Episode 31 – Peran dan Misi Jiwa
Saya tidak banyak membicarakan tentang ‘misi jiwa’ dalam pembicaraan sehari-hari, melainkan hanya di sesi khusus bersama para klien, namun entah kenapa cukup banyak tanda yang seolah menyiratkan untuk membagikan ulasan ini, setelah menimbang beberapa waktu akhirnya diputuskanlah menuangkan ulasannya dalam bentuk audio podcast.
Jadi, apa yang dimaksud misi jiwa ini? Apa bedanya dengan peran jiwa? Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluhsatu Life Restoration Podcast berjudul ‘Peran dan Misi Jiwa’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Peran dan Misi Jiwa'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh satu.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, seperti biasa…doa terbaik semoga Anda semua selalu dalam kondisi sehat, berlimpah dan bahagia.
Kembali bersama saya, Alguskha Nalendra, di episode ke-31 Life Restoration Podcast di hari Kamis ini.
Sebentar, saya perjelas dulu sedikit, karena bisa jadi Anda mendengarkan episode ini justru bukan di hari Kamis.
Yang saya maksudkan sebelumnya sebagai hari Kamis adalah karena memang jadwal rutin publikasi podcast saya adalah hari Kamis.
Bisa jadi Anda mendengarkannya bukan di hari Kamis ketika podcast saya dipublikasi, jadi mohon dipahami saja kalau saya menggunakan kata ‘Kamis’ di pengantar pembuka podcast ini – dan banyak podcast lainnya – ya.
Di sisi lain, kalau Anda termasuk yang ingin mendengarkan setiap episode podcast saya secara ‘segar’, mendengarkannya di hari dimana ia baru saja dipublikasi, maka saya mengundang Anda untuk terhubung dengan saya di Youtube Channel saya, ‘Alguskha Nalendra’, dan Spotify Channel saya: ‘Life Restoration Podcast’ agar Anda bisa terus mendapatkan informasi terkini secara langsung di hari dimana ketika ada episode-episode baru yang diunggah di channel saya ini.
Sampai saat ini sudah ada tiga puluh lebih episode di podcast saya yang bisa Anda nikmati di waktu senggang. Tidak bosan-bosannya, saya juga mengingatkan Anda untuk silakan mendengarkan lebih banyak – atau bahkan semua – episode-episode di podcast saya tadi, agar Anda semakin memahami esensi dari berbagai bahasan tentang restorasi kehidupan yang saya ulas di berbagai episodenya.
Baiklah, apa kira-kira yang akan mewarnai topik bahasan di episode ke-31 kali ini? Hmm, seperti biasa, daripada mengambil tema inspirasi yang terlalu jauh, saya lebih suka mengambil tema bahasan yang cukup dekat dan mudah ditemukan di sekitar kita.
Bukan sebuah kebetulan, akhir-akhir ini satu tema yang cukup sering menjadi bahan perbincangan saya bersama para klien adalah bagaimana mengetahui ‘misi jiwa’ kita.
Wow, pembicaraan yang cukup berat kan, tapi mau bagaimana lagi, memang itu tema yang cukup banyak menjadi topik tersendiri akhir-akhir ini yang dilontarkan oleh para klien saya.
Memang tidak ada yang kebetulan, tema itu kebanyakan dilontarkan karena berbagai tanda yang seolah-olah dihadirkan oleh semesta di sekeliling mereka, kebanyakan kisah klien saya bermula karena merasakan ketertarikan tersendiri ketika membaca status di media sosial saya yang membahas tentang misi jiwa ini, tapi bukan hanya itu, ketertarikan itu bercampur dengan kegelisahan atas situasi penuh ketidakpastian yang sedang berlangsung sekarang ini dimana berita-berita menyedihkan terus bermunculan dari waktu ke waktu tentang orang-orang terkasih yang berpulang lebih dulu meninggalkan kita.
Memang tidak nyaman rasanya mendengarkan berita-berita itu, ada rasa berat karena harus merasakan kehilangan, tapi sekali lagi, tidak ada yang kebetulan, di balik setiap peristiwa pastilah ada hikmah pembelajaran yang semesta sajikan pada kita, andai saja kita mau membuka diri dan membuka hati untuk memahaminya.
Itulah yang dialami oleh para klien saya, ada sebuah kesadaran yang merayapi hati mereka – yang lantas bertanya-tanya – seandainya mereka harus berpulang juga hari ini maka apa yang akan mereka tinggalkan di dunia ini…adakah sebuah ‘peninggalan’ yang bisa mereka wariskan yang bisa membawa manfaat bagi orang banyak…dan apakah saat ini mereka sudah menjalani kehidupan yang sesuai dengan misi jiwanya…sehingga kalau pun mereka ditakdirkan mengakhiri perjalanannya, mereka bisa mengakhirinya dengan rasa puas karena sudah menjalani misi yang seharusnya mereka jalani.
Nah, sampai sini, mari sadari dulu bahwa kata ‘misi jiwa’ ini bisa memberi makna yang berbeda-beda pada setiap orang, bisa jadi bahkan lebih banyak orang yang masih merasa asing dengan kata ini, jadi mari kita pahami dulu apa saja kira-kira makna yang terkandung di balik kata ini.
Saya tidak sedang mengatakan bahwa bahasan yang saya ulas tentang misi jiwa ini akan mewakili arti yang sebenarnya, bahkan saya sendiri tidak yakin apakah kata ‘misi jiwa’ ini tepat menggambarkan apa yang saya maksudkan, tapi paling tidak itulah kata yang saya sering gunakan untuk menggambarkan ulasan saya kali ini.
Mari kita mulai dari kata ‘jiwa’ itu sendiri, saya tidak akan terlalu berpanjang lebar mengulas jiwa ini dari sudut pandang spiritual, karena bahasan yang satu ini bisa berkembang kemana-mana, belum lagi kalau diulas dari sudut pandang keyakinan yang berbeda, salah-salah bisa-bisa malah jadi bersitegang karena beradu pendapat soal arti dari jiwa ini sendiri.
Bagi saya pemahaman jiwa ini saya artikan sebagai ‘sumber energi dalam diri kita’, sekali lagi sekedar mengingatkan ulasan yang sudah sering sekali saya ulas di berbagai episode podcast saya sebelumnya: manusia adalah makhluk energi, di balik tubuh fisik kita yang nyata ini, yang bisa disentuh dan dikenali secara fisik, jika tubuh fisik ini diurai maka kita akan sampai ke struktur terkecil yang lebih kecil dari atom, yang kita kenal sebagai energi.
Nah, bahasan yang satu ini bisa lebih jelas Anda temukan di episode-episode lain podcast saya, utamanya di episode kesatu dan kedua yang membahas tentang ‘hukum semesta’.
Tapi mari kembali dulu ke bahasan kita tadi, sekali lagi saya mengartikan jiwa sebagai sumber energi dalam diri kita, sebuah ‘daya hidup’ yang menghidup diri kita. Terlepas dari Anda memandang atau menyebutnya dengan cara apa di keyakinan yang Anda miliki, saya lebih suka menghubungkannya dengan tema bahasan tentang energi, agar ia lebih bersifat universal.
Sekarang mari mengulas hal berikutnya, yaitu ‘misi’, bagaimana jiwa bisa punya misi?
Yang satu ini lagi-lagi kembali kepada sudut pandang.
Saya termasuk orang yang meyakini bahwa di alam semesta ini tidak ada yang sia-sia, segala-sesuatu yang ada di muka bumi ini pastilah memiliki peran keberadaan, di dalam dunia hewan dan tumbuhan kita mengenal ‘siklus rantai makanan’ dan ‘siklus kehidupan’, bagaimana setiap hewan dan tumbuhan yang ada pastilah memiliki fungsinya tersendiri bagi alam semesta ini, bahkan berbagai benda-benda kecil di sekitar kita saja pastilah memiliki peran dan kegunaan.
Mungkin saja bagi sebagian orang ular menjadi hewan yang dianggap menakutkan dan membahayakan, tapi mari sadari bahwa berkat ular jugalah penyebaran hama menjadi lebih terkendali, karena mereka termasuk makhluk predator yang mengkonsumsi hama.
Itu baru satu contoh saja, kalau kita membuka diri untuk berpikir lebih mendalam dan merenungkan siklus kehidupan di alam semesta ini maka setiap makhluk pasti selalu punya peran keberadaan dirinya di kehidupan yang dijalaninya.
Hewan dan tumbuhan hidup dengan mengikuti insting alaminya, mereka menjalankan perannya sesuai fungsi keberadaannya karena insting alaminya memang membimbing mereka untuk itu.
Manusia agak lain, kita diberikan ‘kehendak bebas’ atau ‘akal’ untuk membuat lebih banyak pilihan, bersama kehendak bebas ini ada nafsu, logika dan juga nurani, karena ada kesemua hal inilah kita menjadi pribadi yang bisa membuat keputusan dan menggunakan kekuatan dari keputusan itu untuk melakukan banyak hal secara berbeda, dibandingkan hewan atau tumbuhan yang mungkin hanya mengikuti naluri alaminya dan melakukan hal-hal yang memang sudah menjadi bagian dari naluri alaminya itu.
Tapi bersama kehendak bebas ini juga kita menjadi makhluk dengan struktur energi yang lebih kompleks, kalau Anda masih ingat di bahasan episode-episode sebelumnya, saya sudah mengulas bahwa pusat dari getaran energi yang kita pancarkan di kehidupan ini pada akhirnya akan bermuara pada sistem kesadaran yang berpusat dari pikiran.
Karena hewan dan tumbuhan hidup dengan mengikuti insting alaminya, maka getaran energi yang mereka pancarkan lebih sederhana, hanya mengikuti getar nalurinya. Nah, lain dengan manusia, kita memiliki kehendak bebas atau akal tadi, yang menjadikan struktur energi kita lebih kompleks, ada getar energi yang berpusat dari nafsu, dari logika, dari nurani dan banyak lagi, semua ini menjadikan kita pribadi yang otentik.
Tapi jiwa juga punya getar energi otentiknya sendiri, tidak ada yang baru di alam semesta ini, sebagaimana hukum kekekalan energi berbunyi “Energi tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan, ia hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”, maka jiwa pun demikian, setiap kali terjadi peristiwa dimana seseorang ‘berpulang’ atau meninggal perlu kita sadari bahwa yang menyudahi perjalannya di dunia ini hanya tubuh fisiknya, bukan jiwanya.
Sebagai bentuk energi, jiwa hanya akan berubah bentuk menjadi bentuk energi lainnya, mengenai nantinya berubah menjadi bentuk energi yang seperti apa, di wujud barunya yang seperti apa, di frekwensi yang lebih rendah atau lebih tinggi itu lain soal, itu tidak saya bahas dulu, karena lain keyakinan bisa lain memaknainya.
Yang ingin saya ulas adalah sebagaimana halnya tidak ada yang sia-sia di alam semesta ini maka begitu juga setiap jiwa tidak ada yang sia-sia.
Mengikuti hukum kekekalan energi, jiwa kita yang sekarang ini adalah bentuk energi yang sudah berubah bentuk berkali-kali, tidak terhitung jumlahnya, bahkan bukan hanya berubah bentuk tapi bercampur-baur dengan ragam jenis energi lain, menghasilkan keunikan yang khas.
Meski sudah berubah bentuk berkali-kali, satu yang tetap menjadi patokan adalah bahwa tidak ada yang sia-sia di alam semesta ini, semua selalu punya peran dan fungsinya, sehingga terlepas dari apa pun ‘perjalanan energi’ yang jiwa kita pernah alami sampai tiba di titik sekarang ini, pada akhirnya yang perlu kita sadari adalah bahwa jiwa kita yang sekarang ini pastilah punya peran dan fungsinya juga di dunia ini, yang menjadikannya berbeda dengan keberadaan jiwa-jiwa lainnya.
Intinya, jiwa kita punya perannya yang khas, begitu juga jiwa semua orang di kehidupan ini, yang dengan keunikan perannya itulah maka kehidupan ini berjalan dan berevolusi, dengan kata lain: kita semua punya tugas yang berbeda, yang karena perbedaan tugas-tugas inilah maka kehidupan dan peradaban bisa bergerak maju.
Saya sering kali menggunakan ilustrasi: kalau setiap orang jadi pedagang lalu siapa yang beli? Kalau setiap orang jadi pembeli lantas mau beli dari siapa, kan tidak ada yang dagang? Kalau setiap orang jadi pemimpin lantas siapa yang akan dipimpin, begitu juga kalau setiap orang jadi yang dipimpin, lantas siapa yang memimpin? Begitu juga peran-peran lainnya lah, kalau setiap orang perannya sama maka kehidupan ini akan ‘macet’ tidak berjalan kemana pun.
Karena energi pada dasarnya harus terus mengalir maka begitu juga kehidupan ini, ia terus bergerak maju dan mengalir, namun untuk terus mengalir ia selalu butuh keberagaman, maka begitu juga dalam kehidupan ini ada keberagaman peran yang membuatnya bergerak dan mengalir, di dalam keberagaman peran inilah kita sedang memainkan peran kita tersendir yang membuat kehidupan ini mengalir.
Secara ekstrim, saya sering juga mengatakan, bahwa bahkan orang yang dikenal buruk atau jahat sekali pun punya perannya sendiri, dengan adanya mereka kita jadi punya pembanding dan nurani kita jadi bisa aktif karena bisa mengetahui apa yang harus kita hindari, kita jadi bisa memutuskan untuk tidak jadi seperti mereka!
Bersama peran yang kita mainkan, tersimpan sebuah perjalanan, yang akan bermuara pada tiga hasil akhir, dimana salah satunya adalah misi jiwa.
Yang pertama, jika peran ini kita tidak kita sadari maka bisa jadi kita menjalani kehidupan dengan tidak sejalan dengan peran atau fungsi otentik kita, biasanya akan muncul banyak luka dan hambatan kehidupan yang bersifat menyakitkan dan membekas, hal ini yang sering kali disebut sebagai ‘kemelekatan’, yang membuat ketika perjalanan jiwa ini usai di peran fisiknya saat ini maka ia harus mengulang lagi perannya karena ia belum ‘lulus’ dengan tugasnya sebelumnya.
Yang kedua, ketika peran ini kita sadari maka kita jadi bisa memandang kehidupan dengan lebih penuh makna, kita jadi paham alasan mengapa segala-sesuatu terjadi dalam hidup dan kita tidak lagi terlalu mengeluhkan kejadian yang menyakitkan atau bahkan terlalu heboh merayakan kejadian yang menyenangkan, ini yang sering disebut sebagai ‘eling lan waspada’, kita mulai lepas dari kemelekatan dan bisa memandang kehidupan sebagai sebuah panggung kehidupan yang memang harus berjalan apa adanya, yang membuat ketika perjalanan jiwa ini usai di peran fisiknya saat ini maka jiwa ini bisa memasuki frekwensi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Yang ketiga, yaitu peran ini kita sadari dan kita penuhi di kualitas terbaiknya, inilah yang saya sebut misi jiwa, yaitu ketika kita tahu apa peran kita dan kita berkontribusi sesuai peran itu, sampai membawa kebaikan dan manfaat bagi sesama.
Mengapa ada kata ‘berkontribusi’ dalam kalimat saya tadi? Karena seperti kita sadari, setiap peran ada karena ada pihak yang terhubung dengan peran itu, misalnya saja peran guru, ada karena ada pihak-pihak yang menjadi murid, seseorang menjadi pedagang karena ada pihak-pihak yang menjadi pembeli, seseorang menjadi pemimpin karena ada pihak-pihak yang menjadi mereka yang dipimpin.
Artinya bersama setiap peran, ada peran dari pihak-pihak lain yang terhubung dengan peran yang kita mainkan, ada yang kita butuhkan dari mereka dan ada yang mereka butuhkan dari kita, ketika kita bisa bersinergi dengan semua hal ini maka disitulah misi jiwa ini terpenuhi, kita menjadi pribadi yang berkontribusi pada peradaban dan kehidupan.
Bagaimana jika kita hanya terus memenuhi ego kita dengan hanya memenuhi kebutuhan kita tapi tidak memenuhi kebutuhan sesama? Inilah yang saya katakan mereka yang terjebak di frekwensi jiwa yang rendah, yang didominasi ego dan nafsu.
Saya sering menyebutkan misi jiwa sebagai ruang dan waktu dimana keunikan jiwa sesuai peran otentiknya berkontribusi pada peradaban dan kehidupan ini, sehingga peradaban dan kehidupan ini berevolusi ke titik yang lebih baik, mereka yang memenuhi misi jiwanya inilah yang ketika perjalanan jiwanya usai di peran fisiknya saat ini bertransformasi ke level frekwensi yang lebih tinggi, sebagian dari kita menyebutnya sebagai ‘tercerahkan’ atau bahkan ‘menyatu’ dengan kehidupan ini, manunggal atau menyatu dengan’ sumber hidup’, dengan sang kehidupan ini sendiri.
Nah, jadi apa pilihan kita, membiarkan jiwa ini turun ke frekwensi yang lebih rendah di akhir perjalanan fisik saat ini, meningkatkan kualitasnya, atau bahkan siap melampaui itu semua? Untuk melampaui nanti dulu lah ya hehee, yang satu ini kan perjalannya tidak sebentar, jadi kualitas pematangan dan pemurniannya juga pasti tidak sebentar, paling tidak kita bisa naik meningkatkan levelnya dari waktu ke waktu juga sudah bagus.
Jadi apa PR pertama kita kira-kira? Tergantung pada pilihan yang kita buat untuk jiwa kita sendiri tentunya, sesuai pertanyaan sebelumnya tadi.
Bagi mereka yang ingin bisa memenuhi misi jiwanya maka PR pertama tentu harus memahami apa peran jiwanya di kehidupan fisik yang dijalani saat ini, lalu memahami apa potensi yang dianugerahkan padanya untuk dikontribusikan pada kehidupan di sekitarnya, lalu berikutnya menemukan ruang dimana ia bisa mengkontribusikan keunikan potensinya itu agar kehidupan di sekitarnya bergerak maju dan berevolusi.
Pertanyaannya, dari mana peran ini bermula? Bagaimana mengeksplorasi potensi yang dianugerahkan untuk dikontribusikan pada kehidupan dan bagaimana menemukan ruang untuk mengekspresikan itu semua agar misi jiwa ini terpenuhi?
Nantikan ulasannya di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.