Mengenal Bagian-Bagian Kepribadian Diri (Personality Parts)
Daftar Isi
Setelah beberapa artikel ditulis dengan mengulas tema ‘hipnosis dan hipnoterapi’, semakin banyak juga interaksi yang masuk dan menanyakan aplikasi hipnoterapi untuk penanganan berbagai jenis permasalahan emosional, perilaku dan bahkan psikosomatis.
Beberapa pertanyaan bisa terjawab dengan mudah karena memang cakupan dari pertanyaannya pun sederhana, namun beberapa lainnya bisa sedemikian menyita waktu dan atensi tersendiri, karena memang mensyaratkan jawaban yang cukup komprehensif.
Di satu sisi, saya ingin memastikan mereka yang bertanya mendapatkan informasi terbaik yang dibutuhkannya, di sisi lain saya juga menyadari tidak semua yang bertanya siap atau tertarik untuk mengetahui kedalaman sebuah informasi yang terlalu spesifik dalam satu fase interaksi, disinilah artikel yang saya muat menjadi ‘penolong’.
Ya, artikel yang dimuat di website ini memang ditulis untuk beragam kegunaan, selain untuk media aktualisasi berbagi dan mengedukasi sesama seputar keilmuan yang saya dalami, juga memudahkan saya dalam membagikan tautan yang memuat informasi yang penanya butuhkan sehubungan dengan permasalahannya, ketika ada penanya atau klien yang memerlukan informasi tertentu – yang mensyaratkan pemahaman yang komprehensif – maka saya tinggal memberikan tautannya pada mereka, merekalah yang nanti memilih kapan dan bagaimana mereka siap memahami isinya dengan cara yang mereka anggap nyaman, tanpa merasa harus memahami yang saya sampaikan dalam satu kali proses interaksi.
Dari banyaknya interaksi yang masuk, terdapat beberapa interaksi yang menanyakan seputar permasalahan dimana bahasan yang menyoal permasalahan itu ternyata mensyaratkan pemahaman yang mau tidak mau haruslah cukup mendalam, salah satunya yaitu pertanyaan yang menyoal fenomena ‘konflik internal’.
KONFLIK INTERNAL DAN KERUMITAN YANG DIHASILKANNYA
Apa yang dimaksud ‘konflik internal’? Alih-alih membahasnya secara filosofis, mari menggunakan ilustrasi yang mudah untuk memahaminya.
Pernahkah Anda terbangun di pagi hari dan merasakan perasaan ‘berkonflik’, di satu sisi Anda tahu harus bangun dan beraktivitas namun di sisi lain ada rasa kantuk tak tertahankan yang membuat Anda ingin melanjutkan tidur?
Atau pernahkah Anda melihat orang-orang yang terjebak dengan permasalahan respon emosional yang sulit dikendalikan, seperti fobia misalnya, di satu sisi mereka tahu harus bersikap tenang dan biasa saja namun di sisi lain respon takut yang muncul tidaklah bisa mereka kendalikan?
Seberapa sering Anda melihat mereka yang mengalami permasalahan perilaku, seperti kecanduan atau kebiasaan buruk misalnya, yang di satu sisi tahu bahwa yang mereka lakukan salah dan mereka ingin bisa berhenti dari kecanduan dan kebiasaan buruknya namun, namun di sisi lain sulit sekali untuk bisa berhenti?
Bukankah bisa kita sadari bahwa di semua iustrasi di atas terjadi satu fenomena yang serupa: adanya konflik di antara satu sisi kesadaran yang tahu akan respon ideal apa yang seharusnya dilakukan, dengan respon otomatis dari sisi kesadaran lain yang muncul – yang tidak disadari – dan sulit dikendalikan?
Itulah yang dimaksudkan sebagai konflik internal! Yaitu adanya konflik di antara sisi kesadaran, yang seolah mewakili satu ‘Bagian Kepribadian’ dalam diri kita, yang tahu hal yang seharusnya kita lakukan, dengan Bagian Kepribadian lain yang mengeluarkan respon otomatisnya – yang berlawanan – tanpa bisa kita sadari dan kendalikan.
Jika demikian, bukankah sebetulnya berbagai jenis permasalahan yang dialami orang-orang, entah itu permasalahan emosional dan perilaku, sebenarnya selalu didasari fenomena konflik internal ini?
Ya, dalam permasalahan emosi seperti fobia, kecemasan, kemarahan berlebih dan lain sebagainya, terjadi konflik antara Bagian Kepribadian kita yang tahu seperti apa seharusnya kita bersikap, dengan Bagian Kepribadian lain yang ‘tidak berdaya’ dan terbelengu rasa takut, yang just malah muncul dan mengambil alih respon diri kita.
Dalam permasalahan perilaku seperti kecanduan dan kebiasaan buruk pun sama, terjadi konflik antara Bagian Kepribadian yang tahu bahwa perilaku yang dilakukan tidaklah benar dan tidak sepantasnya dilakukan, namun apa daya seolah ada Bagian Kepribadian lain yang ‘mengambil alih kendali’ dan terus melakukan perilaku yang dianggap bermasalah tersebut.
Konflik antar Bagian Kepribadian dalam diri: antara Bagian Kepribadian yang tahu respon ideal yang seharusnya dilakukan dengan Bagian Kepribadian lain yang merespon otomatis tanpa disadari dan sulit dikendalikan?
Bagian Kepribadian? Apa yang dimaksudkan dengan ‘Bagian Kepribadian’ ini?
Mari mulai saja membahasnya sekarang.
Catatan: bahasan tentang Personality Parts ini diulas dengan sangat lengkap dalam buku saya yang berjudul ‘Performance in the 5th Dimension‘, silakan temukan bukunya dengan klik di sini, Anda bisa mempelajari detail lebih lanjutnya dengan mengunduh 4 Bab – 150 halaman sampel gratis dari buku itu di tautan tersebut.
PERSONALITY PARTS (BAGIAN KEPRIBADIAN) DALAM DIRI
Di artikel sebelumnya, yang mengulas ‘Pikiran Sadar & Pikiran Bawah Sadar’, kita sudah membahas pikiran bawah sadar sebagai sistem kesadaran yang kita gunakan untuk merespon dunia di luar diri kita secara otomatis, berdasarkan basis data informasi yang ada di dalamnya (silakan klik di sini untuk membaca artikel tersebut jika Anda belum sempat membacanya).
Yang kali ini kita bahas secara lebih mendalam di artikel kali ini adalah perspektif lain dari cara kerja pikiran bawah sadar, yaitu cara kerja pikiran bawah sadar dari perspektif keilmuan Parts Therapy.
Catatan: ada berbagai jenis aliran dalam psikoterapi, lain aliran maka lain cara pandang yang digunakan dalam memahami cara kerja pikiran bawah sadar. Artikel kali ini hanya akan fokus mengulas cara kerja pikiran bawah sadar dari perspektif Parts Therapy.
Sesuai dengan namanya, Parts (Bagian) Therapy memandang bahwa cara kerja pikiran bawah sadar bukan beroperasi sebagai suatu kesadaran tunggal, melainkan sebuah sistem kesadaran atau kepribadian yang terdiri dari kumpulan Bagian-Bagian Kesadaran atau Bagian Kepribadian (Personality Parts) yang memiliki peran dan fungsi spesifik dan membentuk satu kesatuan utuh kesadaran dan kepribadian diri kita.
Para Personality Parts ini idealnya bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dan secara harmonis satu sama lain, ketika Personality Parts ini tidak bekerja sesuai fungsinya atau tidak harmonis satu sama lain, maka muncullah konflik internal yang berujung pada permasalahan emosi dan perilaku.
Untuk memudahkan memahaminya, bayangkan sebuah organisasi dimana di dalamnya berisikan divisi-divisi dengan tugas spesifik, ketika para divisi di dalamnya bekerja harmonis maka harmonis jugalah sistem operasional organisasi, itulah perlambang dari sinergi antara Personality Parts. Namun ketika salah satu dari divisi ini kacau cara kerjanya maka sistem organisasi pun akan terpengaruh, itulah perlambang ketika cara kerja satu atau lebih Personality Parts dalam diri kita terganggu fungsi/cara kerjanya, ia mempengaruhi keseluruhan fungsi ideal seseorang dalam menjalani kehidupan, terutama dalam menampilkan respon emosi dan perilakunya.
Catatan: jika Anda pernah melihat film ‘Inside Out’, film itu sangatlah menggambarkan cara kerja dari Personality Parts ini secara apik dan realistis.
Secara psikologis, selalu terdapat Personality Parts spesifik yang aktif di balik setiap perasaan, pemikiran dan respon perilaku kita. Setiap kali kita berada di situasi dan ‘mode kepribadian’ tertentu sambil melakukan aktivitas tertentu, maka saat itu juga Personality Parts tertentu sedang aktif dalam diri kita dalam mode tersebut dan menjalankan tugasnya melakukan aktivitas yang kita lakukan.
Mengapa saya mengatakannya sebagai ‘mode kepribadian’? Contoh sederhananya begini, ketika kita sedang fokus membicarakan suatu hal serius dan kita berada dalam mode ‘Serius’ tentu kita bisa merasakan betapa mode berpikir kita dalam merespon informasi di luar diri kita pun cenderung serius adanya, namun begitu kita dalam mode ‘Santai’ maka cara kita merespon dunia pun cenderung menjadi lebih santai adanya, seolah di dua situasi itu kita sedang menampilkan dua kebiasaan berpikir atau kepribadian yang berbeda.
Mode kepribadian yang aktif inilah yang saya maksudkan melambangkan Bagian Kepribadian (Personality Parts), dimana ketika kita sedang berada di mode tertentu dan Personality Parts spesifik tertentu aktif maka kita bisa menunjukkan kepribadian yang berbeda dengan ketika kita berada di mode lainnya dengan Personality Parts spesifik lain yang aktif.
Dalam skala ekstrim beberapa orang seolah bisa menjadi ‘pribadi yang berbeda’.
Contohnya saja, seseorang yang dikenal penyabar bisa membuat lingkungannya terkejut sekali ketika suatu waktu ia marah besar dengan sedemikian murkanya dan kemudian meluapkan kemarahannya dengan cara yang tidak pernah disangka-sangka oleh lingkungan dekatnya karena sedemikian berbeda dan tidak seperti dirinya yang biasanya.
Apakah ia ‘berganti kepribadian’? Saya tidak mengatakan demikian, saya lebih suka menyebutnya berganti ‘mode kepribadian’. Karena suatu hal yang tidak bisa ditolerirnya, mode ‘Penyabar’-nya bisa seolah ‘hilang’ dan berganti dengan mode ‘Murka’ yang selama ini tidak pernah diperlihatkan, ingat: berganti mode maka berganti juga Personality Parts yang aktif dalam diri, maka lain juga respon emosi dan perilaku yang ditampilkan di luar diri.
Sebagai ‘mode psikologis’ atau ‘mode kepribadian’, aktifnya sebuah Personality Parts bisa membuat seseorang menampilkan perilaku dan kepribadian yang berbeda dengan ketika ia sedang berada di mode dimana Personality Parts lainnya aktif.
Perlu kita sadari bahwa hal ini bukan menandakan kita memiliki kepribadian ganda, melainkan sebatas kita sedang berada di ‘mode’ kepribadian yang berbeda, hal ini karena dalam diri kita sudah terbentuk berbagai jenis Personality Parts melalui riwayat pembentukan spesifiknya masing-masing, dimana para Personality Parts itu kelak aktif bergantian sesuai kebutuhan situasi yang kita sedang lalui.
PEMBENTUKAN PERSONALITY PARTS
Dalam masa tumbuh kembang kita sejak kecil, kita belajar untuk merespon stimulus di luar diri dengan mekanisme tertentu, dimana proses belajar ini kemudian membentuk ‘mode’, yang kemudian membentuk pola atau kebiasaan otomatis.
Dalam kelanjutan proses tumbuh kembang ini ada banyak hal yang kita pelajari untuk bisa kita lakukan dan kuasai sampai terbentuk menjadi berbagai keahlian, kebiasaan atau respon otomatis ini, tak ubahnya kumpulan dari ‘mode merespon’.
Secara fisiologis, proses penguasaan keahlian dan pembentukan respon otomatis ini menciptakan jalinan syaraf yang terbentuk dari akson dan dendrit serta tembakan sinaps yang berlangsung dalam otak, yang terbentuk berulang sampai menjadi sebuah pola spesifik di dalam otak dalam merespon (mode merespon).
Bersamaan dengan terbentuknya mode merespon ini maka secara psikologis terbentuk juga keberadaan Personality Parts yang mewakili fungsi atau mode merespon ini.
Ketika kita perlu melakukan suatu hal secara spesifik yang sudah kita kuasai atau biasa lakukan maka kita otomatis mengakses mode yang sudah ada tersebut dan berada di mode tersebut sesuai tuntutan situasi itu selama diperlukan, sehingga Personality Parts itu pun aktif secara otomatis sebagai sebuah mode merespon atau mode kepribadian kita.
Ketika kita perlu melakukan suatu hal baru yang belum kita kuasai secara luwes maka kita mempelajari hal tersebut sebagai respon baru, dimana pembelajaran ini menciptakan jalinan syaraf baru dalam otak, sampai penguasaan atas hal baru ini pun menciptakan pola respon baru, disinilah pola baru dalam merespon atau melakukan hal baru ini lambat laun menjadi sebuah mode kepribadian baru atau membentuk Personality Parts baru di pikiran bawah sadar, demikian seterusnya sampai dalam diri kita terbentuk berbagai jenis Personality Parts dengan mode, peran dan fungsi spesifiknya masing-masing.
Pengulangan adalah kunci dari pembentukan Personality Parts, ketika kita melakukan suatu aktivitas dan aktivitas itu dirasakan membawa manfaat, maka kita cenderung untuk mengulangi aktivitas itu agar kita tetap bisa mendapatkan manfaat itu lagi, pengulangan inilah yang kelak membentuk keberadaan mode merespon atau Personality Parts.
Contohnya, seorang anak kecil membantu orangtuanya dan ia pun mendapatkan pujian karena membantu mereka, anak kecil ini merasa senang dari pujian yang diberikan orangtuanya (rasa senang dirasa sebagai ‘manfaat’ atau emosi positif yang membawa kesenangan/pleasure baginya), ia pun lalu mengulanginya lagi di waktu berbeda dan ternyata terus mendapatkan manfaat yang sama.
Personality Parts terbentuk sebagai mekanisme yang juga memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan emosi dasar kita dan mengendalikan situasi (coping mechanism), ketika di kemudian hari anak ini ingin atau butuh merasakan lagi perasaan senang karena dipuji maka coping mechanism lama ini pun kembali teraktivasi, Bagian Kepribadian ini pun kembali aktif menjalankan tugasnya: membantu.
Bergantung pada detail pengalaman lanjutan dan pengulangan yang dialami, bisa saja cara kerja Personality Parts ni berubah. Bisa saja pada suatu waktu anak ini membantu dan merasa senang melihat ekspresi kebahagiaan orang yang dibantunya, alhasil cara kerja Personality Parts ini berubah, ia tidak lagi membantu untuk menerima pujian melainkan karena ia merasa senang bisa membuat sesama bahagia.
Di sisi lain, bisa saja pengalaman berbeda terjadi pada anak yang coba membantu orangtuanya namun malah dimarahi karena dianggap merepotkan, rasa sedih karena dimarahi itu lalu membentuk Personality Parts yang menyimpulkan bahwa ‘membantu itu sakit rasanya’, dimana hal ini kemudian ia putuskan untuk ‘hindari’ agar tidak perlu merasakan rasa sakit yang tidak disukainya.
Jika hal ini terjadi berulang bisa saja si anak ini malah menjadi anak yang egois dan menghindari membantu sesama, semata karena ada Personality Parts dalam dirinya yang belajar bahwa ‘membantu itu sakit’, seiring anak ini bertumbuh dewasa ia sudah lupa dengan kejadian itu karena Personality Parts yang membawa memori itu sudah berpindah posisinya ke pikiran bawah sadar, namun setiap kali ia dihadapkan dengan situasi yang memintanya untuk membantu sesama maka Personality Parts yang sadar akan ‘potensi bahaya’ dari rasa sakit itu aktif kembali ke pikiran sadar dan menjalankan coping mechanism untuk menghindarkannya dari rasa sakit, ia pun lalu menghindari dan bahkan membenci aktivitas membantu sesama.
Artinya, keberadaan Personality Parts dalam diri setiap orang bersifat unik dan pribadi, tidak ada orang yang memiliki struktur, cara kerja dan fungsi Personality Parts yang sama, bahkan yang kembar dan tumbuh di lingkungan yang sama sekali pun, hal ini semata karena mekanisme yang dilakukan setiap orang dalam mengalami rangkaian pengalaman, memproses informasi dan mengulang coping mechanism spesifik yang kemudian membentuk keberadaan Personality Parts pasti selalu berbeda adanya.
PERSONALITY PARTS, KONFLIK INTERNAL & MUNCULNYA PERMASALAHAN EMOSIONAL
Sebagai mode merespon dan mekanisme memenuhi tuntutan situasi (coping mechanism), setiap Personality Parts idealnya aktif sesuai tugas spesifik dan fungsinya di situasi yang mensyaratkannya untuk tampil, saat ini terjadi maka seseorang akan berada dalam mode yang tepat dan mampu menampilkan respon emosi dan perilaku ideal sesuai dengan tuntutan situasi yang harus dipenuhinya.
Namun demikian, dalam perkembangannya selalu ada kemungkinan Personality Parts tertentu yang sedang aktif di suatu waktu dan tempat terluka akibat peristiwa tertentu yang tidak diduganya dan tidak bisa dihindarinya, sampai Personality Parts ini merasa trauma karenanya.
Ketika sedang mengalami kejadian yang bersifat traumatis Personality Parts ini merasa tidak berdaya, selepas kejadian itu berlalu ia merasa trauma dan ‘membawa luka’ akibat kejadian itu bersama kepribadiannya.
Sebagaimana sudah dibahas di artikel ‘Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar’, fungsi dari pikiran sadar adalah menyimpan memori jangka pendek dan pikiran bawah sadar adalah menyimpan memori jangka panjang – dan bahkan permanen. Seiring kejadian traumatis itu berlalu maka Personality Parts yang membawa memori luka tadi mulai berpindah keberadaannya (beserta memori yang melekat dengannya) ke pikiran bawah sadar dan kejadian itu pun perlahan kita lupakan secara sadar.
Namun demikian, meski kejadian itu kita lupakan secara sadar, memori atas kejadian traumatis itu tidaklah hilang di pikiran bawah sadar, ia tetap ‘melekat’ pada Personality Parts yang menyimpan trauma tersebut dan tersimpan di pikiran bawah sadar.
Salah satu fungsi dasar pikiran bawah sadar adalah fungsi perlindungan, yaitu menjauhkan kita dari hal-hal yang dianggap ‘membahayakan’. Maka meski secara sadar seseorang sudah tidak bisa lagi mengingat kejadian yang membuatnya trauma dulu, ketika di masa kini ia mengalami kembali kejadian yang bernuansa sejenis dengan kejadian yang membuatnya trauma dulu maka Personality Parts yang menyimpan memori traumatis itu pun aktif kembali di masa kini, dengan membawa trauma yang dulu pernah dialaminya, memunculkan respon tidak berdaya yang sama dengan yang pernah dialaminya dulu, meski pikiran sadar tidak memahami mengapa respon itu muncul, inilah cikal-bakal konflik internal: aktifnya satu Personality Parts yang membawa luka di pikiran bawah sadar dan ingin menghindari sebuah situasi, yang berkonflik dengan Personality Parts lain di pikiran sadar yang tidak tahu-menahu apa yang terjadi dan tidak memahami apa yang terjadi, tapi ia tahu bahwa tidak seharusnya ia merespon dengan cara demikian.
Hal ini yang melatari berbagai masalah emosi, seperti kecemasan, ketakutan, fobia dan sejenisnya. Ada Personality Parts dalam diri yang menyimpan trauma di pikiran bawah sadar atas situasi atau stimulus tertentu di masa lalu, ketika di masa kini stimulus atau situasi sejenis dialami maka Personality Parts yang membawa trauma itu kemudian aktif dan mengambil alih respon diri, berkonflik dengan Personality Parts lain yang ingin bisa menampilkan respon normal.
Mari kita pahami dalam bentuk contoh, sebut saja seorang anak sedang bermain dengan ceria, ia sedang asyik bermain di halaman rumahnya dan Personality Parts yang sedang aktif bermain pun menikmati suasana, tiba-tiba seekor anjing masuk dan dengan liar menggonggong serta mengganggunya, sampai-sampai si anak merasa takut sekali karenanya, di tengah situasi yang dianggapnya mencekam itu ia sungguh merasa tidak berdaya (tepatnya: Personality Parts yang sedang aktif merasa tidak berdaya).
Kejadian itu pun berlalu, sang anak berangsur-angsur kembali tenang, di awal-awal ia masih sangat trauma dengan peristiwa itu namun ia kemudian bisa kembali tenang dan bahkan melupakannya. Yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa meski secara sadar ia bisa melupakan kejadiannya, Personality Parts yang membawa trauma atas kejadian itu tidaklah hilang, ia berpindah ke pikiran bawah sadar dengan membawa memori traumatis itu sebagaimana ia dulu mengalaminya.
Alkisah, anak ini beranjak dewasa, ia sedang berjalan di luar rumah, tiba-tiba ia mendengar suara gonggongan anjing, Personality Parts yang dulu pernah aktif di situasi traumatisnya pun langsung aktif, ia langsung merasakan ketakutan yang teramat sangat karena bayangan kejadian traumatis yang pernah dialaminya dulu di masa lalu kembali aktif di masa kini, dimana aktifnya Personality Parts yang membawa trauma ini tidak bisa dipahaminya secara sadar, di satu sisi ia tahu bahwa ia tidak seharusnya merasa tidak berdaya seperti itu karena itu tidak rasional, tapi ia tidak bisa mengendalikan diri, semata karena Personality Parts yang menyimpan luka itulah yang sedang aktif dan mengambil alih respon diri, dengan kata lain: konflik internal.
Silakan pahami ilustrasi trauma pada anjing di atas, lalu ganti objek anjing pada situasi di atas dengan objek lainnya, baik itu hewan lain, situasi tertentu, suara tertentu, atau apa pun, Anda akan bisa dengan mudah memahami bagaimana sebuah permasalahan emosional tercipta dalam diri seseorang di masa kini akibat trauma yang dialami oleh Personality Parts tertentu di masa lalu.
Dalam skala yang lebih ekstrim, bergantung pada jenis luka atau trauma yang dialami dan dibawa Personality Parts di pikiran bawah sadar, ada kalanya luka ini termanifestasi menjadi penyakit fisik yang benar-benar dirasakan secara fisik, namun ketika diperiksa tidak ada gejala permasalahan fisik yang ditemukan, kita mengenal ini sebagai fenomena ‘psikosomatis’ atau ‘somatisasi’.
PERSONALITY PARTS, KONFLIK INTERNAL & MUNCULNYA PERMASALAHAN PERILAKU
Permasalahan perilaku cukup berbeda, dalam permasalahan perilaku biasanya ada Personality Parts yang melakukan hal yang ‘dianggapnya benar’. Personality Parts ini merasa ada manfaat di balik perilaku yang dilakukannya, meski secara sadar hal ini tidak sejalan dengan perilaku ideal yang seharusnya seseorang tampilkan.
Personality Parts adalah Bagian Kepribadian yang terbentuk dari pengalaman tumbuh-kembang seseorang di masa lalu, dalam pengalaman tumbuh kembang ini bisa saja ada dua fenomena yang membentuk keberadaan Personality Parts yang di kemudian hari menjadi akar dari masalah perilaku:
Pertama, masa dimana seseorang mendapatkan muatan keyakinan tertentu dari lingkungannya dimana Personality Parts yang aktif di situasi itu terbentuk untuk melaksanakan apa yang diyakininya.
Misalnya saja seseorang yang diyakinkan oleh lingkungannya bahwa dia adalah anak yang bodoh, tidak becus melakukan apa pun dan tidak akan bisa sukses dalam apa pun yang dia kerjakan, ketika lingkungan menanamkan keyakinan itu Personality Parts spesifik aktif dan menyerap keyakinan itu, di kemudian hari ketika ada peluang atau apa pun yang seharusnya bisa dilakukan orang ini dengan baik Personality Parts ini justru aktif dan menjalankan kembali keyakinan yang dulu diterima dari lingkungannya, alhasil segala yang dikerjakannya lagi-lagi berantakan.
Fenomena kedua, yaitu ketika seseorang menjalankan sebuah respon perilaku tertentu di masa lalu dan perilaku itu dirasa membawa manfaat, sehingga perilaku itu terus dijalankan di masa kini, meski sudah tidak relevan dengan tuntutan situasi.
Misalnya dialami seseorang yang di masa kecil sering diganggu oleh teman-temannya, ia lalu berteriak marah pada teman-temannya dan saat itu teman-temannya berhenti mengganggunya, Personality Parts yang saat itu aktif dan menjalankan hal tersebut merasa ‘belajar sesuatu’ dari pengalaman itu dan mulai menggunakannya untuk ‘meredakan gangguan’ di luar dirinya.
Di awal-awal masa kecilnya bisa jadi perilaku itu membawa manfaat, namun seiring ia bertumbuh dewasa mulailah terjadi konflik internal, kebiasaan itu terbawa menjadi perilaku sulit mengendalikan kemarahan, Personality Parts yang terlanjur terbentuk membawa perilaku itu terlanjur terbiasa merespon apa-apa yang dianggap mengganggunya dengan teriakan kemarahan, maka itulah yang ia jalankan seterusnya, padahal bisa jadi situasi di luar dirinya hanyalah peristiwa remeh belaka, namun Personality Parts tidak tahu-menahu dengan itu semua, yang diketahuinya ialah bahwa ia harus berteriak marah jika ada yang ‘dirasa mengganggunya’ di luar sana.
Terdapat satu lagi permasalahan perilaku yang bisa bermula dari Personality Parts, yaitu ketika ada Personality Parts yang aktif untuk melindungi Personality Parts lain yang sedang terluka, agar Personality Parts yang terluka itu tidak perlu aktif ke permukaan dan menghindarkan kita dari rasa sakit.
Misalnya saja, dialami mereka yang mengalami permasalahan sulit mengendalikan kebiasaan makan berlebih ketika stres, ketika Personality Parts yang membawa muatan stres akan aktif ke permukan, Personality Parts lain segera aktif dan ‘menekan’ kemunculannya – agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada diri kita – dengan mengajak kita makan, karena ketika makan stres itu tidak jadi kita rasakan, meski yang nampak di permukaan adalah permasalahan perilaku ‘sulit mengendalikan kebiasaan makan berlebih’, yang tentunya dilakukan satu personality parts, jika ditelaah lebih dalam sebenarnya terdapat lebih dari 1 Personality Parts yang aktif di situasi ini, karena adanya mekanisme dimana Personality Parts perilaku bermasalah adalah Personality Parts yang ingin melindungi Personality Parts lain yang membawa luka, agar tidak perlu muncul ke permukaan.
PARTS-BASED PSYCHOTHERAPY
Unik bukan? Ternyata urusan Personality Parts ini bisa bermutasi menjadi bermacam-macam masalah emosi dan perilaku, yang sebenarnya muaranya sama-sama berawal dari ‘konflik internal’.
Teknik psikoterapi berbasis Personality Parts sendiri sudah dikembangkan sejak lama, diawali dari pemikiran Paul Federn akan teori Psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Di jamannya dulu, Freud mengembangkan model kesadaran yang membagi dinamika kesadaran manusia menjadi 3 bagian: id, superego dan ego, sementara itu Federn yang mengamati penjelasan Freud merasa bahwa dinamika kesadaran manusia terdiri lebih dari 3 bagian itu saja, melainkan lebih kompleks dan terdiri dari Bagian-Bagian Kepribadian yang lebih kecil yang memegang perasaan, pemikiran dan perilaku spesifik, dimana konsep Bagian-Bagian Kepribadian ini kelak dikenal dengan istilah ‘Ego State’.
Berawal dari konsep Ego State ini kemudian berkembanglah berbagai jenis aliran dalam psikoterapi yang mulai memandang manusia sebagai suatu kesatuan utuh, yang terdiri dari Bagian-Bagian spesifik yang lebih kecil yang menyusunnya, sebut saja Ego State Therapy, Transactional Analysis, Gestalt, Schema Therapy, Coherence Therapy, Internal Family System dan Resource Therapy.
Apa pun aliran psikoterapinya, cara pandang yang digunakan cukup sejenis, yaitu bahwa ketika seseorang mengalami permasalahan emosional atau perilaku, maka bukan keseluruhan diri orang itu yang bermasalah, melainkan hanya Personality Parts tertentu dalam dirinyalah yang mengalami permasalahan tersebut, maka proses penanganan pun ditujukan untuk menyembuhkan Personality Parts yang mengalami permasalahan tersebut, ketika Personality Parts ini ‘sembuh’ maka kesembuhan dalam skala yang lebih menyeluruh pun akan terjadi pada diri seseorang.
Metode penanganan dalam Parts-Based Psychotherapy biasanya dilakukan dengan serangkaian metode yang ditujukan agar kita bisa mengakses dan berkomunikasi langsung dengan Personality Parts yang sedang terluka dan memberikannya penanganan yang dibutuhkan agar ia bisa kembali ke mode normalnya.
Berkomunikasi dengan Personality Parts mensyaratkan keahlian tersendiri, karena kita seolah sedang berbicara dengan ‘orang lain’ dalam diri seseorang, Personality Parts membawa kepribadian tersendiri yang bisa unik dan berbeda di setiap Bagiannya, mereka bisa memiliki ‘nama panggilan’ tersendiri yang menjadikan mereka seolah berbeda dengan orang yang kita ajak berbicara, maka itu kita haruslah menguasai cara untuk berkomunikasi dengan Personality Parts secara luwes, sampai ke memahami dan memberikan penanganan yang dibutuhkannya.
TERAPI PERMASALAHAN PERSONALITY PARTS DENGAN HIPNOTERAPI
Hipnoterapi termasuk jenis terapi yang mengakomodir penyembuhan Personality Parts yang terluka dalam diri seseorang.
Mengadaptasi pemahaman yang sama, yaitu bahwa ketika seseorang mengalami permasalahan emosional atau perilaku, maka bukan keseluruhan diri orang itu yang bermasalah, melainkan hanya Personality Parts tertentu dalam dirinyalah yang mengalami permasalahan tersebut, maka proses penanganan pun ditujukan untuk menyembuhkan Personality Parts yang mengalami permasalahan tersebut, hipnoterapi memberikan cakupan penanganan yang bahkan sangat mendalam untuk menangani Personality Parts yang bermasalah.
Begini, kita sudah membahas berulangkali dalam tulisan di atas sebelumnya bahwa Personality Parts terbentuk dari pengalaman masa lalu dan membawa memori yang beragam, namun satu kesamaan dari semua itu adalah bahwa semua Personality Parts pada akhirnya ‘berdiam’ di pikiran bawah sadar.
Yang perlu kita sadari juga adalah bahwa Personality Parts terbentuk dalam diri seseorang secara unik, bukan hanya memiliki nama panggilan tersendiri, mereka juga terbentuk dengan usia yang beragam dalam diri seseorang, ada Personality Parts yang berusia sama dengan diri seseorang karena Personality Parts itu memang terbentuk sejak kecil dan tumbuh terus secara matang mengikuti usia biologis orang tersebut, ada juga Personality Parts yang berusia lebih kecil karena ia terbentuk di masa ketika seseorang kecil dan sejak itu ia jarang aktif sehingga ia tetap diam di usia kecilnya.
‘Usia’ tidak menjadi jaminan kualitas Personality Parts, hanya karena seseorang bertumbuh dewasa tidak berarti seluruh Personality Parts dalam dirinya harus turut bertumbuh dewasa, kita tetap perlu Personality Parts kecil dalam diri kita untuk bisa menikmati pengalaman dengan polos dan berbahagia layaknya anak kecil, ketika Personality Parts kecil dan polos ini aktif maka kita pun bisa merespon dengan polos dan bahagia layaknya anak kecil dan menikmati situasi dengan penuh syukur.
Karena Personality Parts terletak di pikiran bawah sadar, maka diperlukan cara untuk bisa mengakses mereka agar bisa berkomunikasi di level pikiran sadar, itulah mengapa berbagai teknik Parts-Based Psychotherapy dirancang untuk mengaktifkan Personality Parts di pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.
John Watkins adalah seorang Psikolog yang pertama kali mengadaptasi penggunaan hipnosis ke dalam Parts-Based Psychotherapy dalam teknik Ego State Therapy yang dikembangkannya.
Jika kebanyakan Parts-Based Psychotherapy ditujukan untuk mengakses Personality Parts di pikiran bawah sadar dan memunculkannya ke pikiran sadar, hipnoterapi memungkinkan kita untuk mengakses pikiran bawah sadar melalui kondisi hipnosis dan langsung mengakses Personality Parts di level dimana mereka berada di pikiran bawah sadar, hal ini menjadikan Personality Parts bisa muncul dalam kondisi terbaik mereka dan alur komunikasi bersama mereka pun menjadi lebih efektif, karena mereka muncul dengan membawa memori yang dibawanya dari kejadian yang dialaminya.
Parts-Based Psychotherapy konvensional yang sebatas mengakses Personality Parts di pikiran bawah sadar dan memunculkannya ke pikiran sadar sering kali terkendala oleh situasi dimana Personality Parts tidak bisa berkomunikasi dengan stabil karena level kesadaran dimana mereka diajak berkomunikasi bukanlah level kesadaran dimana mereka berada, disinilah hipnoterapi memberikan kemudahan untuk bisa berkomunikasi dengan lebih stabil bersama para Personality Parts yang diperlukan.
Meskipun demikian, terdapat juga potensi kendala dalam prosesnya, yang mensyaratkan hipnoterapis yang melaksanakan teknik penanganan berbasis Personality Parts haruslah memiliki kecakapan yang memadai.
Personality Parts yang membawa trauma akan terakses dengan membawa traumanya dalam mode ketika ia mengalaminya, hal ini menjadikan hipnoterapis haruslah memiliki teknik pengelolaan trauma yang baik dalam memfasilitasi prosesnya, agar tidak menimbulkan trauma baru pada Personality Parts yang sudah terakses.
Berikutnya juga, Personality Parts terbentuk dengan usia yang beragam, ada kalanya Personality Parts terbentuk di usia kecil dan ketika terakses di pikiran bawah sadar ia tidak bisa berkomunikasi dengan baik sebaik diri seseorang di masa dewasa, bahkan dalam skala yang unik ada juga Personality Parts yang tidak bisa berbicara secara verbal, entah karena alasan apa pun, disinilah hipnoterapis harus menguasai ragam cara berkomunikasi dengan Personality Parts agar apa pun kondisi Personality Parts kita tetap mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan tetap bisa mendesain rencana penanganan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik Personality Parts.
Namun demikian, teknik penanganan berbasis Personality Parts sangatlah menakjubkan, ada banyak keunikan dan kisah-kisah yang sulit terlukiskan dengan kata-kata ketika mendapati banyak temuan yang berhubungan dengan dinamika Personality Parts ini di sesi terapi, yang jelas ketika permasalahan yang dialami Personality Parts ini terselesaikan maka selesai juga permasalahan yang mengganggu diri seseorang.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.