Miskonsepsi Dalam Hipnoterapi
Daftar Isi
Tergantung dengan siapa Anda membicarakannya, hipnosis selalu menjadi sebuah bahasan yang sangat menarik, ada begitu banyak anggapan miring dan miskonsepsi yang beredar tentang keilmuan ini, bahkan di kalangan terpelajar sekali pun. Seolah kata ‘hipnosis’ – yang lebih dikenal sebagai ‘hipnotis’ di masyarakat – adalah sebuah kata yang tabu dan membawa banyak masalah, terutama jika dihubungkan dengan tindak kejahatan.
Hal ini juga yang dulu membuat hipnosis-hipnoterapi memerlukan waktu tersendiri untuk kemudian bisa diterima oleh organisasi medis-psikologi internasional sebagai sebuah keilmuan yang bersifat logis.
Sebagai sebuah keilmuan yang bersifat logis, rasanya menjadi sebuah ironi bahwa hipnosis masih ‘tersudutkan’ dengan berbagai stigma miring yang dilekatkan padanya, hanya karena kurangnya pengetahuan dan wawasan yang memadai akan keilmuan ini.
Tulisan ini dibuat untuk meluruskan anggapan yang tidak tepat (miskonsepsi) tentang hipnosis dan hipnoterapi agar Anda memahami hipnosis dari sudut pandang yang lebih tepat.
Mari kita mulai saja menyoal para miskonsepsi ini.
MISKONSEPSI 1: HIPNOSIS MELIBATKAN MAKHLUK GAIB
Pemahaman ini tidak tepat adanya, sebagaimana sudah dijelaskan di artikel sebelumnya ‘Pikiran Sadar & Pikiran Bawah Sadar‘ serta ‘Mengenal Hipnosis & Hipnoterapi‘, hipnosis adalah sebuah fenomena ilmiah yang semata berhubungan dengan perpindahan kesadaran dan gelombang otak, tidak ada hubungannya dengan makhluk gaib atau faktor supernatural apa pun sama sekali.
Lagipula bukankah jika hipnosis melibatkan makhluk gaib maka dunia kedokteran, psikiatri dan psikologi internasional tidak akan menerima dan mengakui hipnosis sebagai salah satu pendekatan yang mereka rekomendasikan?
Perpindahan gelombang otak adalah hal yang lumrah terjadi, termasuk dalam proses komunikasi, beberapa orang memiliki bakat dan keahlian komunikasi yang baik dalam mempengaruhi orang lain dengan sangat cepat, hal ini sebenarnya sangat berhubungan dengan penerapan prinsip dasar hipnosis, bagaimana membangun gelombang otak yang tepat pada teman bicara sampai mereka berada di situasi yang kondusif untuk menyetujui pemikiran yang kita sampaikan.
Dalam praktiknya, hipnosis bisa dilakukan dengan teknik komunikasi yang tepat dan tidak melibatkan makhluk gaib apa pun, siapa pun bisa mempelajarinya jika ingin, termasuk Anda. Dengan waktu berlatih yang memadai dan terus memperbaiki setiap detail prosesnya maka siapa pun pun akan bisa melakukannya dengan cakap.
Sekarang ini, seiring dengan semakin berkembangnya keterbukaan hati dan pikiran masyarakat atas keilmuan ini membuat banyak kalangan, termasuk pemuka agama sekali pun, membuka diri untuk mempelajari keilmuan ini karena menyadari manfaat yang bisa dihasilkannya bagi orang banyak.
Catatan: saat ini terdapat beragam jenis pelatihan hipnosis dan hipnoterapi dengan beragam format, masing-masing menawarkan tujuannya masing-masing yang beragam, ada yang sebatas mengajarkan keahlian hipnosis dasar dan hipnosis untuk keperluan hiburan (hipnosis panggung atau disebut juga stage hypnosis) dan ada juga yang mengajarkan hipnosis untuk keperluan psikoterapi (hipnoterapi), mulai dari tingkat dasar sampai tingkat mahir, pembelajaran hipnoterapi bersama saya sendiri ditujukan untuk mengajarkan penguasaan hipnoterapi untuk praktik profesional, silakan klik di sini jika Anda merasa tertarik untuk mengetahuinya lebih lanjut.
MISKONSEPSI 2: HIPNOSIS MELIBATKAN KEKUATAN MAGIS ATAU MISTIS
Menindaklanjuti poin sebelumnya, anggapan bahwa fenomena hipnosis terjadi karena kekuatan magis dari sang ‘penghipnosis’ adalah anggapan jaman dulu dimana hipnosis masih dianggap sebagai fenomena gaib dan hanya orang yang terpilih yang bisa melakukannya.
Salah satu faktor yang membuat seseorang ‘mudah terhipnosis’ adalah karena mereka meyakini ‘sang penghipnosis’ adalah seseorang yang memiliki kekuatan gaib dan bisa menghipnosis mereka, hal ini semakin mudah dilakukan jika sang penghipnosis memiliki otoritas yang kuat di mata mereka yang akan dihipnosisnya, hal ini juga yang membuat jaman dahulu prosesi hipnosis banyak dilakukan dalam proses penyembuhan berbasis spiritual yang dilakukan oleh pemuka agama yang diyakini sakti dan merupakan pribadi terpilih, hal ini memudahkan mereka menciptakan proses hipnosis pada orang yang akan ‘disembuhkannya’, dimana disusul dengan sugesti yang diyakini ‘sakti’ adanya maka penyembuhan pun menjadi benar-benar terjadi.
Dalam kenyataannya, hipnosis adalah bagian dari teknik berkomunikasi. Bukan berarti penggunanya adalah seorang yang ‘sakti’, melainkan ia mampu berkomunikasi dengan cakap – mengacu kepada cara kerja pikiran bawah sadar – dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk bisa memandu seseorang berpindah kesadaran ke level kesadaran pikiran bawah sadarnya. Bukan juga soal kekuatan gaib khusus yang dimiliki penggunanya, melainkan kecakapan penggunanya untuk mengkondisikan subjek dan situasi di sekitar agar sejalan dengan cara kerja hipnosis.
Pembelajaran hipnosis tidak melibatkan pengolahan energi atau pengolahan kekuatan supernatural apa pun, melainkan sebatas penguasaan teknik komunikasi yang sejalan dengan cara kerja pikiran bawah sadar. Sekali lagi, keilmuan ini merupakan keilmuan yang bisa dipelajari siapa pun selama mereka serius menekuninya sampai mahir.
MISKONSEPSI3: HIPNOSIS BISA DILAKUKAN PADA SIAPA PUN
Sama sekali tidak tepat adanya, hipnosis hanya bisa dilakukan pada orang yang percaya dan mengijinkan dirinya untuk terhipnosis, jika mereka sendiri tidak percaya dan tidak mengijinkannya terjadi maka tidak akan terjadi proses hipnosis sebagaimana yang diharapkan.
Itulah mengapa dalam konteks terapi (hipnoterapi) sangat penting adanya bagi klien untuk memiliki keinginan yang kuat dan mengijinkan dirinya untuk bekerjasama dengan hipnoterapis untuk dipandu memasuki kondisi kesadaran hipnosis di pikiran bawah sadarnya.
Teknik sederhana sekali pun akan sangat efektif untuk memandu seseorang berpindah kesadaran jika ada ikatan kepercayaan yang kuat dari klien pada praktisi hipnosis. Sebaliknya, teknik secanggih apa pun tidak akan efektif digunakan bagi mereka yang menahan diri dan tidak mengijinkan dirinya untuk memasuki kondisi hipnosis.
Dengan kata lain: prosesi hipnosis tidak bisa dilakukan untuk memaksa seseorang berubah, karena seseorang sendiri baru bisa memasuki kondisi hipnosis dengan baik jika ia sendiri menghendakinya, penolakan sekecil apa pun akan mengurangi efektivitas dari proses hipnosis.
Saya sering mendapati calon klien yang ingin membawa orang lain untuk ‘dihipnosis’, misalnya pasangannya atau anaknya atau kerabatnya, karena mereka berpikir hipnosis bisa dilakukan sebagai ‘teknik ajaib’ mengubah seseorang, hal ini yang membuat saya harus mengalokasikan waktu khusus untuk mengedukasi para calon klien sampai mereka mendapatkan pemahaman yang lebih tepat tentang hipnoterapi dan cara kerjanya, sering kali pula saya harus menolak permintaan mereka yang bersikukuh ingin saya menghipnosis orang lain yang mereka bawa, semata karena hal itu tidak mungkin bisa dilakukan.
MISKONSEPSI 4: HIPNOSIS SAMA DENGAN TIDUR
Pemahaman ini sering kali muncul karena dalam tayangan hipnosis di televisi, kita mendengar sang penghipnosis mengatakan kata “Tidur!” dan dalam sekejap sang subjek pun nampak lemas seperti tertidur.
Kondisi hipnosis bukanlah tidur, ingatlah sebagaimana sudah diulas di artikel ‘Pikiran Sadar & Pikiran Bawah Sadar‘ bahwa kondisi tidur terjadi di gelombang otak Delta, sementara hipnosis terjadi di gelombang otak Alpha dan Theta. Perbedaan gelombang otak ini saja sudah menghasilkan perbedaan respon terhadap interaksi dari luar.
Memasuki kondisi hipnosis melalui teknik yang tepat dan dipandu oleh praktisi yang cakap memang menghasilkan sensasi rileks fisik dan mental, inilah yang membuatnya nampak seperti tertidur. Perbedaannya adalah dalam kondisi hipnosis seseorang tetap bisa berkomunikasi dengan baik, sementara dalam kondisi tidur seseorang tidak bisa merespon atau berkomunikasi dengan baik.
Sistem syaraf yang aktif ketika seseorang berada dalam kondisi tidur berbeda dengan sistem syaraf yang aktif ketika ia berada dalam kondisi hipnosis (biasa disebut kondisi ‘trance’) formal, meski keduanya menunjukkan respon rileks yang nampak serupa (seperti tidur).
Catatan: kata ‘formal’ dalam paragraf di atas mengacu pada dasar pemahaman yang sudah diulas di artikel ‘Mengenal Hipnosis & Hipnoterapi‘, bahwa kita sering kali memasuki kondisi trance ini dalam keseharian kita tanpa kita sadari, yang menjadikan kita sebenarnya sudah sering memasuki kondisi hipnosis ini, meski secara tidak resmi (formal).
MISKONSEPSI 5: HIPNOSIS MEMBUAT SESEORANG KEHILANGAN KENDALI DIRI
Pemahaman yang juga tidak tepat adanya, dalam kondisi hipnosis yang dalam sekalipun pikiran bawah sadar tetap menjalankan fungsi dasar perlindungan mentalnya, karena memang itulah tugasnya.
Dalam kondisi hipnosis pikiran bawah sadar tetap menjalankan fungsinya untuk melindungi kita, sehingga ia tidak akan mengatakan atau melakukan hal-hal dianggapnya membahayakan dirinya.
Jika seseorang diberikan sugesti yang membahayakan dirinya, seperti bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri, maka fungsi perlindungan mental akan menolak terjadinya hal ini, hal yang sama berlaku jika sugesti yang diberikan berlawanan dengan sistem keyakinan terdalam di pikiran bawah sadar, misalnya saja seseorang diberikan sugesti untuk berpindah keyakinan spiritual, di titik ini fungsi perlindungan mental pun akan aktif.
Hal ini menjawab pertanyaan, bisakah hipnosis digunakan untuk membuat seseorang mengaku dan mengatakan yang sebenarnya?
Dalam skala yang beresiko kecil mungkin bisa saja jika ini dirasanya bisa membuatnya merasa lebih lega (seperti ‘pengakuan dosa’), namun dalam skala yang beresiko besar maka hal ini tidak akan mungkin terjadi karena pikiran bawah sadar menyadari bahwa konsekwensi dari melakukan hal itu terlalu besar dan berpotensi membahayakan dirinya, maka itulah hipnosis tidak bisa digunakan untuk membuat seseorang mengakui kejahatan atau tindakan apa pun yang dilakukannya namun disangkalnya.
Dalam ‘hipnosis forensik’ (prosesi hipnosis untuk penegakkan hukum) sekali pun, hipnosis bukan digunakan untuk ‘menginterogasi’ terdakwa, melainkan menggali keterangan yang terlupakan dari diri saksi mata, ada aturan khusus yang ketat untuk penerapan hal ini, baik pra-syarat dari kriteria praktisinya dan cakupan teknik yang digunakan.
Bagaimana dengan fenomena yang terjadi dalam aplikasi hipnosis untuk hiburan (stage hypnosis)? Bukankah mereka nampak seperti kehilangan kendali? Sebenarnya tidak demikian adanya, untuk memahami yang satu ini secara lebih komprehensif jawabannya akan kita ulas di artikel tersendiri yang mengulas soal stage hypnosis nanti.
MISKONSEPSI 6: SESEORANG TIDAK MENYADARI APA YANG TERJADI PADANYA DALAM KONDISI HIPNOSIS
Sebaliknya, dalam kondisi hipnosis yang terjadi justru adalah peningkatan kesadaran internal, sehingga seseorang menjadi sangat sadar atas proses yang sedang dialaminya, inilah kondisi dimana pikiran bawah sadar menjadi ‘sadar’ dan orang itu bisa mengakses hal-hal yang dalam kesadaran biasa tidak bisa diaksesnya, entah itu meningkatkan ketajaman indrawi atas stimulus yang didengarnya saat ini di sekitarnya dan bahkan meningkatnya ketajaman memori untuk mengingat dan memunculkan kembali berbagai peristiwa di masa lalu yang sulit diingat di kesadaran biasa.
Dalam konteks olahraga, hal ini menjadikan hipnosis sering digunakan untuk melatih kondisi mental atlet agar mereka bisa lebih fokus, lebih tenang dan bahkan menampilkan koordinasi fisik-mental yang baik ketika bertanding.
Maka bisa kita simpulkan, anggapan bahwa seseorang dalam kondisi hipnosis tidak sadar atas apa yang terjadi padanya adalah anggapan yang salah.
Kondisi dimana seseorang tidak sadar atas apa yang terjadi padanya bukanlah kondisi hipnosis, melainkan pingsan!
MISKONSEPSI 7: SESEORANG BISA TERPERANGKAP DALAM KONDISI HIPNOSIS (TIDAK BISA BANGUN KEMBALI KE KESADARAN NORMALNYA)
Hipnosis adalah proses komunikasi, artinya diperlukan interaksi antara penghipnosis dan subjek dalam kondisi hipnosis, interaksi ini berupa sugesti yang ‘memandu’ subjek untuk semakin rileks dan terus berada dalam kondisi hipnosis sesuai waktu yang diperlukan, jika interaksi ini hilang karena satu dan lain hal, maka subjek akan terbangun dengan sendirinya pada waktu yang dianggap tepat oleh pikiran bawah sadarnya.
Begitu juga sepanjang prosesnya, subjek pada dasarnya bisa memilih untuk bangun sendiri jika ia menghendakinya. Kepercayaan pada praktisi yang memandunyalah yang membuatnya memilih untuk tetap berada dalam kondisi hipnosis dan baru akan terbangun setelah mendapatkan sugesti yang dirancang untuk itu.
Satu hal yang acap kali terjadi adalah justru subjek bukan ‘tidak bisa’ bangun, melainkan ‘tidak mau’ bangun. Hal ini dikarenakan kondisi hipnosis memberikan sensasi relaksasi fisik-mental yang nyaman dan menyenangkan, ada kalanya ketika interaksi terputus sekali pun, subjek tetap memilih untuk menikmati suasana ini terlebih dahulu sebelum ia kemudian terbangun dengan sendirinya.
Dalam salah satu level kesadaran hipnosis, terdapat satu level yang disebut coma state atau esdaile state, di titik ini ada kemungkinan subjek sengaja memilih untuk ‘memutuskan’ interaksi dengan praktisi, karena sensasi nyaman yang dirasakannya begitu luar biasa dan ia larut dengan kondisi ini, sampai-sampai tidak mau bangun, untuk yang satu inilah hipnoterapis perlu menguasai keahlian yang tepat untuk bisa memandu kembali subjek yang berada dalam kondisi ini untuk kembali ke kesadaran normalnya dengan aman.
MISKONSEPSI 8: SESEORANG YANG BISA TERHIPNOSIS ADALAH MEREKA YANG ‘LEMAH FOKUS’
Sebaliknya, untuk bisa memasuki kondisi hipnosis justru diperlukan kemampuan nalar dan fokus yang baik, nalar untuk memahami sugesti yang diberikan dan fokus untuk menjalankan dan menghayati jalannya sugesti tersebut.
Tanpa bisa fokus, sugesti yang didengar menjadi tidak bermakna adanya, sehingga tidak akan berdampak signifikan untuk membawa seseorang ke kondisi hipnosis yang diharapkan. Dalam kondisi dimana seseorang sulit memasuki kondisi hipnosis, selain karena faktor kepercayaan, salah satu penyebab lainnya yaitu kurangnya kemampuan berkonsentrasi.
Dalam kasus dimana hipnosis digunakan untuk media kejahatan pada orang yang dianggap ‘lemah fokus’, di bawah ini akan kita temukan ulasan lebih lengkap sebagai jawabannya.
MISKONSEPSI 9: HIPNOSIS BISA DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT KEJAHATAN
Pikirkan sebuah pisau, bukankah Anda bisa memotong masakan dengannya dan Anda pun juga bisa menggunakannya untuk mencelakakan orang lain? Bukankah ilmu bela diri pun bisa digunakan untuk menebar kebaikan dengan menggunakannya untuk menolong orang lain dan bisa digunakan juga untuk menyengsarakan orang lain dengan menggunakannya untuk kejahatan?
Begitu juga dengan hipnosis, bukan keilmuannya yang kelak menjadikannya media kejahatan, melainkan penggunanya yang menyalahgunakannya.
Namun demikian, perlu Anda pahami bahwa yang dimaksud ‘penyalahgunaan’ dalam kalimat di atas bukanlah penggunaan tekniknya, melainkan prinsipnya. Mengapa demikian? Karena teknik hipnosis melibatkan rangkaian proses, yang jika proses itu dilakukan akan memakan waktu yang relatif lama dan menjadi mustahil untuk dilakukan sebagai alat kejahatan.
Tidak demikian dengan prinsipnya, sebagai sebuah keilmuan komunikasi, mempelajari hipnosis membuat kita memahami cara kerja pikiran bawah sadar dan bagaimana mempengaruhinya tanpa mereka sadari, prinsip komunikasi terselubung inilah yang bisa disalahgunakan sebagai media mempengaruhi dan bahkan menipu orang lain secara negatif dan menjadi alat kejahatan, tergantung penggunanya.
Dalam kasus kejahatan ‘berkedok’ hipnosis, sesungguhnya yang dilakukan adalah penipuan licik dengan menggunakan prinsip hipnosis. Namun ada juga kasus dimana korbannya tidak sadar sepenuhnya dan tidak mampu mengingat apa yang baru dialaminya, jika ini yang terjadi jelas hal ini tidak sejalan dengan prinsip hipnosis yang sudah kita ulas, maka sangat mungkin ada campur-tangan dari keilmuan mistis tertentu yang disalahgunakan, dimana keilmuan ini mempengaruhi medan energi korbannya sampai sedemikian negatifnya dan mereka kehilangan kesadaran.
Seseorang yang terbangun dari kondisi hipnosis akan bisa mengingat apa yang dialaminya, sementara mereka yang menjadi korban dari ‘kejahatan berkedok hipnosis’ sering kali tidak ingat apa yang mereka baru saja alami, hal ini wajar karena memang hal itu bukan dilakukan dengan proses hipnosis, melainkan keilmuan magis yang disalahgunakan.
MISKONSEPSI 10: HIPNOSIS BISA MEMBERIKAN KEKUATAN SUPER
Inilah yang terkadang menjadi impian tidak realistis dalam diri banyak orang. Beberapa orang berharap-harap hipnosis bisa memberikan mereka kekuatan fisik-mental yang sebelumnya tidak mereka miliki. Sekali lagi hipnosis pun memiliki batasannya, menyesuaikan dengan kemampuan dasar fisik dan mental seseorang.
Dalam kasus anestesi misalnya, atau penerapan hipnosis untuk membuat seseorang tidak merasakan sakit (biasanya untuk keperluan operasi atau tindakan medis sejenis lainnya), seseorang memang tidak merasakan sakit ketika menjalani pembedahan dalam kondisi hipnosis, namun bukan berarti ia menjadi kebal, yang dikendalikan adalah sensasi sakit yang dirasakannya, bukan menjadikannya sosok yang sakti dan kebal.
Seseorang yang mendapatkan sugesti menjadi lebih kuat secara fisik di bagian otot misalnya, tetap saja akan bergantung pada daya maksimal kekuatan ototnya, jika ia sendiri tidak pernah melatih ototnya maka sejauh itulah daya maksimal dirinya, kemajuan baru akan diperoleh ketika ia turut melatih kekuatan ototnya.
Bisa disimpulkan bahwa dalam hal ini hipnosis menjadi sebuah stimulus dan alat membantu percepatan, namun bukan serta-merta menjadi alat satu-satunya yang menghasilkan keajaiban. Mereka yang mengharapkan memiliki peningkatan daya ingat misalnya, memang akan terbantu oleh hipnosis, namun tetap saja mereka pun perlu mengembangkannya sendiri secara mandiri dan bukan semata bergantung pada hipnosis untuk meningkatkannya.
Maka praktik hipnosis untuk peningkatan kinerja akademis dan olahraga pun tetap memiliki batasannya, yaitu sejauh kemampuan alami dari fisik dan mental subjek yang memasuki kondisi hipnosis. Pada dasarnya ada begitu banyak potensi dalam diri manusia yang belum tergali, hipnosis memang bisa membantu mengeksplorasi dan mengangkat potensi ini ke permukaan, namun bukan berarti ia menjadi alat ajaib yang bisa diandalkan tanpa kita sendiri meningkatkan potensi diri kita sebaik mungkin.
MISKONSEPSI 11: HIPNOSIS BISA MEMBUAT SESEORANG LUPA INGATAN
Pertnyaan ini kerap ditanyakan oleh mereka yang ingin melupakan kenangan pahit yang pernah dialaminya.
Apakah bisa demikian? Terus terang saja, yang satu ini agak dilematis untuk dijawab, salah satu fungsi dasar pikiran bawah sadar adalah merekam memori permanen, yang kelak menjadikan diri kita saat ini mengadaptasi karakter dan kepribadian spesifik, sehingga memberinya instruksi untuk menghapus memori di dalamnya seolah membuat seseorang menjalankan fungsi yang berlawanan dengan cara kerjanya.
Pun demikian, setiap memori masa lalu memiliki peranan penting menjadikan kita seperti saat ini, sehingga ‘menghapus’ sebagian isinya – meski yang nampak seperti hal kecil – tentu akan berpengaruh pada komposisi kepribadian seseorang saat ini.
Namun apakah hal ini bisa saja dilakukan? Kalau pun bisa dilakukan, yang terjadi adalah bukan memori itu dihapus, melainkan pikiran bawah sadar ‘menyegel’ memori itu, yang membuatnya tidak terakses, namun sekali lagi hal ini bisa saja mengganggu keseimbangan mental-emosional seseorang karena adanya komposisi memori yang ‘tidak pada tempatnya’.
Satu lagi yang perlu dipahami, ‘menghapus (menyegel) memori’ tanpa pertimbangan yang matang dikategorikan tindakan yang tidak etis dalam dunia hipnoterapi, kalau pun akan dilakukan maka terdapat banyak sekali pertimbangan yang harus dipenuhi dan pelaksanaannya pun mensyaratkan detail teknik yang sangat rumit agar komposisi kepribadian seseorang tidak terganggu karenanya.
Jadi bagaimana jika seseorang ingin ‘menghilangkan kenangan buruk’ pada peristiwa masa lalunya? Hal ini tidaklah dilakukan dengan menghilangkan memori atas kenangan itu, melainkan emosi yang melekat pada memori itu.
Ya, memori dan emosi adalah dua hal berbeda, memori merupakan rekam-jejak peristiwa yang kita alami, sementara emosi adalah kesan kita atas rekam-jejak peristiwa itu, yang sebenarnya mengganggu seseorang bukanlah memori atas peristiwa yang dianggap menyakitkannya, melainkan emosi yang menyertainya.
Dalam sesi hipnoterapi, yang kita lakukan adalah ‘melepaskan’/menetralisir emosi negatif yang menyertai sebuah memori, namun tidak mengganggu keberadaan memori itu, sehingga selepas terapi klien bukanlah melupakan peristiwanya melainkan tetap mengingatnya namun merasa netral atau biasa saja, lagipula bukankah itu tujuan terapi yang sebenarnya?
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.