Sistem Keyakinan, Penentu Batasan Pencapaian Anda
Daftar Isi
Mengawali artikel ini, saya ingin Anda melakukan sebuah aktivitas terlebih dahulu, bayangkan saat ini seekor anjing sedang duduk di dekat kaki Anda. Bayangkan dengan senyata mungkin, bukan hanya penampilannya, namun juga suaranya, irama nafasnya dan ekspresinya.
Bagaimana respon Anda terhadap anjing itu? Saya yakin sekali, tergantung dari pengalaman yang pernah Anda hadapi bersama anjing, maka akan muncul respon yang berbeda. Mereka yang pernah mengalami trauma karena dikejar atau digigit anjing akan merasakan sensasi yang tidak nyaman karenanya, sebaliknya mereka yang memiliki hobi memelihara anjing akan merasa nyaman dan malah betah berlama-lama untuk bermain dengan anjing tersebut. Lain lagi dengan mereka yang justru suka mengkonsumsi anjing sebagai makanan (beberapa orang di daerah tertentu memang melakukannya dan menganggapnya hal biasa), akan muncul respon lain yang lebih di luar dugaan.
Intinya adalah bahwa satu objek yang sama bisa memunculkan berbagai respon yang berbeda, namun ada apa di balik itu semua? Pertanyaan itu membawa kita ke sebuah bahasan yang secara langsung akan membahas keyakinan.
Ya, penentu respon Anda terhadap stimulus apa pun di luar diri Anda adalah keyakinan atau pemaknaan yang Anda miliki terhadap stimulus itu. Keefektifan pencapaian Anda bergantung dari cara Anda bergerak dan melakukan berbagai aksi nyata untuk mencapainya, namun perlu diingat bahwa ketika melakukan prosesnya Anda akan dihadapkan dengan berbagai stimulus atau kejadian di luar diri Anda yang harus Anda sikapi, disinilah keyakinan Anda memegang peranan penting penentu efektivitas respon Anda.
Ngomong-ngomong, saya tidak tahu Anda menyadarinya atau tidak, tapi mereka yang takut pada anjing cenderung mendapati situasi dimana ketika mereka berhadapan dengan anjing, maka anjing itu akan menggonggong galak atau bersikap tidak ramah, sementara mereka yang menyukai anjing justru bisa mendapati anjing pun senang bersama mereka. Sebentar lagi Anda akan tahu jawabannya mengapa itu terjadi.
KEYAKINAN DAN RESPON LINGKUNGAN
Saya termasuk orang yang dulu takut dengan anjing, apabila melihat anjing dari jauh saja kaki ini bisa bergetar hebat dan muncullah perasaan gelisah, herannya lagi setiap berjumpa dengan anjing maka respon buruklah yang lebih sering saya dapat, entah itu digonggongi atau pun dikejar.
Dulu fenomena ini masih menjadi sesuatu yang saya tidak pahami dan seolah menjadi misteri. Baru kemudian ketika mempelajari keilmuan teknologi pikiran saya menyadari bahwa keyakinan selalu terhubung dengan emosi, keduanya kemudian memunculkan respon perilaku tertentu, namun dalam bahasan yang lebih menarik, keduanya juga akan memicu pancaran vibrasi sesuai dengan apa yang diyakini (dipikirkan) dan dirasakan.
Ketika saya tinggal di Bali, banyak sekali anjing di lingkungan saya tinggal, ditambah lagi teman-teman saya disana pun memelihara anjing, entah sebagai peliharaan atau penjaga. Seiring berjalannya waktu, keyakinan saya bahwa anjing adalah makhluk berbahaya mulai tergantikan dengan berbagai kemungkinan lain, bahkan rasa takut itu mulai hilang dan saya mulai bisa menyukai keberadaan mereka sebagai penjaga, meski tidak memelihara anjing tapi respon saya sekarang ketika bertemu dengan anjing sudah jauh lebih tenang. Ajaibnya, mereka pun menunjukkan respon yang lebih bersahabat sekarang ini.
Apakah itu kebetulan? Rasanya terlalu kebetulan untuk menjadi kebetulan. Artinya, bukan kebetulan, melainkan ada alasan yang jelas yang bisa dijadikan landasan pemahaman yang logis atas hal ini.
KEYAKINAN EMOSI & RESPON
Kali ini pikirkan suatu hal yang sangat malas sekali Anda lakukan, yang berhubungan dengan kebiasaan, yang bahkan memikirkannya saja enggan, misalnya membereskan lemari baju, menyetrika atau apa pun itu.
Mari berpikir lebih strategis dalam menganalisa sebab-akibat, meski secara sekilas dorongan emosi yang muncul adalah malas atau enggan, sadarilah bahwa ada keyakinan tertentu yang Anda lekatkan pada aktivitas itu yang memicu rasa malas tersebut dan menjadikan respon ogah-ogahan.
Keyakinan bersifat pribadi adanya, antara satu orang dengan orang lain selalu ada rangkaian proses yang berbeda dalam pikiran mereka yang menghasilkan pemaknaan berbeda atas sebuah stimulus, yang memberikan keyakinan berbeda dan pada akhirnya respon yang berbeda, seperti dalam contoh keyakinan terhadap anjing di pengantar artikel ini.
Ingatlah bahwa meski Anda merasa malas melakukan aktivitas tertentu, bisa jadi orang lain malah suka melakukannya, bukankah jelas bahwa hal itu pun terjadi karena keyakinan mendasar yang kita dan mereka lekatkan pada aktivitas itu berbeda maknanya? Begitu juga ketika kita merespon sebuah objek dengan perilaku tertentu, orang lain bisa saja meresponnya dengan perilaku berbeda, bukan soal benar atau salah, melainkan soal efektivitas dan dampaknya, apakah bermanfaat dan mendukung atau malah sebaliknya.
BERUBAHNYA KEYAKINAN & RESPON
Perubahan emosi dan respon bisa terjadi ketika kita mulai melihat ada kemungkinan lain di balik keyakinan satu-satunya yang kita miliki, dengan melihat orang lain melakukannya misalnya dan memahami alasan-alasan mereka menyukai atau melakukannya, kita lalu mengadaptasi landasan-landasan berpikir mereka dan mempertimbangkannya sebagai keyakinan baru yang bisa jadi menghasilkan respon baru.
Itulah yang terjadi pada diri saya yang membuat respon saya berubah terhadap anjing, saya membereskan ketakutan terhadap anjing itu jauh sebelum mempelajari keilmuan tekonologi pikiran, namun baru memahami mekanismenya selepas mempelajarinya.
Yang terjadi adalah saya melihat teman saya memelihara anjing dan bisa begitu akrab dengannya, saya sendiri kala itu masih meyakini bahwa anjing adalah makhluk berbahaya karena pernah digigit ketika kecil dulu. Namun seiring waktu saya melihat bahwa anjingnya tidak menggigit, mulai muncul pertimbangan akan kemungkinan baru di benak saya, plus saat itu teman saya pun banyak menceritakan nilai-nilai kebaikan dari hewan ini yang beberapa di antaranya membuat saya tersadar bahwa keyakinan saya selama ini masihlah terlalu sempit.
Proses masuknya pertimbangan-keyakinan baru itu tanpa disadari mengubah respon emosional saya terhadap anjing, yang semula takut lama-lama menjadi biasa saja. Bbagaimana dengan respon? Sudah jelas ikut berubah karenanya.
Bayangkan Anda mendapati dua orang yang sama-sama berjuang untuk mewujudkan pencapaiannya, keduanya bertemu berbagai masalah dan hambatan, yang satu memutuskan menyerah dan yang satu memutuskan terus melaju. Sekilas yang nampak adalah seseorang yang menyerah dan gigih bukan?
Tunggu dulu, kita bukan hendak menghakimi mereka, melainkan memahaminya, ingatlah bahwa sebelum muncul respon perilaku menyerah dan melaju, pasti ada respon emosi yang muncul, yang menyebabkan munculnya perilaku tersebut, dari manakah respon emosi itu muncul? Anda sudah tahu jawabannya: keyakinan yang berbeda.
KEYAKINAN, EMOSI, VIBRASI & PENCAPAIAN
Mari sejenak kembali ke kisah pribadi saya tadi yang berhubungan dengan anjing, yaitu ketika saya merasa takut dan meyakini anjing adalah makhluk berbahaya maka respon dari anjing itu pun ternyata tidak bersahabat.
Tanpa harus mengulasnya lagi, saya rasa Anda pun sudah bisa menebak kemana bahasan ini mengarah. Ya, karena vibrasi bersumber dari emosi, yaitu apa yang dirasakan dan diyakini, maka vibrasi yang saya pancarkan dari emosi takut itu terpancar dan mempengaruhi anjing dalam kisah itu, yang kemudian menarik (attract) respon yang kurang lebih sama negatifnya.
Mengacu kepada prinsip Law of Attraction bahwa vibrasi yang memancar akan beresonansi dengan vibrasi yang kualitasnya sejenis dan memunculkan respon tertentu darinya, jika vibrasi dari emosi dan keyakinan yang saya pancarkan itu menarik respon negatif dari anjing yang justru bersikap galak, pernahkah Anda berpikir jangan-jangan hal yang sama terjadi pada resolusi yang kita terapkan?
Pernahkah Anda berpikir bahwa jangan-jangan pikiran sadar kita memancarkan vibrasi yang positif untuk menarik resolusi yang kita inginkan, namun pikiran bawah sadar kita justru sebaliknya, emosi dan keyakinan yang tersimpan di dalamnya memancarkan vibrasi yang negatif pada resolusi itu, yang justru menolak resolusi itu?
Seperti yang sudah kita ulas di artikel ‘Pikiran Sadar & Pikiran Bawah Sadar‘ bahwa apa yang tersimpan di pikiran bawah sadar sulit untuk kita ketahui dengan cara biasa karena cara kerjanya yang tidak disadari, namun cara kerjanya justru adalah sembilan kali lipat pikiran sadar.
Sudah bisa ditebak bukan? Upaya nyata kita secara sadar untuk mewujudkan pencapaian itu justru bertolak-belakang dengan vibrasi yang kita pancarkan secara tidak sadar (yang kekuatannya lebih kuat), yang justru menolak atau tidak menginginkan hadirnya resolusi itu dalam hidup kita, penolakan itu bisa jadi karena adanya emosi atau keyakinan negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar, yang tidak kita sadari, yang terbentuk entah karena trauma masa lalu atau adanya keyakinan yang membatasi diri (limiting belief), yang juga tidak disadari, yang memandang resolusi itu sebagai sesuatu yang berbahaya untuk kita.
Apakah itu berarti mustahil untuk mencapai resolusi itu dengan keyakinan dan vibrasi negatif? Tidak juga, tidak ada hal yang mustahil, hanya saja upaya untuk mencapainya akan menghabiskan banyak sekali waktu dan tenaga yang tidak efektif dibandingkan jika kita bisa menyelaraskan keyakinan dan vibrasi itu dengan resolusi yang kita memang desain dengan berlandaskan pemahaman yang tepat.
KEYAKINAN SEBAGAI ‘CETAKAN’
Bayangkan sebuah cetakan dimana Anda bisa meletakkan tanah liat basah di dalamnya, apa yang menurut Anda terjadi ketika tanah liat itu dilepaskan dari cetakannya? Tentu Anda bisa membayangkannya, yaitu bentuk akhir tanah liat itu mengikuti detail cetakannya.
Hal yang sama berlaku untuk keyakinan, berbagai stimulus yang ada dari luar berlaku netral adanya, entah itu ketika Anda mendesain resolusi atau pun ketika melakukan aksi-nyata bergerak mencapainya, keyakinanlah yang akan menjadi cetakan bagi stimulus dari luar itu untuk kemudian dimaknai dengan caranya sendiri dalam pikiran Anda.
Jika ‘cetakan’ itu bagus maka segala informasi yang masuk dari luar akan memberikan harapan untuk bertindak, jika cetakan itu buruk adanya maka peluang sebagus apa pun akan dimaknai sebagai percuma saja.
Dalam beberapa kelas pelatihan saya suka menunjukkan kalimat OPPRTUNITYNOWHERE dan meminta peserta membaca kalimatnya. Uniknya, kebanyakan peserta yang saya jumpai membacanya sebagai Opportunity No Where, yang jika diterjemahkan bermakna ‘tidak ada kesempatan’, sementara sedikit sekali (itu pun biasanya yang sudah mengetahuinya sejak awal karena pernah menemui hal ini) yang membacanya sebagai Opportunity Now Here, yang terjemahannya bermakna ‘kesempatan ada, sekarang dan di sini’.
Menyadari semua hal ini membuat saya memahami alasan di balik sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “Orang yang berpikir besar selalu melihat kesempatan di balik setiap kesempitan, sementara mereka yang berpikir kerdil selalu melihat kesempitan di balik setiap kesempatan.” Sistem keyakinan mereka dan cara mereka mengarahkan fokus membuat semua itu terjadi seolah otomatis karena telah menjadi bagian dari dirinya.
KEYAKINAN DAN GENERALISASI
Meski kita tidak bisa begitu saja mengakses pikiran bawah sadar dan mengetahui bagaimana sebuah keyakinan terbentuk, ada sebuah cara kerja keyakinan yang bisa kita pahami secara mendasar, yaitu ‘generalisasi’.
Generalisasi yang dimaksud disini adalah kecenderungan pikiran untuk melihat sebagian kecil fenomena atau peristiwa, namun menghubung-hubungkannya dengan fenomena lain yang sejenis atau hampir mirip dan menyamaratakannya, meyakini bahwa hal yang kecil tadi berlaku untuk semua hal yang berhubungan dengannya, serta menghapus segala kemungkinan lain yang mungkin saja ada, termasuk ‘generalisasi potensi sukses’.
Seorang teman lama saya bertumbuh menyaksikan teman-temannya yang sukses dalam berbisnis adalah mereka yang didukung oleh latar belakang keluarga yang kaya, yang secara finansial memang mendukung mereka untuk sukses, dari segi modal dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Entah bagaimana, lambat laun terbentuk sebuah keyakinan bahwa ‘untuk sukses dalam berbisnis maka latar belakang keluarga haruslah mendukung’.
Yang terjadi padanya adalah sebuah keyakinan yang memenjarakannya, karena kami berteman baik kami pun sering mengobrol perihal rencana bisnis, saya mengamati bahwa ketika ia mendesain resolusi pencapaiannya, maka keyakinan itu membayanginya, seolah ada sebuah perasaan ragu untuk bisa berhasil karena ia menghubung-hubungkan syarat sukses adalah latar belakang keluarga yang mendukung secara finansial, sementara ia sendiri tidak memiliki kondisi itu.
Pun demikian ketika ia mendengar kesuksesan orang lain, ia akan mencari serangkaian bukti atau kemungkinan untuk memperkuat apa yang sudah diyakininya tentang kondisi finansial keluarga sebagai syarat sukses, pada akhirnya ia akan menemukan yang dicarinya dan kembali berujar “Wajar saja orang ini pun sukses, lihat saja latar belakang keluarganya, kuat modal.”
Menariknya, ketika dihadapkan dengan fenomena lain tentang tokoh sukses yang bukan berasal dari keluarga kuat finansial, ia akan mencari-cari kemungkinan lain bahwa mereka sebetulnya memiliki keluarga jauh yang kaya, yang siap mendukungnya meski tidak diketahui oleh orang banyak di luar sana, atau deretan alasan lain yang menyatakan bahwa mereka pada dasarnya lebih beruntung darinya, sekali lagi hanya untuk membenarkan apa yang diyakininya, tanpa disadari ia menutup diri dan menghapus kemungkinan akan hal-hal lain yang sebenarnya jika ia yakini justru akan lebih membantunya dalam bersikap positif dan mencapai resolusinya.
Kala itu saya belum mempelajari keilmuan teknologi pikiran, ketika sudah mempelajarinya barulah saya paham bahwa ada tiga masalah mendasar darinya: cara mengarahkan fokus yang salah yang berimbas menjadi sikap korban yang menyalahkan nasib, generalisasi keyakinan yang membatasi, serta emosi negatif (takut) yang berlebihan yang membuatnya tidak siap dan ragu mengambil tindakan besar.
Generalisasi keyakinan bisa menjadi sebuah senjata ampuh untuk mencapai resolusi jika apa yang ada di dalamnya mendukung kita untuk memaknai berbagai stimulus dari luar sebagai peluang, bisa juga menjadi sabotase yang hanya memenjarakan potensi kita jika apa yang ada di dalamnya hanya membuat kita memaknai hal-hal yang kita temui sebagai kekurangan atau kesempitan.
Pertanyaannya, apakah sistem keyakinan dan generalisasi sistem keyakinan Anda mendukung Anda untuk mewujudkan harapan dan pencapaian Anda, ataukah ia malah menyabotasenya?
Ingin mengetahui lebih jauh tentang Hipnoterapi? Memerlukan layanan terapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari Hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.