Selayang Pandang NLP dan Time Line Therapy®
Daftar Isi
Sebuah kalimat dari Abraham Maslow berbunyi: “Jika yang kau punya hanya palu, maka apa pun akan terihat seperti paku.”
Dari sudut pandang keilmuan psikoterapi, hal ini tentu memberikan sebuah pesan tersendiri yang perlu disikapi dengan bijak oleh para Terapis.
Sebagai seorang Terapis, kita dihadapkan dengan berbagai jenis klien dengan beragam kasus dan keunikannya masing-masing, jika yang kita miliki hanya satu jenis modalitas atau teknik maka hanya teknik itulah yang bisa kita gunakan untuk membantu klien, jika kasus klien termasuk ke dalam kasus yang memang sesuai untuk ditangani dengan modalitas tersebut tentu hal ini baik adanya, namun bagaimana jika ternyata kasus klien termasuk ke dalam kasus yang tidak sesuai ditangani dengan modalitas tersebut? Bukankah terjadi ketidaksesuaian yang jika dipaksakan belum tentu akan berakhir baik adanya?
Disinilah penting bagi seorang Terapis untuk memiliki perbendaharaan teknik yang memadai untuk bisa memfasilitasi penanganan pada berbagai jenis kasus berbeda, sesuai dengan peruntukkannya.
Salah satu teknik yang cukup dikenal dalam dunia terapi dan pemberdayaan diri modern, yang juga berkembang sejak jaman ditemukannya keilmuan Neuro-Linguistic Programming (NLP), adalah Time Line Therapy (TLT)®.
NLP sendiri telah menjadi suatu keilmuan yang mewarnai dunia terapi dan pemberdayaan diri modern dengan sangat luar biasa, ditemukannya TLT® di periode pekembangan NLP pada akhirnya menjadi warna tambahan yang membuat NLP semakin berkembang ke titik yang lebih revolusioner.
Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan NLP dan TLT® untuk memberikan Anda gambaran mendasar tentang dua keilmuan ini dan prinsip penggunaannya dalam dunia terapi dan pemberdayaan diri.
Selamat menikmati.
SEJARAH SINGKAT DITEMUKANNYA NLP
Adalah fitrah manusia untuk selalu mencari perubahan hidup menjadi lebih baik, itu adalah naluri intuitif dari kehendak bebas. Naluri alami itulah yang mengantarkan banyak pemikir dan filsuf untuk merumuskan apa yang dikenal sebagai ‘formula sukses’.
Kita bisa melihat bahwa sejak buku Think and Grow Rich ditulis oleh Napoleon Hill (1937), muncullah tren pengembangan diri dimana orang-orang mulai melihat adanya sisi lain dari sebuah pencapaian, bukan hanya keahlian teknis yang handal di bidang yang ditekuni yang mengantarkan seseorang ke keberhasilannya, melainkan juga perangkat sistem berpikir yang dimilikinya.
Dewasa ini juga bisa kita temukan berbagai program, pelatihan dan buku yang mengulas tentang teori dan praktek pengembangan diri, jelas adanya bahwa topik tentang efektivitas diri dan pengembangan pola pikir masih terus menjadi sorotan kita bersama karena adanya sebuah kesadaran hakiki bahwa dari sanalah segala sesuatu berawal.
Pertanyaan esensialnya adalah “Lantas apa yang membedakan proses pengembangan diri seseorang yang bisa mencapai titik terbaik strategi berpikir efektifnya, dengan orang lain yang terus saja terperangkap mengulang-ulang hal yang sama padahal mereka merasa sudah melakukan hal yang dianggapnya sama dengan para pribadi efektif lain?”
Pertanyaan inilah yang kiranya menghinggapi tiga anak muda di periode 1970-an, di Santa Cruz, California, yang bernama Richard Bandler, Frank Pucelik dan John Grinder.
Berawal dari sebuah rasa penasaran tentang apa yang membedakan strategi berpikir satu orang dengan yang lainnya sehingga beberapa orang agaknya bisa dengan efektif memperoleh keberhasilannya sementara sebagian orang lainnya bergulat dengan banyak kesulitan dan hambatan dalam memperolehnya, mereka lantas melakukan serangkaian pengamatan dan penelitian pada para tokoh yang dikenal sebagai fasilitator perubahan dan figur sukses di jamannya dulu.
Bandler, Pucelik dan Grinder melakukan serangkaian pengamatan dan penelitian intensif pada topik efektivitas diri ini, yang melahirkan apa yang di kemudian hari diformulasikan dan kelak lebih populer dikenal sebagai ‘Neuro-Linguistic Programming (NLP)’.
Efektivitas diri dimulai dari kemampuan untuk mengelola diri sendiri dengan baik, termasuk untuk bisa melakukan perubahan efektif pada respon berpikir dan berperilaku, itulah mengapa di awal penelitian NLP dulu, ketiganya memfokuskan pengamatan dan penelitian pada para tokoh besar dalam dunia psikologi yang juga aktif sebagai praktisi dan fasilitator perubahan bagi masyarakat, salah satunya adalah Virginia Satir, yang dikenal sebagai seorang terapis keluarga yang legendaris.
Dari hasil pengamatan dan penelitian intensif, ketiganya mulai bisa melihat pola-pola spesifik yang serupa dalam diri manusia ketika merespon situasi di luar dirinya dan memproses informasi tersebut dalam pikirannya sampai kemudian menjadi sebuah respon aksi. Pola-pola temuan itu kemudian dipadu-padankan sampai menjadi berbagai formulasi, prinsip dan teknik yang kelak diujicobakan pada banyak orang. Hasil mengejutkan pun muncul, pola-pola perubahan efektif yang mereka formulasikan ternyata memberikan perubahan yang efektif ketika diujicobakan pada orang-orang yang dulunya sulit berubah!
SELAYANG PANDANG NLP
Huruf ‘N’ dalam NLP menyimbolkan bagaimana sebuah pengalaman diterima dan diproses oleh panca indera serta bagaimana sistem syaraf (neuro) merespon pengalaman tersebut.
Sementara huruf ‘L’ Menyimbolkan sebuah sistem komunikasi internal dimana pengalaman yang diterima kemudian dimaknai melalui sebuah proses berpikir, yang melibatkan kata-kata atau bahasa (Linguistic).Huruf ‘N’ dalam NLP menyimbolkan bagaimana sebuah pengalaman diterima dan diproses oleh panca indera serta bagaimana sistem syaraf (neuro) merespon pengalaman tersebut.
Berikutnya, huruf ‘P’ menyimbolkan poses dan mekanisme lanjutan dari proses penerimaan pengalaman (Neuro) dan pemberian makna (Linguistic) sampai kemudian menjadi rangkaian program (Programming) perilaku atau respon yang spesifik.
Secara sederhana, NLP bisa dimaknai sebagai sebuah keilmuan yang mempelajari cara seseorang dalam menyerap pengalaman dari luar dirinya, lalu memproses pengalaman itu dan meresponnya sampai menjadi aksi, perilaku dan kebiasaan.
Disadari atau tidak salah satu tolak ukur efektivitas diri adalah perilaku atau aksi yang kita tunjukkan sehari-hari, dimana hal ini banyak kita lakukan tanpa sadar.
NLP mengajak kita mengurai struktur di balik berbagai perilaku tersebut secara sadar, mengidentifikasi proses spesifik yang pada akhirnya menjadikan seseorang melakukan perilaku spesifik tertentu, baik itu yang menjadi perilaku efektif atau pun sebaliknya.
Rangkaian proses spesifik yang pada akhirnya menjadi perilaku ini memiliki pola, yang kemudian dalam NLP dikenal sebagai ‘Strategy’ (strategi)
Seseorang menjadi pribadi efektif karena ia mengoperasikan strategi berpikir efektif yang sesuai dengan tuntutan kehidupannya, sementara mereka yang terjebak dalam ketidakefektifan diri bergelut dengan strategi berpikir yang tidak efektif. Itulah mengapa memahami mekanisme strategi ini sampai menjadi perilaku – ditambah pengetahuan dan teknik yang tepat – memungkinkan kita untuk memodifikasinya ulang, sehingga berbagai perilaku tidak efektif yang bersumber dari strategi tidak efektif bisa dirubah menjadi lebih efektif.
Terdapat beberapa anggapan yang memandang bahwa NLP adalah teknik terapi, karena memang dalam perkembangannya NLP banyak digunakan untuk membantu orang-orang lepas dari pola kebiasaan lama yang tidak efektif dan membantu mereka menjalankan kebiasaan baru dengan lebih efektif, termasuk dalam menangani masalah emosional seperti fobia dan trauma. Anthony Robbins, adalah salah seorang pengguna NLP di jamannya dulu yang memperolah lompatan popularitas karena menyembuhkan banyak orang yang fobia dengan cepat menggunakan NLP.
Bukan berarti ‘NLP = teknik terapi’ itu salah adanya, namun anggapan itu belum mewakili esensi sepenuhnya dari NLP. Richard Bandler sendiri secara tersirat menyatakan bahwa NLP bukanlah teknik terapi, karena terapi seolah dimaknai sebagai ‘pertolongan pada orang sakit’, bagi Bandler mereka tidaklah sakit, mereka hanya belum bisa mengoperasikan strategi berpikirnya dengan efektif, yang NLP sediakan adalah seperangkat teknik agar mereka bisa berpikir dengan lebih efektif.
Dengan lingkupnya yang luas pada strategi berpikir, NLP bisa digunakan di banyak aspek, baik itu pendidikan, kesehatan, konseling, bisnis dan banyak lagi aspek lainnya. Esensi dari NLP adalah membekali penggunanya perangkat prinsip dan teknik yang mereka bisa gunakan untuk mendesain hidupnya dengan lebih efektif dengan menjadi pribadi yang memiliki strategi berpikir dan berperilaku efektif.
Di awal perkembangannya, Bandler dan kawan-kawan lebih banyak melakukan penelitian dan pengamatan pada figur yang dikenal sebagai fasilitator perubahan (terapis), karena berkat merekalah banyak orang bisa memperoleh perubahan cara berpikir, namun di kemudian hari penelitian mereka melibatkan lebih banyak ragam kalangan yang bervariasi.
Yang berbeda dari cara kerja Bandler adalah ia memfokuskan pengamatan pada mereka yang sudah terbukti berhasil di bidangnya. Contohnya saja dalam penelitiannya untuk bisa mengatasi fobia dengan cepat, Bandler tidak meneliti mereka yang sedang berjuang mengatasi fobianya, melainkan meneliti mereka yang berhasil bebas dari fobianya berkat upayanya sendiri, lalu mengurai struktur dan strategi berpikir yang menjadikan mereka bisa bebas dari fobianya itu, rangkaian itu ia formulasikan sampai kelak menjadi sebuah teknik tersendiri, yang ia ujicobakan pada orang lain, yang ternyata memberikan hasil yang sama, mereka bisa lepas dari fobia menahunnya dengan cepat dalam hitungan menit!
Seiring dengan semakin berkembangnya NLP dan teknik-tekniknya, penggunaan NLP menjadi lebih meluas bukan hanya sebagai metode perubahan strategi berpikir dan berperilaku yang tidak efektif, namun juga untuk mengadaptasi perilaku dan keahlian baru dimana kita bisa meniru struktur dan strategi dari sebuah pemikiran dan atau perilaku orang lain yang kita anggap efektif untuk kita aplikasikan ke diri kita sendiri, yang satu ini kelak disebut sebagai teknik modeling dalam NLP.
NLP & HIPNOSIS
Dengan hasil-hasil perubahan yang menakjubkan saat itu, penelitian NLP semakin membuka lebih banyak jalan baru dalam keilmuan teknologi pikiran modern. Di masa itu juga Bander dan Grinder direferensikan untuk meneliti seorang dokter yang juga merupakan seorang hipnoterapis legendaris di Arizona, yaitu Milton Hayland Erickson.
Pertemuan mereka membuka cakarawala baru dalam NLP, Bandler dan Grinder kemudian mengadaptasi penggunaan hipnosis dalam NLP yang kemudian memberikan warna tersendiri dalam mengakselerasi perubahan di level kesadaran yang lebih dalam: di pikiran bawah sadar.
Sejak saat itu NLP dan hipnosis seolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan, keefektifan dari masing-masing teknik menjadi berlipat ganda ketika digabungkan secara harmonis.
Masih seputar pikiran bawah sadar, dengan mengurai prinsip hipnosis penelitian NLP berlanjut untuk memahami bagaimana pikiran bawah sadar menyimpan memori dan bagaimana cara pikiran bawah sadar menyimpan semua memori masa lalu ini mempengaruhi kondisi mental, emosional dan perilaku di masa kini.
Hal ini sebetulnya tidak terlalu asing dalam dunia psikologi, karena memang cara seseorang merespon sesuatu di masa kini terbentuk dari jejak pengalaman masa lalunya. Begitu juga dalam kasus fobia atau masalah emosional yang mengganggu di masa kini, terbentuk dari pengalaman masa lalu yang kelak tersimpan di pikiran bawah sadar dan menjadi respon perilaku masa kini.
Pertanyaan yang kemudian muncul saat itu adalah jika mekanisme penyimpanan memori masa lalu ini bisa dipahami dan kemudian diintervensi, apakah hal ini bisa mempengaruhi respon seseorang di masa kini? Ternyata jawabannya adalah ya, bisa. Penelitian mereka di kala itu menyimpulkan bahwa memori di Pikiran Bawah Sadar tersimpan dan terorganisir secara simbolis dalam sebuah garis waktu (Time Line) dalam pikiran, mekanisme garis waktu inilah yang ketika diintervensi ternyata menghasilkan perubahan pada respon pemikiran dan perasaan seseorang yang akhirnya mengubah respon aksinya di masa kini. Di kemudian hari penelitian ini kemudian dipatenkan oleh Tad James dengan nama resmi Time Line Therapy (TLT)®.
SELAYANG PANDANG (TLT)®
Membicarakan Garis Waktu (Time Line) berarti membicarakan kepribadian karena segala ingatan, keputusan dan pengalaman tersimpan di dalamnya dan menentukan cara kita memandang dunia. Demikianlah, cara kita mengorganisir memori yang tersimpan dalam diri kita mempengaruhi cara kita dalam menyikapi dunia di luar diri kita, menjadikan beberapa orang sedemikian terorganisir dalam menyikapi waktu dan sebagian orang lain sedemikian sulit dan berantakan dalam menata waktunya.
Jadi bagaimana cara kita menata waktu dalam diri kita? Mari memulainya dengan membahas dua jenis penataan waktu internal dalam TLT®:
- Anglo-European, penataan waktu Anglo-European lahir dari revolusi industri, ketika pabrik-pabrik dibangun dan orang harus bekerja dengan tepat waktu demi memenuhi kebutuhan produksi. Dalam pandangan industri waktu haruslah berjalan efisien, segala-sesuatu harus terencana dengan jelas, hal apa mendahului apa dan apa yang akan dilakukan setelahnya. Jenis penataan waktu ini sangat tepat waktu dan disiplin, mengikuti apa yang sudah direncanakan dan terorganisir dalam melakukan yang direncanakan.
- Arabic, negara-negara bernuansa Arab memiliki sistem penataan waktu yang berbeda, mereka fokus pada apa yang sedang terjadi sekarang. Keterlambatan adalah hal yang lumrah, aktivitas yang bercampur-campur jadi satu adalah hal yang biasa. Jika Anglo-European menyatakan waktu dengan jelas kapan akan terjadi, maka Arabic fokus pada ‘nanti’, meski kata ini bisa mengacu pada kapan pun, entah masih lama atau pun sebentar lagi.
Berkaca pada dua jenis penataan waktu di atas, kita mengenal dua jenis konsep waktu: Pertama, waktu dimana segala-sesuatu sedang terjadi saat ini, tidak ada kejelasan akan masa depan atau masa lalu. Kedua, waktu dimana segala-sesuatu tertata dan terencana.
Hal ini menjadi satu penanda bahwa kita memiliki sistem penataan waktu yang berbeda dalam diri kita dan hal itu mempengaruhi kepribadian kita. Maka, waktunya mengetahui cara kita menata waktu dalam diri kita ini.
Mari memulainya dengan aktivitas sederhana, jika Anda diminta secara imajiner membayangkan letak imajiner dari masa lalu dan masa depan bagi diri Anda secara pribadi, akankah masa lalu dan masa depan itu ada di belakang, depan, kiri atau kanan?
Lebih jauh lagi, jika Anda membayangkan ada sebuah garis yang memanjang dari masa lalu ke masa depan dimana mereka secara imajiner tersebut terletak, akankah Anda merasa garis itu membentang di depan Anda dari kiri ke kanan atau sebaliknya? Ataukah Anda merasa garis itu membentang dari belakang ke depan atau sebaliknya?
Berkaca kepada sistem penataan waktu yang sebelumnya kita pahami, sistem Anglo-European memiliki konsep waktu yang disebut ‘Through Time’ dimana garis waktu membentang di depan mereka, baik dari kiri ke kanan atau kanan ke kiri dan penataan waktu nampak seperti sesuatu yang tersusun di depan dirinya, mereka tidak perlu memutarkan kepala untuk melihat dimana masa lalu dan masa depan.
Para pemilik Garis Waktu Through Time akan mendapati caranya menyimpan memori seolah berada dalam mode dissociated (menyaksikan) dan mereka sedemikian teliti pada penataan waktu namun kesulitan untuk fokus beraktivitas karena pikiran mereka ‘mengawasi’ waktu.
Sementara itu sistem Arabic, yang disebut sebagai ‘In Time’ diwakili oleh Garis Waktu yang memanjang dari belakang ke depan atau sebaliknya dimana tubuh kita tertembus atau terlewati oleh garis waktu ini. Dalam mode ini kita perlu memutarkan kepala kita untuk melihat dimana masa lalu dan masa depan.
Para pemilik Garis Waktu In Time menyimpan memori dalam mode associated (mengalami), mereka bisa fokus pada apa yang mereka lakukan karena mereka hadir penuh dalam aktivitasnya.
Beberapa orang memiliki Garis Waktu campuran, beberapa bahkan ada yang berbelok dari kiri ke tengah lalu ke depan. Semua ini tidak jadi soal dan semata menggambarkan keunikan dasar dari orang tersebut, kalau pun kita tidak tahu akan menyebutnya In Time atau Through Time maka hal itu tidak jadi persoalan karena bukan penyebutan yang penting, melainkan apa yang akan kita lakukan dengan Garis Waktu ini.
Dalam konsep TLT®, Memori dalam diri kita tersusun dalam sebuah ‘Gestalt’, artinya memori tentang hal tertentu terhubung satu sama lain. Mengakses sebuah Gestalt membuat kita bisa mengakses kumpulan memori yang saling terhubung satu sama lain tersebut, hal inilah yang membuat kita sulit mengakses memori secara spesifik.
Para pemilik Through Time acap kali lebih sulit mengakses memori spesifik karena mereka meletakkan memorinya di depannya secara dissociated dan menggabungkannya dalam satu rangkaian Gestalt, ketika diminta mengakses memori tertentu secara spesifik mereka akan mengalami kesulitan pada awalnya karena Gestalt yang terbentuk jadi satu itulah yang hadir dalam ingatan mereka. Bagi para pemilik In Time, Gestalt pun terjadi, hanya karena mereka berada dalam mode associated dengan memorinya maka lebih mudah bagi mereka untuk bisa mengakses memori spesifik itu ketika dibutuhkan.
Kumpulan memori yang saling terhubung menjadi satu Gestalt saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam kasus emosi negatif, menandakan ada beberapa memori dengan muatan emosi negatif yang berkumpul menjadi satu Gestalt, ketika kita melepas asosiasi negatif dari salah satu memori maka hal ini akan mempengaruhi kekuatan dari Gestalt tersebut.
Gestalt memiliki sejarah pembentukannya, artinya karena ada memori awal (First Event) pemicu emosi negatif tertentulah maka Gestalt terbentuk dan saling bertautan dari masa ke masa dengan rangkaian kejadian siginifikan lain yang membuat emosi itu muncul (Significant Emotional Event), jadi apa yang mungkin terjadi jika memori awal pemicu emosi negatif itu kita bersihkan muatan emosionalnya? Ya, keseluruhan rangkaian Gestalt yang terbentuk di masa depan akan ikut rontok!
TLT® memetakan pembentukan memori dan kepribadian menjadi tiga periode: Imprint Period (masa pemrograman), yaitu sejak lahir sampai usia 7 tahun, Modeling Period (masa mengamati orang tua dan lingkungan sekitar) yang dimulai sejak usia 7-13 tahun dan Socialization Period (masa bersosialisasi dan pubertas), dari usia 13-21 tahun.
Ketiga periode ini adalah fase yang menentukan kepribadian seseorang, ketika ada Gestalt yang berubah di sepanjang periode ini maka berubah juga struktur kepribadian seseorang di masa kini.
TLT® bekerja dengan dasar sebuah cara berpikir dalam NLP yang berbunyi: “Setiap perilaku memiliki niat positif.”
Maksud dari pemikiran ini adalah bahwa setiap emosi atau keyakinan negatif yang menghambat diri kita saat ini sebenarnya selalu menyimpan maksud positif, hanya saja maksud positif ini tidak kita pahami sehingga kita tidak memahami penanganannya.
Sederhananya begini, bayangkan seseorang yang pernah terkejut dan kaget ketika digigit anjing, ia memaknai peristiwa itu (decision) bahwa anjing adalah hewan yang menakutkan dan berbahaya, apa yang menurut Anda akan terjadi jika ia berjumpa dengan anjing?
Betul, sudah tentu ia akan menghindar, namun mengapa demikian? Karena decision yang dibuatnya saat itu menghasilkan sebuah mode yang memegang peranan di balik sebuah respon takut yang muncul ketika berhadapan dengan anjing. Mode ini memiliki maksud positif untuk menjaga dan menjauhkannya dari anjing, karena dianggapnya sebagai bahaya.
Sekarang bagaimana jika orang itu ‘mengunjungi’ lagi kejadian masa lalu yang menjadi kejadian awal (First Event) penyebab munculnya rasa takut, namun dengan pemahaman yang dimilikinya saat ini, sehingga ia bisa mengevaluasi ulang kejadian itu dan memetik pembelajaran dari kejadian itu, yang dulu tidak disadarinya? Apakah keberadaan rasa takut itu masih diperlukan untuk melindungi diri kita? Tentu tidak, karena pembelajarannya sudah kita sadari.
Itulah landasan pemikiran di balik TLT®, secara umum TLT® biasa digunakan untuk penanganan fobia atau emosi dan keyakinan negatif lain, namun terdapat beberapa manfaat lain dari (TLT)® yaitu:
- Membersihkan jalur Garis Waktu yang terbentuk dari First Event sampai ke saat ini agar perubahan yang sudah terbentuk di First Event terkoneksi penuh ke masa kini.
- Membuka jalan menuju masa depan dengan menghubungkan perubahan yang sudah terjadi di Garis Waktu sejak First Event sampai ke masa kini, sampai terus ke masa depan dan membuka lebih banyak peluang untuk mencapainya.
- Meletakkan outcome, target atau keinginan di Garis Waktu dengan teknik Single Goal Insertion.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang Hipnoterapi dan/atau coaching? Memerlukan layanan terapi atau coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari Hipnoterapi dan/atau coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.