Episode 55 – Strategi Mengatasi Kebiasaan Buruk
Memenuhi permintaan beberapa subscriber yang berkomentar di video saya di Youtoube Channel saya minggu lalu, yang meminta saya membahas secara lebih detail penjabaran strategi mengatasi kebiasaan buruk, diunggahlah episode podcast ini.
Pencapaian yang berkualitas bermula dari kebiasaan yang berkualitas, tentu akan menjadi kendala tersendiri ketika ada berbagai harapan ideal yang ingin diwujudkan tapi diri terkendala permasalahan kebiasaan buruk yang menghambat produktivitas, atau bahkan menghambat kualitas hidup
Jadi, bagaimana strategi mengatasi kebiasaan buruk ini?
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kelimapuluhlima Life Restoration Podcast berjudul ‘Strategi Mengatasi Kebiasaan Buruk ’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Strategi Mengatasi Kebiasaan Buruk '
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode lima puluh lima.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, di episode 55 kali ini.
Tapi, seperti biasa tentunya, mengawali podcast ini, doa terbaik dari saya untuk Anda, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai berbahagia dimana pun Anda berada, bersama mereka yang Anda kasihi.
Baiklah, apa kiranya yang menjadi topik bahasan kita di episode kali ini?
Sebetulnya Anda sudah bisa menebaknya sih, karena kan terlihat juga di judul episode kali ini, yaitu ‘Strategi Mengatasi Kebiasaan Buruk’.
Kalau begitu, kita ubah pertanyaannya ya, yaitu: mengapa topik ini diangkat sebagai bahasan di podcast kali ini? Nah kalau ini tentunya ada cerita tersendiri.
Begini, saya membuat sebuah video singkat di Youtoube Channel saya minggu lalu, yang mengangkat tema ‘kebiasaan buruk’ ini, tepatnya di playlist ‘Life Restoration Podcast’, dengan judul ‘Mengatasi Kebiasaan Buruk’.
Ngomong-ngomong, kalau Anda belum subscribe Youtube Channel saya, silakan subscribe juga ya, karena ada banyak sekali bahasan menarik di channel video itu, dengan tema yang saling berhubungan satu sama lain.
Kembali ke cerita minggu lalu ya, jadi minggu lalu, saya mengunggah video singkat tadi, yang berjudul ‘Mengatasi Kebiasaan Buru’, tapi saya sengaja tidak membahas terlalu jauh tema itu, selain mengantisipasi durasi yang bisa jadi terlalu panjang nantinya, juga untuk sebatas mengetahui dulu, apakah kira-kira tema itu dibutuhkan untuk dibahas atau tidak, maka itulah videonya saya buat agak ‘menggantung’, di akhir video saya lalu melemparkan pertanyaan, apakah kira-kira topik ini perlu dibahas lebih lanjut atau tidak.
Maklum lah ya, meski pun Youtube Channel jadi media berbagi secara bebas, tapi tema yang dibahas di dalamnya juga kan perlu diperhitungkan, tidak asal ‘lempar tema’ saja.
Ya salah satunya dilakukan dengan cara tadi, yaitu berinteraksi dengan para audiens untuk mendapatkan aspirasi mereka.
Dan ternyata seru juga, beberapa orang dengan sigap menyatakan permintaannya agar saya membahas tema itu lebih jauh, artinya tema itu memang dibutuhkan.
Pastinya lah ya, namanya kebiasaan buruk, atau kebiasaan tidak produktif, pastinya membuat banyak orang gemas, kita tahu hal itu tidak seharusnya dilakukan tapi memang sulit mengendalikan diri, alhasil terjadi konflik internal yang membuat gelisah, konflik antar sisi kesadaran kita yang tahu harusnya kebiasaan itu dihentikan, dengan sisi kesadaran kita yang entah kenapa terus saja menjalankan kebiasaan itu, maka tidak heran kalau banyak yang membutuhkan bahasan tentang tema itu.
Ya sudah saya putuskan untuk menyiapkan isi bahasannya, tapi saya sengaja menyiapkannya dalam bentuk audio podcast, seperti sekarang ini.
Karena memang, saya lebih suka mengemas tema-tema yang membutuhkan perenungan dalam bentuk audio podcast seperti ini, agar para pendengarnya bisa fokus menyimak dengan pendengarannya saja dan membiarkan narasi podcast ini beresonansi dengan pikiran bawah sadarnya dalam bentuk asosiasi bebas.
Nah mari kita mulai saja dengan satu bahasan sederhana, mengapa kira-kira kebiasaan buruk ini perlu diatasi, dengan strategi yang tepat?
Saya bagi pertanyan itu jadi dua ya, pertama, kenapa kebiasaan buruk ini perlu diatasi dan kedua, kenapa harus dengan strategi yang tepat?
Kita mulai dari yang pertama, kenapa kebiasaan buruk ini perlu diatasi? Sederhana saja, karena apa-apa yang kita dapatkan dalam hidup ini adalah produk dari kebiasaan.
Artinya, kehidupan yang berkualitas dimulai dari kebiasaan yang berkualitas.
Hidup ini mengalir mengikuti ‘hukum kekekalan energi’, yaitu “energi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, ia hanya bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”, alam semesta ini terdiri dari kumpulan energi dan diri kita sebagai bagian dari semesta pun adalah makhluk energi, segala yang kita pikirkan atau lakukan memiliki bobot energinya masing-masing dan begitu juga yang kita dapatkan memiliki bobot energinya sendiri.
Yang kita dapatkan dalam hidup pun adalah hasil dari perubahan energi tadi, ‘energi perbuatan’ yang kemudian berubah menjadi ‘energi perolehan’ atau ‘energi pencapaian’.
Kebiasaan, sebagai bentuk dari sebuah ‘tindakan’ sudah tentu mensyaratkan energi, dan ia pun akan terkonversi menjadi energi juga nantinya, jika kebiasaan ini produktif maka tentu konversi energinya juga produktif, menjadi segala-sesuatu yang produktif, tapi jika kebiasaan ini tidak produktif atau sebut saja ‘kebiasaan buruk’, maka sama saja ini penghamburan energi, energi yang seharusnya bisa kita pakai untuk hal-hal yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dalam bentuk pencapaian-pencapaian, malah jadi terkonversi dan terhamburkan untuk hal-hal yang tidak karuan…terbuang…sama saja kita membuang atau menyia-nyiakan hidup kita kan.
Kedua, kenapa kebiasaan buruk ini perlu diatasi dengan strategi yang tepat? Karena kebiasaan adalah perwujudan dari program yang ada di pikiran bawah sadar.
Pikiran bawah sadar sendiri adalah level kesadaran dalam diri kita yang mengoperasikan banyak sekali aspek dalam hidup kita, di berbagai bahasan podcast sebelumnya saya pernah mengulas tema pikiran bawah sadar ini secara mendalam, tapi tidak ada salahnya di episode kali ini kita bahas secara sekilas ya.
Bayangkan bahwa pikiran sadar adalah kapten kapal dan pikiran bawah sadar adalah kapal, meski memang kapal itu dipimpin kapten, tetap saja kapten tidak bisa mendorong kapal itu sendiri kan, daya dari kapal itu terlalu besar untuk kapten itu dorong atau gerakkan sendiri dengan tenaganya yang hanya sekedarnya.
Memang daya dari pikiran bawah sadar ini besar sekali, tapi cara kerjanya tidak kita sadari atau tidak bisa kita kendalikan secara sadar, ia bekerja ‘di bawah’ kendali kesadaran normal kita, maka itulah disebutnya ‘bawah sadar’.
Di satu sisi ia punya potensi besar, tapi di sisi lainnya cara kerjanya sulit kita kendalikan secara sadar, program di dalamnya beroperasi secara otomatis menjalankan yang dianggapnya benar, jadinya seperti untung-untungan, kalau kapal ini bergerak ke arah yang memang sesuai dengan keinginan kapten ya syukur, artinya program di pikiran bawah sadar ini mendukung pikiran sadar, tapi kalau kapal ini bergerak ke arah yang berlawanan dari yang seharusnya – dari yang kapten tetapkan – maka muncullah masalah, si kapten tahu bahwa kapal ini bergerak ke arah yang salah tapi ia tidak bisa mengubah arahnya, karena daya dari kapal ini terlalu besar untuk dikendalikannya dengan tangan kosongnya
Ini adalah ilustrasi ketika program di pikiran bawah sadar ‘terkontaminasi’ oleh program yang menyebabkan kebiasaan buruk, sang kapten, atau kesadaran logis kita tahu bahwa kebiasaan buruk ini sesuatu yang harus dihentikan, tapi sang kapal – atau pikiran bawah sadar kita – secara otomatis mengoperasikan kebiasaan itu karena ia menganggap kebiasaan itu sebagai program yang benar untuk dijalankan, daya dari sang kapal ini terlalu besar untuk dikendalikan sang kapten dengan dayanya yang kecil, maka sang kapten hanya bisa menyaksikan kapal ini melaju ke arah yang salah, dalam ketidakberdayaan, kesadaran logis kita tahu bahwa kebiasaan buruk ini harus dihentikan tapi kita tidak kuasa menghentikannya, kebiasaan itu terus saja dilakukan tanpa bisa dikendalikan, seperti ada sisi kesadaran – pikiran bawah sadar tadi – yang punya kehendak sendiri untuk menjalankan kebiasaan itu, ketika dicoba dihentikan rasanya menyiksa sekali, seperti ada perlawanan luar biasa yang lagi-lagi mengarahkan diri ke kebiasaan itu lagi.
Tapi begini, namanya kapten, tidak seharusnya mengoperasikan kapal dengan didorong-dorong oleh tangannya kan, idealnya ada mekanisme kemudi dan sistem komunikasi yang menghubungkan ia dengan kapal yang dikemudikannya, agar kapal itu lebih bisa dikendalikannya dan bergerak sesuai arahannya, betul?
Mekanisme kemudi dan sistem komunikasi inilah yang dimaksudkan sebagai ‘strategi yang tepat’ tadi, strategi yang tepat untuk menghentikan kebiasaan buruk ini dimulai dari strategi dalam berkomunikasi dan mengarahkan cara kerja pikiran bawah sadar agar sejalan dengan keputusan dan arah yang ditentukan pikiran sadar.
Jadi, sudah jelas ya, kenapa kebiasaan buruk ini harus diatasi dan diatasinya pun harus dengan strategi yang tepat? Kalau begitu kita mulai membahas strategi mengatasinya sekarang ya.
Strategi pertama mengatasi kebiasaan buruk ini hendaknya kita mulai dengan pertama-tama memahami dulu bagaimana sebuah kebiasaan terbentuk, termasuk kebiasaan buruk.
Kebiasaan – mau positif atau negatif – pasti ada mekanisme pembentukannya, namanya program – seperti komputer saja – pasti ada proses ‘instalasi’-nya – dari yang semula tidak ada, menjadi ada – betul?
Manusia adalah makhluk kebiasaan, default alami manusia ya menjalani aktivitas berdasarkan kebiasaan, bayangkan kalau di setiap hari yang kita jalani kita harus terus mengingat cara-cara melakukan aktivitas yang biasa kita jalani, melelahkan sekali kan jadinya hidup ini? Misalnya saja untuk berjalan kita harus mengingat cara melangkah, untuk berbicara kita harus mengingat cara berbicara, banyak sekali kerumitan dalam hidup ini kan jadinya? Maka itulah sistem kesadaran kita mengakomodir dan mengasimilasi berbagai aktivitas sebagai sebuah sistem memori, yang nantinya sistem memori itu beroperasi otomatis sebagai sebuah mekanisme kebiasaan.
Sebuah kebiasaan bisa ada dan dioperasikan sebagai sebuah ‘mekanisme otomatis’, bermula dari satu momen dimana kebiasaan itu dulunya dioperasikan sebagai satu aksi atau tindakan, satu tindakan itu kemudian mendapatkan serangkaian ‘pengulangan’, sampai ia menjadi sebuah sistem reflek yang beroperasi sendiri dalam diri kita.
Dalam setiap hari yang kita jalani sekarang, kita menjalaninya berdasarkan kebiasaan yang sudah terbentuk dalam diri kita, bahkan dalam menjalankan aktivitas baru pun kita akan belajar menjalankannya pertama-tama menggunakan mekanisme yang sudah ada dalam diri kita, jika mekanisme lama mampu mengoperasikannya dengan sedikit penyesuaian maka terjadilah proses yang disebut ‘asimilasi’, tapi jika mekanisme lama dalam diri tidak mampu mengoperasikannya maka kita harus belajar mengoperasikan mekanisme baru agar aktivitas itu nantinya tetap bisa dioperasikan, proses ini disebut ‘akomodir’.
Sejauh ini jelas ya, kebiasaan terbentuk dari sebuah proses pengulangan, karena kita merasa ada sebuah aktivitas yang harus mampu kita operasikan untuk bisa memenuhi tuntutan situasi di luar diri kita.
Dalam hal ini kebiasaan buruk bisa terbentuk karena kita belajar mengoperasikan sebuah mekanisme tertentu di masa lalu, yang kita anggap benar, dan memang dulu mekanisme itu tidak menyebabkan masalah apa pun, misalnya “Kalau lagi bengong ya nyemil aja daripada ga ada kerjaan”, maka dimulailah satu kali tindakan nyemil itu, yang lalu memberikan sebuah pemenuhan tersendiri, yang terus berlanjut menjadi sebuah kebiasaan.
Atau bisa juga sejak kecil punya kebiasaan menyimpan barang sembarangan – dimana hal ini tidak dianggap sebagai hal yang salah – karena memang seperti itu kebiasaan yang dikembangkan dalam keluarga.
Dulunya mungkin kebiasaan-kebiasaan itu tidak membawa masalah, tapi bisa jadi makin dewasa kebiasaan itu menjadi tidak produktif dan bahkan menjadi masalah. Ketika dewasa mengalami masalah berat badan karena kebiasaan nyemil tadi misalnya, tapi sulit menghentikan karena sudah jadi kebiasaan, atau dalam kasus kebiasaan berantakan tadi, ketika dewasa dan sudah menikah ternyata mendapatkan pasangan yang justru selalu rapi menyimpan barang, akhirnya terjadi konflik karena kebiasaan menyimpan barang sembarangan ini sulit dihentikan.
Apa-apa yang sekarang ini dianggap sebagai kebiasaan buruk sekarang ini bisa jadi bermula dari kebiasaan lama – di lingkungan lama – dimana dulunya kebiasaan ini tidak dianggap sebagai masalah, tapi di masa depan kebiasaan ini membawa masalah atau dianggap sebagai masalah di lingkungan baru dimana kita berada.
Tapi tidak hanya itu, ada lagi satu hal yang menjadikan kita mengoperasikan kebiasaan buruk yang sulit dihentikan, yaitu mekanisme perlindungan yang ingin menjauhkan kita dari ketidaknyamanan emosional tertentu, biasa juga disebut defense mechanism.
Begini, ada kalanya sebuah situasi tertentu memunculkan ketidaknyamanan emosional dalam diri – bisa kecemasan atau kegelisahan – karena situasi itu membangkitkan luka atau trauma tertentu dalam sistem kesadaran kita, misalnya ketika berada di rumah sendirian lalu stimulus itu membangkitkan sisi terluka di pikiran bawah sadar kita karena waktu kecil sering kesepian, dalam hal ini memang pikiran bawah sadar yang merasa terluka langsung memunculkan ketidaknyamanan, tapi terjadi mekanisme pertahanan dalam diri yang tidak mau atau menolak merasakan ketidaknyamanan itu, yang kemudian mengalihkan kita ke sebuah aktivitas yang dirasa lebih memberikan kenyamanan, aktivitas ‘pelarian’ inilah yang menjadi kebiasaan buruk, misalnya menggigit kuku, nyemil, nonton video porno, game online atau apa pun, intinya ada sebuah momen dimana sebuah luka di pikiran bawah sadar hampir naik ke permukaan dan hampir kita rasakan, tapi sistem perlindungan psikis kita mengalihkan kita ke aktivitas lain yang bisa mengalihkan kita dari ketidaknyamanan itu dan meredakannya, yaitu dalam bentuk kebiasaan buruk tadi.
Nah sudah cukup jelas seharusnya sejauh ini memahami bagaimana kebiasaan terbentuk, terutama kebiasaan buruk, sekarang kita masuk ke strategi kedua, yaitu meyiapkan niat.
Anda mungkin menyadari bahwa di banyak episode podcast dan tema panduan teknis yang saya bagikan, niat ini selalu menjadi sorotan tersendiri dan selalu ada di setiap panduan, karena memang demikian adanya, niat yang kuat melambangkan kapten kapal yang fokus dengan kejelasan arah kemana kapal seharusnya diarahkan.
Tanpa niat yang kuat ibaratnya kapten kapal ini tidak memiliki kebulatan tekad untuk mengarahkan ulang kapal besar ini ke arah yang benar, bahkan arah yang benar saja mungkin kapten ini tidak tahu.
Fase merenungkan dan menetapkan niat ini menjadi sebuah proses yang ‘sakral’, saya bahkan sering mengatakan: curahkan waktu dan atensi yang matang dalam proses ini, kalau perlu lebih berlama-lamalah di sini.
Tapi bukan sebatas berlama-lama tidak jelas lho ya, maksudnya berlama-lama ini membulatkan tekad sampai secara logis dan emosional jelas sekali kebulatan tekad ini muncul untuk benar-benar menghentikan kebiasaan buruk ini, karena menyadari penuh dampak buruk yang menyertai kebiasaan ini dan dampak baik yang bisa kita rasakan kalau kebiasaan ini kita hentikan, istilahnya: sampai ke titik muak atas kondisi dan kebiasaan buruk yang berlangsung berlarut-larut ini dan muncul sebuah ketegasan tekad untuk benar-benar menghentikan kebiasaan buruk ini sekarang juga.
Kalau perenungan dan penetapan niat ini sudah kuat, waktunya masuk ke strategi ketiga, yaitu menata ulang sistem memori dalam diri yang mengoperasikan kebiasaan itu.
Begini, kebiasaan adalah mekanisme, di balik mekanisme ini ada dua sistem memori yang melatarinya, ada sistem memori yang melatari kebiasaan buruk karena sistem memori ini terbentuk dengan meyakini bahwa kebiasaan – yang dianggap buruk sekarang – itu adalah kebiasaan yang benar – dulunya, dan ada juga sistem memori yang melatari kebiasaan buruk sebagai sistem perlindungan karena sistem perlindungan ini ingin menjauhkan kita dari ketidaknyamanan emosional yang bisa muncul kalau kebiasaan itu tidak kita lakukan.
Maka begitu juga ada dua cara menata ulang sistem memori dalam diri agar kita bisa menghentikan kebiasaan buruk ini dan menata kebiasaan baru yang lebih produktif.
Cara pertama, yaitu dengan membuat sistem memori kebiasaan baru yang nantinya dijalankan menggantikan sistem memori yang melatari kebiasaan lama, lalu cara kedua, yaitu dengan menyembuhkan luka lama yang mengaktifkan sistem perlindungan dalam diri untuk mengalihkan kita dari luka itu dalam bentuk kebiasaan buruk.
Kedua cara tersebut beda peruntukkannya, dan sebentar lagi akan kita bahas teknis peruntukkannya, tapi ada satu langkah esensial yang diperlukan sebelum melakukan keduanya, yaitu tentukan apa mekanisme baru yang akan dilakukan untuk menggantikan kebiasaan lama itu.
Maksudnya begini, ingat bahwa manusia adalah makhluk kebiasaan, selama ini sistem kesadaran kita sudah terlanjur mengalokasikan sebagian dari energinya di waktu-waktu dimana kebiasaan buruk itu dilakukan. Karena hal itu sudah menjadi bagian dari ‘alokasi’, maka kita harus menegaskan dengan jelas, kali ini alokasi energi itu akan dipakai apa, apakah untuk melakukan hal lain yang lebih produktif, atau memang alokasi energi itu tidak akan dipakai dan akan dikembalikan saja ke sistem kesadaran kita.
Misalnya, kebiasaan ‘nyemil ketika bengong sendirian’, alokasi energi yang dulunya dipakai untuk menjalankan kebiasaan ini akan dialihkan ke kebiasaan baru, seperti ‘minum air putih’ misalnya, atau alokasi energi ini memang benar-benar akan distop, jadinya kebiasaan itu dihentikan dengan kita mengaktifkan self-reminder atau gerakan sederhana yang akan menghentikan kebiasaan itu, misalnya menarik napas panjang dan dalam, intinya: apakah kita akan membuat pola baru, atau sebatas menghentikan pola lama saja.
Nah, kalau sudah jelas apa mekanisme yang akan diambil, entah itu membuat mekanisme baru atau sebatas menghentikan mekanisme lama, baru kita bahas wujud nyata dari cara pertama menghentikan kebiasaan buruk dengan membuat sistem memori kebiasaan baru yang nantinya dijalankan menggantikan sistem memori yang melatari kebiasaan lama.
Wujud sederhana dari cara ini kita lakukan dengan ‘memaksakan diri’, menciptakan pemikiran spontan dan memacu gerak reflek tubuh kita untuk melakukan kebiasaan baru yang akan kita adaptasi, sampai lama-lama tubuh kita mengingat sistem memori itu, proses ini diawali dengan melatih dulu diri kita untuk mengingat sistem memori baru itu.
Misalnya begini, mereka yang memiliki kebiasaan buruk sulit bangun pagi, ketika akan bangun seperti berat rasanya, nah familiar kan dengan yang satu ini he…he…
Maka dengan niat yang kuat, sebelum tidur mereka yang ingin bisa bangun pagi dengan sigap ini hendaknya melatih diri, membuat sebuah simulasi mental dan fisik, besok di pagi hari kalau bangun akan melakukan apa pertama-tama, misalnya membuka mata dengan sigap ketika alarm bunyi, lalu beranjak bangun, nah ini gerakan beranjak bangunnya bagaimana, simulasikan juga, terus melakukan apa…apa…dan seterusnya, pokoknya wujud mekanisme idealnya bagaimana, ya itu yang disimulasikan.
Simulasi ini bukan hanya dipikirkan, tapi dilakukan secara fisik, jadi sebelum tidur itu benar-benar pura-puranya melakonkan adegan bangun di besok pagi dengan sigap, ini dilakukan beberapa kali, gunanya untuk meng-install mekanisme baru ini secara perlahan di memori otot atau muscle memory kita, kalau proses ini sudah dibangun dengan bagus dan dibarengi niat yang kuat, pasti lebih mudah mekanisme kebiasaan produktif baru ini tercipta dan menggantikan kebiasaan lama yang tidak produktif.
Begitu juga untuk contoh mengatasi kebiasaan tidak produktif lain, esensinya sama, yaitu mensimulasikan diri kita melakukan mekanisme kebiasaan baru untuk menggantikan kebiasaan tidak produktif itu, simulasi ini dilakukan berkali-kali secara fisik dan mental, tubuh melakukan gerakan dan mental memainkan pikiran spontan yang menyertai gerakan fisik itu, proses ini ditujukan untuk menciptakan sistem memori baru dalam otak yang siap mengoperasikan mekanisme baru itu.
Esensi dari proses ini yaitu mekanisme neuroplasticity, yaitu kemampuan otak untuk menciptakan jalinan syaraf yang melatari sebuah kebiasaan, dengan melakukan proses ini kita menciptakan sebuah jalinan syaraf yang mengoperasikan kebiasaan baru, ketika melakukan ini memang jalinan syaraf yang mengoperasikan kebiasaan lama masih ada, dan keduanya bekerja secara bergantian, tapi seiring waktu kita lebih sering dan intens mengoperasikan mekanisme baru maka otak kita akan lebih mengedepankan sistem syaraf yang mengoperasikan mekanisme baru ini, sampai lama-lama sistem syaraf yang mengedepankan mekanisme lama makin jarang aktif dan lama-lama pasif, tidak lagi muncul.
“Tapi kan butuh waktu, kan susah”, hei serius gak sih mau berubah? Kalau serius ya fokus dan hilangkan alasan dong, makanya di awal tadi saya katakan niat harus kuat dan bulat.
Ya pokoknya begitu deh inti cara pertama, sekarang masuk ke cara kedua, cara kedua ini digunakan kalau ketika kita mencoba cara pertama tadi ternyata kita mendapati ada seperti gejolak perlawanan atau gejolak emosional yang sulit tertahankan ketika mencoba menghentikan kebiasaan buruk tadi, yang menandakan bahwa kebiasaan buruk yang dilakukan sebenarnya merupakan sebuah mekanisme perlindungan perlindungan dalam diri untuk mengalihkan kita dari luka dalam diri.
Untuk yang satu ini agak beda dengan cara biasa, diperlukan upaya untuk menyadari apa jenis luka yang ingin ditutupi oleh sistem perlindungan kita, sampai-sampai ia terus mengalihkan kita ke kebiasaan buruk itu.
Cara kedua ini ada kalanya mensyaratkan bantuan profesional yang kompeten, karena akan melibatkan penanganan luka batin dalam diri, di episode kali ini saya bahas strateginya secara garis besar saja ya, agar jangan sampai nanti ada yang coba-coba melakukan tapi malah kerepotan sendiri karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan luka itu.
Jadi begini, untuk jenis kebiasaan buruk yang dilatari oleh adanya luka, kita perlu mengheningkan diri sesaat ketika dorongan untuk melakukan kebiasaan buruk itu muncul, misalnya dorongan ingin nyemil, nonton video porno, main game online, judi dan sebagainya, kita sadar dorongan itu muncul, tapi kali ini kita masuk mode hening dan rasakan ketidaknyamanan emosional yang muncul ketika dorongan itu kita tahan, nah ketika ketidaknyamanan emosional itu muncul kita lalu menghayati lebih dalam sensasinya, seperti membayangkan diri kita masuk ke dalam diri kita sendiri dan merasa-rasai sensasi ini rasanya seperti sensasi tidak nyaman yang muncul di usia berapa dan karena peristiwa apa, nah disini biasanya kita akan bisa merasakan dan menyadari ada luka batin apa dalam diri kita yang coba ditutupi oleh mekanisme kebiasaan buruk itu.
Tapi ingat, jangan lakukan proses ini sendiri tanpa bantuan praktisi profesional yang kompeten kalau Anda tidak siap, karena nantinya setelah luka batin itu ketahuan kita harus menyembuhkannya, nah ini ada caranya tersendiri.
Kalau ternyata ketika mencoba cara kedua ini tidak ada ketidaknyamanan emosional yang muncul bagaimana? Ya sudah, berarti memang kebiasaan buruk itu bukan muncul sebagai fungsi perlindungan, cara pertama tadi seharusnya bisa menjadi solusi, lagipula cara kedua ini baru kita lakukan kalau ada gejolak emosional ketika melakukan cara pertama kan.
Intinya, kalau memang ada luka batin dan luka batin itu sudah tersembuhkan, barulah kebiasaan buruk itu akan lebih mudah kita hentikan, yaitu dengan melakukan cara pertama tadi, mulai mengadaptasi mekanisme baru untuk menggantikan mekanisme lama, kali ini pasti akan lebih mudah karena mekanisme lama yang muncul kekuatannya sudah melemah, ia tidak lagi muncul sebagai fungsi perlindungan diri, maka mekanisme lama bisa kita ganti dengan lebih efektif, dengan mekanisme baru di cara pertama tadi.
Baiklah, seperti itu kira-kira strategi mengatasi kebiasaan buruk: mulai dari niat, tetapkan mekanisme baru yang akan kita adaptasi, dan rubah mekanisme sistem memori yang melatari aktifnya kebiasaan dalam diri kita.
Bagaimana, siap untuk melaksanakan strategi ini untuk mengatasi kebiasaan buruk yang menghambat kualitas pencapaian?
Sampai jumpa di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.