Episode 50 – Mereka Yang Tanpa Sadar Menikmati Penderitaan
Masalah dan penderitaan adalah hal-hal yang tidak menyenangkan dan sebisa mungkin kita akan coba hindari, minimalisir atau selesaikan.
Tapi ada beberapa orang yang bisa dengan sedemikian uniknya justru kecanduan dengan penderitaan, mereka tanpa sadar menikmati dan terus menarik banyak beban penderitaan dalam hidupnya.
Terjadi konflik antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, pikiran sadar mereka sebisa mungkin ingin menghindari masalah, tapi pikiran bawah sadar mereka justru menginginkan masalah.
Seperti apa fenomenanya?
Simak ulasannya di audio podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kelimapuluh Life Restoration Podcast berjudul ‘Mereka Yang Tanpa Sadar Menikmati Penderitaan’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Mereka Yang Tanpa Sadar Menikmati Penderitaan'
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode lima puluh.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, seperti biasa, doa terbaik untuk Anda sekalian, semoga selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia selalu, dimana pun Anda berada.
Kembali bersama saya, Alguskha Nalendra, di episode ke-50 Life Restoration Podcast, kali ini, yang agak-agak terlambat rupanya naik tayangnya ya.
Yah, saya mohon maaf juga ya atas keterlambatan ini, saya tidak mengantisipasi padatnya aktivitas minggu ini yang ternyata sedemikian menyita atensi dan membuat saya sulit sekali menemukan waktu yang pas untuk membuat audio podcast ini.
Seperti biasa, di awal-awal podcast saya sering kali memulai dengan kisah-kisah terkini di keseharian saya, jadi kali ini saya juga tentu memulainya dengan cara yang sama.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa harus begitu? Ya, sederhana saja, saya juga kan ingin mengakrabkan diri bersama Anda, saya sendiri tidak bisa secara intens berkomunikasi bersama Anda secara langsung kan, tapi paling tidak di episode-episode podcast seperti ini saya bisa lebih meng-update lah perkembangan terkini di dalam aktivitas saya, yang semoga saja dengan update ini Anda juga jadi lebih mengenal saya dan terus mengikuti perkembangan saya, harapannya kita semakin akab he…he…
Dari hari Senin sampai Jumat kemarin, tepatnya tanggal 13 sampai 17 Desember 2021, atensi saya secara penuh tersita ke program pembelajaran Resource Therapy Clinical Qualification Training yang saya adakan di Bandung.
Program ini bukan program biasa, melainkan program pelatihan tatap muka dan sertifikasi internasional, diikutinya juga oleh para peserta yang sudah banyak malang-melintang dalam dunia coaching, konseling dan terapi, makanya tuntutan atensinya juga besar he…he…
Programnya sendiri sebenarnya sudah berjalan sejak bulan Oktober 2021 lalu, tapi waktu itu format pembelajarannya masih didominasi oleh kelas online sebagai program pengantar dan fondasi, baru di 5 hari kemarinlah program pembelajaran tatap muka resminya dimulai.
Di program pembelajaran tatap muka kemarin saya benar-benar secara aktif menyiapkan sistematika pembelajaran yang berisikan penjelasan lengkap teori, aktivitas demonstrasi, sesi praktik antar peserta, diskusi kasus, dan banyak lagi lah ya, pokoknya seru lah he…he…
Dan kemarin, hari Jumat, 17 Desember 2021, menjadi hari terakhir dari program pembelajaran tatap muka kemarin, sebelum para peserta akan belajar kembali di fase akhir program ini di Januari tahun depan nanti.
Nah, ada apa saja temuan di aktivitas terkini ini yang ada hubungannya dengan bahasan kita di episode kali ini?
Kalau begitu kita mulai saja bahas ya…
Sesuai dengan judul dari episode kali ini, ‘Mereka Yang Tanpa Sadar Kecanduan Penderitaan’, temuan di aktivitas kemarin memang berhubungan dengan frasa ‘tanpa sadar’ yang ada di judul itu, yaitu ‘berbagai perilaku yang tidak disadari’ karena ia memang bersumber dari pikiran bawah sadar.
Sadar dan bawah sadar, kalimat ini saja sudah akan membawa kita pelan-pelan ke topik bahasan kita di episode kali ini, yang akan lagi-lagi membahas cara kerja pikiran bawah sadar serta satu keunikannya, yaitu ‘menikmati penderitaan’.
Bagaimana bisa? Tentu bisa, dan parahnya lagi, sekali pikiran bawah sadar ini menikmati penderitaan maka ia akan ketagihan dan terus-menerus mendatangkan lebih banyak penderitaan dalam hidup kita, dalam bentuk berbagai permasalahan yang adaaa…saja, dari berbagai arah dan dengan berbagai sebab.
Terdengar aneh? Sebenarnya tidak juga, bagi yang sudah memahami cara kerja pikiran bawah sadar hal ini akan sangat mudah untuk kita pahami.
Tapi kan tidak semua orang juga memahami cara kerja pikiran bawah sadar ini, maka agar hal ini bisa kita pahami dengan baik tentu ada baiknya kalau kita memulai dengan membahas dulu tentang cara kerja pikiran bawah sadar ini.
Ngomong-ngomong, sebelum saya mulai membahasnya, saya juga perlu sampaikan bahwa bahasan tentang pikiran bawah sadar ini sudah sering sekali saya bahas di berbagai episode podcast dan Youtube Channel saya, bahkan hubungannya dengan berbagai jenis aspek juga sudah saya bahas di berbagai episode itu.
Memang sengaja saya ‘pecah’ bahasannya karena bahasan tentang cara kerja pikiran bawah sadar ini bisa sangat panjang sekali.
Jelas saja, karena kita sedang membicarakan sebuah level kesadaran yang menjadi sumber dari berbagai jenis program dalam hidup kita, program yang menentukan kualitas hidup yang kita jalani, kalau programnya positif maka positif juga kualitas hidup kita, tapi kalau programnya negatif maka negatif jugalah kualitas hidup yang kita jalani.
Nah salah satu bentuk program negatif yang ada di pikiran bawah sadar ini yaitu kecanduan penderitaan yang saya sebutkan tadi.
Bagaimana bisa? Kita akan mulai membahasnya ya.
Tapi sebelumnya, seperti saya katakan tadi, sudah ada banyak sekali bahasan tentang cara kerja pikiran bawah sadar ini dari berbagai perspektif di podcast dan Youtube Channel saya, jadi saya juga tidak bosan-bosannya mengajak Anda untuk menyimak berbagai bahasan lain yang ada di podcast ini dan juga di Youtube Channel saya ya, terutama untuk lebih memahami cara kerja pikiran bawah sadar, kalau Anda sudah menyimak berbagai bahasan itu pasti Anda akan menemukan satu benang merah yang akan menghubungkan semua itu dalam satu pemahaman yang lebih utuh nantinya.
Kali ini kita fokus ke bahasan tentang kecanduan penderitaan yang tidak disadari ini ya.
Begini, sebenarnya frasa ‘kecanduan penderitaan’ ini menyimpan bahasan yang lebih dalam, kalau saya bahas lebih detailnya lagi kecanduan penderitaan ini sebenarnya bukan soal kecanduan penderitaan, tapi lebih kepada kecanduan pada ‘sensasi’ dan ‘emosi’ yang dirasakan di balik penderitaan itu.
Nah, semakin aneh saja kan, sensasi dan emosi yang dirasakan di balik penderitaan? Bukannya namanya menderita ya tidak ada yang suka, siapa juga yang mau menderita?
Secara sadar memang begitu, mana ada yang menikmati penderitaan, tapi secara bawah sadar bisa lain lagi ceritanya.
Berbeda dengan pikiran sadar yang berbicara dengan bahasa logis, pikiran bawah sadar berbicara dengan bahasa rasa, jika ada hal-hal yang membuatnya merasa nyaman maka ia akan menyukainya dan ketagihan.
Sekarang begini, ketika seseorang mengalami permasalahan dan mulai merasakan penderitaan, rasanya pasti tidak menyenangkan kan? Yes, sejauh ini pasti muncul respon ketidaknyamanan, pikiran sadar yang secara analitis tidak menyukai permasalahan akan mulai protes dan mencari cara agar ketidaknyamanan ini bisa segera terselesaikan.
Tapi di sisi lain, ada kalanya kita juga mungkin tanpa sadar tidak bisa menahan diri untuk tidak menceritakan permasalahan dan penderitaan itu pada orang lain, nah disini ini yang sering kali memunculkan dinamika tersendiri.
Lain orang lain juga cara merespon cerita kita, belum lagi lain juga profil ketahanan mental setiap dari kita dalam menyikapi permasalahan, disinilah sering kali muncul dinamika tersendiri yang saya sebutkan tadi.
Bisa jadi ketika seseorang menceritakan permasalahan, si pendengar ini kemudian memberikan penghiburan, pembenaran dan bahkan hal-hal lain yang justru malah membuat orang yang bermasalah ini merasa nyaman, merasa ia adalah sosok yang sedang diuji dengan berbagai cobaan karena keimanannya, merasa penderitaan ini adalah hal yang mulia dan positif…
Nah disini ini yang bisa jadi lain, pikiran bawah sadar yang merasakan bahwa penderitaan ini adalah hal positif mulai menerima dan mulai mencari-cari cara agar hal yang dirasa positif ini bisa lebih sering ia dapatkan, namanya juga hal yang dirasa positif ya wajar saja kalau jadinya ingin lebih banyak lagi.
Dan…disinilah kecanduan penderitaan ini dimulai, pikiran bawah sadar yang sudah mulai merasakan kenikmatan di balik sensasi yang dirasakan ketika merasakan dan mengisahkan penderitaan ini pun mulai ingin lagi dan lagi, alhasil mulailah ia beresonansi dalam bentuk vibrasi dengan berbagai kejadian di luar diri, mendatangkan lebih banyak permasalahan, tujuannya sederhana: agar semakin banyak penderitaan datang, karena semakin menderita semakin mulia, semakin positif konotasinya.
Nah, kalau sudah begini ruwet kan? Pikiran sadar yang tidak menyukai permasalahan jadi berkonflik dengan pikiran bawah sadar yang justru mencari-cari permasalahan, agar semakin menderita, semakin mulia dan semakin positif rasanya.
Kalau Anda masih ingat penjelasan saya di banyak episode di podcast dan Youtube Channel saya, saya pernah menjelaskan bahwa proporsi kekuatan dari pikiran sadar adalah 10%, dibandingkan pikiran bawah sadar yang memiliki porsi kekuatan 90%, hitung-hitungan sederhana sajalah, 10% dengan 90% akan menang yang mana? 10% pikiran sadar berkonflik dengan 90% pikiran bawah sadar, yang mana yang menang?
Jelas pikiran bawah sadar kan, yang sayangnya isi programnya jadinya adalah menarik semakin banyak masalah, agar semakin menderita, semakin mulia dan semakin positif?
Mungkin terdengar konyol, tapi coba renungkan apakah penjelasan saya masuk akal.
Terlepas dari Anda sepakat atau tidak, tapi pengalaman saya sebagai hipnoterapis dalam berinteraksi dengan pikiran bawah sadar banyak orang menyadarkan saya akan keberadaan dari fenomena ini.
Ketika seorang klien datang dan meminta bantuan karena ia sedang tertekan akibat begitu banyaknya permasalahan dalam hidupnya, saya biasanya akan mengajukan pertanyaan yang kurang lebih meminta informasi seperti apa kebiasaannya dalam mengekspresikan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Begini, ada orang-orang yang ketika dilanda permasalahan mereka hanya menyimpan permasalahan itu dalam dirinya sendiri, ini juga tidak baik, apalagi kalau ternyata ada banyak gejolak emosi di dalamnya.
Tapi ada juga orang-orang yang ketika dilanda permasalahan justru malah mengobral penderitaannya pada sebanyak mungkin orang, lewat media sosialnya contohnya, ia mengungkapkan segala unek-uneknya dan mengisahkan segala sisi-sisi penderitaannya pada khalayak ramai, terutama mereka yang terhubung dengannya di media sosialnya.
Nah, ini juga cikal-bakal dari permasalahan, seperti yang saya jelaskan tadi, yaitu cikal-bakal dari dimulainya kecanduan dari pikiran bawah sadar terhadap penderitaan.
Kenapa bisa demikian? Karena begitu satu informasi ini sudah masuk ke media sosial dan menjadi konsumsi umum, pastinya akan ada riak dan respon dari mereka yang terhubung dengan media sosial kita.
Respon ini biasanya bagaimana? Yes, Anda tentu sudah bisa menebaknya, komentar yang bernada-nada menghibur itu lho, komentar yang bernada-nada empatik yang lantas ingin tahu lebih jauh, seperti “Kenapa?”, atau “Sabar ya”, atau “Cerita dong, siapa tahu bisa bantu”, dan banyak lagi lah ya contoh lainnya, tapi intinya sama: komentar itu menyiratkan empati dan belas kasih pada si orang yang sedang mengalami permasalahan itu.
Disini ini bisa jadi muncul gejala-gejala yang saya ceritakan tadi, pikiran bawah sadar yang merasakan kenyamanan karena sedemikian diperhatikan jadi terbuai dan ingin mendapatkan lebih banyak lagi perhatian dan kenyamanan yang sama, maka ia pun mulai mencari-cari lebih banyak lagi permasalahan untuk ditarik ke dalam hidup.
Memang niatnya baik, orang-orang yang menyatakan penghiburannya itu tentu niatnya baik, kalau tidak menghibur, menunjukkan belas kasih atau empati, tapi itu kan logika pikiran sadar, ingat bahwa pikiran bawah sadar punya logikanya sendiri dalam merasa-rasa dan menafsirkan sensasi positif sejauh yang ia sukai.
Masalah ini biasanya makin menjadi-jadi dialami oleh mereka yang punya bakat dalam bernarasi dramatis, mereka bisa mengemas kisah permasalahannya menjadi sebuah muatan-muatan yang terdengar bijak dan penuh pesan moral, mereka memposisikan dirinya sebagai sosok yang bijak tapi malang dalam situasi yang dialaminya, di sini muncullah berbagai komentar atas sikap itu, ada yang menyatakan keprihatinan, ada yang menyatakan kekaguman, ada yang memberi doa, macam-macam lah pokoknya, semua stimulus ini sangat bisa membuat seseorang yang punya ‘bakat’ dramatis ini malah semakin menjadi-jadi dalam dramanya, alhasil semakin parahlah kondisinya karena permasalahan semakin datang bertubi-tubi dalam hidupnya.
Konflik internal ini sayangnya sering kali tidak disadari, pikiran sadar yang sedemikian muak dan lelah dengan permasalahan berkonflik dengan pikiran bawah sadar yang terlanjur merasa bahwa masalah dan penderitaan adalah hal positif yang memuliakan, maka dimulailah drama kehidupan penuh penderitaan yang tidak berujung.
Nah, jadi bagaimana menyikapi fenomena ini? Hal ini juga perlu kita bahas dong, masa iya hanya membicarakan kekurangannya saja tapi tidak menjadikannya solusi.
Saya sendiri membaginya menjadi 3 langkah.
Langkah pertama, yaitu sadari bahwa masalah memang pasti terjadi dalam hidup kita, ia adalah bagian dari lika-liku kehidupan, tapi menderita adalah pilihan, kita bisa memilh ingin memaknai masalah itu sebagai penderitaan atau sebagai proses mendewasakan diri kita.
Mengapa kesadaran ini penting, karena mereka yang kemudian mengobral kisah permasalahannya pada orang lain biasanya adalah mereka yang melihat sisi-sisi penderitaan di balik permasalahannya, lalu melihat ada sisi yang bisa dijual di balik sisi penderitaan itu, selebihnya ya sama seperti yang sudah saya jelaskan tadi sebelumnya lah bagaimana pemikiran ini kemudian berkembang menjadi sebuah kebiasaan mengumbar masalah dan menikmati penderitaan.
Langkah kedua, belajar menyeimbangkan diri, menyimpan permasalahan hanya dalam diri sendiri juga tidak tepat adanya, apalagi kalau ternyata ada begitu banyak gejolak emosional di dalamnya, hal ini juga akan merongrong kesehatan fisik dan mental kita dari dalam.
Tapi hindari juga mengumbar permasalahan dan kisah penderitaan pada khalayak ramai, yang nantinya ditujukan hanya untuk mendapatkan ungkapan-ungkapan bernada mengasihani, karena hal itu tidak akan membawa kita kemana pun.
Kalau pun akan mengisahkan permasalahan pada orang lain, pastikan mengisahkannya hanya pada orang yang tepat, yang cara pandang dan sikapnya dalam menyikapi permasalahan kita akan mengerucutkan arah pembicaraan pada solusi, bukan pada meratap dan membenarkan diri, praktisi yang memang profesional di bidangnya akan lebih direkomendasikan dalam hal ini, bahasan ini sudah pernah saya bahas di salah satu episode podcast saya yang berjudul ‘Bahaya Yang Mengintai di Balik ‘Curhat’’, untuk lebih jelasnya silakan temukan bahasannya di episode itu ya.
Di balik setiap permasalahan yang kita alami, pastinya ada peran keterlibatan kita juga yang menyebabkan masalah itu terjadi dalam hidup kita, bahasan ini juga pernah saya bahas di episode yang berjudul ‘Ambil Tanggungjawab Kehidupanmu, Jadi Pemain Kehidupanmu’, jika dihubungkan dengan keseimbangan dan pentingnya mengisahkan permasalahan pada orang yang tepat, penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita siap untuk menelan rasa pahit ketika menyadari bahwa kita juga punya peran di balik permasalahan yang kita alami, lalu ketika berkonsultasi sehubungan dengan permasalahan ini pada orang yang tepat, orang ini hendaknya adalah orang yang bisa membantu kita menyadari hal itu dan kita juga harus siap menerimanya kalau memang orang itu menyoroti hal itu dalam kisah permasalahan yang kita kisahkan padanya.
Langkah ketiga dan terakhir, jangan bagikan kisah permasalahan dan penderitaan Anda pada khalayak ramai, tapi bagikanlah kisah itu selepas Anda menyelesaikan permasalahan itu beserta pembelajaran yang ada di dalamnya, biarkan kisah itu menjadi inspirasi bagi lebih banyak orang.
Kalau pun kali ini ada komentar-komentar yang membuat pikiran bawah sadar senang sehubungan dengan permasalahan, rasa senang itu akan terhubung dengan sensasi tersendiri dimana kita berhasil menyelesaikan permasalahan, bukan karena mendapatkan belas kasihan di tengah-tengah permasalahan itu.
Dengan cara ini, pikiran bawah sadar akan lebih merasa senang dan mengerahkan potensinya untuk menyelesaikan permasalahan, karena ia tahu rasa senang itu terasa sangat nyaman ketika ia berhasil menyelesaikan permasalahan yang dialaminya.
Ingat, masalah akan selalu ada dalam hidup kita, hanya saja apakah kita akan mendidik pikiran bawah sadar untuk menikmati peran sebagai korban yang malang dan meratap di tengah permasalahan itu untuk mendapatkan rasa nyaman karena belas kasihan yang diberikan orang-orang, sehingga pikiran bawah sadar membentuk program yang menarik dan mendatangkan lebih banyak permasalahan dalam kehidupan?
Atau kita akan mendidik pikiran bawah sadar untuk menikmati peran sebagai pemain kehidupan yang mendapatkan rasa nyaman ketika berhasil menyelesaikan permasalahan, sehingga ia membentuk program yang membantu kita menyelesaikan permasalahan dengan lebih efektif.
Bukan soal salah dan benar, semua ini adalah soal pilihan.
Sampai jumpa di episode berikutnya….
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.