Mengenal Konsep Submodality Dalam NLP
Daftar Isi
Di artikel sebelumnya ‘State, Faktor Penentu Perilaku Dalam NLP’, kita sudah mengulas bahwa state terbentuk dari dua hal, yaitu internal representation dan fisiologi, di artikel ini kita akan mengulas lebih spesifik aspek lain dalam internal representation yang juga menentukan state, yaitu submodality.
Catatan: baca juga artikel ‘Terbentuknya World Model Dalam NLP’ untuk menemukan lebih banyak informasi tentang map dan hubungannya dengan state.
Membicarakan submodality memang menjadi keunikan tersendiri dalam mempelajari NLP, di satu sisi pemahaman akan submodality ini menjadi kunci penting yang melandasi banyak sekali pelaksanaan dari teknik NLP, namun di sisi lain tidak ada definisi baku dari submodality, oleh karena itu mari kita perjelas dulu pemahaman tentang submodality ini sendiri berdasarkan penjelasan yang sering saya gunakan di kelas pelatihan NLP.
Untuk memahaminya, pikirkan seseorang dalam hidup Anda yang dalam sebuah peristiwa pernah membuat Anda marah dan kesal. Dalam perasaan kesal yang terhubung dengan orang ini, gambaran apa yang muncul dalam pikiran Anda tentang orang ini? Baju apa yang dia kenakan? Bagaimana ekspresi wajahnya? Bagaimana detail peristiwanya yang membuat Anda marah dan kesal? Perjelas semua itu dalam benak Anda sampai sedetail mungkin, ingat-ingat kembali perkataan atau perbuatannya yang membuat Anda kesal, nada suaranya, tekanan suaranya, bahasa tubuhnya dan sebagainya.
Perasaan apa yang muncul dalam diri Anda?
Bagaimana efeknya pada mood Anda sekarang?
Apa yang Anda ingin lakukan dalam kondisi mood ini?
Berikutnya, pertanyaan penting bagi Anda: Apakah orang itu ada di sebelah Anda saat ini? Apakah kejadiannya sedang terjadi lagi? Bukankah semua itu hanya terjadi dalam pikiran Anda dan sudah berlalu? Lalu mengapa perasaan tidak mengenakkan itu muncul? Demikianlah adanya, pikiran kita tidak mengenal imajinasi atau realita, ketika semua detail pemikiran di internal representation muncul dengan begitu jelas – disengaja atau tidak – maka state akan muncul sebagai respon otomatis, yang melahirkan aksi.
Sekali lagi, internal representation atau representasi internal adalah cara pikiran kita merepresentasikan sesuatu dalam pikiran kita, selain struktur kognitif yang diwakili oleh map yang menaungi makna dan persepsi, tersimpan juga struktur lain yang bersifat ‘simbolis’, yaitu submodality.
Sebagaimana dijelaskan di artikel sebelumnya, kita menyerap informasi dari luar diri melalui panca indera kita kita dan menyimpannya sebagai map atau data base untuk kelak diakses kembali ketika merespon situasi berikutnya. Semua informasi ini tersimpan sebagai memori di dalam map, memori inilah yang kelak bisa kita hadirkan ulang dengan mengikuti struktur representational system penyusunnya:
- Memori visual: diakses atau terakses ulang melalui bayangan atau gambaran.
- Memori auditory: diakses atau terakses ulang sebagai suara atau sebagai suara internal (self talk).
- Memori kinesthetic: diakses atau terakses ulang sebagai dalam bentuk sensasi fisik atau perasaan.
- Memori olfactory: diakses atau terakses ulang sebagai dalam bentuk kesan akan bau atau wewangian.
- Memori gustatory: diakses atau terakses ulang sebagai dalam bentuk cita rasa di mulut.
Jika Anda perhatikan di poin-poin di atas, ada kata ‘diakses’ dan ‘terakses’, maksud dari ‘diakses’ adalah memori itu kita akses dan hadirkan secara sengaja sehingga menghasilkan state tertentu dalam diri kita, bahasa yang sering digunakan untuk menggambarkan proses ini adalah creative visualization atau visualisasi kreatif.
Namun ada kalanya juga kita berada dalam sebuah state tertentu yang sebenarnya tidak kita inginkan, baik disadari atau pun tidak. Berdasarkan paham bahwa state terbentuk dari internal representation dan fisiologi, yang terjadi adalah sering kali struktur dari sebuah memori (hal yang sudah terjadi) atau imajinasi (hal yang belum terjadi) itu ‘terakses’ tanpa sengaja dan tanpa kita sadari, lalu membentuk state.
Salah satu NLP Presupposition berbunyi “Semua pembedaan yang dapat dilakukan manusia sehubungan dengan lingkungan eksternal dan perilakunya dapat diwakilkan secara bermanfaat melalui indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan pengecapan”.
Struktur dari pemikiran – baik memori atau imajinasi – yang terakses dan tersusun hingga membentuk state inilah yang saya sebut sebagai submodality.
SUBMODALITY
“Setiap orang memiliki sumber daya yang diperlukan dalam dirinya untuk melakukan upaya perubahan dan mereka pun bisa menciptakan sendiri sumber daya itu.” – NLP Presupposition
Mari sekali lagi mengawalinya dengan sebuah aktivitas sederhana, pikirkan sebuah tempat yang sangat Anda sukai, sebuah tempat dimana ketika Anda berada di sana maka Anda merasa senang dan menikmatinya.
Pikirkan suasana tempat itu, apa hal pertama yang terbayang tentang tempat itu dalam pikiran Anda? Hadirkan dengan jelas dan sedetail mungkin berbagai hal yang ada di tempat itu.
Berikutnya hadirkan juga suara-suara yang khas ada di tempat itu, entah itu suara lingkungan sekitar atau pun suara khas dari hal-hal tertentu yang ada di tempat itu.
Pertahankan semua gambaran/bayangan tentang tempat itu beserta suara yang mengiringinya, sekarang apa yang Anda rasakan? Sangat mungkin ada sebuah perasaan tertentu yang muncul seiring dengan semua gambaran dan suara ini bukan?
Mari kita lanjutkan, saya ingin mengajak Anda fokus lebih dalam pada gambaran tentang tempat ini, apakah dalam pikiran Anda gambaran yang muncul tentang tempat ini adalah gambaran bergerak seperti video atau gambaran diam seperti foto?
Apakah gambaran yang hadir dalam benak Anda ini berwarna atau hitam-putih? Apakah jelas atau buram? Bisakah Anda membuatnya lebih jelas lagi dengan semua warna-warni yang muncul seolah tempat ini benar-benar hidup dalam pikiran Anda? Ketika Anda melakukannya, apa yang Anda rasakan?
Mari fokus juga pada suara, seperti apa suara yang muncul di tempat ini? Seberapa jelas ia terdengar dalam pikiran Anda? Bisakah Anda dengan sengaja mengeraskan suara itu? Membuatnya lebih jelas terdengar dan memenuhi isi pikiran Anda? Ketika Anda menambahkan semua ini pada semua gambaran yang sedang hidup dalam pikiran Anda ini, gambar dan suara bercampur jadi satu harmoni, apa yang Anda rasakan?
Ngomong-ngomong, perasaan yang Anda rasakan seiring dengan semua gambaran dan suara hidup ini rasanya seolah-olah seperti ada di bagian tubuh Anda sebelah mana? Dada, perut, kepala, tangan atau bagian lainnya? Perasaan ini seperti apa terasa sensasinya? Hangat, sejuk, bergetar atau sensasi lain? Perasaan ini seperti diam di bagian tubuh itu atau seperti bergerak dengan arah tertentu?
Mari lakukan sedikit percobaan saja, fokus pada semua gambaran dan suara itu dan dengan cepat jadikan gambar itu gambar diam berwarna hitam-putih, juga matikan suara yang ada di gambar itu, sehingga gambaran tempat ini hanya menjadi sebuah foto berwarna hitam-putih tanpa suara dalam pikiran Anda.
Apa yang berbeda kali ini? Kemana perasaan yang tadi Anda rasakan di bagian tubuh Anda? Seperti apa perubahan ini mempengaruhi perasaan dan sensasi yang Anda rasakan?
Diamkan beberapa saat, lalu kembalikan seperti semula, dengan semua warna dan suaranya dan bahkan lebih hidup lagi, membuat perasaan itu hadir kembali di diri Anda dan seiring Anda membuat gambaran dan suara ini menjadi lebih hidup maka rasakan saja seberapa nyaman perasaan ini terus meningkat, biarkan saja gambar ini tetap seperti ini dalam pikiran Anda sambil meneruskan membaca artikel ini.
Nah, semua detail yang kita hadirkan tadi adalah yang dimaksud submodality.
Sederhananya, bayangkan saja dalam pikiran kita terdapat sebuah layar mental atau sebuah bioskop mental tempat kita memutar sebuah pemikiran di dalamnya, bukankah kualitas dari film di dalam bioskop itu sangat mempengaruhi perasaan Anda ketika menontonnya?
Perumpamaan yang selalu saya gunakan untuk menggambarkan cara kerja submodality adalah menonton bioskop. Bayangkan Anda menonton sebuah film horor di sebuah bioskop yang layarnya buram, gambar hitam-putih, dengan suara yang muncul putus-putus dan tidak jelas, akankah Anda merasa film ini seram? Sangat mungkin tidak, bisa jadi yang terjadi malah Anda kesal dan kehilangan minat untuk menontonnya. Sebaliknya, ketika gambaran film ini sedemikian bagus dengan efek suara yang memukau maka bisa jadi Anda malah terpana dan ‘terkunci’ pada film ini, merasakan perasaan yang campur-aduk.
Seperti itulah hubungan dari submodality dan state, semakin jelas dan semakin kuat kualitas dari sebuah submodality maka semakin besar intensitas state yang dihasilkan. Dalam hal intensitas, terdapat dua jenis mode dalam submodality:
Associated
Submodality yang ketika diakses/terakses membuat kita seolah mengalami kembali segala hal yang ada di dalamnya, kita melihat, mendengar dan mengalami kembali sensasi yang berhubungan dengan pengalaman atau objek itu.
Bagi mereka yang memikirkan makanan atau benda misalnya, mereka seolah melihat gambaran makanan atau benda itu dalam wujud aslinya seperti 3 dimensi – meski hanya imajiner.
Dalam hal pengalaman, di mode yang ekstrim beberapa orang bisa mengalami histeria ketika terasosiasi dengan submodality negatif yang berhubungan dengan pengalaman traumatis dan bisa juga mengalami euphoria ketika terasosiasi dengan submodality positif yang berhubungan dengan pengalaman menyenangkan.
Dissociated
Submodality yang ketika diakses/terakses membuat kita hanya mengingat kembali segala hal dan sensasi yang ada di dalamnya.
Bagi mereka yang memikirkan makanan atau benda misalnya, mereka seolah melihat gambaran makanan atau benda itu dalam wujud imajiner, seperti foto atau gambar 2 dimensi.
Dalam hal pengalaman, di mode dissociated ini biasanya kita melihat diri kita sendiri seperti sedang berada di sebuah gambar atau film 2 dimensi yang berhubungan dengan pengalaman itu.
MENGELOLA SUBMODALITY
Ketika submodality hadir dalam pikiran dan kita bisa menyadarinya, maka secara sadar juga kita sebenarnya bisa mengatur/memodifikasi submodality itu dan oleh karenanya mengelola state yang muncul darinya, inilah intisari dari pengelolaan state (state management).
Misalnya saja, mengatur kadar kejelasan gambar (visual) submodality itu, memperkecil kejelasannya untuk mengurangi intensitas state atau memperjelasnya untuk meningkatkan intensitas state.
Sehubungan dengan modifikasi submodality ini, terdapat 2 tipe umum submodality, yaitu:
- Analog, dapat dirubah seperti memiliki sebuah tombol pengaturan, seperti memperkecil/meningkatkan volume suara yang ada (auditory), menyesuaikan kadar kejelasan sebuah gambar (visual), atau mengubah arah gerakan dari sebuah perasaan/sensasi (kinesthetic).
- Digital, hanya memiliki dua mode secara khusus sehingga pilihannya hanya satu dari antara dua mode yang ada (tidak memiliki pengaturan intensitas yang bisa disesuaikan seperti halnya submodality analog), misalnya associated/dissociated, munculkan/hilangkan.
Di bawah ini adalah sebagian dari daftar submodality yang bisa kita identifikasi dari sebuah pengalaman:
Visual (Gambaran Mental)
- Gambar bergerak/gambar diam
- Gambar jelas (detail)/gambar buram
- Gambar muncul berbingkai (2 dimensi)/gambar tanpa bingkai (wujud aslinya, 3 dimensi)
- Gambar memiliki latar belakang/polos
- Gambar berwarna/hitam-putih
Auditory (Suara Pengalaman) & Auditory Digital (Suara Hati/Self Talk)
- Suara yang terdengar, apakah suara pengalaman/objek atau suara hati merespon pengalaman/objek tersebut
- Arah sumber suara, seperti datang dari arah mana: kiri, kanan, depan, belakang, dari dalam atau dari luar diri
- Suara terdengar jelas atau tidak jelas
- Suara terdengar sekali atau berkali-kali
- Nada suara terdengar seperti apa
- Volume suara terdengar seberapa keras dalam pikiran
Kinesthetic (Perasaan dan Sensasi)
- Perasaan yang dirasakan
- Perasaan yang dirasakan seperti terasa di bagian tubuh sebelah mana
- Sensasi dari perasaan ini terasa seperti apa (hangat, sejuk, bergetar, dll)
- Perasaan dan sensasi bergerak dengan arahan tertentu atau diam di tempat
- Jika sensasi dan perasaan terasa bergerak, ke arah mana ia rasanya bergerak
- Intensitas perasaan atau sensasi terasa stabil/hilang-timbul/terus meningkat
Masih ada beberapa detail lain dari submodality yang tidak saya tuliskan, selain karena malah akan membingungkan jika hanya dipelajari lewat tulisan tanpa didemonstrasikan atau dipraktekkan, juga karena daftar dari submodality di atas sudah cukup untuk melakukan modifikasi submodality dan melihat pengaruhnya pada intensitas state.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang NLP Coaching? Memerlukan layanan NLP Coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari NLP Coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.