Episode 37 – Pesan Tersembunyi di Balik Emosi
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa lepas dari emosi.
Emosi adalah salah satu respon alami dari sistem kesadaran kita atas stimulus yang kita alami di luar diri kita, atau atas sesuatu yang kita pikirkan.
Tidak ada emosi negatif, yang ada adalah emosi yang berdampak negatif, salah satunya yaitu karena pesan dari emosi itu tidak kita pahami.
Ya, bersama respon emosi alami ini sebenarnya tersimpan pesan untuk kita pahami, kalau kita sudah memahami dan menyikapi pesannya maka respon emosi ini akan lebih bisa kita kendalikan dan dampak buruknya lebih bisa kita minimalisir.
Simak ulasannya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode ketigapuluhtujuh Life Restoration Podcast berjudul ‘Pesan Tersembunyi di Balik Emosi’’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Pesan Tersembunyi di Balik Emosi''
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode tiga puluh tujuh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, seperti biasa, doa terbaik semoga Anda selalu dalam keadaan sehat, berlimpah dan bahagia.
Berjumpa kembali di episode ke-37 kali ini di Life Restoration Podcast, bersama saya, Alguskha Nalendra.
Minggu-minggu terakhir selama satu bulan ini menjadi minggu yang lumayan seru bagi saya.
Bukan tanpa alasan tentunya, selama satu bulan ini saya sedang mengadakan sebuah program pelatihan dan mentoring, mendampingi para Coach, Konselor dan Terapis yang ingin mengembangkan sistem layanan praktiknya, di program inilah banyak keseruan terjadi, terutama ketika menjawab pertanyaan dan diskusi dari para peserta.
Dalam program ini saya membagikan berbagai teknik, prinsip dan strategi memfasilitasi proses perubahan pada diri klien, termasuk juga membagikan berbagai kerangka kerja dalam memulai dan mengembangkan layanan praktik.
Sebagai seseorang yang merintis bisnis ini dari nol, saya pernah merasakan kebingungan yang menyiksa ketika awal memulai dulu, bingung karena tidak tahu harus memulai dari mana, bingung ketika menemui klien, bingung ketika menindaklanjuti proses bersama klien…wah, pokoknya banyak kebingungannya dulu, jangankan dalam menjalankan praktik dan bisnis, bahkan ketika membantu para klien pun bingung karena belum percaya diri dengan teknik yang digunakan, alhasil masa-masa awal praktik dulu rasanya menyiksa sekali.
He…he…kalau ingat masa-masa awal dulu memang rasanya getir sekali, sekarang saja saya bisa mentertawakan pengalaman itu, kalau dulu ya rasanya boro-boro lucu, sedih yang ada…sedih karena sudah menghabiskan banyak sekali waktu, tenaga dan biaya untuk belajar, tapi tidak banyak yang bisa dilakukan.
Saat itu saya menetapkan sebuah niat: kalau Yang Maha Kuasa memberikan ijin dan restu untuk saya bisa berkarya di bidang ini secara profesional, maka saya akan membagikan pengalaman yang saya miliki agar para pembelajar berikutnya nanti bisa dengan lebih mudah memulai prosesnya bertumbuh di bidang ini.
Jadi ya itulah yang saya lakukan dalam program ini, Yang Maha Kuasa memberikan ijin dan restu-Nya untuk saya saat ini bisa berkarya di bidang ini secara profesional, maka saya pun menepati niat saya dulu membagikan yang saya miliki, baik pengetahuan atau pun pengalaman, agar para pembelajarnya bisa belajar dari semua itu sejak awal, jadi mereka bisa memulai praktiknya dengan lebih efektif, tanpa harus melalui kebingungan berlebih yang pernah saya alami dulu.
Tapi bukan berarti kebingungan itu sepenuhnya buruk lho ya. Sejujurnya, kebingungan bagi saya adalah tanda bahwa kita serius dalam memikirkan sesuatu yang kita rasa penting bagi kita. Bagi saya, bingung adalah tanda kita berpikir, hanya saja proses berpikirnya yang belum sampai pada titik resolusi yang tepat.
Kalau tidak ingin bingung ya jangan berpikir, sederhana kan? Tapi ya masa iya hidup begitu-begitu amat, kita diciptakan sebagai manusia yang dikatakan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna juga kan karena dianugerahkannya akal-pikiran oleh Tuhan untuk kita, jadi ya tentu amanat itu harus kita pakai sebaik mungkin, jadikan kebingungan itu sebuah motivasi untuk menemukan kejelasan atas hal yang kita pikirkan.
Tapi ya itu sedikit kisah sampingan sajalah, sekarang kita kembali dulu ke bahasan awal yang saya maksudkan sebagai ‘keseruan’ tadi.
Yang membuat proses belajar bersama para peserta ini seru bukanlah apa yang saya bagikan, tapi apa yang mereka tanyakan, karena dari pertanyaan-pertanyaan itulah semakin banyak yang bisa kita ulas dan pahami bersama.
Bukan sembarang pertanyaan juga pastinya, karena memang yang mengikuti pembelajaran ini rata-rata sudah memiliki latar belakang sebagai seorang praktisi yang berpraktik juga, jadi kebanyakan pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang memang bersifat teknis, apalagi kalau sudah masuk ke pertanyaan seputar kasus penanganan.
Salah satu bahasan menarik yang diajukan peserta adalah kesulitan ketika memfasilitasi proses konseling dan terapi, yang ditujukan untuk memfasilitasi proses pelepasan emosi berlebih tertentu yang dianggap mengganggu kualitas hidup seseorang.
Nah, saya menyebutnya sebagai ‘emosi berlebih yang dianggap mengganggu kualitas hidup lho ya’, bukan ‘emosi negatif’.
Kalau Anda sudah pernah menonton video yang saya unggah di Youtube Channel saya, yang berjudul ‘Tidak Ada Emosi Negatif’, Anda akan memahami kenapa saya tidak menyebutnya sebagai ‘emosi negatif’, karena memang tidak ada emosi negatif, yang ada adalah ‘emosi yang berdampak negatif’.
Agar saya tidak mengulang bahasan saya, nanti Anda silakan simak saja videonya di Youtube Channel saya lah ya, videonya tidak terlalu lama juga kok, ada banyak juga video dan konten lain yang bisa Anda nikmati di dalamnya, jadi silakan puaskan diri Anda dengan berbagai inspirasi yang saya bagikan di Youtube Channel saya.
Intinya, semua emosi bersifat netral, setiap emosi juga punya fungsi dan peran positif bagi diri kita. Yang menjadikan emosi berdampak negatif adalah karena ia muncul kita rasakan di waktu dan tempat yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Emosi takut misalnya, meski dianggap mengganggu tapi ia bukan emosi negatif, ia hanya memberi dampak negatif ketika aktif di waktu dan tempat yang tidak seharusnya.
Apa yang dimaksud ‘waktu dan tempat yang tidak seharusnya ini’? Begini, sederhana saja, bayangkan Anda sedang berjalan malam hari di sebuah daerah yang asing bagi Anda, lalu muncul rasa takut, menurut Anda apakah rasa takut ini wajar?
Tentu saja wajar, karena memang ia mewakili naluri perlindungan diri kita yang ingin menghindarkan diri kita dari bahaya, maka ia muncul membuat kita lebih bersiaga, nah ini yang dimaksud ‘emosi yang aktif di waktu dan tempat yang sesuai dengan peruntukkannya’.
Tapi lain ceritanya kalau rasa takut ini muncul ketika kita sedang menghabiskan waktu santai bersama keluarga di tempat dan waktu yang memang sepenuhnya aman dan tidak ada yang perlu ditakutkan, nah kali ini emosi ini aktif di waktu dan tempat yang tidak seusai dengan peruntukkannya kan? Inilah yang dimaksudkan emosi yang membawa dampak negatif, tapi lagi-lagi: dampaknya yang negatif, bukan emosinya.
Ketika seseorang mengatakan “Saya ingin terbebas dari rasa takut”, maka ini jelas menjadi sebuah bahaya tersendiri. Bayangkan saja kita tidak memiliki rasa takut, bukankah kita bisa sembrono menjalani kehidupan ini? Menyeberang jalan seenaknya saja, tidak mengunci rumah di malam hari, karena memang tidak ada rasa takut dalam diri kita, tidak ada hal yang kita anggap bahaya, nah ini malah menjadi masalah tersendiri kan?
Jadi sekali lagi, setiap emosi bersifat netral, bahkan yang paling penting untuk kita pahami yaitu: setiap emosi membawa pesan tersendiri untuk kita pahami, ketika kita bisa memahami pesan yang dibawa emosi itu maka akan semakin terbangun rasa menghargai diri sendiri, rasa menghormati diri sendiri, karena kita tahu bahwa setiap emosi dalam diri kita ada untuk kebaikan dan kemajuan hidup kita, apa yang mereka lakukan atau sampaikan pastilah untuk kebaikan kita.
Dengan memahami ini, harapannya kita jadi terhindar dari sikap memandang diri ‘payah’ adanya, atau memandang diri sebagai pribadi yang bermasalah, karena memang yang terjadi bukan kita bermasalah, komunikasi kita dengan diri sendirilah yang bermasalah, kita tidak memahami apa yang ‘sistem kesadaran yang tidak kita sadari’ ini coba sampaikan dan ‘sistem kesadaran yang tidak kita sadari’ ini juga tidak memahami yang kita harapkan.
Ngomong-ngomong, sistem kesadaran yang tidak kita sadari ini maksudnya yaitu ‘pikiran bawah sadar’ ya, saya sengaja menggunakan kata ‘sistem kesadaran yang tidak kita sadari’ karena bisa saja sebagian orang tidak familiar dengan kata ‘pikiran bawah sadar’.
Tapi sekarang sudah saya perjelas lah ya, intinya yaitu ‘sistem kesadaran yang mengoperasikan diri kita secara otomatis tanpa kita sadari’, dengan kata lain: pikiran bawah sadar, bahasan ini juga sudah pernah saya ulas di episode-episode sebelumnya, jadi silakan temukan bahasan lengkapnya di episode lain di podcast ini, sambil juga menyimak berbagai episode lain yang saya sudah unggah, kali ini saya ingin fokus dulu membahas ‘pesan-pesan tersembunyi di balik emosi’ yang disampaikan oleh pikiran bawah sadar ini.
Yes, peran emosi dalam diri kita adalah sebagai respon alami dari sistem kesadaran kita atas stimulus yang kita alami di luar diri kita, atau atas sesuatu yang kita pikirkan.
Normalnya, tidak ada emosi yang muncul tanpa sebab, pastinya emosi muncul karena ada stimulus tertentu yang menyebabkannya. Emosi takut muncul karena ada sesuatu yang kita rasa membahayakan, emosi sedih muncul karena ada sesuatu yang kita rasa berharga, yang hilang, emosi marah muncul karena ada prinsip diri kita yang terlanggar, dan banyak lagi jenis emosi lainnya sebagai respon atas peristiwa atau pemikiran tertentu, yang ini akan kita bahas sebentar lagi.
Tapi tadi juga saya sempat menyinggung bahwa ‘normalnya, tidak ada emosi yang muncul tanpa sebab’, berarti adakah emosi yang ‘muncul tanpa sebab’, yang berarti mengindikasikan ‘ketidaknormalan’? Yes, memang ada, tapi namanya juga ‘ketidaknormalan’ ya pastinya ada juga landasan kenapa ini dikategorikan ‘tidak normal’, biasanya yaitu karena gangguan organik, pada otak, atau pada sistem hormon, yang mengakibatkan produksi hormon tertentu – yang terhubung dengan emosi – menjadi tidak stabil dan mengakibatkan ketidakstabilan emosi juga pada akhirnya.
Untuk saat ini kita fokus dulu mengulas fenomena ‘normal yang menjadi tidak normal’ ya, dimana normalnya emosi muncul karena ada sebab yang jelas, tapi menjadi ‘seolah tidak normal’ karena kita tidak memahami sebabnya, kita merasa seharusnya emosi itu tidak aktif di waktu dan tempat tersebut, karena memang tidak ada stimulus tertentu yang menyebabkan emosi itu seharusnya teraktivasi, atau bisa juga kita tahu emosi itu wajar untuk dirasakan tapi kita merasakan emosi itu terlalu aktif di kadar berlebih yang membuat kita disfungsional.
Contohnya ya seperti yang tadi saya bahas, misalnya merasakan ketakutan tanpa sebab atau kesedihan tanpa sebab padahal tidak ada hal yang seharusnya menyebabkan takut dan sedih sedang berlangsung di luar diri, atau bisa juga kita memang mengalami peristiwa yang berpotensi menyebabkan takut dan sedih, tapi kita tahu bahwa seharusnya takut dan sedih yang muncul tidak seheboh itu, dengan kata lain: waktu dan tempatnya memang cukup wajar untuk memicu jenis emosi itu, hanya saja kadarnya yang terlalu berlebih dan membuat kita terganggu oleh dampak negatifnya.
Sekali lagi, peran emosi dalam diri kita adalah sebagai respon alami dari sistem kesadaran kita atas stimulus yang kita alami di luar diri kita, atau atas sesuatu yang kita pikirkan, bersama respon alami ini sebenarnya tersimpan pesan untuk kita pahami, kalau kita sudah memahami dan menyikapi pesannya maka respon emosi ini akan lebih bisa kita kendalikan dan dampak buruknya lebih bisa kita minimalisir.
Apa saja pesan-pesan di balik emosi ini? Sebelum membahasnya, saya ingin menggarisbawahi dulu bahwa tidak semua emosi beserta pesan yang dibawanya akan saya bahas ya, karena ada banyak sekali jenis-jenis emosi, membahas itu semua bisa menyita waktu yang panjang sekali.
Emosi yang saya bahas di episode kali ini hanya beberapa emosi yang sering kali dikategorikan sebagai emosi yang berdampak negatif dalam kehidupan sehari-hari, atau masyarakat biasa menyebutnya ‘emosi negatif’, yaitu ketakutan, kemarahan dan kesedihan, bersama ketakutan nanti akan ada bahasan soal kecemasan juga, lalu bersama kemarahan akan ada bahasan soal kekecewaan dan kebencian juga, lalu bersama kesedihan akan ada bahasan soal penyesalan juga.
Rasa takut adalah respon alami kita terhadap ancaman, atau segala-sesuatu yang kita anggap membahayakan.
Artinya, bersama rasa takut ada sebuah pesan dari sistem kesadaran kita yang ingin mengingatkan kita untuk berhati-hati atau bersiaga, atau bahkan menghindari situasi itu, agar jangan sampai mengalami peristiwa yang membahayakan.
Selama kadar dari bahaya ini masih bisa kita tolerir maka rasa takut ini hanya akan membayangi di kadar yang secukupnya, biasanya dalam bentuk kecemasan ringan, hanya membuat kita bersiaga, tapi semakin sebuah situasi kita anggap membahayakan maka semakin rasa takut ini akan meningkat intensitasnya, menjadi ketakutan atau kecemasan yang lebih intens, semata karena ia ingin membuat kita menghindari situasi itu, yang dianggapnya membahayakan di kadar yang tidak mampu kita antisipasi.
Karena rasa takut ini paling banyak muncul dalam bentuk masalah kecemasan, atau yang lebih ekstrim: kecemasan berlebih tanpa sebab yang jelas, maka ada baiknya kalau saya juga meluangkan sedikit waktu untuk membahas asal-mula dari masalah kecemasan berlebih ini.
Begini, dalam kasus kecemasan berlebih, gejala kecemasan biasanya muncul karena kita pernah mengalami kejadian yang traumatis dimana sistem kesadaran fisik dan psikis kita merekam ingatan yang dianggap traumatis ini dalam diri kita, sedemikian intensnya kejadian traumatis ini kita alami sampai-sampai ia mengganggu regulasi emosi dalam diri kita, ketika di kemudian waktu kita mengalami kejadian yang memiliki nuansa sejenis dengan kejadian traumatis di masa lalu ini maka kecemasan berlebih ini kembali muncul dan memenuhi diri kita, memberi tanda agar kita menghindari situasi yang dianggapnya berpotensi membahayakan diri kita.
Meski biasanya kecemasan yang berakar dari trauma ini baru aktif karena ada stimulus yang mengingatkannya pada kejadian traumatis yang pernah dialaminya, ada kalanya kejadian bernuansa traumatis ini terjadi terus-menerus secara kronis, mengacaukan regulasi emosi dalam diri seseorang, yang menyebabkan ia kemudian mengalami kecemasan berkepanjangan tanpa sebab, bahkan pada kejadian yang bahkan tidak berhubungan dengan kejadian traumatis masa lalunya.
Terlepas dari apa pun pemicunya dan bagaimana gejala kemunculannya, satu pesan esensial di balik kemunculan rasa takut adalah ia ingin memberikan kita rasa aman agar kita menghindari sesuatu yang dianggapnya membahayakan.
Berikutnya yaitu rasa marah. Di balik kemunculannya yang terkesan ‘membahayakan’, rasa marah sebenarnya merupakan buah dari kekecewaan, ia merupakan pesan dari sistem kesadaran kita yang ingin menegaskan prinsip diri karena merasa ada prinsipnya yang terlanggar.
Sebagai manusia, kita punya serangkaian aturan dan prinsip yang kita terapkan dalam memandang dunia luar, kita punya cara pandang yang ideal atas bagaimana seharusnya dunia di luar diri kita berlangsung, bagaimana orang lain seharusnya bersikap, dan banyak lagi prinsip lainnya.
Meski mungkin terdengar egois, tapi memang itu naluri alami diri kita, yang karenanya sering kali disebut ‘ego’.
Ketika prinsip ini terlanggar maka muncullah kekecewaan, dari kekecewaan kemudian muncullah rasa marah, baik itu rasa marah pada situasi karena ia tidak berlangsung sesuai harapan kita, atau rasa marah pada orang lain, kalau-kalau ternyata kekecewaan itu disebabkan oleh orang lain, bisa juga rasa marah pada diri sendiri karena ternyata kekecewaan itu ditujukan ke diri sendiri. Ketika kemarahan ini dibiarkan berlarut-larut dan terakumulasi, maka ia berpotensi berubah menjadi kebencian.
Terlepas dari seberapa ‘keras’ pun kesan yang dibawa kemarahan, tetap saja ia memiliki pesan positif menegaskan prinsip diri dalam rangka mempertahankan yang kita anggap sebagai standar ideal diri kita.
Terakhir di bahasan kita di episode kali ini yaitu kesedihan, apa kiranya pesan yang dibawa oleh rasa sedih? Rasa sedih membawa pesan pengingat untuk kita agar menghargai kenangan yang kita miliki dan menjaganya sebagai bagian penting dalam hidup kita.
Rasa sedih yang saya maksudkan ini adalah yang lebih identik dengan perasaan kehilangan atau rasa duka, jika rasa sedih ini muncul karena kita tidak mendapatkan yang kita inginkan maka ia lebih identik dengan kekecewaan.
Kesedihan karena kehilangan orang terdekat misalnya, tidak bisa dipungkiri akan membuat kita mengalami perasaan sedih, tapi mari sadari satu hal, semakin kita merasa bahwa kita belum berbuat banyak bagi orang yang kita sayangi maka semakin kita merasa sedih merelakan kepergian mereka, karena ada penyesalan di dalamnya.
Ya, penyesalan bisa menyertai kesedihan, biasanya penyesalan muncul karena dua hal: pertama, karena kita lupa bahwa kita bisa kehilangan orang yang kita cintai kapan pun, kedua ketika tiba waktunya kita harus merelakan mereka pergi kita baru menyadari bahwa kita belum melakukan banyak hal untuk mereka.
Lain ceritanya kalau kita tahu kapan orang yang kita sayangi akan berpulang, kita lalu memastikan mencurahkan segala waktu dan atensi yang kita miliki untuk benar-benar menjaga sikap kita atas diri mereka, memberikan mereka segenap kebahagiaan yang benar-benar mereka layak dapatkan dan mendapati mereka mengakhiri hidupnya dengan bahagia, dalam hal ini meski kesedihan tetap ada, tapi derajatnya tidak akan seberat mereka yang larut dengan penyesalan karena tidak sempat melakukan itu semua.
Dalam diri setiap orang, kita menyadari bahwa setiap manusia pasti akan mati, bukan soal mati itu sendiri yang membuat kita sedih, melainkan kenanganan yang kita jalin bersama orang yang kita cintai yang membuat kesedihan itu muncul, karena ada rekaman rasa di dalamnya, kesedihan memberi pesan untuk kita agar tidak melupakan rekaman rasa itu, agar kita menghargai dan menghormatinya, meletakkannya di tempat spesial di hati kita.
Begitulah, ada pesan tersembunyi di balik emosi, bersama setiap emosi selalu ada pesan spesifik yang disampaikannya sehubungan situasi spesifik yang kita alami, ketika kita tahu cara memahami pesan spesifik itu dan mampu berkomunikasi dengan emosi-emosi itu maka akan lebih mudah bagi kita untuk mengelola dampak yang mereka hasilkan, bahkan lebih mudah bagi kita untuk meminimalisir dampak negatif yang dihasilkan para emosi ini.
Kalau begitu bagaimana cara berkomunikasi dengan emosi-emosi ini, agar kita lebih mengenali diri kita, lebih mampu mengelola pikiran dan perasaan agar mampu menampilkan sikap ideal dalam menjalani kehidupan?
Simak ulasannya di episode berikutnya.
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.