Pentingnya Mengedukasi Klien Akan Proses Terapi
Daftar Isi
Ada banyak faktor yang menentukan efektivitas dari jalannya sesi terapi yang kita fasilitasi pada klien, salah satu yang saya dapati kerap kali tidak terperhitungkan oleh para rekan sejawat sesama Hipnoterapis adalah tingkat pemahaman klien tentang proses terapi yang mereka jalani.
Tanpa harus menjelaskan perkara teknis yang melandasi jalannya terapi, penting bagi seorang Hipnoterapis atau Terapis di modalitas apa pun, untuk mengedukasi klien akan prinsip dan esensi di balik proses terapi yang akan mereka fasilitasi.
Kenapa demikian? Untuk menjelaskan hal itulah artikel ini ditulis.
CARA PANDANG ATAS PROSES PERUBAHAN
Lain pendekatan atau modalitas terapi, bisa lain juga cara pandang yang digunakan untuk memahami dan menyikapi permasalahan yang klien alami.
Sebut saja pendekatan psikoterapi yang tergolong klasik dan fundamental, seperti Psikoanalisa, Person–Centered Therapy, atau Cognitive-Behaviour Therapy (CBT), masing-masing akan memiliki cara pandangnya masing-masing dalam memetakan persoalan yang klien alami, perbedaan cara pandang itu kemudian melahirkan perbedaan dalam cara mereka memfasilitasi proses penanganan.
Yang mana yang paling benar? Pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan yang memunculkan perdebatan tidak berkesudahan, hal ini karena cara pandang yang digunakan oleh setiap modalitas itu pun pada dasarnya adalah ilustrasi untuk menggambarkan sebuah dunia yang tidak bisa dilihat dan diukur secara fisik.
Ya, berbeda dengan tubuh fisik yang bisa dilihat dan lebih terukur standar kualitas kesehatannya, dunia pikiran adalah dunia yang tidak bisa dilihat dan diukur secara baku, yang dilakukan dalam dunia psikoterapi klasik sejak jaman dulu pun adalah memetakan keterhubungan sebab-akibat yang membentuk sebuah respon seseorang.
Sederhananya begini, jika respon adalah akibat tentu ada sebab yang membentuknya, maka dengan mengamati respon perilaku seseorang selama jangka waktu tertentu dan menemukan keterhubungannya dengan pengalaman yang membentuk dirinya, dari sanalah ilustrasi tentang cara kerja pikiran bisa mulai diformulasikan.
Namun demikian dunia terus berkembang, begitu juga cara pandang atas cara kerja pikiran ini, seiring dengan berkembangnya temuan-temuan terkini dalam dunia kesehatan maka berkembang juga cara pandang atas cara kerja pikiran ini, mereka yang berada di generasi “penerus” meninjau ulang apa yang dipaparkan oleh generasi “pendahulu”, sampai kemudian mereka menemukan kesimpulan baru yang menjawab apa yang sebelumnya tidak terjawab, atau menemukan cara pandang baru yang lebih menaungi berbagai fenomena yang sudah ada, namun dengan menyoroti hal-hal tertentu yang menjadikan prosesnya dirasa lebih efektif.
KETIDAKPAHAMAN KLIEN = POTENSI GANGGUAN
Sebagai Terapis, penting bagi kita untuk memahami cara pandang dari modalitas yang kita gunakan karena berpijak pada modalitas itulah jalannya penanganan kita fasilitasi, tapi bagaimana dengan klien? Apakah sebaiknya mereka memahami cara pandang dari prosesi terapi yang akan dijalaninya?
Hal ini mungkin akan memunculkan jawaban yang berbeda, lain praktisi akan memiliki perspektifnya masing-masing, namun demikian bagi saya pribadi – dari pengalaman pribadi berpraktik selama ini – kualitas pemahaman klien sangatlah menentukan efektivitas dari proses terapi yang mereka jalani.
Sebelum kita membahas lebih jauh bagaimana peranan dari pemahaman klien ini pada prosesi terapi, mari membahas dulu skenario kebalikannya, yaitu jika klien tidak memahami cara pandang dari prosesi terapi yang akan dijalaninya.
Saya mendapati bahwa ketidakpahaman klien bisa menimbulkan tiga masalah, terutama dalam praktik hipnoterapi.
Pertama, klien memiliki kesalahpahaman dalam memaknai jalannya proses terapi, misalnya saja dalam hipnoterapi klien beranggapan bahwa hipnoterapi adalah solusi instan untuk penanganan permasalahannya, atau klien merasa bahwa hipnoterapi adalah obat instan dari segala masalah dimana mereka hanya perlu menutup mata, mendengarkan sugesti, lalu masalahnya selesai begitu saja.
Kedua, di tataran yang lebih parah klien bisa saja malah ketakutan untuk menjalani terapi, dalam hipnoterapi misalnya, karena klien takut aibnya terbongkar dalam kondisi hipnosis.
Bisa kita dapati bahwa masalah pertama dan kedua di atas tadi berhubungan dengan miskonsepsi dalam diri klien atas jalannya penanganan yang akan dijalaninya, terutama dalam konteks hipnoterapi.
Namun demikian masalah di atas tadi sebenarnya cukup bisa ditemukan juga di modalitas terapi lain apa pun, intinya masalah yang mungkin muncul adalah (1) klien salah paham akan jalannya proses terapi, yang menjadikan mereka juga menetapkan ekspektasi yang salah akan hasil akhir dari proses terapi yang akan dijalaninya, dan (2) klien malah beranggapan yang tidak-tidak tentang jalannya proses terapi dan ketakutan sendiri, yang membuatnya terkendala untuk menjalani proses terapi, karena ia terus-menerus dibayangi rasa takut sepanjang prosesnya.
Ketiga, ketidakpahaman klien turut menyebabkan efektivitas dari teknik terapi berkurang, misalnya saja dalam teknik berbasis Parts-Therapy, seperti Resource Therapy & Counselling (RTC), jika klien tidak memahami konsep dari personality parts akan sulit bagi mereka untuk memahami jalannya instruksi yang diberikan dalam proses terapi, terutama ketika mereka diajak berkomunikasi dengan personality parts dalam dirinya, karena konsep dari personality parts itu sendiri tidak mereka pahami.
PERANAN DARI PEMAHAMAN KLIEN
Saya – lagi-lagi dari referensi pengalaman praktik pribadi – mendapati bahwa semakin klien memahami cara pandang atas proses terapi yang akan dijalaninya secara tepat, maka semakin ketiga permasalahan di atas tadi bisa teratasi dan efektivitas dari proses terapi meningkat karenanya.
Kenapa saya mengatakan “secara tepat” di paragraf di atas? Karena pemahaman klien ini hendaknya sebatas di kadar yang tepat, tidak mencakup pengetahuan teknis, melainkan cukup di tataran prinsip.
Jika klien turut memahami cara pandang ini sampai ke tataran teknis, maka yang terjadi adalah mereka tidak akan bisa berkonsentrasi dengan baik dalam proses terapi yang dijalaninya karena ada bagian dari kesadaran mereka yang seolah ikut mengamati dan mengkritisi jalannya terapi yang dirasa tidak sejalan dengan pengetahuan teknis yang mereka miliki.
Kembali ke bahasan sebelumnya, bagaimana ketiga permasalahan sebelumnya di atas tadi bisa teratasi ketika klien memahami cara pandang atas modalitas terapi yang akan dijalaninya secara tepat?
Pertama, klien memiliki pemahaman yang tepat akan jalannya proses terapi, hal ini menjadikan mereka akan lebih realistis dan strategis dalam menetapkan ekspektasi dari tahapan demi tahapan terapi yang akan dijalaninya.
Kedua, pemahaman ini menghindarkan klien dari rasa takut yang bisa menghambat jalannya terapi, karena ia sudah memahami secara tepat jalannya proses terapi yang akan dijalaninya, termasuk mendapatkan klarifikasi yang menjawab hal-hal yang dikhawatirkannya.
Ketiga, pemahaman klien akan meningkatkan efektivitas teknik terapi meningkat, dalam prosesi RTC misalnya, saya mendapati ketika klien sudah memahami konsep dari personality parts maka lebih mudah untuk melibatkan mereka dalam proses terapi yang mereka jalani, komunikasi jadi bisa berjalan dengan lebih efektif karenanya.
MEMBANGUN PEMAHAMAN KLIEN
Akhir kata, karena – bagi saya – pemahaman klien atas cara pandang proses terapi yang akan dijalaninya memegang peranan penting, maka hal inilah yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari setiap sesi terapi yang saya fasilitasi pada para klien.
Dalam protokol terapi yang saya jalankan, terdapat proses wajib dimana Terapis harus mengedukasi klien akan proses terapi yang akan mereka jalani, di proses ini juga Terapis mengantisipasi ketiga permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya tadi.
Pertama, Terapis wajib mengklarifikasi apa yang bisa dan tidak bisa dijadikan parameter atas hasil akhir dari proses terapi yang klien jalani, disinilah Terapis menyelaraskan tujuan dan harapan klien secara realistis dan strategis, jika di tahapan ini saja harapan klien merupakan tahapan yang tidak realistis maka Terapis bisa memutuskan apakah proses terapi bisa dilanjutkan atau tidak.
Kedua, Terapis juga mengklarifikasi berbagai hal yang berpotensi menjadi ganjalan bagi klien untuk menjalani terapi, dalam bentuk ketakutan atau keraguan, jika klien menunjukkan tanda bahwa ia sudah tidak lagi dibayangi ketakutan atau keraguan maka proses terapi bisa dilanjutkan, tapi jika klien masih menunjukkan indikasi keraguan atau ketakutan – baik pada proses terapi atau pun pada sosok Terapis – maka Terapis hendaknya tidak melanjutkan proses terapi karena keraguan atau ketakutan itu akan menghambat jalannya terapi.
Ketiga, bergantung pada teknik terapi yang akan digunakan, Terapis wajib menjelaskan cara pandang dari teknik itu dan membangun pemahaman klien atas prosesi terapi yang akan mereka jalani.
Dalam protokol praktik yang saya fasilitasi, setiap teknik yang akan dilakukan mensyaratkan protokol penjelasannya masing-masing. Sebagai contoh, jika permasalahan klien menunjukkan kriteria dimana ia cocok ditangani dengan STRAIGHT Resolution Method (SRM) maka Terapis harus menjelaskan ilustrasi life force dan self-control, karena dua hal itu yang menjadi pijakan dalam proses terapi SRM, jika klien tidak memahami ilustrasi itu maka efektivitas dari prosesi terapi akan bersifat biasa saja, semakin mereka memahami konsep dari ilustrasi itu maka semakin meningkat derajat efektivitasnya.
Begitu juga jika Terapis mendapati kriteria permasalahan klien harus ditangani menggunakan RTC maka Terapis harus menjelaskan konsep dari personality parts sampai ke tahapan yang sesuai untuk klien pahami, yang akan melancarkan jalannya proses terapi yang akan mereka jalani.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.