Mengenal 4-MAT System Sebagai Strategi Mengajar
Daftar Isi
Selain menjalani profesi sebagai seorang hipnoterapis, boleh dikatakan satu aktivitas yang tidak bisa lepas dari keseharian saya adalah ‘mengajar’.
Ya, selain aktif mengajar di kelas-kelas hipnoterapi atau keilmuan teknologi pikiran lainnya, saya juga sampai saat ini bersyukur masih diberikan kepercayaan oleh banyak perusahaan untuk terlibat di berbagai program pengembangan sumber daya manusianya melalui berbagai program pelatihan dimana saya dilibatkan sebagai instrukturnya, yang bertugas mendesain dan memfasilitasi proses belajar mereka.
Memfasilitasi proses belajar bukan sembarang proses, melainkan melibatkan pengetahuan dan kecakapan untuk bisa mendesain sebuah pengalaman belajar yang memungkinkan pesertanya untuk – setelah melalui rangkaian pengalaman itu – mendapatkan pemaknaan pribadi yang meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keahlian mereka.
Terdapat ragam metode memfasilitasi proses belajar ini, masing-masing dengan cara pandangnya sendiri-sendiri, tapi satu yang paling saya sukai dan selalu adaptasi dalam berbagai proses pembelajaran yang saya fasilitasi yaitu 4-MAT System.
MENGENAL 4-MAT SYSTEM DAN SEJARAHNYA
4-MAT System adalah sebuah kerangka kerja untuk mendesain pembelajaran serta menciptakan pengalaman belajar yang bersifat transformatif dan merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan keseluruhan cara kerja otak dalam belajar.
Diformulasikan oleh Dr. Bernice McCarthy pada tahun 1979, 4-MAT System terinspirasi oleh karya-karya para tokoh besar dalam dunia psikologi, sosial dan pendidikan sampai kemudian terlahir sebagai sebuah kerangka dan strategi pembelajaran, di antaranya Roger Wolcott Sperry, Carl G. Jung, Jean Piaget, Lev Vygotsky. John Dewey, Kurt Lewin dan David Kolb.
ROGER WOLCOTT SPERRY
Roger Wolcott Sperry adalah seorang neuropsychologist dan neurobiologist yang memenangkan penghargaan Nobel pada tahun 1981 dalam bidang Medis dan Fisiologi atas hasil karyanya yang membahas penelitian tentang fenomena split brain (cara kerja otak secara terpisah).
Sperry membantu proses pengembangan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang fungsi belahan otak. Dalam penelitiannya, ia mengundang beberapa pasien split brain untuk turut serta dalam sebuah percobaan untuk mengetahui seberapa jauh pembedahan belahan otak mempengaruhi fungsi kerjanya.
Percobaan ini didesain untuk menguji kemampuan berbahasa, penglihatan dan fungsi motorik pasien. Ketika seseorang melihat sesuatu dari mata kirinya, informasi tersebut diproses oleh belahan otak sebelah kanannya dan begitu juga sebaliknya.
Dalam rangkaian percobaan pertama, Sperry menunjukan sebuah kata pada mata kiri dan kanan dalam waktu singkat. Ketika kata itu ditunjukkan pada mata kanan, belahan otak sebelah kiri memprosesnya dan para pasien melaporkan bahwa mereka bisa memahami kata tersebut. Ketika sebuah kata ditunjukkan pada mata kiri, belahan otak sebelah kanan memprosesnya, namun ternyata para pasien tidak bisa memahami kata tersebut.
Hal ini membawa Sperry ke sebuah kesimpulan bahwa hanya belahan otak sebelah kiri yang dapat mengartikulasikan kata. Namun dalam beberapa percobaan lanjutan, Sperry menemukan bahwa belahan otak sebelah kanan pun memiliki fungsi berbahasanya sendiri.
Di kesempatan kali ini dia meminta pasien meletakkan tangan kirinya di sebuah nampan berisikan benda-benda dimana nampan itu dihalangi oleh sebuah penghalang, sehingga pasien tidak bisa melihat bendanya. Lalu sebuah kata ditunjukkan ke mata kiri pasien, yang kemudian diproses oleh belahan otak sebelah kanan. Kata yang ditunjukkan kali ini mengacu pada salah satu benda di nampan tersebut yang harus diambil oleh tangan kiri pasien. Ketika para pasien tersebut ditunjukkan sebuah kata, mereka ternyata mengambil benda yang ada di kata tersebut, mereka mengakui bahwa mereka tidak memahami kata yang ditunjukkan namun mereka pun tidak paham mengapa tangannya memegang benda tersebut secara tepat.
Belahan otak sebelah kanan memahami kata yang tertulis dan memerintahkan tangan kiri untuk mengambilnya, tapi karena belahan otak sebelah kanan tidak bisa berbicara verbal, sementara belahan otak sebelah kiri sendiri tidak melihat kata tersebut, pasien tidak bisa memahami dan mengartikulasikan kata yang dilihatnya.
Hasil pemikiran Sperry kelak dituangkan di dalam 4-MAT System sebagai sebuah siklus pembelajaran (learning cycle) yang melibatkan cara kerja kedua belahan otak dalam memproses informasi.
CARL G. JUNG
Menurut teori tipe psikologi Carl Gustav Jung (Jung, 1971), manusia dapat dikelompokkan karakternya menurut preferensi:
- Sikap secara umum: Extraverted (E) vs. Introverted (I)
- Fungsi persepsi: Sensing (S) vs. Intuiting (I)
- Dua fungsi memutuskan: Thinking (T) vs. Feeling (F)
Tiga area preferensi yang diperkenalkan Jung adalah dikotomi (contohnya dimensi bipolar dimana setiap kutubnya mewakili preferensi yang berbeda).
Jung juga menyimpulkan bahwa dalam diri seseorang salah satu dari keempat fungsi di atas akan lebih dominan dari yang lainnya, baik itu fungsi persepsi atau fungsi memutuskan. Di kemudian hari Isabel Briggs Myers, seorang peneliti dan praktisi teori Jung menyimpulkan judging dan perceiving sebagai dikotomi keempat. Memperkenalkan teori kepribadian (Briggs Myers, 1980): Judging (J) vs. Perceiving (P).
Konsep Jung digunakan dalam 4-MAT System dalam bentuk pemetaan gaya belajar (learning style) dimana setiap gaya belajar ini memiliki sikap, persepsi dan cara dalam memutuskan dan memproses informasi pembelajaran yang diterimanya.
JEAN PIAGET
Jean Piaget adalah Seorang ahli biologi yang mempelajari perkembangan kognitif pada diri anak-anak dan pembelajaran. Ia mendeskripsikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif manusia, juga mendeskripsikan proses belajar dan bertumbuh sebagai berikut: seseorang menghadapi situasi baru, ia akan mengalami disequilibrum, ia kemudian mencoba memecahkan disequilibrum ini dengan mengasimilasikan informasi yang baru diterima dengan skema atau struktur yang sudah terlebih dahulu ada, jika informasi itu tidak bisa diasimilasikan maka ia harus menyelaraskan pengalaman baru ini dengan mengubah struktur atau skema yang sudah ada dalam dirinya.
Pemikiran Piaget dalam 4-MAT System bermuara pada proses belajar dimana para peserta mengasimiliasikan informasi baru yang diterimanya dengan membandingkannya dengan informasi lama yang sudah terlebih dahulu dipahaminya, tahapan ini terdapat di fase pertama learning cyle, yaitu connect.
LEV VYGOTSKI
Lev Vygotsky, adalah tokoh yang menekankan peranan dari interaksi sosial pada perkembangan kognisi seseorang (Vygotsky, 1978), sebagaimana yang ia yakini bahwa komunitas memegang peranan utama dalam proses ‘pemaknaan’, oleh karenanya pembelajaran sosial cenderung membantu perkembangan diri seseorang. Perkembangan seorang individu tidak bisa lepas dari referensi terkait dengan konteks sosial dan budaya yang menaunginya yang menjadi proses mental yang lebih tinggi dalam diri seseorang.
Vygotsky menyatakan pengembangan kognitif dari interaksi sosial melalui proses belajar yang terpadu dalam zona pengembangan proksimalnya sebagai anak-anak bersama teman bermainnya menghasilkan pengetahuan baginya. Kebalikannya, Piaget beranggapan bahwa pengembangan kognitif seseorang terjadi mealui eksplorasi mandiri dimana anak-anak menghasilkan kesimpulannya sendiri secara mandiri. Vygotsky menekankan lebih banyak pada peranan bahasa dalam proses pengembangan kongnitif seseorang, dimana Piaget dikritik karena tidak menekankan hal ini. Menurut Vygotsky, perkembangan kognitif adalah hasil dari internalisasi bahasa.
Hasil pemikiran Vygotsky bermuara pada munculnya proses attend di fase pertama learning cycle 4-MAT System dimana para peserta berkesempatan mendiskusikan hasil pemikirannya yang diperoleh di fase connect (hasil pemikiran Piaget) dan mendapatkan pemaknaan baru bagi dirinya secara personal melalui interaksi sosial.
JOHN DEWEY, KURT LEWIN DAN DAVID KOLB
John Dewey, adalah sosok yang mengungkapkan pentingnya komponen praktikal dari sebuah pengalaman dalam proses pembelajaran, dalam mengembangkan opini pribadinya atas konsep yang diberikan berdasarkan interaksinya dengan informasi. Dewey juga mengembangkan 3 tahapan model pembelajaran experiential: do (lakukan), review (periksa), plan (rencana).
Pemikiran Dewey dalam 4-MAT System tertuangkan di dalam fase 3 siklus pembelajaran yang melibatkan aktivitas praktik untuk dialami peserta langsung. dan fase 4 – refine untuk mengevaluasi hasil dari praktik langsung mereka.
Kurt Lewin seorang penemu psikologi sosial, mengembangkan model spiral: reflect (refleksikan), plan (rencanakan), Act (lakukan), observe (perhatikan), Lewin juga menekankan pentingnya komponen sosial dalam belajar.
Berikutnya, yaitu David Kolb (gambar kanan), yang mengembangkan 4 tahap model experiential learning: concrete experience (pengalaman konkrit), reflective observation (observasi reflektif), conceptual elaboration (elaborasi konseptual), active experimentation (percobaan aktif). Juga mengembangkan 4 gaya belajar: divergent, assimilator, convergent dan accomodator.
Pemikiran dari Lewin dan Kolb muncul dalam proses belajar dalam 4-MAT System yang banyak melibatkan proses interaksi sosial, baik dalam bentuk aktivitas praktik atau diskusi berpasangan dan juga berkelompok.
Seperti yang bisa kita pahami, 4-MAT System terlahir dari sebuah proses penelitian bertahap yang kemudian diformulasikan menjadi sebuah kerangka praktis, yang terangkum di dalam sebuah siklus pembelajaran (learning cycle).
BELAJAR, PENGALAMAN DAN GAYA BELAJAR
Belajar adalah tentang memproses pengalaman. Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam memproses pengalaman dan dalam berinteraksi dengan dunia. Cara kita menyerap dan memproses pengalaman ini mempengaruhi gaya belajar kita, dimana hal ini terbagi atas:
- Perceiving, cara kita menyerap informasi, yang terbagi atas thinking (memikirkan) dan feeling (merasakan).
- Processing, cara kita memproses informasi, yang terbagi atas watching (menyaksikan) dan doing melakukan.
Integrasi dari semua pemahaman ini bermuara pada pentingnya memahami gaya seseorang dalam menyerap, memaknai, menyimpan, dan mengingat pengalamannya dalam belajar, yang dijelaskan dalam gambar di bawah ini:
Pemahaman akan cara seseorang menyerap, memaknai, menyimpan, dan mengingat pengalaman ini dalam 4-MAT System dikenal sebagai learning style atau gaya belajar, inilah tahapan pertama dalam mendesain proses pembelajaran, yaitu dengan memahami keunikan dan kebutuhan dari setiap gaya belajar sehingga kita bisa mendesain proses pembelajaran yang memenuhi kebutuhan dari setiap gaya belajar tersebut.
Gaya belajar dalam 4-MAT System dibagi atas 4 gaya belajar, yaitu: pembelajar tipe 1 (imaginative learner), pembelajar tipe 2 (analytical learner), pembelajar tipe 3 (common sense learner) dan pembelajar tipe 4 (dynamic learner), di bawah ini kita akan mengulas kebutuhan dan keunikan setiap gaya belajar ini.
TYPE 1 – IMAGINATIVE LEARNER
Disebut juga Diverging, (Feeling & Watching – Concrete Experience & Reflective Observation)
Orang-orang ini melihat banyak hal dari perspektif yang berbeda. Mereka cukup sensitif. Mereka lebih memilih untuk mengamati daripada melakukan, cenderung mengumpulkan informasi dan menggunakan imajinasi untuk memecahkan masalah. Mereka orang yang tepat untuk memahami situasi yang nyata dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Kolb menyebut gaya belajar ini diverging karena orang-orang ini menunjukan kinerja terbaiknya di situasi yang membutuhkan ide, contohnya dalam sesi brainstorming. Orang dengan gaya belajar diverging memiliki ketertarikan budaya yang luas dan suka mengumpulkan informasi. Mereka tertarik pada orang, cenderung imajinatif dan logis, kuat dalam hal seni. Orang diverging lebih suka bekerja dalam kelompok, mendengarkan dengan pikiran terbuka dan menerima pendapat secara pribadi.
TYPE 2 – ANALYTICAL LEARNER
Disebut juga Assimilating, (Thinking & Watching – Reflective Observation & Abstract Hypothesis).
Preferensi belajar orang-orang ini adalah pendekatan logis dan sistematis. Ide dan konsep lebih penting daripada kehadiran orang-orang. Mereka memerlukan penjelasan yang jelas daripada peluang yang praktis, Memiliki kelebihan dalam memahami informasi yang meluas dan mengorganisirnya dalam format yang jelas dan logis.
Orang bergaya belajar assimilating kurang fokus pada orang dan lebih tertarik pada ide dan konsep. Orang-orang dengan gaya belajar ini lebih tertarik pada teori yang terdengar logis daripada pendekatan yang berdasarkan nilai-nilai kepraktisan. Gaya belajar ini penting untuk keefektifan dalam bidang informasi dan ilmu pasti. Dalam gaya belajar formal, orang-orang ini lebih memilih membaca, mendengarkan ceramah, mengeksplorasi model analitis dan memiliki waktu luang untuk berpikir secara seksama.
TYPE 3 – COMMON SENSE LEARNER
Disebut juga Converging, (Thinking & Doing – Abstract Hypothesis & Active Testing)
Orang dengan gaya belajar converging bisa memecahkan masalah dan menggunakan apa yang dipelajarinya untuk menemukan solusi atas masalah-masalah praktikal. Mereka menyukai tugas yang bersifat teknis dan tidak terlalu peduli pada orang dan aspek interpersonal. Orang dengan gaya belajar ini memiliki kelebihan dalam membumikan manfaat praktis dari ide dan pemikiran. Mereka bisa memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan cara menemukan solusi atas pertanyaan dan masalah yang dialami.
Orang dengan gaya belajar converging lebih tertarik pada tugas teknis dan masalah daripada aktifitas sosial dan interpersonal. Gaya belajar ini memungkinkan seseorang menjadi spesialis dalam bidang teknologi. Mereka suka bereksperimen dengan ide baru, memberi stimulus dan bekerja secara praktis.
TYPE 4 – DYNAMIC LEARNER
Disebut juga Accomodating, (Doing & Feeling – Active Testing & Concrete Experience)
Gaya belajar ini mencari aplikasi nyata dan lebih mengedepankan intuisi daripada logika. Orang-orang ini menggunakan analisa orang lain dan lebih cenderung mengambil pendekatan praktis yang eksperiental. Mereka tertarik pada tantangan baru dan pengalaman, serta mewujudkan perencanaan. Orang-orang ini pada umumnya bertindak berdasarkan insting spontan daripada analisa logis. Orang-orang dengan gaya belajar accommodating cenderung bergantung pada orang lain dari segi informasi daripada menggunakan daya analisa mereka sendiri. Gaya belajar ini dimiliki oleh banyak populasi pada umumnya.
PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN DAN MENYAKITKAN BAGI SETIAP GAYA BELAJAR
Bagi Imaginative Learner, pembelajaran terasa menyakitkan ketika:
- Tidak ada maksud dan makna yang jelas
- Tidak ada kesempatan berdialog
- Membaca bacaan yang panjang
- Konflik sesama anggota tim
- Adanya orang yang memonopoli pembicaraan
Bagi Imaginative Learner, pembelajaran terasa menyenangkan ketika:
- Opininya dianggap
- Adanya kesempatan berbagi pendapat yang adil
- Hubungan pertemanan terjalin
- Kekompakan terjalin
- Adanya rasa percaya dan saling menghomati
- Mempelajari sesuatu yang penting
Analytical Learner
Bagi Analytical Learner, pembelajaran terasa menyakitkan ketika:
- Tidak terorganisir
- Ide yang asal-asalan dan tidak terencana
- Tidak ada agenda yang jelas dan tidak ada persiapan
- Ketidakjelasan atas apa yang sedang dilakukan
Bagi Analytical Learner ini, pembelajaran terasa menyenangkan ketika:
- Adanya tujuan yang jelas dan terukur
- Dinyatakannya kriteria keberhasilan dengan jelas
- Adanya prioritas yang jelas
- Mengetahui sejauh mana posisinya dari tujuan akhir
Bagi Common Sense Learner pembelajaran terasa menyakitkan ketika:
- Terlalu banyak hal yang tidak penting
- Tidak ada penyelesaian nyata
- Membicarakan hal yang sama berulang-ulang
- Ide yang besar tapi tidak terencana untuk diwujudkan
Bagi Common Sense Learner ini pembelajaran terasa menyenangkan ketika:
- Fokus pada hal penting
- Melewati hal-hal yang tidak esensial
- Mempraktekkan bagaimana cara melakukannya
- Membangun langkah nyata untuk mencapai tujuan
- Berbagi tips dan strategi untuk mengembangkan diri
Bagi Dynamic Learner pembelajaran terasa menyakitkan ketika:
- Tidak adanya kesempatan berbicara
- Keputusan dibuat sepihak
- Terlu banyak penekanan pada aturan
- Konsekwensi dan kebijakan
- Struktur yang kaku tanpa kesempatan untuk mengembangkannya
Bagi Dynamic Learner ini pembelajaran terasa menyenangkan ketika:
- Ada ide besar yang menginspirasi
- Pencapaian pribadi
- Menciptakan sesuatu bersama-sama
- Tantangan yang membuat tim bergairah
- Memiliki wadah untuk menuangkan kreatifitas
PENUHI KEBUTUHAN GAYA BELAJAR
Setiap gaya belajar memiliki kebutuhan dan keunikan dasar yang berbeda, hanya memenuhi salah satu namun mengabaikan yang lainnya akan membuat proses belajar menjadi tidak menyenangkan bagi mereka yang gaya belajarnya tidak terpenuhi.
Dengan kata lain, sebagai seorang pengajar penting bagi kita untuk memahami bahwa kita hendaknya mendesain proses belajar yang bisa mengakomodir kebutuhan dan keunikan dasar setiap gaya belajar, namun demikian bukankah justru itu yang sulit?
Bagaimana mungkin kita bisa mendesain proses pembelajaran yang memenuhi kebutuhan gaya belajar dengan konsisten dari waktu ke waktu? Apakah itu berarti kita harus selalu mengubah kerangka pembelajaran dari waktu ke waktu sesuai profil peserta yang mengikuti pelatihan kita?
Jawabannya adalah: tidak, yang perlu kita miliki adalah sebuah kerangka pembelajaran yang berkualitas dimana kita bisa meletakkan berbagai aktivitas di dalamnya karena kerangka pembelajaran itu sudah memenuhi kebutuhan dan keunikan dasar setiap gaya belajar pesertanya.
Mungkinkah itu? Ya, sangat mungkin, di dalam 4-MAT System kita mengenalnya sebagai siklus pembelajaran (learning cycle), sebuah siklus dari proses pembelajaran yang juga berfungsi sebagai kerangka dimana dengan memahami cara kerjanya kita hanya perlu meletakkan aktivitas dan isi materi di dalamnya.
Terlepas dari seberapa bervariasinya para peserta belajar kita (memang akan lebih baik jika kita menyempatkan diri untuk melakukan learning style assessment sebelum proses pembelajaran dimulai, sekedar untuk mengetahui kecenderungan situasi belajar di kelas jika-jika ada gaya belajar tertentu yang mendominasi kelas), kita hanya perlu menerapkan siklus pembelajaran yang sama dari waktu ke waktu dan hanya mengubah isinya.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang 4-MAT System? Memerlukan layanan pelatihan untuk membantuSDM di organisasi Anda bertumbuh menjadi lebih baik? Atau ingin mempelajari 4-MAT System secara serius sampai bisa menggunakannya untuk memfasilitasi pembelajaran secara efektif? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.