Teori Proteksi Motivasi Dalam Perubahan Perilaku
Permasalahan perilaku – utamanya kebiasaan buruk yang merugikan diri – adalah salah satu jenis permasalahan yang paling banyak mewarnai aktivitas terapi atau konseling yang saya dan tim fasilitasi di kantor layanan praktik hipnoterapi kami di Bandung.
Namun demikian, membicarakan ‘kebiasaan buruk yang merugikan diri ini’ ternyata bukan perkara sederhana, hanya karena sebuah perilaku merugikan bukan berarti seseorang siap untuk berhenti begitu saja dari kebiasaan itu.
Apa yang membuat seseorang tak kunjung berubah meski kebiasaan buruk yang dilakukannya jelas-jelas merugikan dirinya? Hal ini mau tidak mau mengajak kita untuk memahami esensi dari keilmuan Psikologi, yang melandasi praktik coaching, konseling dan psikoterapi.
Psikologi adalah keilmuan yang mempelajari pikiran dan perilaku (APA, n.d.a), itulah mengapa untuk memahami persoalan kebiasaan buruk yang merugikan diri ini kita juga perlu memahami bagaimana pikiran dan perilaku terhubung satu sama lain sampai membentuk sebuah kebiasaan.
PERILAKU DAN PIKIRAN
Sebagaimana Chang (1988) menegaskan bahwa menganalisa perilaku telah menjadi satu tujuan utama dalam keilmuan Psikologi, Schwarzer (2001) turut menjelaskan bahwa ada banyak permasalahan kesehatan dan keselamatan hidup seseorang yang ternyata disebabkan perilaku atau kebiasaan yang beresiko merugikan diri ini.
Karena perilaku adalah respon atas apa yang kita alami di dalam atau di luar diri kita (APA, n.d.b). maka kita tentu memerlukan sebuah formulasi mendasar yang bisa membantu kita memahami apa kiranya pengalaman yang berlangsung dalam diri seseorang, sampai kemudian menjadi sebuah perilaku.
Dari banyak formulasi teori yang ada, teori proteksi-motivasi (TPM) menjadi sebuah model yang dianggap mampu menjelaskan lika-liku perilaku ini secara cukup komprehensif (Tanner et al., 1991), dengan memahami empat proses penilaian kognitif yang mempengaruhi respon perilaku seseorang: penilaian atas keparahan (severity), penilaian atas kemungkinan (probability), penilaian atas perubahan perilaku (response effectiveness) dan penilaian atas kemampuan diri untuk melakukan perubahan (self-efficacy).
TEORI PROTEKSI-MOTIVASI (TPM) DAN PERUBAHAN PERILAKU
TPM bisa digunakan untuk menganalisa sebuah kebiasaan yang merugikan diri dan mengetahui lika-liku pengalaman internal yang melandasinya.
Mereka yang terjebak dengan kebiasaan yang merugikan diri pada umumnya sudah menyadari bahwa kebiasaan yang dilakukannya merugikan dirinya, tapi mengapa hal ini tidak cukup untuk mencegah mereka dari menghentikan kebiasaan tersebut?
Menurut Roger (1983, sebagaimana dikutip dalam Tanner et al., 1991), rasa takut atas dampak dari kebiasaan buruk memang mempengaruhi penilaian seseorang atas dampak dari kebiasaan buruknya, tapi hal ini belumlah cukup untuk menghentikannya, sumber informasi yang ada di dalam empat proses penilaian kognitiflah yang akan lebih menentukan hasil akhirnya,
Seseorang yang terjebak dalam kebiasaan buruk pada dasarnya menyadari dan mampu menilai tingkat keparahan (severity) dari kebiasaan buruknya, selama ia merasa bahwa kadar keparahan dari kebiasaan buruknya masih bisa ditolerir maka ia belum akan menghentikan kebiasaan itu.
Begitu juga membicarakan kemungkinan (probability), melanjutkan bahasan atas poin keparahan sebelumnya, semakin seseorang menilai bahwa kecil kemungkinan ia akan terkena dampak negatif yang ditakutkannya dari kebiasaan buruknya maka semakin ia akan menunda menghentikan kebiasaan buruknya itu.
Katakanlah seseorang sudah terlanjur terkena dampak negatif dari kebiasaan buruknya, ia sudah merasakan langsung ketidaknyamanan yang harus ditanggungnya akibat kebiasaan buruknya. Biasanya saat itu ia sudah mencari tahu cara menghentikan kebiasaan buruk tersebut dengan menghentikan kebiasaan buruknya dan mengupayakan perilaku baru yang lebih positif sebagai gantinya, di dalam pencariannya ia pun mendapati berbagai macam tips dan trik, disinilah ia akan menilai apakah tips dan trik yang didapatnya efektif (response effectiveness) untuk menghindarkannya dari dampak negatif yang sudah terlanjur dirasakannya.
Yang tidak kalah pentingnya, dalam proses perenungan sampai bisa berhenti dari kebiasaan buruk terdapat satu penilaian yang cukup vital, yaitu cara seseorang menilai kemampuan dirinya (self-efficacy) untuk bisa menghentikan kebiasaan buruknya, semakin seseorang merasa dirinya tidak mampu untuk berubah maka semakin ia akan terhambat untuk memulai perubahannya.
Penting dalam proses coaching, konseling dan terapi untuk kita meningkatkan kadar dari setiap proses penilaian kognitif di atas, semakin tinggi kualitas penilaian atas keempat proses tersebut maka semakin tinggi kemungkinan seseorang untuk menghentikan kebiasaan buruknya dan beralih ke kebiasaan baru yang lebih positif.
Referensi:
American Psychological Association. (n.d.a). APA Directory of Psychology. American Psychological Association. https://dictionary.apa.org/psychology
American Psychological Association. (n.d.-b). APA Directory of Psychology. American Psychological Association. https://dictionary.apa.org/behavior
Chang, M. (1998). Predicting Unethical Behavior: A Comparison of the Theory of Reasoned Action and the Theory of Planned Behavior. Journal of Business Ethics, 17(16), 1825-1834.
Schwarzer, R. (2001). Social-Cognitive Factors in Changing Health-Related Behaviors. Current Directions in Psychological Science, 10(2), 47-51.
Tanner, J., Hunt, J., & Eppright, D. (1991). The Protection Motivation Model: A Normative Model of Fear Appeals. Journal of Marketing, 55(3), 36-45. doi:10.2307/1252146
Ingin mengetahui lebih jauh tentang coaching, konseling dan psikoterapi? Memerlukan layanan coaching, konseling dan psikoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari coaching, konseling dan psikoterapisecara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.