Episode 52 – Mental Gratisan, Penyabotase Kesuksesan Yang Tidak Disadari
Momen pergantian tahun menuju tahun baru akan segera berlangsung. jangan sampai menjalani tahun baru nanti dengan pola yang lama yang berulang kali menyabotase pencapaian sukses kita.
Pencapaian berkualitas bermula dari sikap yang berkualitas, tapi sikap yang berkualitas sendiri tidak tiba-tiba muncul begitu saja, melainkan hasil dari bermula dari sikap mental yang berkualitas.
Di sisi lain, ada juga sikap mental yang tanpa disadari menyabotase kualitas pencapaian sukses dengan tanpa disadari, yaitu sikap mental gratisan.
Jangan sampai pencapaian resolusi di tahun berikutnya dibayang-bayangi sabotase yang dihasilkan oleh sikap mental ini.
Seperti apa lebih jelasnya?
Simak ulasan sederhananya di Audio Podcast berikut ini.
Anda bisa menemukan koleksi Audio Podcast Alguskha Nalendra di Podcast Channel ini, dan koleksi podcast tersebut dalam bentuk video-audiogram di Youtube Channel Alguskha Nalendra.
Berikut di bawah ini adalah transkrip dari Episode kelimapuluhsatu Life Restoration Podcast berjudul ‘Mental Gratisan, Penyabotase Kesuksesan Yang Tidak Disadari ’ di atas, silakan klik tulisan di bawah untuk memunculkan transkrip.
Transkrip Audio Podcast 'Mental Gratisan, Penyabotase Kesuksesan Yang Tidak Disadari '
Daftar Isi
Intro:
Anda sedang mendengarkan Life Restoration Podcast dari Alguskha Nalendra, episode lima puluh dua.
Selamat datang di Life Restoration Podcast, inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.
Life Restoration Podcast menghadirkan berbagai inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri, yang juga diadaptasi dari kisah nyata para individu yang menjalani program terapi, konseling dan Life Restoration Coaching, bersama Coach Alguskha Nalendra.
Podcast:
Halo para pendengar sekalian dimana pun Anda berada, di penghujung akhir tahun 2021, semoga di momen penghujung akhir tahun ini – seperti biasa – Anda selalu dalam keadaan sehat, berkah-berlimpah dan damai-berbahagia selalu.
Dan…kembali berjumpa bersama saya, Alguskha Nalendra, di Life Restoration Podcast, di episode ke-52 kali ini, yang juga menjadi penanda minggu terakhir tahun 2021.
Yes…dari angkanya saja sudah jelas episode ini menjadi ‘penanda’. Sebagaimana kita tahu, satu tahun terdiri dari 52 minggu, sementara setiap episode Life Restoration Podcast sendiri diunggah satu minggu sekali, jadi ya kurang lebih sejalan lah ya: satu minggu satu episode…satu tahun 52 minggu, maka sama saja 52 episode…sampai di episode ke-52 maka seharusnya berakhir juga hitungan satu tahunnya.
Dan memang demikian yang terjadi ya, saat ini kita sudah memasuki minggu terakhir tahun 2021, dan hanya dalam hitungan hari saja kita sudah akan beralih memasuki tahun 2022.
Jadi sambil mengawali episode ke-52 kali ini, saya juga ingin membuka dengan ucapan ‘Selamat menyambut tahun bau 2022 ya, semoga tahun 2022 menjadi tahun yang lebih gemilang bagi kita semua, semoga di tahun 2022 kita tetap sehat, semakin berkah-berlimpah, senantiasa damai dan berbahagia selalu’.
Pergantian tahun menjadi momen yang biasanya memberikan kesan tersendiri, para perusahaan memasuki momen tutup buku akhir tahun, para pebisnis juga mulai mematangkan agenda kerja yang akan dieksekusi di tahun berikutnya, dan banyak lagi agenda-agenda penutupan tahun lainnya di berbagai konteks profesional.
Secara pribadi juga, banyak orang-orang yang menetapkan resolusi baru tahun berikutnya, ada yang menargetkan untuk bisa menjadi lebih sehat, lebih bugar, lebih langsing, lebih produktif, dan banyak lagi…intinya, akhir tahun menjadi momen dimana banyak orang merenungkan yang mereka sudah lakukan di tahun sebelumnya dan belajar dari yang sudah mereka lakukan itu untuk kemudian mendesain rencana pencapaian baru di tahun berikutnya.
Bagaimana dengan Anda? Apa kira-kira pembelajaran yang Anda dapatkan dari perenungan atas segala aktivitas dan produktivitas Anda di tahun 2021, yang kemudian Anda ambil dan menjadi pembelajaran untuk mendesain rencana pencapaian di tahun 2022?
Bagi Anda yang mendengarkan podcast ini di Youtube, nanti boleh bagikan jawabannya di kolom komentar di Youtube Channel saya ya, biar kita bisa sama-sama berbagi dan saling mendoakan keberhasilan pencapaian resolusi satu sama lain nanti.
Bagi Anda yang tidak mendengarkan podcast ini di Youtube, tapi di Spotify misalnya, karena tidak ada opsi komentar di platform ini, jadi ya tidak apa-apa, tidak perlu membagikan jawaban Anda, saya pribadi mendoakan semoga apa pun target kebaikan dan kemajuan yang Anda rencanakan bisa tercapai dengan efektif di tahun 2022 nanti.
Bagi yang malah tidak tahu atau bingung, kenapa ada Youtube dan kenapa ada Spotify, misalnya bagi yang mendengarkan podcast ini di Youtube dan tidak tahu bahwa ada juga podcast ini di Spotify, atau sebaliknya, yang mendengarkan podcast ini di Spotify dan malah tidak tahu ada juga isi podcast ini di Youtube, sekalian saja lah ya kita garisbawahi lagi informasinya: podcast saya ini bisa ditemukan di Youtube dan Spotify ya, bahkan di beberapa platform podcast lain, seperti Itunes, Googe Podcast dan banyak lagi.
Bedanya adalah, selain di Youtube, di platform lainnya konten podcast saya hanya bisa didengarkan dalam bentuk audio dan tidak ada opsi untuk berkomentar atau berinteraksi Kalau di Youtube kan ada variasi tampilan audiogram-nya, juga ada opsi untuk berinteraksi dan berkomentar di setiap episode yang saya unggah. .
Perbedaan lainnya adalah, selain di Youtube, judul dari podcast channel saya adalah Life Restoration Podcast ya, kalau di Youtube, konten Life Restoration Podcast ini digabung dengan konten lainnya yang ada di Youtube Channel saya, ‘Alguskha Nalendra’, jadi isinya lebih beragam dan banyak.
Anda boleh mendengarkan di platform mana saja yang Anda anggap nyaman, saya pribadi hanya mengumumkan ulang informasi ini, agar kalau-kalau ada yang baru tahu jadi bisa menentukan sendiri bagaimana mereka akan menyimak dan mengikuti podcast saya nantinya di platform yang Anda rasa nyaman.
Nah, begitu pembukaan ringannya ya.
Oke, sekarang mari kita mulai masuk ke topik bahasan di episode podcast kali ini, yang judulnya mungkin agak kurang nyaman didengar oleh beberapa orang tertentu, ‘mental gratisan’, agak gimanaaa gitu ya terdengarnya he…he…
Tapi memang topik bahasan ini saya anggap penting sekali, apalagi kalau kita membicarakan pencapaian resolusi, maka itulah saya putuskan mengemasnya menjadi satu episode bahasan di Life Restoration Podcast ini.
Begini, dasar pemahamannya sederhana sekali, yaitu: ‘setiap perilaku lahir dari sikap mental’. Artinya, sikap mental yang kita miliki akan menentukan jenis perilaku yang kita hasilkan. Kalau sikap mentalnya bagus maka perilakunya juga pasti bagus, kalau sikap mentalnya bermasalah maka perilakunya juga ya pasti bermasalah, sederhana kan.
Nah, kalau dihubungkan dengan sikap mental ‘gratisan’ ini, apa hubungannya?
Saya biasa menyebutnya begini, sikap mental yang kita miliki akan menjadi pesan yang kita kirimkan pada alam semesta ini tentang kepantasan diri kita.
Ketika sikap mental kita adalah sikap mental ‘berani bayar’ maka otomatis pesan yang kita kirimkan pada alam semesta ini adalah bahwa kita adalah pribadi yang ‘pantas dibayar’, kita punya nilai lebih yang menjadikan diri kita istimewa.
Cara kehidupan memperlakukan kita akan bergantung dari cara kita memperlakukan diri kita sendiri, ketika kita berani membayar untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kita, hal ini menjadi sebuah pesan bagi sistem kesadaran kita, bahwa diri kita ini berharga dan layak diistimewakan, maka wajar saja kalau kehidupan juga memandang kita sebagai pribadi yang istimewa dan layak diistimewakan, maka begitu juga kualitas hidup kita, penuh dengan keistimewaan.
Tapi ketika sikap mental kita adalah sikap mental ‘ogah bayar’ atau gratisan tadi, maka otomatis pesan yang kita kirimkan pada alam semesta ini yaitu bahwa kita adalah pribadi ‘gratisan’ juga, pribadi yang tidak pantas dibayar, tidak ada nilai lebih yang menjadikan kita istimewa dan layak diperjuangkan.
Kalau sudah begini, bagaimana cara kehidupan memperlakukan kita? Ya sesuai dengan cara kita memperlakukan diri kita sendiri dan mengirimkan pesan pada sistem kesadaran kita sendiri tadi, sebagai pribadi gratisan, pribadi yang tidak ada harganya dan tidak layak diistimewakan, ya begitu juga kualitas hidupnya jadinya, tidak ada yang istimewa jadinya.
Ilustrasinya begini, bayangkan Anda sedang berjalan-jalan dengan seseorang yang sangat Anda sayangi, sangat Anda istimewakan, tanpa harus diminta pun Anda akan dengan senang hati mengeluarkan uang atau membeli hal-hal yang bisa menyenangkannya dan membawa manfaat baginya kan? Ketika orang di sekitar melihat Anda memperlakukan orang yang Anda sayangi dengan cara yang sedemikian istimewa dan tulus, maka orang di sekitar Anda pun jadi ikut memandangnya sebagai sosok yang istimewa dan ikut hormat, ikut memperlakukannya dengan cara yang istimewa.
Orang yang diilustrasikan sebagi pribadi istimewa dalam ilustrasi tadi adalah diri Anda sendiri, dan orang di sekitar yang melihat cara Anda memperlakukan pribadi istimewa itu adalah perlambang dari kehidupan.
Ketika kehidupan melihat bahwa Anda meletakkan diri Anda di posisi yang istimewa, yang dihormati, yang layak diperjuangkan, maka begitulah cara kehidupan memandang Anda, ia menghormati dan memperlakukan Anda sebagai pribadi yang istimewa dengan segala keistimewaan yang layak didapatkan.
Sekarang sebaliknya, kalau Anda berada bersama seseorang yang Anda rasa biasa saja, atau bahkan mengganggu, maka Anda pun juga akan merasa enggan untuk mengeluarkan atau membayar sesuatu untuknya kan? Sebisa mungkin Anda akan melakukan berbagai macam cara agar tidak perlu membayar apa pun untuk orang ini, karena ia bukan siapa-siapa, tidak ada yang menjadikannya istimewa! Kalau pun harus membayar dan mengeluarkan sesuatu untuknya, Anda akan merasakan ‘keterpaksaan’, tidak tulus.
Orang-orang di sekitar yang melihat keberadaan orang yang dianggap mengganggu ini juga akhirnya jadi ikut ‘sebal’, mereka akhirnya ikut memperlakukan orang yang dianggap menyebalkan ini dengan cara yang sama ketusnya, sama negatifnya.
Ilustrasi ini menggambarkan situasi dimana kehidupan memandang dan memperlakukan kita sama dengan cara kita memberikan pesan pada sistem kesadaran kita tadi: ‘tidak layak diperjuangkan’, dan kalau pun dibayari, ternyata yang membayarinya pun melakukannya karena terpaksa, maka semakin menjadi-jadi saja kesan sebagai pribadi yang tidak layak diperjuangkan dan bahkan mengganggu ini, jangan heran kalau kehidupan pun semakin memperlakukan dengan cara yang negatif, kualitas hidup jadi makin tidak karuan.
Artinya, sikap mental gratisan itu tidak hanya ditunjukkan dengan sikap ‘tidak mau bayar’ atau ‘tidak mau keluar sesuatu untuk yang padahal kita tahu bermanfaat bagi diri kita sendiri’, tapi juga sikap kita ketika kita mengeluarkan sesuatu untuk diri kita sendiri.
Bisa saja orang-orang dengan sikap mental gratisan ini tetap saja mengeluarkan uang untuk dirinya sendiri pada akhirnya, tapi katakanlah mereka melakukan itu karena keterpaksaan, karena benar-benar tidak ada lagi opsi gratisan yang bisa mereka dapatkan, alhasil meski bayar, mereka membayarnya sambil mengeluh atau bersungut-sungut.
Nah, sama lagi seperti sebelumnya kan? Tetap saja ternyata pesan yang disampaikan pada sistem kesadaran kita dan kemudian kita proyeksikan pada kehidupan adalah pesan bahwa ‘diri kita dibayari dengan perasaan terpaksa’, lagi-lagi ‘terpaksa’, bukan karena ‘istimewa’ kan?
Ya kehidupan juga akan melayani kita dengan keterpaksaan pastinya, kalau pun kualitas hidup akan terlihat baik-baik saja, tapi di balik itu semua sebetulnya ada sebuah potensi buruk yang bisa saja menanti.
Kalau Anda melayani seseorang karena terpaksa, maka meski di mulut tersenyum tapi jauh di lubuk hati akan ada sebuah ketidaksukaan yang berharap-harap agar Anda segera ‘dijauhkan’ dari orang yang mengganggu ini kan, yang membuat Anda merasa terpaksa, atau bahkan berharap-harap semoga sesuatu yang buruk menimpanya agar Anda bisa terbebas darinya? Nah, bayangkan kalau kehidupan memandang kita seperti itu, duh jangan sampai lah ya.
Artinya apa? Sikap mental ‘berani bayar’ membawa berbagai pesan penting bahwa diri kita layak diperjuangkan, layak diistimewakan, jauh berkebalikan dengan sikap mental gratisan yang memberikan pesan bahwa diri kita tidak ada harganya, gratis, tidak layak diperjuangkan.
Mungkin ada yang lantas bertanya: bukannya nantinya jadi boros? Tunggu dulu, ini perlu kita perjelas dulu.
Begini, sikap mental ‘berani bayar’ bukan berarti ‘boros’, dan sikap mental ‘gratisan’ bukan berarti hemat’, be…da, pahami dulu itu ya.
Bagaimana membedakan sikap mental ‘berani bayar’ dan ‘boros’? Jawabannya ada pada kebutuhan manfaat dan kendali.
Mereka yang boros mengeluarkan uangnya untuk hal-hal yang bukan menjadi kebutuhannya, melainkan nafsu dan keinginan tidak jelas, sementara mereka yang berani bayar berani mengeluarkan uangnya dengan suka cita untuk hal-hal yang mereka tahu membawa manfaat dan memenuhi kebutuhannya.
Lalu bagaimana membedakan sikap mental ‘gratisan’ dan ‘hemat’? Jawabannya ada pada kesadaran manfaat dan kecermatan.
Mereka yang bersikap gratisan tidak rela mengeluarkan uang untuk hal yang mereka sadar itu mereka butuhkan sekali pun, misalnya mereka sakit dan membutuhkan pengobatan, tapi mereka malah berpikir “Sayang lah kalau uangnya dipakai berobat, lebih baik dipakai untuk hal lain saja, nanti juga sembuh sendiri.”
Atau mereka yang sedang ada kebutuhan ingin belajar hal baru lalu mencari-cari program pembelajaran yang bisa memenuhi kebutuhan mereka, tapi ketika tahu bahwa hal yang ingin mereka pelajari mensyaratkan biaya mereka langsung mundur dan bahkan mencari-cari versi bajakan, curi-curi ilmu atau upaya lain sejenisnya yang bisa membuat mereka tetap bisa mendapatkan yang mereka inginkan, tanpa harus mengeluarkan uang yang pantas.
Mereka yang bersikap hemat mungkin menunjukkan kecenderungan yang sama – tidak dengan mudah mengeluarkan uang – tapi mereka siap mengeluarkan uang kalau mereka merasa ada kebutuhan yang harus mereka penuhi untuk kebaikan hidup mereka, selama mereka merasa itu sepadan dan layak, artinya mereka akan mencari informasi secermat mungkin tentang hal yang harus mereka bayar itu, mereka mempelajarinya dan mencari pembandingnya dengan bijak, mereka juga bisa memahami nilai perjuangan yang dilakukan orang atau pihak, yang pada akhirnya mengeluarkan produk dan layanan yang akan mereka bayar itu, kalau mereka merasa bahwa semua itu sepadan dan harus dihargai dengan besaran yang layak maka mereka tidak segan membayar, karena mereka tahu itu pantas dilakukan.
Jadi, itu bedanya antara ‘berani bayar’ dan ‘boros’, lalu bedanya ‘gratisan’ dan ‘hemat’ ya. Sekarang apa hubungannya sikap mental ini dengan pencapaian resolusi, apalagi kalau kita hubungkan dengan bahasan pembukaan kita tadi di momen pergantian tahun ini?
Pertama-tama, kembali ke yang baru saja kita bahas tadi, yaitu sikap mental akan mewujud menjadi perilaku, sikap mental positif menjadi perilaku positif dan sikap mental negatif menjadi perilaku negatif.
Untuk bisa mewujudkan pencapaian resolusi tentu harus ada prosesnya kan, tidak tiba-tiba yang kita inginkan itu hadir begitu saja di depan kita, untuk bisa mewujudkannya pasti ada rangkaian sikap dan perilaku yang harus kita jaga secara konsisten sampai perilaku itu mendekatkan kita dengan resolusi pencapaian yang ingin kita raih.
Dari mana perilaku itu bermula? Ya dari sikap mental tadi, maka untuk bisa menghasilkan perilaku yang berkualitas, sikap mentalnya haruslah berkualitas. Salah satu sikap mental berkualitas ini adalah sikap mental ‘berani bayar’ tadi dan bukan sikap mental gratisan.
Ketika kita mengadaptasi sikap mental ‘berani bayar’ dalam proses pencapaian resolusi kita maka kita sedang mengirimkan pesan pada sistem kesadaran kita bahwa kita berharga, bernilai istimewa dan layak diperjuangkan, seperti sugesti atau afirmasi saja, pesan itu nantinya akan diwujudkan oleh sistem kesadaran kita dalam bentuk sikap yang lebih percaya diri, lebih berani, lebih cerah atau sikap lain yang berkonotasi positif lainnya, semua itu akan memberi energi ekstra yang membuat proses pencapaian resolusi kita lebih efektif pastinya.
Tapi ketika kita masih mengadaptasi sikap mental ‘gratisan’ dalam proses pencapaian resolusi, maka pesan yang kita kirimkan pada sistem kesadaran kita yaitu bahwa kita tidak berharga, tidak istimewa dan tidak layak diperjuangan, sugestinya jadi negatif, pesan ini nantinya akan diwujudkan oleh sistem kesadaran kita dalam bentuk sikap minder, ketakutan, muram, lesu dan sikap berkonotasi negatif lainnya.
Jadi, sejauh ini sudah paham ya hubungan dari sikap mental dan pencapaian sukses? Hindari sikap mental ‘gratisan’, karena ia menjadi penyabotase kesuksesan yang tidak disadari.
Tapi masih ada lagi…
Pengaruh dari sikap mental ini bukan hanya sebatas pada perilaku dan pengaruhnya pada resolusi pencapaian, tapi juga pada ‘hukum alam’ atau saya menyebutnya ‘hukum semesta’.
Saya membagi hukum alam atau hukum semesta ini menjadi tiga jenis yaitu hukum getaran, hukum ketertarikan dan hukum pertukaran. Nah, sikap mental berhubungan dengan ketiga hukum ini.
Ngomong-ngomong, bahasan tentang hukum semesta ini sudah beberapa kali saya bahas di podcast ini, terutama di bulan-bulan Januari 2021 lalu, yang banyak membahas tema penetapan resolusi pencapaian juga, agar tidak menyita banyak bahasan lagi yang membuat durasi episode ini membengkak, saya tidak membahas lagi bunyi dari ketiga hukum semesta itu atau menjelaskan cara kerjanya ya, tapi Anda bisa menemukan bahasannya di kumpulan episode podcast saya bulan Januari 2021 lalu, silakan temukan saja bahasannya di episode itu, sambil tentunya silakan sempatkan untuk simak juga berbagai epsiode yang ada di podcast ini, semua itu akan memberikan gambaran yang lebih utuh atas prinsip restorasi kehidupan yang saya sering kali suarakan.
Kembali ke bahasan sikap mental dan hukum semesta, disinilah sikap mental ‘berani bayar’ akan mengaktifkan dan mengakselerasi cara kerja dari ketiga hukum semesta ini sampai ke titik terbaiknya, mengajak kita untuk beraliansi dengan semesta dan menjadikan proses pencapaian resolusi ini menjadi lebih baik.
Sementara sikap mental ‘gratisan’ justru akan menyabotase cara kerja tiga hukum semesta itu dalam hidup kita, menjadikan kita justru berkonflik dengan semesta dan menyabotase proses pencapaian kesuksesan kita dengan cara yang buruk.
Kita hanya bagian kecil dari alam, jangan memusuhi alam lah, jadilah saja sahabat alam, pahami cara kerja hukum semesta ini dan bersahabat dengan cara kerjanya, miliki sikap mental yang berkualitas dan sejalan dengan cara kerja hukum semesta ini.
Bagaimana, siap mengadaptasi sikap mental yang berkualitas untuk mendapatkan hasil akhir yang berkualitas juga?
Sekian perjumpaan di episode kali ini dan sekian perjumpaan kita di tahun 2021, selamat menyambut tahun baru 2022 dan sampai jumpa di episode berikutnya di tahun 2022 nanti…
Closing Podcast:
Dapatkan lebih banyak inspirasi restorasi kehidupan dan transformasi diri dengan ikuti Instagram @alguskha dan Youtube Channel: ‘Alguskha Nalendra’.
Kunjungi juga website www.alguskha.com untuk temukan lebih banyak informasi menarik lainnya, termasuk untuk memesan layanan profesional bersama Coach Alguskha Nalendra, untuk membantu mendesain kehidupan terbaik yang layak Anda dapatkan sesuai jati diri otentik Anda.