Perbedaan Prinsip Terapi Berbasis NLP & Hipnoterapi
Daftar Isi
Sekian lama menjalankan praktik hipnoterapi dengan menggunakan pendekatan multi-modalitas dan integratif, salah satu pertanyaan yang masih sering ditanyakan para rekan sejawat yang baru mengawali praktiknya di bidang ini yaitu: apa kiranya perbedaan mendasar yang perlu dipahami seorang Terapis ketika memfasilitasi proses terapi dengan NLP dan hipnoterapi, yang mana yang lebih efektif?
Meski nampak seperti sebuah pertanyaan sederhana, pertanyaan ini menjadi sebuah pertanyaan yang bagi saya perlu diklarifikasi sejak awal, terutama bagi mereka yang awal-awal mendalami dunia terapi, baik itu berbasis NLP atau pun hipnoterapi, hal ini karena kedua teknik ini (NLP dan hipnoterapi) menjadi topik perbincangan yang hampir selalu mewarnai praktik kesehatan komplementer berbasis terapi olah pikir, bahkan tidak jarang perbincangan yang ada kelak membenturkan keduanya, saling menonjolkan yang mana yang lebih unggul satu sama lain.
Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan perbedaan akan prinsip terapi berbasis NLP dan hipnoterapi, setidaknya dari sudut pandang dan pengalaman saya pribadi, agar para pembelajar di kedua keilmuan ini – utamanya yang masih baru mengawali pembelajarannya – mendapatkan gambaran yang bisa menjadi pijakan untuk membantu mereka memperdalam prinsip dan teknik terapi ini dengan lebih bijak.
EFEKTIVITAS
Mari memulainya dengan menjawab pertanyaan mendasar: yang mana yang lebih efektif?
Jujur saja, pertanyaan ini justru menjadi pertanyaan yang lebih sulit untuk dijawab daripada pertanyaan lain yang bersifat teknis, hal ini karena membicarakan efektivitas berarti membicarakan banyak variabel yang membentuk definisi efektivitas itu sendiri.
Sampai saat ini ada saja anggapan yang saling berseberangan di antara kedua keilmuan ini, dimana masing-masing menganggap bahwa teknik merekalah yang paling unggul dan teknik satunya tidak lebih efektif karenanya.
Benarkah demikian?
Lagi-lagi, saya tidak berani menyatakan apa pun sehubungan yang mana yang lebih efektif, yang bisa saya katakan adalah saya termasuk orang yang meyakini bahwa efektivitas teknik pada akhirnya akan ditentukan dari keluwesan penggunanya dan kecocokkannya dengan peruntukkannya.
Ya, pada akhirnya tetap saja tidak ada satu pun teknik terapi yang bisa digunakan untuk setiap kondisi atau permasalahan, pastinya akan selalu ada keterbatasan satu sama lain yang menjadikan teknik itu baru bekerja efektif ketika ia sesuai dengan peruntukkannya.
Satu hal yang tidak boleh kita lupakan kiranya diwakili oleh kalimat “It’s not the gun, it’s the man behind the gun”, yang menandakan “Bukan senjatanya, tapi sosok yang menggunakan senjata itu”, demikianlah cara kerja dari prinsip dan teknik terapi, bukan sebatas teknik yang digunakan yang menentukan efektivitasnya, melainkan kecakapan penggunanya yang turut menentukan efektivitasnya, inilah yang menjadi variabel yang tidak kalah menantangnya untuk dianalisa, karena berisikan lebih banyak lagi sub-variabel yang membentuknya,
Bagi saya, yang terpenting adalah memahami esensi dan cara kerja dari prinsip serta teknik NLP dan hipnoterapi, memahami esensi, persamaan dan perbedaan dari keduanya.
ESENSI, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KEDUANYA
Mari memulainya dari persamaan terlebih dahulu – dan bukan perbedaannya – semata agar kita lebih mudah nantinya memahami keterhubungan antara satu sama lain.
Saya menggolongkan persamaan di antara prinsip dan teknik hipnoterapi dan NLP yaitu keduanya sama-sama ditujukan untuk menciptakan perubahan pada pikiran bawah sadar.
Meski keduanya mungkin tidak secara spesifik menggunakan cara yang sama persis untuk mengakses pikiran bawah sadar dan menciptakan perubahan di dalamnya, tapi esensi dari tujuan keduanya tetap sama, yaitu sama-sama menghasilkan perubahan pada pikiran bawah sadar.
Lalu bagaimana cara masing-masing mengakses dan menciptakan perubahan di pikiran bawah sadar ini? Pertanyaan ini akan mengajak kita untuk mulai membicarakan perbedaan di antara keduanya.
Pertama-tama, perlu kita sadari bahwa NLP dan hipnosis bukanlah entitas terpisah, keduanya sebenarnya saling terhubung erat satu sama lain, utamanya karena NLP sendiri mengadopsi penggunaan hipnosis di dalamnya sejak Bandler dan Grinder (co-creator NLP) mempelajari pola-pola hipnotik yang dilakukan oleh Milton Erickson, yang ditujukan untuk mengakses dan menciptakan perubahan pada pikiran bawah sadar.
Namun demikian, cara keduanya dalam mengakses pikiran bawah sadar bisa dikatakan sedikit berbeda.
CARA MENGAKSES PIKIRAN BAWAH SADAR
Dalam hipnoterapi, teknik mengakses pikiran bawah sadar umumnya dilakukan secara formal dengan teknik induksi, dimana dengan teknik ini hipnoterapis memandu klien melewati serangkaian proses relaksasi fisik dan mental, diikuti serangkaian pengujian kedalaman trance, sampai klien dinyatakan berada di level kedalaman trance yang diperlukan, barulah proses terapi dilakukan.
Teknik NLP juga dilakukan dengan mengakses pikiran bawah sadar, perbedaannya adalah cara NLP mengakses pikiran bawah sadar ini dilakukan dengan tanpa proses induksi hipnosis formal, melainkan dengan serangkaian pemusatan fokus yang ditujukan untuk memindahkan atensi seseorang dari dunia di luar dirinya ke dunia di dalam dirinya (inwards attention), sampai kondisi perpindahan kesadaran terjadi dengan sendirinya, tanpa harus melalui proses relaksasi fisik seperti di dalam teknik induksi hipnosis formal.
Teknik induksi formal dalam hipnoterapi sangat mengedepankan otoritas Terapis dalam membangun pengaruh atas klien, sampai klien bisa dengan mudah menerima dan mengikuti sugesti yang Terapis berikan, dan akhirnya ia bisa memasuki kondisi perpindahan kesadaran dengan efektif.
Teknik memindahkan kesadaran (shifting consciousness) dalam NLP lebih menitikberatkan pada keluwesan Terapis dalam memberikan stimulus yang sesuai dengan cara kerja pikiran seseorang dalam memproses sugesti, dalam hal ini Terapis memposisikan dirinya untuk mengikuti/mengimbangi klien di awal, sebelum ia perlahan membimbing klien mengikuti arahannya sampai lambat laun klien terhanyut dan mengalami fenomena perpindahan kesadaran.
Ada yang terkadang mengatakan bahwa teknik terapi dalam NLP tidak memerlukan kondisi trance, dalam hal ini saya tidak setuju, karena dalam kenyataannya teknik terapi dalam NLP tetap saja dilakukan ketika seseorang sudah menunjukkan tanda-tanda atau indikator bahwa ia sudah berada di kondisi fokus yang ideal, kondisi fokus yang ideal inilah yang sama saja dengan trance, saya lebih suka mengatakan bahwa teknik terapi dalam NLP bukanlah tidak memerlukan kondisi trance, melainkan mengakses trance dengan cara yang tidak formal seperti proses induksi hipnosis pada umumnya.
PROSESI TERAPI/RESTRUKTURISASI BAWAH SADAR
Lain cara mengakses pikiran bawah sadar, maka lain juga prosesi terapi ketika pikiran bawah sadar ini terakses, maka landasan itulah yang membedakan prosesi terapi berbasis NLP dan hipnoterapi.
Untuk memahami mengapa proses terapi di antara keduanya bisa berbeda, maka pertama-tama tentu kita perlu memahami bagaimana sudut pandang dari keduanya atas keberadaan dari permasalahan dalam diri seseorang.
Dari sudut pandang hipnoterapi, permasalahan dalam pikiran bawah sadar seseorang terjadi karena adanya program bermasalah yang tercipta di dalamnya, dimana program bermasalah ini bisa terjadi karena adanya trauma atau imprint (keyakinan yang ditanamkan), keberadaan dari program bermasalah ini kemudian menjadi satu gejala yang mengganggu kualitas hidup seseorang.
Menggunakan sudut pandang itu, yang hipnoterapi lakukan – ketika seseorang sudah berada di kondisi trance yang ditargetkan – yaitu melakukan serangkaian proses penelusuran untuk menemukan akar masalah yang menjadikan program bermasalah itu tercipta dalam diri seseorang.
Proses restrukturisasi dalam proses hipnoterapi setelah akar masalah ditemukan nantinya bisa dilakukan dengan menetralisir muatan emosional yang tercipta karena trauma, bisa juga dengan merekontruksi isi keyakinan yang bermasalah yang ditanamkan di pikiran bawah sadar.
Catatan: informasi lebih lanjut perihal proses ini bisa Anda dapatkan dengan membaca artikel ‘Tahapan Dalam Sesi Hipnoterapi‘.
Sementara itu, dalam sudut pandang NLP, permasalahan dalam diri seseorang terjadi karena seseorang berada di state yang disfungsional, dimana state ini terbentuk karena adanya fisiologi dan internal representation (Anda bisa menemukan ulasan lebih lanjut soal state ini di artikel ‘State, Faktor Penentu Perilaku Dalam NLP‘).
Dalam NLP, teknik restrukturisasi dilakukan pada dari state yang bermasalah ini agar berubah menjadi state yang fungsional, untuk itu teknik terapi ditujukan untuk menciptakan perubahan pada internal representation, dimana di dalamnya terdapat lagi komponen submodality dan strategy.
Di balik aktifnya sebuah state, pastilah terdapat strategy dan submodality yang menghadirkannya, disinilah teknik terapi dalam NLP dilakukan untuk mengungkap keberadaan strategy dan submodality itu dari pikiran bawah sadar itu agar naik ke permukaan, untuk kemudian dimodifikasi, ketika strategy dan submodality (yang sudah dimodifikasi) itu tersimpan kembali ke pikiran bawah sadar maka ia tersimpan dalam kondisi terbarukan (updated), yang kelak menghasilkan perubahan pada kondisi seseorang.
Teknik terapi dalam NLP jarang memfokuskan eksplorasinya pada menelusuri masa lalu, karena apa pun yang terjadi di masa lalu, saat ini memori atau program atas semua itu sudah dikodifikasi di pikiran bawah sadar sebagai strategy dan submodality, alih-alih memfokuskan mengapa itu tercipta, NLP memfokuskan eksplorasinya pada struktur masa kini yang membentuknya, untuk kemudian dikodifikasi ulang.
Jadi yang mana yang paling efektif? Lagi-lagi, keduanya berpulang kepada keluwesan yang menggunakan.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi, konseling atau coaching? Memerlukan layanan hipnoterapi, konseling atau coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi, konseling atau coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.