Konseling dan Hypnotic Parts-Therapy Untuk Kecanduan Judi Online
Daftar Isi
Beberapa waktu lalu ketika membersamai program pelatihan di sebuah perusahaan, di sela sesi rehat saya mendapatkan pertanyaan dari salah seorang peserta mengenai kemungkinan penanganan untuk permasalahan judi daring, atau judi online.
Dalam dialog itu saya menekankan bahwa sebagai salah satu jenis masalah perilaku, kecanduan judi online termasuk ke dalam masalah yang bisa ditangani melalui program konseling atau hipnoterapi, namun tentunya dengan catatan: individu yang mengalami permasalahan tersebut bersedia untuk menjalani penanganan untuk membantunya lepas dari permasalahan tersebut.
Meski sesi dialog itu hanya berlangsung singkat, pembicaraan itu tak urung memunculkan perenungan tersendiri bagi saya.
Bagaimana tidak, dari kisah yang dibagikan sang peserta itu, saya mendapati bahwa terjadi permasalahan kinerja dan produktivitas di perusahaan tersebut karena adanya permasalahan dimana beberapa SDM yang menggerakkan roda operasional justru kesulitan untuk fokus dan bekerja dengan baik karena mereka terjebak dengan hutang dan permasalahan keuangan lain, yang bersumber dari permasalahan judi online tersebut.
Jika sebelumnya permasalahan yang disebabkan judi online masih bisa dikategorikan sebagai permasalahan individu atau permasalahan sosial di lingkup tertentu, di era digital ini agaknya hal ini telah tereskalasi menjadi sebuah permasalahan sosial di lingkup yang lebih luas.
Dikatakan sebagai permasalahan sosial karena dampak dari permasalahan yang ditimbulkannya tentu akan menimbulkan “riak sosial” yang tidak kecil. Apa yang – sering kali – bermula dari iseng “bermutasi” menjadi sebuah dorongan untuk terus melakukannya, sampai-sampai menjadi sebuah rasa ketagihan dan kebergantungan.
Permasalahannya bukan sebatas pada reaksi ketagihan yang ditimbulkannya, melainkan adanya keterlibatan uang di dalamnya sebagai “modal”. Ketika uang yang digunakan sebagai modal ini habis, reaksi ketagihan yang melatari perilaku ini kemudian mendorong pelaku kebiasaan ini untuk mencari uang dengan cara yang tidak wajar, bisa dalam bentuk mengambil uang dari pos pengeluaran lain yang tidak seharusnya yang kemudian mengganggu stabilitas keuangan, menjual barang-barang yang dimiliki, mencuri, dan bahkan mengupayakan pinjaman dalam berbagai bentuk, mulai dari pinjaman pada kerabat atau pun pinjaman online, yang kelak melahirkan permasalahan lain yang tidak kalah peliknya.
Tidak asing agaknya berseliweran berbagai kisah di sekitar kita akhir-akhir ini dimana hubungan keluarga dan pertemanan jadi berantakan karena permasalahan keuangan yang disebabkan oleh judi online ini.
Pertanyaannya adalah bagaimana hal ini bisa bermula? Bagaimana hal ini bisa disikapi sebagai solusi? Bagaimana konseling dan hipnoterapi bisa berkontribusi membantu penanganan persoalan ini?
Judi (Online) Sebagai “Gangguan”
Keberadaan permasalahan judi sebagai “gangguan” bukanlah sebatas ungkapan belaka, melainkan memang tercantum dalam Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)-5 sebagai “gambling disorder” (gangguan judi), setelah sebelumnya diklasifikasikan sebagai “pathological gambling” dalam DSM-4.
Gangguan judi ini sendiri oleh American Psychiatric Association (n.d) dideskripsikan sebagai pola berulang dan berterusan dalam bertaruh, meski hal ini sudah menimbulkan berbagai jenis persoalan dalam kehidupan seseorang; yang dicirikan dengan berbagai kategori perilaku:
- Sering muncul pemikiran tentang berjudi, baik memikirkan pengalaman judi di masa lalu atau memikirkan rencana judi di masa depan.
- Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah taruhan yang semakin bertambah untuk mencapai kepuasan tertentu.
- Berulang kali gagal mengendalikan diri untuk berhenti berjudi.
- Sulit beristirahat atau merasakan ketidaknyamanan ketika mencoba berhenti berjudi.
- Berjudi sebagai ajang pelarian dari masalah atau mood negatif atau stres.
- Setelah kehilangan benda berharga dari judi, muncul kebutuhan untuk meneruskan, untuk menebus kerugian.
- Berbohong untuk menyembunyikan perilaku berjudi yang dilakukan.
- Kehilangan peluang penting, seperti pekerjaan, prestasi akademik, dan bahkan kehilangan hubungan dengan orang dekat karena judi.
- Bergantung atau mencari bantuan dari orang lain untuk mengatasi persoalan keuangan yang ditimbulkan dari judi.
Dalam tulisannya, Sohn (2023) menjelaskan bagaimana gangguan judi kerap kali bermula dari perkara yang tidak disadari, yaitu dari “permainan”; dari apa yang semula dikemas sebagai permainan, keseruan dari aktivitas ini terus berlanjut sampai menjadi sebuah pertaruhan sungguhan yang lebih beresiko. Lebih jauh lagi, Sohn juga menjelaskan bahwa dari sekian banyak fenomena fisiologis yang ada, mereka yang terjebak dengan permasalahan judi kerap kali didapati memiliki volume amigdala dan hippocampus yang relatif lebih kecil, dimana kedua bagian otak ini berhubungan dengan pengelolaan emosi dan regulasi stres.
Kompleksitas berikut yang menjadikan gangguan ini semakin berdampak fatal secara sosial adalah karena akses untuk melakukannya menjadi terbuka lebar seiring dengan arus digitalisasi yang sulit dikendalikan. Sejak tahun 2018 sampai 22 Agustus 2022 saja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tercatat sudah melakukan pemutusan akses terhadap 566.332 konten di ruang digital yang memiliki unsur perjudian (Kominfo, 2022).
Bisa kita lihat bahwa sebagai sebuah gangguan (disorder) yang juga melibatkan perputaran uang dalam skala masif, ada dampak sosial yang akan ditimbulkan oleh gangguan yang satu ini, mulai dari segi kendali perilaku yang bermasalah karena kurang berfungsi optimalnya bagian otak yang mengoperasikan pengelolaan emosi, sampai ke perilaku impulsif dalam menggunakan uang yang mempengaruhi kematangan finansial dalam kehidupan bermasyarakat, yang yang menjadikannya layak dikategorikan sebagai permasalahan sosial.
Gangguan Judi Dari Sudut Pandang Hipnosis dan Parts-Therapy
Setiap keilmuan akan memiliki sudut pandangnya masing-masing dalam memahami bagaimana gangguan judi ini bermula.
Dari sudut pandang hipnosis, level kesadaran dalam pikiran manusia terdiri dari pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (subconscious mind), dimana pikiran bawah sadar menjadi level dimana berbagai respon berpikir dan berperilaku bermula.
Namun demikian, sebagai keilmuan yang terus berkembang dan berevolusi, hipnosis pun berkembang dan mengadaptasi berbagai sudut pandang lain yang melengkapi pemahamannya.
Salah satu sudut pandang yang kemudian berkembang dalam hipnosis adalah sudut pandang yang mengakomodir keberadaan “Parts” sebagai “Bagian-Bagian” (sebagai catatan, penulisan “Bagian” untuk memaksudkan “Parts” ditulis dengan huruf “B” besar) dalam sistem kesadaran kita yang mempengaruhi cara kita berpikir dan berperilaku, dimana teknik terapi yang melibatkan keberadaan Parts dalam kondisi hipnosis ini kerap dikenal sebagai Parts-Therapy.
Meski teknik Parts-Therapy identik dilekatkan pada Charles Tebbetts (Hunter, 1995), sudut pandang yang mengakomodir keberadaan Parts dalam sistem kesadaran manusia sudah bermula dalam dunia psikoterapi sejak periode yang lebih lama (Schwartz, 1995), dimana di periode terdahulunya Parts ini lebih dikenal dengan istilah Ego State oleh Paul Federn (1871 – 1950) dan Subpersonality oleh Roberto Assagioli (1888 – 1974).
Dalam konteks Parts-Therapy, pikiran manusia diyakini beroperasi dengan Bagian-Bagian yang memiliki fungsi dan tugas spesifiknya masing-masing, yang disebut Parts. Jika Parts ini berada di kondisi yang sehat dan menjalankan fungsinya secara sehat maka sehat jugalah kondisi fisik , emosional dan perilaku seseorang. Sebaliknya, jika Parts ini mengalami luka atau tidak menjalankan fungsinya secara sehat maka akan bermasalah juga kondisi fisik, emosional dan perilaku seseorang.
Meski Parts lebih terkesan sebagai sebuah objek psikis imajiner dalam diri seseorang, keberadaan Parts secara fisik mewakili jalinan syaraf dalam otak manusia yang terbentuk dari akson, dendrit dan sinaps yang terbentuk dari pengalaman tumbuh-kembang kita, yang menyimpan memori spesifik atas bagaimana kita seharusnya merespon stimulus tertentu (Emmerson, 2014), itulah kenapa aktifnya Parts di sistem kesadaran kita menjadikan kita menunjukkan respon perilaku tertentu sesuai dengan basis data memori yang membentuk keberadaan Parts tersebut.
Menggunakan perspektif Parts-Therapy, kasus gangguan judi terjadi karena adanya Bagian yang melakukan perilaku judi dimana Bagian ini menjalankan perilaku itu untuk pemenuhan maksud tertentu.
Apa maksudnya “pemenuhan maksud tertentu”? Sederhananya begini, Parts adalah Bagian yang juga mengoperasikan mekanisme pertahanan (defense mechanism) diri kita. Artinya, di balik apa pun aktivitas atau respon yang Parts operasikan, selalu ada maksud positif yang ingin dipenuhinya, termasuk dalam perilaku gangguan judi sekali pun.
Dalam berbagai teknik psikoterapi berbasis Parts, kondisi dan fungsi Parts dipetakan menjadi beberapa kategori, termasuk ketika Parts ini mengalami permasalahan.
Pada umumnya – sebagai sebuah mekanisme pertahanan – pemetaan kategori pada Parts berdasarkan permasalahan yang terjadi didasari pada:
- Adanya Parts yang terluka (wounded), baik karena peristiwa traumatis yang mengancam keselamatan di masa lalu, atau karena peristiwa yang menjadikan kebutuhan emosional seseorang tidak terpenuhi, yang menjadikannya merasa sedih, kecewa, sakit hati, dan bahkan tidak berharga. Parts yang terluka ini di berbagai pendekatan disebut dengan nama berbeda, seperti Vaded State dalam Resource Therapy (Emmerson, 2014), Exile dalam Internal Family System (Schwartz, 1995), atau Reactive Parts dalam Developmental Needs Meeting Strategy (Schmidt, n.d).
- Adanya Parts yang memproteksi agar Parts yang terluka tidak muncul ke permukaan dan menyebabkan ketidaknyamanan psikis. Aktifnya Parts yang wounded akan menyebabkan seseorang mengalami ketidaknyamanan. Untuk menghindari hal inilah ada kategori Parts lain yang mencoba untuk “meredam” agar Parts yang terluka ini tidak muncul kepermukaan dengan menciptakan pelarian yang berfokus pada perilaku tertentu. Parts yang memproteksi ini di berbagai pendekatan juga disebut dengan nama berbeda, seperti Retro State dalam Resource Therapy (Emmerson, 2014), atau Protector dalam Internal Family System (Schwartz, 1995).
Dalam kasus gangguan judi, yang terjadi adalah ada Part yang mencoba mengalihkan seseorang dari ketidaknyamanan psikis yang dialami dalam dirinya dimana pengalihan itu bermuara pada perilaku “mencari keseruan” yang bisa membuat seseorang lupa atau teralihkan dari ketidaknyamanan psikis dalam dirinya.
Apa kiranya “keseruan” ini? Ya, yang semula “permainan” sampai menjadi “pertaruhan”, tidak lain dan tidak bukan, yaitu: judi.
Diakui atau tidak, meningkatnya kerumitan dan tekanan kehidupan dewasa ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri banyak orang. Tidak semua orang memiliki ketahanan yang baik untuk beradaptasi dengan tekanan ini, sehingga banyak yang mencari pelarian agar dirinya tidak terbebani oleh stres atau tekanan berlebih yang bersumber dari kerumitan kehidupan ini.
Ketika seseorang bermain judi, ia mendapati “dunia baru” yang mengalihkannya dari kerumitan kehidupan, di titik ini saja dunia baru ini sudah menjadi alternatif proteksi yang meredakan ketidaknyamanan psikisnya.
Ketika ia mencoba bermain di dalamnya, akan ada “ilusi” kemenangan yang diberikan oleh bandar judi agar ia merasa menang. Perasaan memenangkan sesuatu ini menjadikan otak melepaskan hormon dopamin yang membuatnya merasa nyaman. Sampai sejauh ini semua ini masih nampak sebagai sesuatu yang positif bukan? Nanti dulu, masalahnya adalah semakin seseorang berjudi maka ia semakin terbiasa dengan dopamin di kadar sebelumnya, muncullah rasa ketagihan untuk mengalami dopamin di level yang lebih besar lagi, yang menjadikannya bertaruh lebih besar agar merasakan kemenangan yang lebih besar.
Di titik ini mekanisme proteksi dari Parts menjadi terlengkapi. Ada Part yang merasakan ketidaknyamanan psikis karena stres akibat tekanan kehidupan dan ada Part yang aktif menciptakan pelarian – yang menghasilkan dopamin yang menciptakan ketagihan – dalam bentuk berjudi.
Upaya seseorang untuk berhenti berjudi menjadi sulit karena kali ini ia dihadapkan dengan dua faktor sekaligus: faktor organik dari sensasi dopamin yang biasa ia rasakan ketika berjudi, dan faktor psikologis yang tercipta dari mekanisme proteksi Parts di pikiran bawah sadarnya.
Penanganan Gangguan Judi Dengan Hipnoterapi
Sebagai sebuah teknik terapi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis (Kroger, 1971), hipnoterapi memungkinkan penanganan permasalahan tepat di sumbernya, yaitu di pikiran bawah sadar.
Dalam kondisi hipnosis, respon seseorang terhadap sugesti menjadi meningkat (Yapko, 2003), kondisi inilah yang kemudian menjadi pijakan bagi hipnoterapis untuk menggunakan sugesti sebagai media menghasilkan resolusi di pikiran bawah sadar.
Terdapat tiga jenis teknik dasar hipnoterapi yang umum digunakan, yaitu (1) teknik berbasis sugesti hipnosis langsung (direct suggestion), (2) teknik berbasis imagery yang melibatkan visualisasi kreatif, dan (3) teknik berbasis penelusuran akar masalah di pikiran bawah sadar dimana ada kalanya penggunaan teknik ini melibatkan penelusuran pada Parts. Dalam praktiknya ada praktisi yang murni menggunakan hipnoterapi sebagai alat bantu perubahan kliennya, ada juga yang menggabungkan hipnoterapi dengan konseling atau pendampingan mental lainnya.
Meski bisa digunakan, penggunaan direct suggestion untuk penanganan gangguan judi tidak terlalu disarankan. Hal ini karena gangguan judi melibatkan mekanisme proteksi yang lebih kompleks dibanding masalah perilaku biasa, salah satunya karena ada keterlibatan hormonal di dalamnya.
Teknik hipnoterapi berbasis imagery bisa cukup membantu, meski pun tetap saja hal ini akan cukup menantang karena diperlukan konteks imagery yang benar-benar bisa menjangkau kompleksitas proteksi pikiran bawah sadar dan menghasilkan perubahan di dalamnya.
Bagi saya pribadi, teknik yang ideal digunakan untuk penanganan gangguan judi adalah teknik yang melibatkan penelusuran akar masalah di pikiran bawah sadar, terutama yang melibatkan penelusuran pada Parts.
Dalam Parts-Therapy, kita berkomunikasi dengan Parts layaknya berkomunikasi dengan sosok spesifik. Menariknya, setiap Parts akan berkomunikasi sesuai dengan kondisi, usia dan fungsinya. Ketika berkomunikasi dengan Parts berusia kecil maka kita akan mendapati seolah sedang berbicara dengan anak kecil. Ketika berkomunikasi dengan Parts yang terluka kita akan mendapati Part itu berkomunikasi dengan kondisi terluka dan “rapuh”. Begitu juga ketika berbicara dengan Parts yang menjalankan fungsi proteksi, mereka akan berbicara dengan gaya bicara yang percaya diri karena mereka merasa menjalankan hal yang mereka anggap benar adanya. Hal inilah yang menjadikan Parts–Therapy menarik, kita seolah berbicara dengan banyak ragam kepribadian dalam diri satu oran, atau sebagaimana Schwarts (1995) menyebutnya: “Inner Entities”.
Dalam sesi Parts-Therapy untuk penanganan gangguan judi kita pertama-tama mengakses Part yang melatari perilaku judi dan mengidentifikasi maksud positifnya, yaitu menemukan Part yang terluka yang ia coba lindungi agar tidak muncul ke permukaan dan mengakibatkan ketidaknyamanan psikis dalam diri seseorang.
Setelah Part yang terluka teridentifikasi dan bisa kita akses, kita bisa memperdalam kondisi hipnosis yang dialami untuk menemukan akar masalah yang menjadikan Part ini terluka di pikiran bawah sadar, untuk kemudian membantu Part ini agar ia bisa lepas dari lukanya.
Part yang melakukan perilaku pelarian – berupa judi – pada dasarnya melakukan aktivitas judi karena adanya Part yang terluka yang ia coba cegah kemunculannya. Jika Part yang semula terluka ini tidak lagi terluka maka tidak ada lagi alasan yang kuat untuknya terus menjalankan perilaku pelarian lamanya, karena tidak ada lagi fungsi spesifik dari perilaku ini. Di titik inilah kita bisa melakukan negosiasi pada Part ini untuk mengubah fungsi perilakunya menjadi lebih positif. Dengan kata lain, ia tetap menjalankan fungsi proteksi atau pertahanannya dalam diri seseorang, namun bukan dengan cara berjudi, melainkan dengan perilaku lain yang lebih sehat.
Aspek Sosial Dalam Penanganan Gangguan Judi
Penanganan gangguan judi mensyaratkan upaya dan kepedulian kita bersama. Bagaimana pun permasalahan ini adalah wujud dari riak kegelisahan sosial yang telah tereskalasi sampai ke wujudnya yang lebih buruk yang mengganggu kehidupan bermasyarakat.
Namun tidak bisa kita lupakan, ada asap maka tentu ada api. Jika gangguan judi ini adalah “asap”, maka tentu ada “api” yang melandasinya. Ya, api ini adalah berbagai keresahan mental yang ada secara kolektif dalam diri berbagai lapisan masyarakat.
Kita tidak menyukai keberadaan dari aplikasi judi online dan mengutuki para pembuat aplikasi tersebut. Kita lupa bahwa ada prinsip “supply dan demand” dalam setiap fenomena permasalahan sosial. Adanya aplikasi tersebut – sebagai supply – tentulah karena ada penggunanya – sebagai demand – yang merasa mendapatkan manfaat darinya.
Selama demand itu masih ada, tentulah supply akan terus bermunculan. Alih-alih sekedar mengutuki kemunculan berbagai aplikasi tersebut, lebih baik kita luangkan atensi untuk menghentikan demand atas supply tersebut, yaitu dengan membangun masyarakat yang lebih sehat secara mental, yang lebih matang secara emosional, yang lebih tahan menghadapi tantangan kehidupan.
Ketika masyarakat kita terbentuk dengan kematangan internal yang sedemikian kokoh, niscaya hal tersebut pun tidak akan lagi menjadi demand, maka supply pun akan terhenti dengan sendirinya.
Salah satu hal yang membuat permasalahan mental-emosional mengakar di masyarakat adalah karena adanya stigma negatif pada orang-orang yang mencari pertolongan mental. Ketika ada yang memerlukan solusi dan mencari pertolongan maka berbagai label “lemah” atau “aib” dilekatkan pada mereka. Jika hal ini dibiarkan berkelanjutan sama saja kita memelihara api dalam sekam yang menjadikan berbagai demand atas supply negatif itu terus ada untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkepentingan.
Mari membangun masyarakat yang sehat secara sosial, dimulai dengan menjadi masyarakat yang bisa menghargai kesehatan mental. Sebagaimana kita bisa datang ke Dokter tanpa terbebani anggapan yang tidak-tidak ketika sakit secara fisik, semoga nantinya masyarakat pun bisa dengan mudah datang mencari bantuan atau pertolongan dari para tenaga kesehatan mental ketika memerlukannya tanpa takut mendapatkan label negatif dari lingkungannya.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang konseling-hipnoterapi? Memerlukan layanan konseling-hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari konseling-hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.
Referensi:
American Psychiatry Association. (n.d). What is Gambling Disorder? https://www.psychiatry.org/patients-families/gambling-disorder/what-is-gambling-disorder. Diakses pada 15 Juli 2024.
Emmerson, G. (2014). Resource Therapy. Old Golden Point Press.
Hunter, R. (1995). The Art of Hypnotherapy. Kendall/Hunt Publishing Company.
Kominfo. (2022). Siaran Pers No. 340/HM/KOMINFO/08/2022 Tentang Penanganan Judi Online oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. https://www.kominfo.go.id/content/detail/43834/siaran-pers-no-340hmkominfo082022-tentang-penanganan-judi-online-oleh-kementerian-komunikasi-dan-informatika/0/siaran_pers. Diakses pada 15 Juli 2024.
Kroger, W. S. (1977). Clinical And Experimental Hypnosis in Medicine, Dentistry, And Psychology (2nd ed.). J. B. Lippincott.
Schmidt, S. J.(n.d). IFS vs DNMS: Similarities and Differences. DNMS Institute
Schwartz, R. C. (1995). Internal Family Systems Therapy. The Guilford Press.
Sohn, E. (2023, July 1). How gambling affects the brain and who is most vulnerable to addiction. Monitor on Psychology, 54(5). https://www.apa.org/monitor/2023/07/how-gambling-affects-the-brain. Diakses pada 15 Juli 2024.
Yapko, M. D. (2003). Trancework. Routledge.