Perspektif Psikoterapi Klasik dan Teknik Terapi Modern
Daftar Isi
Fasilitator perubahan? Ungkapan keheranan itu kerap kali muncul dari benak pada peserta yang pertama kali belajar modul STRAIGHT Resolution Method dalam program pembelajaran Clinical Hypnotherapy Intensive (CHI), keheranan ini cukup beralasan, lebih banyak orang mengira bahwa pembelajaran yang mereka lalui di CHI pada akhirnya akan menjadikan mereka seorang hipnoterapis, sesederhana itu.
Hal itu tentu benar adanya, dengan posisinya sebagai program pendidikan hipnoterapi maka CHI sudah tentu didesain untuk mencetak para hipnoterapis yang handal, namun demikian seiring waktu berpraktik para peserta akan mendapati bahwa terdapat beberapa kasus yang justu baru bisa diatasi tanpa dengan menggunakan teknik hipnoterapi secara formal.
Pada akhirnya yang klien inginkan adalah ‘hasil’, dalam praktiknya mereka sering kali tidak ambil pusing apakah mereka ditangani dengan menggunakan hipnoterapi atau tidak. Mengacu pada sejarah, disinilah berbagai teknik terapi modern berkembang dewasa ini, terutama semenjak era dimana psikologi positif lebih populer mengambil tempat di hati masyarakat.
Hipnoterapi hanyalah salah satu dari sekian banyak teknik terapi dan bahkan masih baru segelintir dari teknik perubahan yang bisa memfasilitasi perubahan positif dalam kehidupan seseorang, ada begitu banyak pilihan teknik, di antara sekian banyak teknik itu dua yang cukup banyak dikenal di masyarakat adalah konseling dan coaching.
Kurikulum yang diajarkan di CHI mengajak para peserta untuk mempelajari berbagai jenis metode itu secara sistematis dan integratif, itulah mengapa pada akhirnya peran mereka bukanlah semata seorang hipnoterapis, ada kalanya mereka perlu melakukan konseling, coaching dan bahkan menjadi seorang konsultan bagi klien karena permasalahan yang mereka hadapi berhubungan dengan bidang keahlian spesifik yang Anda juga tekuni.
Memberikan terapi, konseling, coaching dan bahkan konsultasi, jadi apa sebutan yang mewakili praktisi yang memfasilitasi semua itu? Alih-alih ‘memborong’ sebutan-sebutan yang satu-persatu menggambarkan peran-peran itu, istilah yang lebih umum dikenal di CHI untuk mewakili semua peran itu adalah fasilitator perubahan.
CLIENT CENTERED CHANGEWORKS
Sebagai fasilitator perubahan, tugas kita adalah memfasilitasi perubahan positif bagi klien sesuai kebutuhan kompeleksitasnya, itulah mengapa keahlian multi-modalitas menjadi bekal penting untuk bisa memberikan yang terbaik, sesuai dengan kebutuhan klien, dasar pemikiran ini juga yang menjadi landasan dari prinsip perubahan yang berfokus pada klien (clients centered changeworks), dan bukan mengikuti keinginan praktisi yang kemudian menentukan arah perubahan klien secara otoriter.
Ya, terdapat perbedaan cara pandang yang bersifat sangat mendasar atas proses perubahan klien di jaman dulu yang dilakukan berbasis metode psikoterapi konvensional, dengan proses perubahan klien di jaman sekarang, terlebih dengan berkembangnya berbagai teknik dan metode pengembangan diri yang bisa klien pilih sesuai kebutuhan dirinya, maka itu mari memahami cara pandang ini terlebih dahulu.
Pertama-tama, apa itu perubahan positif? Terlepas dari bagaimana cara pandang yang beredar tentang pemaknaan akan hal ini di luar sana, di CHI kita memandang perubahan positif sebagai perubahan yang terjadi pada diri seseorang dimana perubahan itu menghasilkan peningkatan kualitas hidup dari kondisi semula yang dirasakannya tidak sesuai harapan menjadi sesuai harapannya dan perubahan itu membawa manfaat nyata bagi dirinya dan orang di sekitarnya.
Apa saja jenis perubahan positif ini? Ada banyak tentunya, sembuh dari masalah fisik, mental dan emosional adalah salah satunya, hal inilah yang melandasi penerapan teknik psikoterapi konvensional, ketika seorang klien mengalami ketidaknyamanan fisik, mental atau pun emosional – yang dikenal sebagai masalah atau penyakit – maka sudah tentu ia secara naluriah membutuhkan perubahan positif untuk bisa sembuh dari masalah yang dirasa mengganggunya, sesi psikoterapi diharapkan memberikan perubahan ini sehingga klien yang semula – dengan segala ketidaknyamanannya – tidak mampu menjalani fungsi idealnya dalam berperilaku dan memenuhi peran tuntutan kehidupannya menjadi kembali mampu menjalankan fungsi idealnya dalam memenuhi peran kehidupannya.
Dalam sudut pandang teknik terapi modern, perubahan positif ini tetaplah didasari adanya keinginan untuk berubah karena merasakan ketidaknyamanan, namun perubahan ini tidak semata melulu soal kesembuhan dari suatu penyakit, bisa juga perubahan ini didasari keinginan untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik.
Teknik perubahan di psikoterapi konvensional kebanyakan didasari diagnosis pada gangguan kepribadian atau gangguan mental yang dianggap sudah menyimpang dan menjadikan seseorang tidak berperilaku sebagaimana perilaku yang menjadi acuan orang sehat pada umumnya, sehingga perubahan dalam hal ini lebih sering diartikan ‘penyembuhan’. Sementara itu di teknik terapi modern, perubahan positif ini tetap ada yang ditujukan untuk menyembuhkan gangguan sebagaimana dilakukan di psikoterapi konvensional, namun tidak hanya itu, banyak model perubahan di keilmuan pengembangan diri modern yang juga mulai menyasar sikap dan perilaku yang dirasa menghambat kualitas hidup, seperti sering menunda, kebiasaan buruk dan sejenisnya.
Persamaan di antara keduanya adalah: perubahan itu didasari adanya kesadaran akan kondisi saat ini yang dirasa tidak nyaman, untuk menuju kondisi baru yang dipandang ideal namun perubahan ini ada kalanya terkendala karena kita belum mampu mengupayakan perubahan itu sendiri dan oleh karenanya membutuhkan solusi.
Manusia memiliki naluri alamiah untuk merasakan ketidaknyamanan di kondisinya saat ini, hal itu juga yang menjadikan mereka pada mulanya mengupayakan perubahan itu oleh dirinya sendiri agar ia berpindah ke kondisi yang dirasanya ideal, sekali ia bisa berpindah ke kondisi ideal maka selesailah ketidaknyamanannya.
Namun selalu ada kalanya upaya untuk berubah itu menemui kebuntuan, di titik inilah biasanya kita baru mulai mengenali adanya hambatan yang tidak bisa dengan mudah kita atasi begitu saja, seiring dengan upaya untuk mengatasi hambatan itu ada kalanya kita juga menyadari bahwa hambatan spesifik itu tidak bisa kita atasi sendiri, maka mulailah upaya untuk mencari pertolongan dari pihak yang kita anggap kompeten untuk membantu kita pun dilakukan.
Karena konteks bahasan kita sejauh ini adalah ‘terapi perubahan’, dimana terapi ini terbagi atas dua jenis aliran: psikoterapi konvensional dan teknik terapi modern, kita dululah yang pertama-tama harus mengenali posisi diri sebagai fasilitator perubahan berbasis teknik terapi modern ini, mengenali apa yang kiranya membedakan posisi kita dari mereka yang bergerak di bidang psikoterapi konvensional, baik dari cara pandang atas jenis permasalahan yang kita fokus atasi dan cara pandang atas jalannya metode penanganan yang kita fokus fasilitasi.
Perbedaan dari kedua hal tersebut tergambarkan berikut ini:
CARA PANDANG ATAS KLIEN
Psikoterapi Klasik: cenderung memandang klien sebagai individu yang ‘sakit’ atau bermasalah, karena dianggap tidak bisa menjalankan fungsi psikologis atau perilaku yang sehat sebagaimana disepakati dalam acuan psikoterapi konvensional.
Teknik Terapi Modern: bukan memandang klien sebagai individu yang sakit, melainkan individu dengan cara dan/atau strategi berpikir yang tidak efektif, yang tidak sejalan dengan tuntutan peran kehidupannya.
CARA PANDANG ATAS PENANGANAN
Psikoterapi Klasik: klien harus ‘disembuhkan’ dari penyakitnya.
Teknik Terapi Modern: klien diajak menyadari tuntutan peran kehidupannya dan menemukan pola pikir dan strategi berpikir yang efektif, sesuai dengan tuntutan peran kehidupan tersebut.
CARA PANDANG ATAS PERMASALAHAN
Psikoterapi Klasik: gejala permasalahan klien diidentifikasi dan dikelompokkan/dilabeli berdasarkan acuan diagnosis yang sudah disepakati.
Teknik Terapi Modern: tidak mendiagnosis label permasalahan klien, melainkan fokus pada simtom/gejala perasaan, pemikiran dan perilaku spesifik yang klien alami, bagaimana semua itu membuat klien merasa tidak nyaman dan tidak bisa memenuhi tuntutan peran kehidupannya.
CARA PANDANG ATAS HASIL PERUBAHAN
Psikoterapi Klasik: klien diarahkan untuk disembuhkan agar kembali ‘berfungsi’ sebagaimana acuan yang sudah ditetapkan dalam dunia kesehatan mental .
Teknik Terapi Modern: klien menentukan tujuan perubahannya sendiri sesuai tuntutan peran dirinya dalam menjalani kehidupan.
BUKAN SOAL SALAH DAN BENAR, TAPI SUDUT PANDANG
Tidak ada salah-benar dalam hal ini, karena semua adalah soal sudut pandang, bagi seorang fasilitator perubahan, perpaduan sudut pandang yang berimbang antara kedua aliran di atas justru menjadi penting, yaitu sebagai berikut:
- Peran profesi fasilitator perubahan adalah memfasilitasi perubahan pada diri klien, perubahan ini adalah perubahan yang bermula dari kesadaran klien atas kondisinya saat ini yang dirasanya tidak nyaman untuk bisa menuju kondisi baru yang dianggapnya ideal. Dengan kata lain, fasilitator perubahan bukan ‘menghakimi’ klien dan kelak menyatakan bahwa mereka ‘bermasalah’ karena tidak berperilaku sesuai kewajaran dan kemudian lalu mengarahkan mereka agar kembali ‘berfungsi’ ideal sebagaimana dikatakan di dalam ‘diktat’ kesehatan mental, melainkan memandang mereka sebagai pribadi yang menyadari ketidaknyamanan dalam dirinya dan mencari solusi untuk bisa berada di kondisi ideal yang mereka harapkan, artinya: kesadaran dan motivasi klien untuk berubahlah yang menjadi faktor utama penghasil perubahan.
- Klien belum bisa mewujudkan perubahannya memasuki kondisi baru yang mereka anggap ideal karena mereka terkendala oleh hambatan yang tidak bisa mereka atasi sendiri, tugas fasilitator perubahanberikutnya adalah mengidentifikasi jenis hambatan spesifik yang menempatkan klien berada di kondisinya saat ini dan membantunya mengatasi hambatan itu dengan teknik dan pengetahuan yang dikuasai sampai klien bisa memasuki kondisi baru yang dianggapnya ideal.
- Jenis kendala yang klien alami bisa saja sebatas cara dan strategi berpikir yang tidak efektif, yang membuatnya tidak bisa berpikir dan berperilaku ideal. Atau bisa juga ternyata yang dalam sudut pandang psikoterapi konvensional berhubungan dengan gangguan mental atau kejiwaan, yang jelas kendala itulah yang menempatkan klien di kondisi tidaknyamannya saat ini dan menghalanginya untuk bisa mencapai kondisi idealnya – dan membuatnya mencari pertolongan dari fasilitator perubahan.
Sehubungan dengan poin ketiga terakhir di atas, dalam hal ini fasilitator perubahan tidak mendiagnosis klien atas permasalahan yang dialaminya dari sudut pandang psikoterapi konvensional, melainkan mengidentifikasi jenis gejala spesifiknya sebagai sebuah keluhan perasaan, pemikiran atau pun perilaku yang dianggapnya tidak nyaman.
Misalnya saja dalam kasus klien yang datang dengan keluhan depresi, dalam hal ini fasilitator perubahan tidak berurusan dengan label atau diagnosis depresinya, melainkan keluhan emosi, pemikiran atau perilaku yang klien rasakan, yang mereka rasa tidak nyaman dan ingin mereka atasi, disinilah kejelian seorang fasilitator perubahan mutlak diperlukan untuk memilah-milah semua ini.
Ketika seorang klien datang dan menyatakan dirinya didiagnosa depresi, fasilitator perubahan tidak menyatakan bahwa ia bisa membantunya menangani depresinya, yang fasilitator perubahan sampaikan adalah ia bersedia membantunya untuk mengatasi perasaan, pemikiran atau perilaku yang dirasanya tidak nyaman dan mengganggunya, jika yang klien rasakan adalah rasa sedih berkepanjangan, hilang gairah hidup, merasa cemas atau apa pun itu, maka hal-hal itulah yang fasilitator perubahan bantu atasi dalam diri klien.
Mengapa hal ini penting? Karena fasilitator perubahan bukan praktisi dunia psikiatri dan psikologis formal (kecuali ia memang berlatarbelakang pendidikan formal dalam hal ini) yang berkewenangan memberikan diagnosis resmi atas kondisi emosional dan psikologis seseorang, segala bentuk diagnosis resmi yang ditetapkan dan ditangani bukan oleh praktisi medis atau pun psikologis formal bisa dianggap malpraktik.
Atas alasan itulah fasilitator perubahan tidak berurusan dengan diagnosis, ia mengidentifikasi gejala masalah yang klien rasakan di balik segala label diagnosisnya, yang fasilitator perubahan fokuskan untuk atasi adalah gejala masalah yang klien rasakan tersebut, yang dirasanya tidak nyaman dan ingin dituntaskannya melalui penanganan bersamnya.
Lalu bagaimana jika dengan penanganan pada gejala-gejala masalah tersebut justru berdampak pada sembuhnya klien dari diagnosis masalahnya? Jika itu terjadi maka hal itu sangatlah positif bagi klien dan kita layak bersyukur karenanya, namun sekali lagi fasilitator perubahan tidak boleh mengklaim bahwa ia bisa menangani berbagai jenis masalah psikologis yang pada dasarnya berada di bawah label diagnosis tertentu, sekali lagi: fasilitator perubahanhanya berfokus pada gejala perasaan, pemikiran dan perilaku yang klien anggap sebagai masalah.
Kembali ke esensi dari sebuah perubahan, mari sadari kembali bahwa pada intinya peran fasilitator perubahan adalah memfasilitasi perubahan positif dalam diri klien dari kondisi lama yang dianggapnya tidak nyaman menuju kondisi baru yang menjadi kondisi ideal yang klien harapkan.
BERPUSAT PADA PERASAAN, PIKIRAN DAN PERILAKU
Bagi mereka yang bergerak dalam dunia konseling atau pun terapi mungkin sudah familiar bahwa memang perubahan yang kita fasilitasi pada klien adalah perubahan pada perasaan, pikiran dan perilaku lama yang klien anggap tidak nyaman atau pun membuat mereka tidak bisa menjalankan fungsi idealnya dalam memenuhi tuntutan peran kehidupannya.
Melalui proses perubahan yang kita fasilitasi maka diharapkan klien bisa menetralisir hambatan yang dirasakannya untuk bisa menunjukkan respon yang seharusnya tersebut, sehingga ia bisa menjalankan fungsi idealnya dalam memenuhi tuntutan peran kehidupannya melalui respon baru atas perasaan, pikiran dan perilakunya.
Namun sedikit berbeda bagi mereka yang bergerak di dunia coaching, bagi Anda yang sudah cukup familiar dengan coaching mungkin menyadari bahwa coaching ditujukan untuk membantu coachee mewujudkan harapannya. Dalam kenyataannya sering kali harapan coachee adalah mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik, entah dalam hal hubungan bersama keluarga, keuangan, pencapaian dan banyak lagi keinginan sejenis lainnya, jika semua hasil yang klien harapkan ini berupa hasil pencapaian, lalu mengapa kita tetap fokus pada perasaan, pikiran dan perilaku? Jawabannya adalah karena sebagai coach, kita tidak bisa mengantarkan coachee pada hasil, semua itu berpulang pada coachee sebagai pelaksana utama dari strategi yang ia tetapkan dan faktor eksternal yang ia hadapi dalam melaksanakan strateginya, pada akhirnya yang bisa kita lakukan adalah mengantarkan klien pada proses terbaiknya, yaitu respon perasaan, pikiran dan perilaku yang bisa membantu mereka merespon tuntutan peran di luar dirinya sehingga dengan proses terbaik itu mereka secara bertahap bisa mewujudkan hasil pencapaian yang ditetapkan.
Disinilah dalam proses coaching lagi-lagi klien akan dihadapkan dengan respon lama perasaan, pikiran dan perilaku yang menghambatnya untuk menunjukkan respon terbaik yang bisa mengantarkannya pada hasil yang diharapkannya, disini juga lagi-lagi kita memerlukan keahlian untuk memfasiitasi perubahan pada perasaan, pikiran dan perilaku klien dari kondisi lama yang tidak ideal menuju kondisi baru yang ideal.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang coaching, konseling dan/atau hipnoterapi? Memerlukan layanan coaching, konseling dan/atau hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari coaching, konseling dan/atau hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.