Pentingnya Perceptual Position Dalam NLP
Daftar Isi
Mengawali tulisan kali ini, saya tergelitik untuk mengutip sebuah kisah lama dari buku The 7 Habits of Highly Effective People yang ditulis oleh Stephen Covey, dengan sedikit penyesuaian pada gaya penulisannya tentunya.
Di suatu siang di sebuah kereta, nampak seorang ayah membawa anak-anaknya masuk dan duduk di kursi yang tersedia.
Selepas sang ayah duduk, anak-anaknya mulai bertingkah, mereka berbicara dan bergerak-gerak bermain dengan suara dan gerakan yang cukup mengganggu penumpang lainnya.
Anehnya, sang ayah hanya duduk termenung dengan tatapan kosong, seolah tidak peduli dengan polah-tingkah anak-anaknya.
Para penumpang lain yang ada mulai jengah dengan perilaku anak-anak si ayah yang terkesan hanya membiarkan mereka melakukan yang mereka ingin lakukan semaunya itu, tapi mereka masih menunggu kalau-kalau si ayah akan melakukan sesuatu.
Pertanyaan pertama sejauh ini, kalau Anda berada di posisi para penumpang yang terganggu dengan perilaku serampangan yang meresahkan dari para anak-anak si ayah itu, apa yang Anda pikirkan tentang mereka?
Kita lanjutkan ceritanya. Sekian waktu berlalu, perilaku anak-anak itu mulai membuat beberapa orang tidak tahan, sementara si ayah masih hanya duduk termenung tanpa ekspresi, akhirnya terlontarlah pernyataan teguran yang ditujukan pada si ayah, “Pak, agaknya perilaku anak-anak Anda sudah keterlaluan, tidakkah Anda terpikir untuk melakukan sesuatu untuk lebih mengatur mereka?”
Seolah tersadar dari lamunan panjangnya, si ayah terhenyak dan berkata “Ah maaf, saya sedemikian larut dengan yang saya pikirkan, sampai-sampai tidak memerhatikan itu. Sekali lagi maaf, mereka baru saja melalui peristiwa yang sulit, melihat ibu mereka meninggal pagi ini di rumah sakit, saya sendiri masih belum tahu bagaimana akan membicarakan ini bersama mereka.”
Pertanyaan kedua, apa yang Anda pikirkan kali ini?
BEDA POSISI, BEDA CARA PANDANG
Bisa kita dapati bahwa pesan moral dari kisah itu adalah bahwa cara kita merespon sesuatu akan sangat didasari oleh cara kita memandangnya, sementara itu cara kita memandangnya akan banyak dipengaruhi oleh seberapa jauh kita mengetahui tentangnya.
Ya, seberapa jauh kita mengetahui kedalaman suatu perkara, maka sejauh itulah kita bisa meletakkan penilaian kita atas perkara itu.
Begitu juga ketika seseorang datang dengan sebuah permasalahan dalam sesi terapi atau konseling dan mengutarakan permasalahan yang berhubungan dengan orang lain, dengan kata lain: masalah interpersonal, sesungguhnya mereka datang dengan sebuah cara pandangnya atas suatu perkara, yang menjadikan mereka memaknai itu sebagai sebuah permasalahan.
Dalam proses terapi atau konseling, memang penting adanya untuk membantu klien melepaskan beban emosi yang melekat padanya akibat dari permasalahan dengan orang lain itu, tapi yang tidak kalah pentingnya adalah kita juga perlu membantu mereka untuk bisa memandang permasalahannya dengan cara berbeda, yang dimulai dengan memandang orang yang dianggap bermasalah dengannya ini dengan cara berbeda.
Belajar dari kisah pembuka di atas tadi, apa yang menjadikan kita bisa memandang orang lain dengan cara berbeda? Ya, yaitu dengan mengetahui lebih jauh tentangnya.
Namun dalam Neuro-Linguistic Programming (NLP), teknik yang digunakan untuk mengetahui orang lain ini bukan hanya dilakukan dengan mengetahui lebih jauh tentang dirinya, melainkan bahkan menempatkan diri sebagai dirinya, dimana teknik ini kemudian dikenal dengan nama Perceptual Position.
WORLD MODEL SEBAGAI CARA PANDANG
Sebelum melanjutkan lebih jauh ke bahasan Perceptual Position, ada baiknya kalau kita menyegarkan wwasan kita terlebih dahulu tentang cara pandang dalam NLP.
Dalam NLP, cara kita memandang dan memaknai sesuatu sangat dipengaruhi oleh apa yang disebut sebagai world model, atau model dunia dalam diri kita.
Ilustrasi sederhana yang digunakan dalam NLP adalah memang kita menjalani kehidupan dengan mengalami dunia di luar diri kita, tapi pengalaman itu kemudian terinternalisasi dalam diri kita, menjadikan kita membentuk model dunia dalam diri kita sendiri, atau dengan kata lain: persepsi kita atas dunia.
Dalam perkembangannya, ternyata kita tidak merespon dunia di luar diri kita, melainkan merespon model dunia dalam diri kita sendiri yang menjadi cara pandang atas dunia di luar diri kita.
Misalnya saja seseorang yang pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan bersama hewan tertentu, sebut saja anjing. pengalaman itu kemudian terinternalisasi dalam dirinya, membentuk keberadaan anjing sebagai sebuah kesan yang tidak menyenangkan dalam dirinya.
Dalam perkembangannya nanti, terlepas dari apa pun kemungkinan yang ada tentang anjing di dunia yang sebenarnya, karena kesan yang terlanjur tercetak dalam dirinya tentang anjing adalah anjing adalah hewan yang berbahaya, maka kesan inilah yang diresponnya, bukan kemungkinan tentang anjing yang sebenarnya, maka tidak perlu heran kalau orang ini akan merespon anjing dengan respon yang tidak menyenangkan – seperti takut, cemas, menjauhi, dan sebagainya – ketika bertemu dengan keberadaan anjing di dekatnya, semata karena kesan yang melekat pada anjint dalam dirinya itulah yang menjadi acuannya untuk merespon.
ESENSI PERCEPTUAL POSITION
Karena sejauh yang kita ketahui maka sejauh itulah kita mampu meresponnya, maka semakin kita mengetahui sesuatu, semakin terbuka juga kemungkinan kita untuk mampu meresponnya dengan berbagai macam respon berbeda, disinilah – dalam hubungannya dengan pemecahan malah yang berhubungan dengan konflik interpersonal – sebuah teknik dalam NLP yang bernama Perceptual Position bermain.
Kembali ke bahasan sebelumnya tentang konflik interpersonal yang terjadi ketika seseorang memendam beban emosi berlebih pada orang lain atas sebuah rekam jejak peristiwa yang pernah terjadi padanya, perlu kita pahami bahwa rekam jejak peristiwa yang pernah terjadi ini menjadi sebuah permasalahan adalah karena cara pandangnya sendiri – berdasarkan model dunianya sendiri – yang menjadikan hal itu dimaknai sebagai permasalahan. Ketika ia bisa memandang rekam jejak peristiwa yang pernah terjadi ini dengan cara pandang lain, bisa jadi hal itu tidak lagi dianggapnya sebagai permasalahan, hal inilah yang kita ciptakan dalam proses terapi atau konseling, agar ia bukan hanya terbebas dari beban emosi berlebih yang melekat atas orang yang dianggapnya bermasalah dengannya, melainkan agar ia tidak lagi terpengaruh berlebih atas tindakan orang itu di peristiwa apa pun setelahnya.
Perceptual Position adalah sebuah teknik yang mengajak seseorang untuk memperluas model dunianya, dengan mencoba memahami yang orang lain pikirkan dan rasakan, dengan menempatkan diri di posisi mereka.
Dalam Perceptual Position, kita meletakkan diri kita di posisi orang lain, kita meniatkan diri kita untuk sesaat berpura-pura menjadi orang lain, tapi bukan sekedar berpura-pura, melainkan berpura-pura yang penuh penghayatan, yang sedang seolah-olah mengalami yang sebenarnya sebagai orang itu.
Dalam proses terapi atau konseling, disinilah seorang Terapis atau Konselor harus cakap memandu dan mengembangkan proses ini agar klien bisa mengembangkan model dunianya atas permasalahan yang dialaminya dengan orang lain, dengan meletakkan diri mereka di posisi orang yang dianggapnya bermasalah itu, lalu memandu segenap proses penghayatan sampai klien mendapatkan pencerahan atas kemungkinan-kemungkinan lain yang membuatnya mampu memaknai peristiwa yang dialaminya dengan cara berbeda.
PERCEPTUAL POSITION DALAM KEHIDUPAN
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas Perceptual Position secara teknis, karena hal ini akan melibatkan pemahaman yang lebih mendasar nantinya, tulisan ini dibuat untuk mengajak Anda menyadari dan memahami pentingnya kemampuan menempatkan diri di berbagai sudut pandang dalam menyikapi sebuah persoalan, menjadikan kita lebih mampu berkesadaran dalam memilih respon terbaik untuk menyikapi persoalan itu.
Contohnya saja, dengan berkembangnya media sosial dan internet sekarang ini, akan sangat mudah bagi kita untuk menemukan berita atau informasi yang bersifat provokatif, atau dalam bentuk lebih sederhananya, mengajak kita untuk meletakkan persepsi tertentu atas sosok tertentu.
Tanpa adanya kemampuan Perceptual Position, akan mudah bagi kita untuk menjadi seorang hakim atas kehidupan orang lain, seolah kerbau dicocok hidung akan lebih mudah bagi kita untuk terbawa begitu saja atas opini orang lain karena kita hanya menggunakan satu sudut pandang, ironisnya lagi ternyata sudut pandang itu bukan sudut pandang kita sendiri, melainkan sudut pandang orang lain yang kita ikuti begitu saja tanpa tedeng aling-aling.
Perceptual Position mengajak kita untuk tidak langsung menghakimi seseorang begitu saja, melainkan menempatkan diri di posisi mereka, berempati secara mendalam atas yang mereka rasakan, menyelami segala kemungkinan yang menjadikan mereka melakukan tindakan tertentu sampai kemudian dinilai dengan cara tertentu oleh orang lain, demikian sampai pada akhirnya kita mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam atas orang ini, pemahaman inilah yang diharapkan membebaskan kita dari sikap menghakimi.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang NLP Coaching? Memerlukan layanan NLP Coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari NLP Coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.