Mengenali Fenomena Trance & Kedalamannya
Daftar Isi
Membicarakan hipnosis dan hipnoterapi pastinya akan mengajak kita mengulas sebuah bahasan yang menjadi ciri khasnya, yaitu kondisi ‘trance’, atau cukup sering juga disebut sebagai ‘kondisi hipnosis’.
Tidak bisa dipungkiri, fenomena trance ini jugalah yang membuat banyak orang memandang hipnosis sebagai fenomena ‘magis’, dimana di layar televisi hal ini sering ditampilkan dalam skenario seorang ‘penghipnotis’ melakukan serangkaian teknik yang terlihat ‘ajaib’ pada seseorang yang akan ‘dihipnotis’ lalu orang tersebut tiba-tiba terkulai dan nampak tidak sadarkan diri, sebelum ia diberikan sugesti dan melakukan hal-hal yang dikatakan oleh sang penghipnotis tersebut.
Ya, kondisi dimana seseorang ‘terhipnotis’ itulah yang dimaksudkan sebagai ‘kondisi hipnosis’ atau trance. Pertanyaannya: apakah benar seperti itu adanya? Apakah orang yang terhipnotis itu memasuki kondisi tidak sadar? Apakah ia jadi melakukan segala hal yang diperintahkan, apa pun itu? Apakah fenomena trance melibatkan hal-hal magis?
Sekedar catatan pembuka, jawaban di balik pertanyaan di paragraf sebelumnya di atas mengenai apakah orang yang terhipnotis memasuki kondisi tidak sadar, atau apakah ia jadi melakukan segala hal yang diperintahkan dan apakah fenomena trance melibatkan hal-hal magis, sudah diulas di artikel sebelumnya ‘Miskonsepsi Dalam Hipnoterapi‘, tulisan ini dibuat untuk secara khusus memperjelas fenomena dan kondisi trance, Anda akan diajak memahami fenomena trance ini secara bertahap, sehingga bukan hanya tidak lagi memandangnya sebagai fenomena mistis namun bahkan menyadari cakupan dari fenomena ini, termasuk manfaatnya untuk proses pengobatan dan terapi.
KONDISI TRANCE DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Kondisi hipnosis atau trance sendiri sebenarnya merupakan sebuah fenomena yang terjadi ketika seseorang mengalami perpindahan kesadaran dari pikiran sadar ke pikiran bawah sadar – baik disengaja atau pun tidak disengaja – yang ditandai dengan berpindahnya gelombang otak dari gelombang otak Beta (12 – 25 Hz) ke Alfa (8 – 12 Hz), Theta (4 – 8 Hz) atau Delta (0,5 – 4 Hz), yang memungkinkan seseorang menjadi lebih mudah menerima pesan mental/sugesti tertentu.
Namun demikian apakah fenomena ini hanya bisa diciptakan melalui proses hipnosis? Jawabannya adalah ‘ya’ dan ‘tidak’.
Apa lagi maksudnya ‘ya’ dan ‘tidak’ dalam kalimat di atas? Untuk memahaminya, mari melakukan beberapa akivitas di bawah ini:
- Ingat-ingatlah saat dimana Anda melamun, entah memikirkan suatu hal atau memang tanpa sengaja melakukannya.
- Ingat-ingatlah saat dimana Anda sedang berkendara menuju suatu tempat dan tanpa sadar Anda salah mengambil jalan yang bukan seharusnya Anda ambil namun Anda melewatinya karena dalam beberapa kesempatan Anda terlanjur terbiasa melewatinya.
- Ingat-ingatlah saat dimana Anda mencari sebuah barang dan Anda tak kunjung menemukannya, Anda menanyakan keberadaan barang itu pada orang lain dan ketika ditunjukkan ternyata barang itu ada di tempat yang Anda cari tadi, anehnya sebelumnya barang itu seolah tidak ada di sana.
Masih ada lagi satu aktivitas yang mungkin tidak semua orang pernah alami namun tidak ada salahnya kita bahas, pikirkanlah saat-saat dimana Anda pernah terluka secara fisik (tergores, tersayat dll) dan Anda tidak menyadarinya, bahkan tidak merasakan sakitnya. Beberapa waktu berselang barulah Anda menyadari ada luka di bagian tubuh Anda dan barulah merasakan sakitnya – sambil terheran sendiri mengapa sedari tadi tidak ada perasaan sakit apa pun sebelum menyadarinya.
Bagaimana, sudah memikirkannya? Bisa saja hal itu terjadi sudah lama dalam hidup Anda atau bisa jadi juga masih baru, yang jelas hal apa yang bisa Anda simpulkan dari kesemua fenomena itu? Yang paling penting, apakah semua fenomena itu terasa aneh bagi Anda atau terasa wajar adanya dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari?
Meski sekedar dugaan, tebakan saya akan jawaban Anda adalah semua fenomena itu merupakan sebuah fenomena yang wajar dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita, entah itu terjadi langsung pada diri kita atau pun pada orang lain di sekitar kita.
Lalu apa istimewanya? Apa maksud dari semua aktivitas dan pertanyaan ini? Tak lain dan tak bukan untuk menyadarkan kita bahwa hipnosis adalah sebuah fenomena yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari hanya saja tidak kita sadari.
Tunggu dulu, apa maksudnya? Begini, semua pemaparan fenomena yang Anda temukan di atas tadi pada dasarnya adalah merupakan bagian dari fenomena dan kondisi hipnosis atau trance, dimana terjadinya perpindahan gelombang otak dari gelombang otak Beta (12 – 25 Hz) ke Alfa (8 – 12 Hz), Theta (4 – 8 Hz) atau Delta (0,5 – 4 Hz), sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.
Dengan kata lain, sebenarnya ada berbagai situasi dan fenomena dalam hidup kita dimana kondisi trance ini kita alami tanpa kita sadari dan tidak kita ketahui sebagai bagian dari kondisi hipnosis.
Di mata orang awam hipnosis identik dengan situasi dimana seorang penghipnosis menerapkan teknik hipnosis pada orang lain sebagai subjek dan subjek ini kemudian memasuki kondisi trance yang terlihat seperti tidur atau kehilangan kesadaran, padahal dalam kenyataannya kondisi trance bukanlah sesuatu yang asing, bahkan sering kita alami dalam keseharian kita tanpa kita sadari.
Pemahaman inilah yang menjawab pertanyaan sebelumnya: apakah fenomena trance hanya bisa diciptakan melalui proses hipnosis? Jawabannya adalah ‘ya’ dan ‘tidak’.
Jawabannya menjadi ‘ya’ karena memang fenomena trance atau kondisi hipnosis adalah kondisi yang prosesnya sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari, namun jawabannya menjadi ‘tidak’ jika kita mengasumsikan bahwa kondisi hipnosis ini hanya bisa terjadi prosesnya melalui arahan seorang ‘penghipnotis’.
Artinya: kondisi trance dan proses hipnosis adalah satu kesatuan, namun kondisi ini sendiri bisa diciptakan melalui bantuan orang lain atau pun terjadi secara alami tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bahasan sebelumnya di artikel ‘Pikiran Sadar & Pikiran Bawah Sadar‘, kita sudah mengulas sedikit tentang gelombang otak, tanpa bermaksud mengulasnya dengan terlalu akademis mari pahami bahwa dalam aktivitas sehari-hari kita mengalami fluktuasi gelombang otak ini dari waktu ke waktu.
Perubahan gelombang otak pada dasarnya akan mempengaruhi cara kita merespon, disinilah keunikan terjadi, ada kalanya gelombang otak terkondisikan di level tertentu dimana kesadaran kita terkondisikan ke dua jenis fenomena, yang juga menjelaskan beberapa fenomena di atas tadi:
Pertama, kondisi dimana pikiran sadar menjadi non-aktif, inilah yang terjadi ketika kita sedang melamun, dimana atensi kita sebenarnya terserap ke suatu hal (absorped attention) namun tanpa disadari dan kita larut di dalamnya. Pikiran bawah sadar tidak melakukan hal apa pun secara signifikan, seolah kita hanya berada dalam kondisi kesadaran ‘kosong’.
Kedua, yaitu kondisi dimana pikiran bawah sadar muncul ‘beririsan’ dengan pikiran sadar dan pikiran bawah sadar menjalankan fungsinya untuk ‘mengambil alih’ perilaku, ini yang terjadi contohnya ketika kita sedang berkendara menuju suatu tempat dan tanpa sadar kita salah mengambil jalan yang bukan seharusnya kita ambil namun kita melewatinya karena dalam beberapa kesempatan kita terlanjur terbiasa melewatinya. Kondisi ini muncul biasanya mengacu kepada kebiasaan yang sudah tersimpan di pikiran bawah sadar, atau juga bisa dipicu oleh hal lain yang memicu insting reflek kita.
Masih berhubungan dengan kondisi dimana pikiran bawah sadar beririsan, salah satu fenomena lain yang tak jarang muncul adalah negative hallucination (bukan halusinasi sebagai gangguan psikologis), yaitu fenomena dimana kita sebenarnya melihat sebuah benda namun pikiran bawah sadar kita karena satu dan lain hal ‘menghilangkan’ benda itu dari pandangan kita sehingga kita menganggapnya tidak ada karena kita ‘merasa tidak melihatnya’.
Dalam hubungannya dengan tubuh fisik, ketika atensi kita terserap ke hal tertentu dan gelombang otak terkondisikan di level tertentu yang sejalan dengannya maka salah satu fenomena lain bisa muncul, yaitu kondisi dimana kita tidak merasakan sakit (anesthesia) dan baru merasakan sakit justru setelah menyadarinya. Bukan berarti rasa sakitnya tidak ada, hanya saja otak terkondisikan untuk ‘mengabaikan’ rasa sakit itu.
Kondisi-kondisi tersebut dimana perpindahan kesadaran terjadi pada dasarnya adalah bagian dari kondisi trance. Bisa kita simpulkan bahwa seseorang bisa memasuki kondisi trance secara tidak sengaja dan tidak disadari bahkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam hipnosis hal ini sering dikenal sebagai highway hypnosis.
MENGAPA MEMERLUKAN TRANCE?
Kondisi trance dalam highway hypnosis sering dikenal juga dengan istilah non-formal trance, artinya trance yang terjadi tanpa harus melalui teknik hipnosis formal, melainkan yang dialami secara tidak disengaja dan tidak disadari seperti di contoh-contoh sebelumnya.
Kebalikannya dari non-formal trance adalah formal trance, yaitu kondisi trance yang terjadi karena memang sengaja dikondisikan untuk dialami, hal ini biasa terjadi dalam sesi hipnosis atau sesi hipnoterapi, ciri khusus trance yang muncul dari proses ini biasanya sangat jelas karena terjadi melalui stimulus tertentu dan kedalamannya pun bisa diukur atau diperkirakan dengan teknik tertentu.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa formal–trance ini menjadi penting adanya dan menjadi bagian vital dari hipnoterapi? Jawaban sederhananya adalah karena fornal-trance merupakan kondisi dimana pikiran bawah sadar, sebagai ‘bank data’ dan ‘mesin’ penggerak perilaku serta perasaan kita menjadi aktif dan bisa diajak berkomunikasi.
Kondisi aktifnya pikiran bawah sadar dalam kondisi formal-trance inilah yang mengefektifkan jalannya sesi terapi dan perubahan, seperti dituliskan oleh seorang tokoh hipnosis-hipnoterapi kenamaan, Michael D. Yapko (2003), yang mengungkapkan beberapa ciri dan keistimewaan psikologis trance, beberapa di antaranya yang berhubungan langsung dengan konteks trance formal dan manfaatnya dalam sesi terapi adalah:
Selective attention (atensi pada hal tertentu)
Perpindahan kesadaran yang terjadi dalam kondisi trance formal diawali dengan memindahkan atensi dari hal-hal di luar diri (outwards) menjadi fokus ke dalam diri (inwards) yang distimulus dengan teknik-teknik tertentu. Semakin dalam kondisi trance yang dialami, maka semakin meningkat daya serap atau reseptivitas kita pada stimulus spesifik, yang dalam konteks terapi adalah sugesti, ini yang membuat sugesti dalam kondisi trance lebih berdampak daripada nasihat dalam kesadaran biasa, terutama jika disampaikan di kondisi kedalaman yang ideal.
Dissociation (disosiasi)
Dalam kondisi trance, seseorang bisa seolah memiliki beberapa ‘kesadaran’ dimana yang dimaksud disosiasi di sini yaitu kondisi dimana pikiran sadar dan pikiran bawah sadar menjalankan fungsinya masing-masing, Pikiran sadar yang terus mendapatkan stimulus dalam proses hipnosis meneruskan stimulus ini sampai ke pikiran bawah sadar dan pikiran bawah sadar menjalankan tugasnya sesuai dengan stimulus yang diberikan sampai kemudian pikiran bawah sadar berperan aktif sementara pikiran sadar seolah menjadi pasif.
Hal ini sering dilambangkan oleh kesan-kesan yang sering muncul dalam diri seseorang ketika menjalani proses hipnosis, sering kali muncul ucapan: “Tadi itu saya mendengar semua ucapan Anda dan saya pun sadar atas apa yang sedang terjadi, hanya saja rasanya saya larut sendiri dalam proses yang sedang saya alami.” Bukan berarti mereka tidak sadar, hanya saja seolah ada kesadaran lain dari pikiran bawah sadar yang menjalankan fungsinya secara terpisah (disosiasi) sesuai sugesti yang diberikan.
Increased responsiveness to suggestion (meningkatnya respon terhadap sugesti)
Dalam kondisi trance, pikiran bawah sadar yang aktif lebih reseptif atau lebih mudah menerima sugesti, sehingga sugesti yang diberikan langsung ke pikiran bawah sadar lebih mudah untuk diadaptasi sebagai bagian dari perubahan perilaku baru.
Meskipun begitu, perlu kita ingat bahwa meningkatnya respon ini bukan berarti menghilangkan fungsi perlindungan mental pikiran bawah sadar, memang pikiran bawah sadar lebih mudah menerima dan menjalankan sugesti yang diberikan namun jika program mental yang ada di dalamnya terlanjur mengakar maka lambat laun sugesti ini pun akan ‘terkikis’ oleh program mental lamanya.
Itulah mengapa dalam penerapan teknik hipnoterapi tingkat lanjut, kondisi responsifnya pikiran bawah sadar terhadap sugesti ini bukan semata digunakan untuk memberikan sugesti positif, melainkan menerapkan rangkaian teknik yang bisa mengantarkan kita untuk menemukan akar permasalahan dari program mental lama yang ada di pikiran bawah sadar dan menuntaskannya, barulah kemudian disusul dengan pemberian sugesti untuk membantu ‘pemrograman’ perubahan perilaku baru, semua proses ini yang dilakukan dalam kondisi trance yang mendalam akan sangat membantu mengefektifkan dan mempercepat jalannya proses perubahan.
Martin Orne’s Trance Logic (Logika Trance Martin Orne)
Menyambung bahasan sebelumnya tentang meningkatnya respon terhadap sugesti, seorang professor di University of Pensylvania, Martin Theodore Orne (1959), mengungkapkan penelitiannya bahwa salah satu hal terpenting dalam proses hipnosis yaitu munculnya ‘toleransi’ untuk menerima dan mengoperasikan sugesti tertentu yang dalam kesadaran biasa akan cukup sulit untuk dilakukan.
Toleransi yang dimaksud dalam hal ini yaitu untuk memunculkan hal-hal yang disugestikan dan menganggapnya sebagai kenyataan yang berlaku saat ini. Misalnya saja seorang klien yang memiliki masalah dengan orang tuanya yang sudah meninggal, dalam kondisi trance pikiran bawah sadar bisa distimulus untuk memunculkan orang tuanya dan melalui rangkaian proses terapi kita bisa menyelesaikan masalah klien yang belum tertuntaskan terhadap orang tuanya tersebut.
Meski hanya terjadi secara imajiner, pikiran bawah sadar klien yang menjalankan fungsi tersebut menganggapnya sebagai kenyataan, hal ini yang membuat masalahnya terselesaikan. Ketika dilakukan dalam kondisi kesadaran biasa, sangat mungkin ada kesulitan tertentu karena area kritis klien malah sibuk mempertanyakan yang sedang ia lakukan dengan sosok orang tuanya yang ia tahu sudah meninggal.
Jika dihubungkan dengan stage hypnosis atau hipnosis untuk hiburan, bisa kita pahami bahwa fenomena inilah yang dimunculkan yang membuat seorang subjek bisa merespon sugesti dari penghipnosis dan menganggapnya sebagai kenyataan.
Ada banyak cakupan dalam logika trance ini, bukan hanya dalam memunculkan atau menghilangkan objek tertentu dan menganggapnya sebagai kenyataan, melainkan juga termasuk dalam orientasi waktu, menjadikannya terasa lebih singkat atau terasa lebih lama, juga dalam manipulasi rasa sakit, yang digunakan untuk anesthesia.
Cognitive and perceptual flexibility (fleksibilitas kognitif dan penginderaan)
Merupakan salah satu hal yang menjadikan proses terapi berbasis hipnosis efektif. Fleksibilitas kognitif yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu untuk bisa mengoperasikan fungsi kognitif (proses mental berpikir) secara lebih fleksibel, hal ini yang membuat seseorang dalam sesi terapi di kondisi trance bisa distimulus untuk meninjau ulang permasalahannya dari berbagai persepsi kognitif yang berbeda dan mengubah orientasi berpikirnya, yang awalnya berorientasi pada masalah menjadi pada solusi misalnya, atau dari masalah menjadi pembelajaran, dengan kata lain kita bisa mengajak seseorang menata ulang proses kognitifnya atas masalah atau situasi yang dihadapinya secara lebih mendalam di level pikiran bawah sadar dan dengan stimulus sugesti yang tepat klien bisa menjadikannya sebuah perubahan yang bersifat permanen.
Kesemua hal di atas tadi adalah hal-hal yang menjadikan hipnosis dan hipnoterapi efektif. Pada dasarnya setiap bentuk terapi psikologi didesain untuk bisa menghasilkan perubahan di level pikiran bawah sadar, namun kebanyakan dilakukan di level pikiran sadar, yang membuat area kritis aktif dan ‘menantang’ prosesnya sehingga bisa jadi prosesnya memakan waktu dan tenaga, yang dalam banyak kasus menjadi berkepanjangan.
Dalam kondisi trance formal, kita berurusan langsung dengan pikiran bawah sadar, hal ini membuat area kritis menjadi tidak aktif dan berbagai keistimewaan di atas bisa diakses, yang menjadikan proses terapi efektif.
LEVEL KEDALAMAN TRANCE
Menarik bukan? Jika demikian bukankah bisa kita simpulkan bahwa trance adalah kunci dari proses hipnosis-hipnoterapi? Betul sekali, namun pertanyaan berikutnya adalah: trance yang bagaimana?
Kalimat di atas tadi adalah untuk menegaskan, meski sedari tadi kita sudah membicarakan trance dan segala keistimewaannya, perlu kita pahami juga bahwa mengeksplorasi trance ini memiliki lika-likunya tersendiri, semua fenomena dan keistimewaan yang dibahas sebelumnya memang menjadi bagian dari trance, namun trance dengan kriteria atau tepatnya ‘kedalaman’ tertentu.
Mari sekali lagi pertama-tama mengurai trance dari perspektif gelombang otak. Ingatlah bahwa dalam posisinya sebagai sebuah fenomena perpindahan kesadaran, trance sangat berhubungan erat dengan perubahan gelombang otak, naik-turunnya gelombang otak (karena stimulus tertentu) inilah yang akan berpengaruh pada kondisi trance yang dialami.
Artikel ini tidak akan mengurai pemahaman gelombang otak secara lebih spesifik dari tinjauan akademis, melainkan menguraikan pemahaman bahwa fenomena trance memiliki lapisan gelombang dan ‘kedalaman’ dengan kriterianya masing-masing, inilah yang perlu seorang hipnoterapis pahami ketika memandu seseorang memasuki kondisi trance agar penanganan yang diberikan sejalan dengan kedalaman yang diperlukan.
Kita sudah mendapati beberapa keistimewaan trance di bagian sebelumnya, namun kembali pada kriteria kedalaman yang diperlukan, keistimewaan itu baru bisa muncul optimal di level kedalaman tertentu, itulah mengapa pemahaman akan kedalaman trance ini menjadi vital fungsinya bagi para hipnoterapis. Penerapan teknik yang tidak sejalan dengan kondisi kedalaman trance yang sedang dialami akan membuat keefektifan proses terapi berkurang jadinya.
Jadi bagaimana mengetahui kedalaman trance ini? Ada berbagai landasan teori yang muncul dari para peneliti yang berbeda yang mengurai level-level kedalaman trance ini, yang disebut skala kedalaman (scale), sebut saja misalnya Arons Depth Scale yang mengurainya menjadi 6 level atau Davis Husband Scale yang mengurai skala kedalaman ini menjadi 30 level, masih ada lagi banyak teori skala kedalaman lain dari peneliti lain dengan uraiannya masing-masing.
Penetapan level kedalaman trance ini biasanya mengacu kepada respon perilaku yang muncul dalam menerima dan menjalankan sugesti spesifik yang diberikan, dimana hal ini menjadi acuan bagi hipnoterapis untuk mengetahui/memperkirakan sejauh mana area kritis serta pikiran sadar sudah memasuki mode pasif dan di level kedalaman mana kliennya berada sebelum menerapkan teknik terapi yang akan difasilitasinya.
Contohnya saja, dalam kasus dimana seorang klien memendam emosi yang belum terungkapkan pada orang tuanya yang sudah meninggal dan hal itu mempengaruhi kualitas kehidupannya di masa kini. Salah satu bentuk terapi dalam hal ini yaitu kita bisa memberikan sugesti pada pikiran bawah sadar klien untuk ‘menghadirkan’ orang tuanya agar bisa mengungkapkan emosinya pada mereka.
Jika proses ini dilakukan di level kedalaman yang ideal dan dengan teknik yang tepat maka hasilnya akan berdampak luar biasa bagi klien, karena faktor trance logic yang terjadi membuat pikiran bawah sadar menganggap hal ini sebagai kenyataan. Namun jika level kedalaman trance yang ada belum cukup untuk menstimulus trance logic ini, area kritis klien yang masih cukup aktif bisa saja ‘mempertanyakan’ proses ini, meski sama-sama memberikan hasil positif, perbedaan dampak yang dihasilkan di pikiran bawah sadar akan berbeda.
Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengukur gelombang otak dan menghubungkannya dengan level kedalaman trance yang dialami yaitu alat electroencephalograph (EEG), namun demikian tidak praktis adanya menggunakan alat ini dalam sesi terapi karena adanya pergerakan tubuh klien yang berpotensi membuat alat ini terlepas, maka seorang hipnoterapis harus mampu melakukan proses pengukuran kedalaman trance ini dengan menggunakan pengamatan pada respon perilaku klien dalam menerima dan menjalankan sugesti yang diterimanya.
Sebagai landasan pemahaman awal, dalam artikel ini kita akan mengulas level kedalaman trance ini dengan membaginya ke dalam 6 level sederhana, yaitu:
Level 1, Hypnoidal, yaitu level dimana kondisi trance yang ada dialami seperti dalam kondisi melamun. Biasanya tahapan ini merupakan tahapan awal seseorang dalam meniatkan diri memasuki kondisi trance dan mulai mengkondisikan kesadarannya untuk bisa lebih rileks.
Level 2, Light Trance (Lethargic), level dimana seseorang sudah menjadi lebih fokus pada instruksi/sugesti dan lebih mudah untuk memunculkan sensasi-sensasi tertentu yang distimulus.
Level 3 dan 4, Medium & Threshold of Somnambulism, level dimana seseorang mulai merasakan dirinya memasuki sensasi kesadaran yang berbeda, semakin malas untuk menganalisa dan berpikir yang berimbas pada menurunnya resistensi untuk menolak sugesti yang diberikan.
Level 5, Deep Trance (Full Somnambulism), level dimana pikiran bawah sadar semakin dominan muncul, respon terhadap sugesti semakin meningkat dan keistimewaan trance logic semakin bisa diakses optimal. trance logic sudah mulai bisa menerima sugesti untuk memanipulasi sensasi rasa sakit (menjadi seperti mati rasa) di bagian-bagian tubuh kecil seperti punggung telapak tangan dan sudah bisa distimulus untuk memunculkan objek-objek yang tidak ada agar dipersepsikannya ada dan dianggapnya sebagai kenyataan, dikenal sebagai positive hallucination.
Level 6, Profound Somnambulism, level dimana semua kriteria di 5 level sebelumnya sudah dilalui dan ditambah satu kriteria tambahan, yaitu trance logic sudah bisa distimulus untuk menghilangkan objek yang ada agar dipersepsikan menjadi seolah tidak ada, dikenal sebagai fenomena negative hallucination.
Sebagai klarifikasi, istilah somnambulism dalam hipnosis mengindikasikan kedalaman trance yang mendalam, berbeda dengan istilah yang sama dalam keilmuan psikologi-psikiatri dimana istilah ini mengacu pada kondisi sleepwalking atau gangguan tidur yang membuat penderitanya melakukan aktivitas-aktivitas kompleks seperti berjalan atau aktivitas lainnya (bahkan mengemudi!) sambil tidur.
Jika kita amati kembali beberapa fenomena hipnosis dalam keseharian kita, sungguh ajaib bahwa dalam banyak kesempatan kita bisa memasuki fenomena somnambulism, dalam bentuk negative hallucination misalnya, yaitu mendapati benda yang ada menjadi seolah tidak terlihat (luput dari penglihatan) padahal benda itu jelas-jelas ada di depan kita!
TRANCE DAN TERAPI PERUBAHAN
Pada dasarnya setiap bentuk terapi psikologi didesain untuk bisa menghasilkan perubahan di level pikiran bawah sadar yang kemudian berdampak pada perubahan di level pikiran sadar, baik itu dalam bentuk perilaku, perasaan atau kesembuhan dari penyakit psikosomatis, disinilah trance menjadi jembatan penting dalam prosesnya.
Lalu, jika kita mengacu pada pemahaman akan kedalaman trance yang sudah kita bahas sedari tadi, di level kedalaman trance yang mana sesi terapi dilakukan? Pertama-tama, perlu kita pahami bahwa bukan soal seberapa dalam kondisi kedalaman trance yang menentukan efektivitas perubahan, melainkan kecocokan dari teknik yang digunakan dengan kedalaman trance yang diakses.
Mari membahas yang satu ini dengan lebih komprehensif, menggunakan level-level kedalaman trance yang sudah kita ulas tadi.
Hypnoidal & Light
Sebagai kondisi trance yang paling ringan, level ini banyak digunakan dalam sesi coaching & konseling formal untuk mengenali dan mengeksplorasi dinamika perasaan dan emosi dalam diri.
Teknik-teknik terapi klasik seperti free association dalam psikoanalisa juga banyak menggunakan level trance yang satu ini. Proses yang berlangsung dalam sesi ini dilakukan agar pikiran sadar bisa ‘menangkap’ pesan-pesan dari pikiran bawah sadar tentang masalah-masalah internal yang harus dibereskannya.
Beberapa teknik terapi dalam keilmuan Neuro-Linguistic Programming (NLP), Ego State Therapy (sekarang lebih populer dengan nama Resource Therapy) of Gordon Emmerson dan Time Line Therapy® pun cukup banyak menggunakan level trance ini, karena memang jalannya terapi kebanyakan masih memerlukan peranan dominan dari fungsi kognitif pikiran sadar.
Hipnoterapi cukup jarang dilakukan di kondisi ini karena fungsi kritis pikiran sadar terkadang cukup merintangi peran optimal pikiran bawah sadar yang diharapkan dalam sesi hipnoterapi.
Medium
Level dimana proses terapi semakin melibatkan cara kerja pikiran bawah sadar. Ada kalanya beberapa proses terapi berbasis yang sudah disebutkan di poin sebelumnya, yang dilakukan di level light justru ‘bergeser’ dengan sendirinya ke level ini karena terjadi peningkatan kesadaran internal (inwards attention) yang membuat klien semakin fokus pada jalannya proses terapi dan membuat produksi gelombang otak tertentu meningkat, semua proses ini membuat pikiran bawah sadar lebih leluasa untuk aktif dan semakin berperan.
Hipnoterapi mulai banyak digunakan di level ini, karena reseptivitas pikiran bawah sadar dalam menerima dan menjalankan sugesti yang diterimanya sudah lebih meningkat dari sebelumnya, lebih banyak teknik yang digunakan dalam level ini adalah yang berbasis sugesti, karena teknik-teknik lanjutan lainnya lebih cocok digunakan di level berikutnya.
Full Somnambulism & Profound Somnambulism
Inilah level dimana hipnoterapi banyak dilakukan, diperlukan pengetahuan dan kecakapan yang mumpuni untuk bisa membawa seseorang ke level kedalaman ini.
Di level ini pikiran bawah sadar sudah sangat aktif merespon dan berkomunikasi, stimulus yang diberikan pada trance logic pun bisa dijalankan dengan baik oleh pikiran bawah sadar.
Hipnoterapi tingkat lanjut dilakukan di level ini karena prosesnya melibatkan kompleksitas yang lebih tinggi, seperti menelusuri akar masalah dalam diri seseorang ke masa lalu, bahkan terkadang sampai ke periode di dalam kandungan. Teknik ini juga memungkinkan kita untuk mengakses ego state atau parts personality (untuk lebih jelasnya mengenai parts personality ini silakan membaca artikel ‘Mengenal Bagian-Bagian Kepribadian Dalam Diri (Personality Parts)‘) dalam diri seseorang yang menyebabkan konflik internal dan berkomunikasi secara jelas dengan mereka untuk memediasi permasalahan yang ada.
LEBIH DARI HIPNOSIS
Apakah level profound somnambulism merupakan level terdalam dari trance? Jawabannya adalah tidak.
Belum ada yang tahu seberapa jauh batasan level trance yang paling dalam di kesadaran manusia, namun berbagai percobaan yang pernah dilakukan para ahli membawa mereka ke pemahaman tentang adanya level-level yang lebih dalam dari profound somnambulism, namun demikian para ahli sendiri enggan menggolongkan level ini sebagai bagian dari level kesadaran hipnosis, hal ini dikarenakan di level-level ini interaksi tidak lagi berjalan dengan baik sehingga menyulitkan jalannya terapi.
Level-level yang lebih dalam ini lebih banyak digunakan untuk proses yang bukan bersifat therapeutic, seperti misalnya pembedahan, operasi dan membantu proses penyembuhan. Dua level yang cukup populer dari level yang melebihi profound somnambulism ini adalah:
Esdaile State (Coma State)
Nama level ini diambil dari James Esdaile, seorang dokter yang menggunakan level kesadaran hipnosis ini untuk proses pembiusan sebelum operasi dan pemulihan pasca operasi, di India di jamannya dulu.
Berpuluh-puluh tahun kemudian Dave Elman menemukan cara membawa kesadaran ke level kedalaman ini dan menamai level kedalaman ini dengan nama Esdaile state sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa James Esdaile.
Ciri umum dari Esdaile state adalah terjadinya fenomena anesthesia, dimana tubuh fisik klien mengalami ‘mati rasa’ dan tidak merasakan sensasi apa pun. Lebih dari itu, terjadi juga proses katatonik pada bagian tubuh klien, yaitu ketika bagian tubuh seperti lengan atau kaki diposisikan dengan posisi tertentu tanpa sugesti apa pun maka bagian tubuh itu tetap berada di posisinya.
Masih ada lagi, di kondisi ini juga terjadi euphoria mental yang membuat klien merasa begitu damai, rileks dan sedemikian nyaman, sampai-sampai mereka akan memutuskan interaksi dan memilih untuk terus berada di level kedalaman itu, mereka bahkan bisa menolak untuk dibangunkan ke kesadaran normal! Maka disinilah seorang hipnoterapis perlu memahami prosedur dasar dari cara mengantisipasi hal ini dalam praktek profesionalnya, termasuk juga cara membawa seseorang ke level kedalaman ini kalau-kalau memang diperlukan untuk membantu penanganan kasus tertentu.
Sichort State (Ultra Depth®)
Berawal dari seorang bernama Walter A. Sichort, yang merupakan seorang pesulap dan praktisi hipnosis yang biasa menampilkan atraksi memukau bersama asistennya yang bernama Mary Borgessi, yang dipandunya memasuki kondisi Esdaile state.
Suatu hari Sichort memberikan sugesti pada Mary untuk memasuki level yang lebih dalam dari pada level mana pun yang ia pernah masuki, saat itu juga Mary memasuki level kesadaran yang belum pernah ditemukan sebelumnya, Sichort sendiri tidak bisa membangunkannya ke kesadaran normal dengan cara biasa, melainkan lebih lama dari biasanya.
Rasa penasaran Sichort membawanya meneliti level kedalaman ini lebih lanjut sampai kemudian ia menemukan cara khusus memandu orang lain untuk mengaksesnya dengan efektif dan mencaritahu manfaatnya lebih jauh, ia pun memberi nama level ini Ultra Depth®.
Penelitiannya lebih jauh menyadarkannya bahwa level ini memungkinkan penyembuhan penyakit fisik terjadi dengan lebih cepat 6 sampai 10 kali lipat dalam diri seseorang, penelitian ini turut didokumentasikan oleh dokter dari Philadelphia: Dolman dan Markow.
Walter A. Sichort meninggal pada bulan Agustus, tahun 2000. Penelitiannya diteruskan dan dikembangkan oleh muridnya, James R. Ramey yang kemudian menyebarkan keilmuan ini sampai sekarang.
ILMU DAN SENI DI BALIK TRANCE
Memahami trance memang memerlukan keilmuan dan pemahaman, terutama untuk memahami manfaat spesifik dari setiap levelnya, namun dalam pelaksanaannya kita memerlukan lebih dari sekedar ilmu, melainkan seni, yaitu cara mengemasnya menjadi sebuah keindahan.
Dikatakan oleh Roy Hunter (2010) bahwa hipnosis adalah keilmuan dan seni (science and art), saya pribadi menemukan hal itu adalah benar adanya. Sebagai landasan dari sesi terapi yang efektif, perjalanan memahami manfaat dari level-level trance memberikan banyak pencerahan bagi saya secara pribadi.
Terberkati dengan kesempatan untuk belajar berbagai macam keilmuan mulai dari psikoterapi konvensional seperti psikoanalisa dan psikodinamika sampai ke berbagai keilmuan modern seperti NLP, EFT, Time Line Therapy®, Ego State Therapy dan banyak lagi, semua itu menyadarkan saya bahwa esensi terpenting dari semua keilmuan itu adalah untuk mengupayakan perubahan di level pikiran bawah sadar.
Meski penerapan tekniknya mungkin berbeda, satu esensi yang sama adalah di setiap metode itu terdapat kondisi trance sebagai jembatan menuju ‘perbaikan’ di pikiran bawah sadar, disinilah kecakapan kita diuji untuk menciptakan seni berkomunikasi yang bisa memunculkan kondisi trance ini sesuai dengan kebutuhan.
Apa pasal disebut seni? Karena tak lain dan tak bukan ada keindahan di dalamnya. Terlepas dari seberapa jauh kita memahami teorinya, tetap saja praktik adalah penentunya, meski kita memahami prinsipnya, yang kita hadapi adalah manusia, yang harus diperlakukan dengan telaten, dengan karakter dasarnya masing-masing agar karakter dasar trance itu bisa tereksplorasi dengan baik.
Sebagai seorang life coach, saya dihadapkan dengan banyaknya sesi percakapan coaching interaktif dengan klien di luar sesi terapi, nyata sekali adanya bahwa dalam percakapan itu pun klien acap kali berada dalam kondisi trance dengan ciri khasnya masing-masing. Kepekaan untuk mengenali dan memberdayakan respon trance itulah yang bagi saya menjadi sebuah seni tersendiri untuk bisa dieksplorasi.
Beberapa tahun terakhir ini saya mengaplikasikan pendekatan multi-modal, mengaplikasikan berbagai macam metode, baik klasik dan modern dalam sesi coaching dan konseling klien sebelum memandunya memasuki proses terapi. Setiap proses trance yang dialami klien dari mulai yang paling ringan sampai yang paling dalam menjadi sebuah pembelajaran tersendiri, betapa bukan soal semata dalamnya kondisi trance yang menentukan proses perubahan, melainkan daya dan kepekaan kita untuk menyesuaikan setiap kondisi trance klien dengan teknik yang tepat, itulah seni dan keindahannya.
Dalam beberapa kesempatan, klien saya tersembuhkan atau mengalami perubahan signifikan hanya di level light trance, sekali lagi bukan soal dalamnya, melainkan memahami bahwa dalam kondisi trance pikiran bawah sadar sudah mulai berperan lebih aktif, tugas kita hanya menjembatani komunikasinya dengan pikiran sadar agar segala-sesuatunya terintegrasi dan menghasilkan perubahan.
Namun ada kalanya juga klien memerlukan level kedalaman yang lebih dalam dari biasanya, contohnya ketika dulu seorang klien datang dengan keinginan mengatasi rasa sakit yang dialaminya. Klien ini baru saja menjalani operasi pembedahan dan bekas pembedahan itu meninggalkan rasa sakit yang lumayan mengganggunya, berbekal konsultasi dengan dokternya yang cukup berwawasan terbuka, ia direkomendasikan menjalani sesi hipnosis untuk pengelolaan rasa sakit.
Saya sendiri tidak memberikan sesi hipnosis yang berhubungan dengan medis, kecuali ada rekomendasi dari praktisi kesehatan yang berwenang atas diri klien. Berbekal rekomendasi dari dokter yang menanganinya, maka dalam kasus ini saya pun membantu klien memasuki level trance dimana ia bisa mengendalikan rasa sakitnya sehingga tidak mengganggunya secara berlebih.
Pada akhirnya bukan soal ringan atau dalamnya level trance yang menjadi inti dari proses terapi, melainkan menyesuaikannya dengan kebutuhan klien itu sendiri.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.
REFERENSI:
Hunter, Roy. 2010. The Art of Hypnosis. USA: Crown House Publishing
Hunter, Roy. 2010. The Art of Hypnotherapy. USA: Crown House Publishing
Yapko, Michael D. 2003. Trancework. USA: Routledge