Strategi Belajar Efektif Berbagai Teknik Terapi
Daftar Isi
Lumrah adanya bagi seorang hipnoterapis untuk kemudian memperdalam berbagai teknik terapi lain untuk menunjang praktik terapi dan konseling yang difasilitasinya, baik itu teknik terapi yang berhubungan langsung dengan prosesi hipnoterapi, atau pun teknik terapi lain yang tidak berhubungan langsung dengan prosesi hipnoterapi tapi menunjang pelaksanaan sesi konseling dan terapi.
Sebagai seorang praktisi juga yang melakukan hal tersebut, saya mendapati proses “safari” pembelajaran ini menjadi sebuah pisau bermata dua, di satu sisi ia menjadikan pembelajarnya menimba banyak ilmu, di sisi lain ia juga bisa menjadikan pembelajarnya “bingung”.
Tidak asing saya mendapati beberapa rekan di bidang ini yang sudah “belanja” menghabiskan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit untuk belajar kesana-kemari namun pada akhirnya kebingungan sendiri bagaimana mengintegrasikan yang mereka pelajari dalam praktiknya, ada yang juga malah jadi tidak percaya diri karenanya dan malah jadi kehilangan animo untuk berpraktik.
Artikel ini ditulis untuk memaparkan sudut pandang dan pengalaman saya dalam mempelajari berbagai macam keilmuan sampai kemudian memetik manfaat yang terintegrasi dari semua keilmuan itu dan mampu mengemasnya sebagai sebuah protokol terapi tersendiri yang digunakan secara nyata di ruang praktik konseling dan terapi.
TINJAUAN ATAS FENOMENA PISAU BERMATA DUA
“Belajar tanpa henti” adalah kunci dari pertumbuhan di bidang apa pun, termasuk di bidang hipnoterapi.
Seiring dengan berkembangnya dinamika kehidupan dari masa ke masa, sudah tentu berkembang juga dinamika permasalahan dalam diri manusia, itulah kenapa “pembelajaran tanpa henti” menjadi kunci penting sebagaimana ditegaskan di paragraf sebelumnya di atas tadi.
Dalam sejarah perkembangan dunia Psikoterapi (dimana hipnoterapi tidak bisa lepas dari perkembangan keilmuan ini), terdapat berbagai sudut pandang yang menyoroti prosesi dan mekanisme terapi dengan pertimbangannya masing-masing, dimana kerap kali apa yang dibahas di satu sudut pandang tidak kemudian begitu saja dibahas di sudut pandang lainnya, yang menjadikan pembelajaran atas berbagai sudut pandang ini juga memegang peranan yang tidak kalah pentingnya.
Tapi di sini juga terletak sisi lain dari fenomena ini yang memunculkan kompleksitas tersendiri, ada kalanya pembelajaran tanpa henti ini justru memberikan kebingungan tersendiri bagi beberapa orang karena mereka malah jadi “kewalahan” memahami keterhubungan di balik semua yang mereka pelajari dan malah jadi frustrasi sendiri, apalagi ketika dihadapkan dengan sebuah pembelajaran dimana pembelajaran itu malah “menyalahkan” sudut pandang pembelajaran lain yang mereka pelajari.
Di “momen kritis” ini biasanya muncul keraguan atas apa-apa yang sudah dipelajari, apalagi kalau di setiap pembelajaran yang dilalui kita mendapati bahwa setiap pengajarnya justru saling “menyalahkan” atau “menjelekkan” sudut pandang lain, sampai-sampai kemudian terbersit pemikiran dalam diri kita “Lalu yang benar yang mana kalau begitu?”
Saya pernah berada di fase tersebut, dan sampai sekarang pun saya menyaksikan bagaimana beberapa rekan sejawat turut mengalami fase tersebut, ada yang berujung di fase “kebingungan” dimana mereka sudah menjajal berbagai macam pembelajaran tapi tidak kunjung bisa memahami bagaimana keterhubungan dari semua itu dan bingung bagaimana menggunakan yang sudah mereka pelajari dalam praktik profesionalnya, ada juga yang berujung di fase “frustrasi” dimana kebingungan itu membuat mereka akhirnya muak dan memutuskan untuk meyudahi ketertarikannya di bidang ini.
Di satu sisi jika tidak menimba ilmu maka ada “ketertinggalan” di bidang profesi ini, di sisi lain jika terus menimba ilmu ini malah berujung pada kebingungan, pisau bermata dua.
Jika demikian adanya, bagaimana menyikapi fenomena ini agar kita bisa menempatkan diri secara lebih bijak di tengah situasi ini?
Pertama-tama mari memulainya dengan memahami bagaimana fenomena ini tercipta, dilanjutkan dengan strategi menyikapinya.
PENTINGNYA NIAT YANG JELAS
Saya mendapati satu hal yang membuat para pembelajarnya berujung pada kebingungan adalah karena mereka sendiri tidak punya tujuan atau niat yang jelas atas apa yang mereka pelajari.
Mari sadari bahwa “sekedar tertarik” dan “bisa berpraktik profesional” adalah dua hal berbeda, yang otomatis melahirkan niat yang berbeda.
Niat yang jelas akan membantu kita untuk mengembangkan strategi yang tepat dalam belajar, yang akan mempengaruhi dua hal: sikap mental kita dalam belajar dan strategi pengaturan waktu.
Mereka yang “sekedar tertarik” untuk belajar dan bukan akan berpraktik profesional hendaknya memiliki sikap mental yang lebih rileks dalam belajar, tidak perlu terlalu memaksakan diri berlebih untuk buru-buru memahami apa yang dipelajari, karena hal ini justru memberikan tekanan berlebih dan lebih cepat memunculkan kebingungan serta rasa frustrasi.
Dari segi pengaturan waktu pun, bukankah baru sekedar tertarik dan sekedar ingin menambah wawasan? Maka untuk apa diburu-buru? Nikmati saja perjalanannya, masuki mode belajar yang lebih santai dan fokus menikmati apa yang dipelajari, dengan cara ini apa yang sudah kita serap akan terasa lebih memberdayakan karena tidak ada tekanan yang membebani di dalamnya.
Berbeda dengan niatan untuk “bisa berpraktik profesional”, jika ini yang terjadi maka waktu menjadi sesuatu yang berharga sekali, karena semakin banyak waktu terbuang maka semakin berkurang juga waktu yang bisa kita curahkan untuk mengembangkan praktik profesional kita, hal ini otomatis akan membawa kita pada strategi pengaturan waktu yang berbeda.
Meski hal ini hendaknya jangan sampai menjadi beban tersendiri, paling tidak niat yang jelas ini akan memberikan kita “pengingat” untuk lebih fokus dalam belajar, memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk mengerucutkan setiap yang kita pelajari agar pada akhirnya bisa diintegrasikan ke dalam praktik profesional yang kita jalani.
Ya, “…mengerucutkan setiap yang kita pelajari agar pada akhirnya bisa diintegrasikan ke dalam praktik profesional yang kita jalani…” adalah kunci penting dalam niat yang satu ini, hal ini juga yang hendaknya menjadikan kita lebih bisa memilih dan memilah apa yang kita pelajari, agar kita bisa lebih selektif dalam menempatkan yang kita pelajari ke dalam alur praktik yang akan kita jalani nanti.
Mengapa demikian? Karena tidak semua yang kita pelajari akan begitu saja bisa diintegrasikan ke dalam alur praktik profesional kita nantinya, hal ini akan dibahas lebih lanjut di poin bahasan terakhir nanti yang menyoal “pentingnya kerangka kerja yang jelas”.
PENTINGNYA ESENSI DI BALIK TEKNIK
Sudah “belanja” berbagai macam pelatihan dan teknik terapi tapi masih juga berhadapan dengan kebingungan atas apa yang dipelajari? Sebagai seseorang yang pernah mengalami hal ini, saya mendapati hal ini terjadi karena kita terlalu fokus pada teknik tapi tidak tahu esensi di balik teknik yang kita pelajari, diibaratkan seseorang yang belajar seni bela diri maka kita belajar berbagai macam jurus tapi tidak tahu hakikat dan peruntukkannya.
Teknik adalah wujud pelaksanaan dari esensi. Dalam dunia Psikoterapi, yang pertama berkembang adalah cara pandang dalam memahami Psikologi manusia, diawali dari berkembangnya pemahaman yang menyadari adanya sisi lain dalam cara seseorang berpikir dan berperilaku, yang kemudian melahirkan kesimpulan atas apa yang menjadi akar permasalahan di balik sebuah masalah emosi atau pun perilaku, yang kemudian melahirkan teknik-teknik intervensi spesifik untuk merekontruksi keberadaan dari akar masalah itu agar tercipta resolusi.
Pemahaman mendalam atas cara pandang inilah yang saya katakan sebagai “esensi”, mereka yang belajar memasak dengan fokus pada teknik akan harus berpaku pada resep masakan yang baku setiap kali mereka memasak, tapi mereka yang belajar memasak dengan fokus pada esensi akan bisa mengembangkan resep memasak mereka sendiri nantinya.
Setiap teknik terapi – baik dalam hipnoterapi atau teknik terapi lain apa pun – akan berpijak pada cara pandang yang spesifik yang diadaptasi dari cara pandang Psikoterapi yang sudah lebih dulu ada sebelumnya, disinilah pemahaman atas esensi hendaknya membawa kita untuk memahami perkembangan dari berbagai macam keilmuan itu, sehingga kita paham dimana keterhubungan dari semua itu dalam satu rangkaian proses.
Teknik hipnoterapi berbasis Age Regression misalnya, akan sangat mengakar pada cara pandang Psikodinamika, sehingga cara pandang dari Psikodinamika ini hendaknya dipahami dengan baik oleh mereka yang mempraktikkan pendekatan yang satu ini.
Namun lain dengan proses intervensi/terapi yang dilakukan dalam proses Age Regression, selain mengakar pada Psikodinamika ia akan mengakar juga pada cara pandang Body-Oriented Psychotherapy, Gestalt dan rekonsolidasi memori, sehingga lagi-lagi pemahaman atas cara pandang dari kesemua pendekatan ini akan menjadi modal penting untuk bisa memfasilitasi proses intervensi yang baik.
Meski mungkin menyoroti dari sudut pandang yang berbeda, pada akhirnya di hakikatnya yang terdalam teknik terapi apa pun akan berpijak pada esensi yang sama, disinilah kemampuan untuk menelaah lapisan-lapisan dari setiap sudut pandang ini sampai ke hakikatnya yang terdalam menjadi penting, karena dari sanalah pemahaman yang bersifat esensial kita dapatkan.
Lain teknik terapi yang dipelajari, sebut saja Neuro-Linguistic Programming (NLP), Emotional Freedom Technique (EFT), atau apa pun itu keilmuannya, akan lain cara pandang yang melandasinya. Namun demikian, pada akhirnya tetap saja akan ada esensi yang sama di antara semua keilmuan itu, disinilah pemahaman yang memadai akan esensi ini akan menjadikan kita memiliki cara pandang yang lebih terintegrasi atas keilmuan apa pun yang kita pelajari dan mampu menangkap keterhubungan di balik itu semua, sehingga kita bisa terhindar dari kebingungan kelak dalam mempraktikkannya.
Mereka yang sudah memahami esensi dari proses terapi akan terhindar dari kebingungan ketika mempelajari teknik terapi lain, karena mereka bisa langsung memahami hakikat dari teknik yang mereka pelajari, mereka juga tidak akan bingung atau frustrasi ketika berada di suatu forum pembelajaran yang seolah menyalahkan sudut pandang pembelajaran lain, karena mereka paham perbedaan sudut pandanglah yang melandasi itu semua, di esensinya yang terdalam mereka paham bahwa mereka sebenarnya sedang membicarakan hal yang sama.
PENTINGNYA KERANGKA KERJA YANG JELAS
Sebagaimana sudah dijelasnya sebelumnya, tidak semua yang kita pelajari akan begitu saja bisa diintegrasikan ke dalam alur praktik profesional kita nantinya, tapi mengapa demikian adanya?
Penjelasan sederhana yang perlu kita pahami adalah bahwa praktik profesional adalah sesuatu yang bersifat pribadi, lain praktisi maka akan lain juga alur kerja yang dijalankannya (kecuali memang ada sebuah standarisasi yang disepakati antar praktisi sebagai sebuah alur kerja bersama, seperti yang dioperasikan di kantor praktik saya).
Mampu mempraktikkan sebuah teknik terapi tidak menjamin kita bisa memfasilitasi keseluruhan sesi terapi secara utuh dari awal sampai akhir, apalagi dalam praktik profesional dimana kita bertemu dengan beragam klien asing dengan beragam kompleksitas keluhan dan permasalahannya.
Saya mendapati alur kerja yang terstruktur memegang kunci penting untuk bisa memfasilitasi proses terapi yang berkualitas dan konsisten, tidak ubahnya sebuah protokol, namun hal inilah yang kerap kali luput dari perhatian para pembelajar di dunia terapi dan konseling.
Pengalaman mengajarkan saya untuk pertama-tama merumuskan alur atau kerangka kerja yang jelas dan sistematis atas sebuah sesi terapi dan konseling, dari awal perjumpaan bersama klien sampai kemudian perjumpaan itu selesai.
Awalnya pemetaan alur kerja itu saya buat untuk memudahkan proses kerja pribadi yang sistematis untuk membantu klien, dalam perkembangannya saya mendapati bahwa alur kerja yang jelas ini membantu proses pembelajaran lanjutan yang saya lakukan di banyak kelas yang saya ikuti, setiap kali saya mempelajari hal baru maka saya jadi lebih mudah untuk “mengira-ngira” di alur kerja mana hal baru itu akan ditempatkan, termasuk kalau-kalau diperlukan untuk menambahkan atau menyesuaikan alur kerja yang ada agar hal yang baru dipelajari – yang sekiranya memang diperlukan karena ia teruji efektif – itu bisa terakomodir dengan baik.
Disini jugalah saya lebih bijak untuk “menyaring” yang dipelajari, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua yang dipelajari akan cocok begitu saja diintegrasikan ke dalam alur praktik profesional yang kita jalani, maka lagi-lagi kerangka kerja menjadi acuannya.
Penetapan kerangka kerja akan berhubungan dengan banyak hal, dari mulai pengaturan waktu, pengaturan perlengakapan yang digunakan, pengaturan tata-letak, dan banyak lagi persiapan lain yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya yang kita miliki.
Setiap praktisi memiliki segmen pasarnya masing-masing, yang otomatis mensyaratkan alur kerja yang sesuai dengan segmen pasar tersebut, bisa saja sebuah teknik memang efektif adanya, tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan alur kerja yang kita sediakan, karena tidak memadainya waktu atau perlengkapan yang kita miliki, maka kita bisa memilih untuk (1) menyesuaikan alur kerja kita agar mengakomodir pengetahuan baru yang kita miliki, (2) mengubah segmen pasar, atau (3) mempertahankan alur kerja kita dan mengadaptasi esensi – dan bukan sekedar tekniknya – dari pengetahuan baru yang kita miliki ke dalam alur kerja yang ada, yang mampu mengakomodirnya tanpa harus mengubahnya.
Ketika saya mempelajari berbagai teknik terapi dari para guru dan mentor, terutama yang beraal dari luar negeri, saya mendapati bahwa faktor sosial-kultural memegang peranan yang sangat signifikan di dalam pelaksanaan teknik yang kita fasilitasi, karena tidak semua teknik yang bisa diterapkan pada klien dengan segmentasi tertentu bisa diterapkan pada klien dengan segmentasi lainnya, maka disini juga saya belajar untuk bersikap tegas dalam menyaring mana pengetahuan yang akan memang benar dilibatkan ke dalam alur praktik yang saya fasilitasi, dan yang mana yang akan sekedar menjadi referensi penambah wawasan, hal ini juga yang kelak membantu saya terhindar dari kebingungan setiap kali mempelajari teknik terapi baru dan menjadikan hasil dari setiap pembelajaran itu bisa langsung dipraktikkan dalam alur kerja praktik profesional yang saya fasilitasi.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.