliki kepercayaan diri dan kekuatan penuh dalam menjalankan tugasnya, ketika aktif mereka muncul dengan penuh kendali dan menekan Resource State lain untuk muncul sehingga mereka bebas mengekspresikan tugasnya, baru ketika Retro State sudah selesai dengan tugasnya dan Resource State lain muncul menggantikannya Resource State itu merasa menyesali perilakunya dan merasa tidak suka dengan keberadaan Retro State yang dianggapnya membawa masalah.
Retro State seringkali merasa dirinya tidak diapresiasi, mereka merasa sudah melakukan yang terbaik untuk melindungi klien sesuai dengan cara yang mereka ketahui namun mereka tidak disukai oleh Resource State lain, oleh karena itu penting bagi Resource Therapist untuk menunjukkan apresiasi mendalam pada Retro State dan membuat mereka merasa nyaman.
Untuk menangani kasus Retro Avoiding State, penanganan tetap harus ditujukan untuk menangani Vaded State yang dilindunginya terlebih dulu, baru negosiasi dilanjutkan dengannya.
Vaded State yang dilindungi oleh Retro Avoiding State dalam masalah kemarahan biasanya tidak bisa diakses dengan cara yang sama dengan kasus adiksi atau perilaku negatif yang sudah kita bahas sebelumnya.
Dalam kasus perilaku negatif atau adiksi, dalam Vivify Specific kita bisa meminta klien untuk menahan diri dari melakukan perilakunya dan Vaded State pun akan muncul, namun tidak demikian dengan kemarahan.
Kemarahan bersifat impulsif, sekali muncul ia sulit ditahan, maka itu mengakses Vaded State yang dilindungi oleh Retro State penyebab masalah kemarahan tidak dilakukan dengan cara seperti masalah adiksi, melainkan langsung saja mengakses Retro State, lalu menanyakan kesan-kesannya atas Vaded State yang ia lindungi, Retro State biasanya akan menjawab bahwa Vaded State lemah dan rapuh, dari sana kita bisa langsung bertanya pada Vaded State apa kesannya dikata-katai demikian oleh Retro State, ketika Vaded State menjawab saat itulah kita akses dia lebih jelas ke Conscious State untuk diteruskan ke proses Bridging dan seterusnya.
Berbeda dengan Retro Original, mereka menjalankan tugasnya karena memang hanya itulah yang mereka mampu lakukan, karakter mereka memang dasarnya mengekspresikan energi ‘keras’, namun selama ini mereka tidak disukai oleh Resource State lain. Maka penanganan kasus kemarahan yang disebabkan oleh Retro Original bisa berbeda, kita hanya perlu fokus pada Retro State penyebab kemarahan, mengapresiasinya dan melakukan Retro State Negotiation dengannya untuk bertukar tempat atau waktu aktif dengan Resource State lain yang lebih sesuai dengan harapan klien, sementara Retro State sendiri tetap diminta untuk menjalankan tugas seperti biasa, namun hanya di waktu-waktu yang sesuai dengan karakter kerasnya, misalnya ketika klien terancam bahaya yang memerlukan sikap kerasnya untuk ditampilkan sebagai bentuk perlindungan.
MENGAPA TIDAK ADA BRIDGING PADA RETRO STATE
Awal mempelajari RTC saya merasa heran karena kita tidak melakukan Bridging pada Retro State, keheranan saya bermula dari dasar penguasaan keilmuan saya sebelumnya, yaitu hipnosis dan hipnoterapi.
Dalam hipnoterapi kita mengenal teknik ‘Affect Bridge’ dimana teknik ini ditujukan untuk penanganan berbagai masalah yang dilatari oleh emosi, cara kerja teknik ini dilakukan dengan mengakses emosi yang klien rasakan dan mengikuti emosi itu ke masa lalu ke awal dimana emosi itu tercipta pertama kali (ISE), cara kerja dan tujuan dari teknik ini serupa dengan yang kita lakukan dengan Bridging dalam RTC.
Begitu juga dengan kasus kemarahan, dalam hipnoterapi pada umumnya yang kita lakukan adalah mengakses emosi kemarahan itu dan mengikutinya ke masa lalu dimana emosi kemarahan itu pertama kali terbentuk, menemukan ISE yang awal pertama kali membentuknya, lalu menetralkannya di ISE tersebut.
Dalam RTC, pemahaman akan cara kerja Resoure State menjadi landasan dari semua jenis penanganan, termasuk memahami cara kerja kemarahan. Dalam RTC, emosi marah menandakan aktifnya ‘fungsi proteksi’ dalam diri kita, dimana sesuatu hal terjadi berlawanan dengan prinsip yang kita yakini atau hal yang kita inginkan.
Bridging dilakukan dalam RTC untuk menemukan ISE yang membuat Vaded State ‘rapuh’, kondisi rapuhnya Vaded State inilah yang menyebabkan munculnya reaksi emosi tidak berdaya dalam diri klien. Namun berbeda dengan kemarahan, ia bukan Resource State yang rapuh, ia aktif dengan membawa ‘kekuatan’, maka yang kita lakukan dalam RTC adalah mendayagunakan kekuatan dan fungsi proteksinya di masa kini agar tetap menjadi sumber daya (resource) yang membawa manfaat.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang Resource Therapy? Memerlukan layanan Resource Therapy untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari Resource Therapy secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.