NLP Presupposition: Tidak Ada Kegagalan, Hanya Ada Pembelajaran
Sebaris kalimat dari Brian Tracy menjadi satu hal yang layak dijadikan pembuka artikel ini, yaitu “Apa yang akan Anda lakukan kalau tahu bahwa Anda tidak akan pernah gagal?”
Ya, kegagalan menjadi salah satu hal yang memicu ketakutan tersendiri dalam benak beberapa orang, rasa takut gagal ini juga yang menjadikan mereka takut mencoba, atau merasa sedemikian terpuruk ketika harus menelan pil pahit bernama kegagalan ini.
Begitu juga dalam dunia praktisi, sebagai pembelajar di kelimuan coaching, konseling atau terapi, jika Anda meniatkan untuk nantinya mampu berpraktik secara profesional, maka sudah pasti Anda harus melalui jam pembelajaran yang sarat dengan praktik, dimana hal inilah yang sering kali menjadi kegelisahan tersendiri bagi beberapa orang.
RASA ‘GAGAL’ DALAM PRAKTIK
Mari bicarakan kemungkinan terbesar ketika Anda mempelajari dan mempratekkan berbagai keilmuan coaching, konseling atau terapi di kelas, atau melalui program pembelajaran lainnya, Anda mendapatkan pemahaman teorinya, menyaksikan demonstrasi tekniknya, semua nampak begitu sederhana.
Tibalah waktunya Anda mempraktikkannya, rasa ragu dan gugup mulai melanda, Anda pun mulai mencoba mengingat-ingat kembali berbagai hal yang Anda amati sebelumnya, di akhir prosesnya Anda merasa yang sudah Anda lakukan belumlah maksimal dan Anda bertanya-tanya, “Apa yang salah dengan yang saya lakukan?”
Hal yang sama bisa terjadi ketika Anda mempraktikkannya di luar kelas, apalagi dalam situasi sebenarnya, bersama klien sebenarnya.
Bisa jadi Anda seperti beberapa orang lainnya, tidak mengalami kendala ketika mempraktikkannya di dalam kelas tapi justru kesulitan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan harus menelan pil pahit dari rangkaian kegagalan.
TIDAK ADA KEGAGALAN
Disinilah muncul satu jenis kemungkinan. Jika kita menganggap bahwa yang kita lakukan itu gagal adanya dan kita tidak berbakat, maka hanya soal waktu sebelum Anda menyerah.
Maka disinilah waktunya seorang praktisi perlu mengadaptasi sikap mental yang tepat, yang bermula dari cara pandang yang tepat, terutama cara pandang atas apa yang tadi disebut sebagai kegagalan.
Jadi cara pandang apa yang sebaiknya kita adaptasi? Yaitu dengan memandang bahwa yang kita lakukan bukanlah sebuah ‘kegagalan’, melainkan sebuah ‘hasil’ yang belum optimal semata dan perlu dipetik pembelajarannya agar bisa menjadikannya lebih optimal kelak.
Sebagai seorang praktisi, tugas kita adalah merenungkan kembali proses yang kita lakukan dan menyikapinya, mengidentifikasi ulang rangkaian prosesnya untuk mencari tahu di titik mana yang belum optimal dan apa sebab-akibat di balik proses itu. Melalui cara ini kita telah memasuki tahapan yang dalam NLP Presupposition mengacu kepada memaknai kegagalan sebagai sebuah hasil dan pembelajaran.
Di awal mempraktikkan berbagai teknik coaching, konseling dan terapi saya pun berkutat dengan semua ini, keheranan karena berbagai teknik yang dipraktikkan belumlah membuahkan hasil, sampai-sampai godaan untuk merasa gagal pun mulai menyelinap.
Namun bagi saya pribadi cara pandang yang satu ini sangatlah bermakna, sampai selalu terngiang-ngiang di sela-sela saya merenungkan apa yang dulu saya anggap sebagai kegagalan itu.
Puncaknya adalah ketika dalam perenungan saya sebuah kesimpulan pun muncul: ada banyak praktisi coaching, konseling dan terapi lain mungkin saja mempraktikkan teknik yang saya praktikkan juga dan sangat mungkin ada begitu banyak yang menuai hasil positif karenanya, artinya bukan tekniknya yang bermasalah, melainkan cara kita menggunakannya, masuk akal bukan?
Berbekal kesadaran itu saya kembali merenungkan proses pembelajaran yang sudah saya lalui sambil terus mempelajari ulang berbagai macam prinsip dan tekninya, serta yang paling penting: mempraktekkannya!
Puji syukur, semua itu termanifestasikan dalam bentuk dampak perubahan nyata dalam hidup saya.
INTI CARA PANDANG
Sederhananya begini, dalam apa pun yang Anda lakukan ketika mempraktikkan berbagai macam teknik, hanya ada dua kemungkinan: Anda langsung berhasil melakukannya sesuai keinginan Anda dan merasakan dampaknya, atau yang berikutnya, Anda belum berhasil melakukannya sesuai keinginan dan belum merasakan dampaknya.
Disini Anda perlu memahami dua hal: pertama, ingatlah bahwa Anda ‘belum’ berhasil dan bukan ‘tidak’ berhasil. Kedua, sesungguhnya Anda sudah berhasil, hanya saja belum sesuai dengan keinginan Anda.
Perhatikan kata “ber-hasil”, bukankah imbuhan “ber…” dalam kata itu punya padanan kata “memiliki”, sama seperti kata “berarti” yang memiliki arti harfiah “memiliki arti”.
Dalam hal ini berarti dari keseluruhan proses yang Anda lakukan maka Anda jadi “memiliki hasil”, terlepas dari itu sesuai harapan atau tidak, ada sebuah hasil untuk Anda evaluasi.
Hasil untuk dievaluasi inilah yang kita sebut pembelajaran.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang NLP Coaching? Memerlukan layanan NLP Coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari NLP Coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.