Terciptanya Masalah di Pikiran Bawah Sadar
Daftar Isi
Apa yang menjadikan seseorang mencari pertolongan untuk mengatasi berbagai persoalan emosional dan perilakunya? Jawabannya tentu sederhana: yaitu karena ia tidak bisa mengendalikan respon emosi dan perilakunya sendiri, apa yang dirasa tepat dan seharusnya dilakukan justru tidak bisa dilakukan karena respon emosi dan perilaku otomatis yang muncul begitu saja dan sulit untuk dikendalikan.
Sebut saja mereka yang mengalami kecemasan, mereka tahu bahwa respon cemas yang mereka rasakan bukanlah respon yang tepat dan bukan respon yang seharusnya, mereka tahu bahwa mereka seharusnya memiliki kendali atas dirinya dalam bersikap tanpa harus larut dengan kecemasan yang membuat mereka sulit beraktivitas, namun apa daya sekeras apa pun mereka mencoba tetap saja respon cemas otomatislah yang malah menguasai diri mereka.
Apa yang terjadi? Bukankah semua itu tak ubahnya seperti konflik, atau tepatnya konflik antara bagian kesadaran dalam diri, yaitu konflik antara bagian yang sadar apa respon yang tepat atau yang seharusnya ditampilkan, dengan bagian lain yang sulit dikendalikan karena tidak disadari cara kerjanya?
Ya…betul sekali, inilah yang dimaksudkan konflik antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar.
Pada akhirnya berbagai jenis masalah emosi dan perilaku yang manusia alami akan bermuara pada adanya ketidakselarasan antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar.
Sebagaimana sudah diulas di artikel sebelumnya: ‘Pikiran Sadar dan Pikiran Bawah Sadar‘, pikiran sadar adalah sistem kesadaran yang kita gunakan untuk merespon dunia di luar diri kita secara sadar, di dalamnya tersimpan kesadaran tentang emosi dan perilaku yang selayaknya kita tampilkan untuk bisa merespon kehidupan sebaik mungkin.
Sementara itu, pikiran bawah sadar adalah sistem kesadaran yang merespon secara otomatis stimulus di luar diri tanpa bisa kita kendalikan secara sadar, ia merespon stimulus di luar diri berdasarkan referensi data base yang ada di dalamnya, yang diadaptasinya dari pengalaman sejenis di masa lalu.
DINAMIKA LEVEL KESADARAN
Meski sudah diulas di artikel sebelumnya, tidak ada salahnya kita menyegarkan, menyimpulkan ulang dan melengkapi apa yang sudah sebelumnya kita pelajari tentang dinamika level kesadaran manusia.
Yang pertama perlu kita sadari adalah bahwa pikiran kita sebenarnya beroperasi di beberapa level kesadaran, dimana level kesadaran ini ada yang kita sadari cara kerjanya dan ada juga yang tidak. Setiap level kesadaran ini beroperasi di gelombang otak yang berbeda dan memiliki keunikannya masing-masing.
Beberapa istilah yang mewakili setiap level kesadaran itu yaitu pikiran tidak sadar (unconscious mind), pikiran bawah sadar (subconscious mind), pikiran sadar (conscious mind) dan area kritis (critical area atau biasa disebut juga critical factor).
Perlu kita pahami bahwa kesemua hal ini merupakan penguraian sederhana dari cara kerja pikiran manusia atau disebut sebagai ‘model kesadaran’. Dalam kedudukannya sebagai model, dalam bahasan ini kita hanya akan memahami fungsi kerjanya dan bukan membicarakan bagian spesifik otak dari sudut pandang keilmuan biologi.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing bagian yang disebutkan di atas tadi:
PIKIRAN TIDAK SADAR (UNCONSCIOUS MIND)
Fungsi pikiran tidak sadar sering kali juga disebut sebagai kesadaran fisik atau kesadaran jasmani. Meski dikatakan sebagai pikiran ‘tidak sadar’, sesungguhnya bagian ini mengacu kepada sebuah level kesadaran yang sangat aktif, hanya karena kita sepenuhnya tidak menyadari cara kerjanya maka kita mengenalnya sebagai ‘tidak sadar’.
Bagian ini melakukan tugas-tugasnya secara otomatis dan terhubung dengan autonomic nervous system (ANS) atau sistem syaraf otonom, yang bekerja tanpa disadari atau tanpa perintah sistem syaraf pusat. Beberapa hal yang diatur oleh pikiran tidak sadar:
- Fungsi perlindungan tubuh seperti gerak reflek dan kekebalan/ imunitas tubuh.
- Irama pernafasan, denyut jantung dan aliran darah.
- Respon homeostasis fisik dan respon otot halus.
Mengapa dikatakan cara kerjanya sangat sadar? Jelas saja, bukankah kita tidak perlu memerintahkan jantung kita untuk berdenyut atau darah untuk mengalir? Semua itu dikendalikan oleh sebuah kesadaran yang hakiki dan bekerja dengan sendirinya tanpa kita sadari untuk menjalankan sebuah fungsi utama: bertahan hidup.
PIKIRAN BAWAH SADAR (SUBCONSCIOUS MIND)
Inilah yang kiranya menjadi ‘mesin’ dari diri kita dalam berpikir dan berperilaku. Berbeda dengan pikiran tidak sadar yang mewakili fungsi ‘primitif’ manusia untuk bertahan hidup, pikiran bawah sadar justru memiliki fungsi tersendiri sebagai bank data.
Jika pikiran tidak sadar bekerja dengan prinsip aksi-reaksi, yaitu ketika ada sebuah aksi dari luar yang mengancam keberlangsungan hidup maka akan muncul reaksi otomatis (tanpa harus berpikir) dari dalam sebagai bentuk pertahanan diri, pikiran bawah sadar bekerja dengan prinsip stimulus-respon, yaitu ketika ada stimulus tertentu dari luar maka akan terjadi sebuah ‘proses berpikir’ dalam diri yang menentukan munculnya respon tertentu di kemudian waktu.
Proses berpikir dalam pikiran bawah sadar terjadi dengan sangat cepat dari awal stimulus diterima sampai kemudian ia meresponnya, semua proses berpikir cepat ini terjadi mengacu pada data yang sudah tersimpan sebelumnya di dalamnya.
Apa lagi maksudnya ‘merespon stimulus dari luar berdasarkan data yang sudah tersimpan sebelumnya di dalamnya’? Begini, pikiran bawah sadar adalah fungsi dasar pikiran yang sudah aktif sejak berada dalam kandungan dan terus aktif sampai kita menutup usia.
Dalam peranannya sebagai bank data, pikiran bawah sadar bekerja dengan ‘merekam’ berbagai kejadian yang dialaminya, memberikan makna atas kejadian tersebut, lalu menyimpannya sebagai acuan untuk merespon kejadian berikutnya.
Contoh saja, seorang anak yang pernah digigit anjing ketika kecil dimana ia merasakan ketakutan yang amat sangat. Pikiran bawah sadar yang merekam kejadian tersebut lantas memberi makna bahwa ‘anjing adalah hewan berbahaya’, maka di masa depan data itu akan menjadi acuan untuk merespon anjing dengan cara tersendiri: hindari!
Jika kita bahas lebih jauh, pikiran bawah sadar memiliki fungsi dasar dalam hal:
- Memori jangka panjang, sekali lagi dalam kedudukannya sebagai bank data, pikiran bawah sadar merekam semua kejadian yang kita alami dan menyimpannya secara permanen.
- Emosi dan keyakinan, terlepas dari ragam kejadian yang dialami dan direkam serta bagaimana dampak dari kejadian itu pada pikiran bawah sadar, selalu ada proses pemaknaan yang dilekatkan pada kejadian yang kita alami tersebut, yang memicu munculnya keyakinan serta emosi tertentu atas kejadian itu.
- Fungsi perlindungan otomatis, mengacu pada dua fungsi dasar sebelumnya, cara kerja yang satu ini yaitu merespon stimulus dari luar dengan mengacu pada emosi dan keyakinan yang muncul dari memori dan pemaknaan atas kejadian yang pernah dialaminya, entah nantinya untuk melawan (fight) atau kabur (flight), fungsi perlindungan otomatis ini juga tercermin dalam bentuk gerak refleks tubuh yang tidak disadari.
- Kebiasaan, salah satu karakter dasar pikiran bawah sadar adalah pasif, dengan kata lain ia hanya menjalankan apa yang sudah ada di dalamnya tanpa inisiatif mengupayakan perubahan. Hal ini karena inisiatif adalah bagian dari fungsi kerja pikiran sadar. Semakin sering sebuah respon spesifik terjadi atas stimulus spesifik dari luar maka pikiran bawah sadar akan terus dan semakin mengadaptasinya menjadi sebuah kebiasaan yang berkelanjutan.
Sampai ke poin di atas tadi sebetulnya sudah semua fungsi dasar yang mewakili cara kerja pikiran bawah sadar dibahas, namun masih ada lagi fungsi yang sangat penting, yaitu fungsi perlindungan mental. Dengan karakter kehendak bebas (free will)-nya yang pasif – dan bahkan cenderung malas – sekali sebuah informasi diadaptasi dan menjadi kebiasaan di pikiran bawah sadar maka hal ini menjadi sebuah ‘program mental’, dimana pikiran bawah sadar akan tetap mempertahankan informasi yang sudah masuk lebih dahulu tersebut dan menggunakannya sebagai satu-satunya acuan dasar untuk merespon kejadian lain yang dianggapnya sejenis, sampai kemudian informasi itu tergantikan oleh informasi baru.
Itulah mengapa mengubah kebiasaan menjadi proses yang memakan waktu, karena perlu waktu tersendiri sampai kemudian perubahan itu ‘menaklukkan’ fungsi perlindungan mental ini sebelum akhirnya diadaptasi oleh pikiran bawah sadar sebagai kebiasaan baru yang menggantikan kebiasaan lama.
PIKIRAN SADAR (CONSCIOUS MIND)
Pikiran sadar adalah fungsi kesadaran yang secara dominan kita gunakan secara sadar untuk menganalisa atau berpikir kritis. Jika pikiran bawah sadar berfungsi menyimpan memori jangka panjang dan bahkan permanen, tidak demikian dengan pikiran sadar, fungsinya hanya mengingat detail memori jangka pendek, semakin lama sebuah memori tersimpan biasanya intensitas kejelasannya akan semakin berkurang untuk bisa kita ingat secara sadar, karena detailnya sudah berpindah ke pikiran bawah sadar dimana informasi ini tidak bisa kita munculkan begitu saja dengan mudah secara sadar.
Cara kerja pikiran sadar tetap saja terintegrasi dengan apa yang ada di pikiran bawah sadar, kebiasaan berpikir yang ada di pikiran sadar pun pada dasarnya adalah bentukan dari apa yang sudah terlanjur tersimpan di pikiran bawah sadar. Hal ini karena pikiran bawah sadar lebih dulu aktif sejak kecil dulu, ketika pikiran sadar aktif dan semakin bekerja optimal seiring berjalannya waktu, muatan informasi yang sudah lebih dulu ada di pikiran bawah sadarlah yang kelak menentukan mekanisme kebiasaan berpikir di pikiran sadar.
Perbedaannya adalah pikiran sadar memiliki apa yang disebut kehendak bebas (free will) aktif, salah satunya yaitu dalam bentuk kesadaran untuk berubah dan mengimbangi tuntutan kehidupan di luar diri, terutama dengan seiring bertumbuhnya dan matangnya usia. Masalah yang umum terjadi adalah free will pikiran sadar ini berbenturan dengan fungsi perlindungan mental pikiran bawah sadar yang bertugas melindungi infomasi dan kebiasaan lama.
Inilah yang di awal pemaparan artikel ini digambarkan sebagai adanya sebuah konflik antara lapisan kesadaran yang menginginkan perubahan (pikiran sadar) dan kesadaran lain yang tidak bersedia berubah (pikiran bawah sadar).
Dari segi perbandingan pengaruh, sebuah teori mengatakan bahwa porsi perbandingan kekuatan pikiran bawah sadar adalah sebesar 88-90% terhadap pikiran sadar yang hanya sebesar 10-12%, dari sini saja kita sudah bisa memprediksi siapa yang lebih berpengaruh dan akan memenangkan konflik ini ketika pikiran bawah sadar berkonflik dengan pikiran sadar.
AREA KRITIS (CRITICAL AREA ATAU CRITICAL FACTOR)
Sedikit berbeda dengan ketiga level kesadaran yang sudah dibahas sebelumnya, area kritis bukanlah sebuah level kesadaran, melainkan fungsi dasar pikiran yang menjadi ‘filter’ atau saringan dalam pikiran, tugasnya adalah menyaring informasi baru yang diterima dari pikiran sadar ke dalam diri kita dan mencocokannya dengan persepsi lama yang sudah tersimpan terlebih dahulu di pikiran bawah sadar.
Jika informasi baru yang diterima sesuai dengan informasi lama yang ada di pikiran bawah sadar maka informasi ini akan diterima dan dijalankan, namun jika berlawanan maka ia akan menjalankan fungsi dasarnya untuk mengkritisi dan menolaknya. Masih ingat di bagian sebelumnya tadi kita sempat membicarakan fungsi perlindungan mental pikiran bawah sadar? Fungsi inilah yang diwakili oleh area kritis.
TERCIPTANYA MASALAH EMOSI DI PIKIRAN BAWAH SADAR
Di awal pemaparan artikel ini kita sudah mendapati ilustrasi dari masalah emosional dan perilaku yang menghambat kualitas hidup, jika kita hubungkan dengan bahasan yang baru saja kita ulas tentang dinamika level kesadaran, kemana semua ini bermuara?
Tak lain dan tak bukan untuk memahami sebab-akibat di balik lahirnya berbagai masalah emosi dan perilaku tersebut. Lebih jauh lagi, memahami hal ini akan menjadi landasan penting bagi kita untuk mengidentifikasi berbagai faktor dan kemungkinan yang melandasi munculnya konflik antara level-level kesadaran, yang menjadikan seseorang terkena masalah emosi dan perilaku tertentu.
Begini prinsip kerjanya secara sederhana. Sejak kita berada dalam kandungan dan sampai lahir, fungsi dasar pikiran bawah sadar sudah aktif untuk merekam berbagai kejadian yang dialaminya, namun demikian pikiran sadar dan area kritis belumlah aktif optimal, yang menjadikan kita sangat reseptif dalam menerima ragam informasi dari luar dan menjadikannya acuan dasar dalam merespon kejadian berikutnya.
Tergantung dari dampak kejadian/informasi itu pada diri kita (menyenangkan, biasa saja atau malah menyakitkan), maka begitu juga ‘jejak’ emosi dan keyakinan atas kejadian itu kelak terbentuk dalam pikiran bawah sadar, jejak inilah yang menjadi acuan untuk merespon kejadian lain berikutnya dengan menggunakan emosi dan keyakinan yang lebih dulu ada sebagai pembandingnya.
Semakin seseorang beranjak dewasa, area kritis dan fungsi berpikir logis semakin berfungsi optimal, namun informasi, emosi dan keyakinan yang sudah terlanjur ada di pikiran bawah sadar tetaplah sama. Hal ini membuat meski kesadaran baru atas sebuah informasi sudah terbentuk, respon emosi yang muncul tetaplah respon emosi lama.
Mari kembali mengulas contoh yang sudah sempat dibahas sebelumnya, tentang anak kecil yang digigit anjing. Sebut aja ia digigit seekor anjing yang sebenarnya berukuran kecil, ia merasa kaget dan takut (emosi) lalu saat itu ia memaknai (keyakinan) bahwa anjing kecil itu adalah makhluk yang berbahaya dan harus dihindari (perilaku).
Ketika ia beranjak dewasa, fungsi berpikir logis pikiran sadar dan area kritis semakin terbentuk, ia pun jadi menyadari bahwa dengan ukuran tubuhnya yang besar maka anjing kecil seharusnya tidak menjadi masalah, namun entah kenapa setiap kali berhadapan dengan anjing kecil ia tetap merasakan rasa takut yang sulit dipahaminya dan berusaha menghindar.
Mengacu pada bahasan sebelumnya, disini bisa kita pahami bahwa kesadaran logis barunya di pikiran sadar memang sudah menyadari makna baru dari anjing kecil bagi dirinya, namun makna yang tersimpan di pikiran bawah sadar bahwa anjing kecil adalah ‘makhluk berbahaya yang menakutkan dan harus dihindari’ belumlah berubah.
Dengan kata lain, salah satu penyebab masalah emosional atau perilaku tercipta yaitu ketika ada informasi spesifik tertentu yang masuk ke dalam pikiran bawah sadar di masa ketika area kritis terbuka – yang dimaknai secara negatif – yang menimbulkan jejak emosi dan keyakinan negatif tertentu. Ketika area kritis menutup dan fungsi perlindungan mental aktif, klarifikasi baru yang masuk tidak diterima oleh pikiran bawah sadar sehingga seseorang hidup dengan asosiasi yang ‘menyakitkan’ akan kejadian atau objek tertentu yang terlanjur dimaknai secara negatif dan meninggalkan jejak emosi negatif dalam dirinya, yang akan keluar sewaktu-waktu di kejadian masa depan yang dianggapnya sejenis.
Permasalahan emosi bukan hanya seputar rasa takut, seorang teman saya jaman sekolah dulu sering kali marah jika mendengar bentakan, meski itu tidak ditujukan padanya. Rupanya ketika kecil dulu ia sering mendengar ayahnya membentak ibunya secara kasar dan hal itu membuatnya membenci ayahnya. Suara bentakan yang didengarnya di masa depan membuatnya terasosiasi dengan sosok ayahnya yang dibencinya sehingga respon otomatisnya adalah marah ketika mendengar bentakan, karena hal itu menghubungkannya dengan jejak emosi tidak menyenangkan yang terbentuk dari pengalaman masa lalunya, meski kesadaran logisnya tahu bahwa bentakan itu tidak ditujukan padanya.
Ada banyak dinamika emosi dalam diri kita, jika kita membicarakan emosi yang bersifat tidak menyenangkan, atau membuat kita tidak nyaman dan kita sendiri tidak memahami mengapa hal itu terjadi, maka kuncinya sederhana, ada jejak emosi tertentu di pikiran bawah sadar yang tercipta dari pengalaman masa lalu yang menyebabkannya muncul.
TERCIPTANYA MASALAH PERILAKU DI PIKIRAN BAWAH SADAR
Untuk memperjelas bahasan kita, mari pahami terlebih dahulu bahwa konteks permasalahan perilaku yang kita maksudkan disini adalah seseorang yang terjebak dalam perilaku atau kebiasaan yang dianggapnya tidak baik karena bertentangan dengan dogma, norma, nilai-nilai lingkungan atau kesadaran barunya, dimana ia berusaha keras untuk mengubahnya, namun menghadapi kesulitan luar biasa yang membuatnya berulang kali gagal mengubah perilaku dan kebiasaan itu.
Meski berhubungan langsung dengan bahasan sebelumnya, ada sedikit bahasan lanjutan untuk dinamika masalah perilaku ini. Salah satu pembedanya yaitu jika dinamika masalah emosi muncul karena adanya jejak emosi negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar, dinamika masalah perilaku muncul karena rasa sakit pada jejak emosi negatif di pikiran bawah sadar ini kemudian ‘teredakan’ (terasa lebih baik) oleh penyaluran perilaku tertentu, meski dampaknya negatif sekali pun.
Salah satu fungsi dasar pikiran bawah sadar adalah juga sebagai pelindung bagi kesadaran kita. Ketika suatu waktu sebuah jejak emosi negatif tercipta dalam pikiran bawah sadar, maka pikiran bawah sadar juga memiliki naluri mencari cara agar beban itu tidak terlalu terasa menyakitkan, dengan cara mencari pelariannya sendiri, salah satu istilah psikologi yang mewakili hal ini adalah ego defense mechanism.
Misalnya saja seseorang yang ketika jaman sekolah sering mengalami bullying, ia memendam emosi kesedihan dan ketakutan akibat tindakan teman-temannya tersebut, suatu waktu ketika sedang sendirian dan larut dalam beban emosinya ia tidak sengaja menonton film porno di internet yang ternyata mengalihkannya dari rasa sedih dan takut tersebut. Pikiran bawah sadar yang merasa mendapatkan kenikmatan dari proses ini karena mengalihkannya dari rasa sakitnya kemudian mengasosiasikan kegiatan ini sebagai sebuah penyaluran yang bermanfaat, maka dimulailah cikal-bakal perilaku seseorang yang kecanduan film porno.
Ketika suatu hari orang tersebut mendapatkan kesadaran bahwa tindakannya tersebut tidak baik dan ia ingin berubah maka disinilah terjadi konflik antara pikiran sadar yang ingin berubah dengan pikiran bawah sadar yang tidak ingin berubah karena merasa terlanjur mendapatkan kenikmatan dari perilaku yang ia lakukan.
Hal lain yang membedakan dinamika masalah perilaku adalah bisa jadi sebuah perilaku menjadi sulit untuk dirubah bukan karena jejak emosi tertentu, melainkan karena informasi itu terlanjur masuk ke pikiran bawah sadar dengan mekanisme tertentu di masa lalu dan akhirnya diyakini sebagai suatu perilaku yang memang sewajarnya dilakukan di masa kini.
Penting bagi kita untuk memahami bagaimana sebuah informasi bisa masuk ke pikiran bawah sadar, terutama karena hal ini tidak disadari terjadinya, yang akan kita bahas di bawah ini:
- Ketika area kritis belum terbentuk – yang satu ini cukup jelas kiranya, sebagaimana sudah dibahas sebelumnya bahwa ketika area kritis belum terbentuk maka pikiran bawah sadar bersifat sangat reseptif atas informasi yang diterima dan dimaknainya dari luar untuk kemudian diterima dan dijadikan program mental. Namun demikian, masih ada ragam situasi dimana terlepas dari area kritis sudah terbentuk optimal atau tidak, tetap saja sebuah informasi masuk ke pikiran bawah sadar dan menjadi program mental di dalamnya, yang akan dibahas mulai poin berikut.
- Figur otoritas – ketika seseorang mendengar sesuatu dari orang yang diyakininya memiliki pengaruh atas dirinya maka area kritis punya kecenderungan untuk mengendurkan pertahanannya. Contohnya saja seorang anak yang dikata-katai bodoh oleh orang tua dan gurunya, orang tua dan guru adalah figur otoritas bagi anak dimana informasi dari mereka sangatlah dipercaya, tidak heran si anak tersebut meyakini bahwa dirinya bodoh sampai ia dewasa dimana hal ini mempengaruhi kepercayaan diri dan kemampuan belajarnya. Bagi orang dewasa hal ini bisa terjadi oleh atasan yang ditakuti di pekerjaan misalnya, atau oleh seorang tokoh tertentu yang dikagumi secara fanatik.
- Identifikasi lingkungan – lingkungan dimana kita tumbuh punya peran tersendiri sebagai sumber informasi intens yang kita terima dan oleh karenanya memiliki pengaruh tersendiri bagi pikiran bawah sadar. Kebiasaan, nilai-nilai budaya dan norma adalah salah satu yang terbentuk dari peranan lingkungan. Salah satu naluri dasar manusia adalah membuat dirinya familiar dengan situasi di sekitarnya, hal ini muncul dalam bentuk perilaku yang tidak disadari untuk meniru kebiasaan yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
- Emosi – dalam kondisi emosional yang memuncak, area kritis terbuka dan informasi bisa masuk begitu saja, itulah mengapa dalam kasus fobia kita tidak harus menjadi pihak yang mengalami kejadiannya langsung, cukup dengan melihat dan mengalami emosi puncak pun cukup. Misalnya saja seorang anak yang melihat ibunya ditempeli kecoak dan ibunya menjerit-jerit ketakutan, ia tidak ditempeli namun merasa takut hal itu menimpanya, di saat yang bersamaan emosinya yang memuncak terfokuskan pada kecoak tersebut yang melahirkan pemaknaan bahwa ‘kecoak adalah makhluk yang berbahaya’, hal ini pun bisa saja menjadi fobia tersendiri baginya kelak ketika dewasa.
- Fokus yang terserap (absorped attention) – ketika berkonsentrasi penuh, ada kalanya area kritis ‘lengah’ pada asupan informasi lain yang tidak disadari, yang diselipkan/terselipkan di dalam informasi itu, misalnya saja orang-orang yang sering menonton film kekerasan maka perilakunya cenderung terpengaruh karena ada pesan-pesan tak kasat mata tentang ‘nikmatnya’ kekerasan di film itu. Pesan tak kasat mata itu bisa jadi bukan sesuatu yang sengaja dimunculkan, namun tetap saja ada makna-makna yang diasosiasikan oleh pikiran bawah sadar dengan cara tersendiri atas stimulus yang dialaminya itu.
- Relaksasi – ketika rileks/mengantuk area kritis terbuka dan lebih reseptif untuk menerima informasi, hal ini biasa dialami ketika mengantuk akan tidur atau ketika baru terbangun dari kondisi tidur. Rasa rileks identik dengan rasa aman, karena fungsi dasar area kritis sendiri terhubung dengan fungsi perlindungan mental, maka dalam kondisi rileks area kritis pun mengendurkan pertahanannya yang membuat informasi lebih mudah masuk ke pikiran bawah sadar.
- Repetisi – ketika sebuah informasi disampaikan berulang-ulang maka lambat laun area kritis akan mulai mengendurkan area pertahanannya dan pesan-pesan yang tersirat disana akan mulai masuk ke pikiran bawah sadar secara bertahap.
Sekali lagi, dihubungkan dengan dinamika masalah perilaku, terjadinya salah satu atau lebih dari mekanisme di atas berpotensi meninggalkan jejak program/keyakinan di pikiran bawah sadar yang kelak melahirkan perilaku tertentu, yang sulit untuk dirubah begitu saja, mekanisme di atas bukan hanya terjadi ketika kita kecil, melainkan bahkan sampai kita dewasa, karena di usia kita yang sekarang pun selalu ada masa dimana area kritis membuka dan informasi tertentu masuk tanpa disadari, salah satunya yaitu ketika situasi-situasi di atas terjadi.
Disadari atau tidak, segala sikap, perilaku dan kebiasaan kita saat ini adalah ‘bentukan’ dari masa lalu kita yang terjadi dengan semua mekanisme di atas. Orang tua adalah contoh hidup bagi anak, sering kali sebuah perilaku terbentuk karena seorang anak menyaksikan orang tuanya menunjukkan perilaku atau sikap tertentu yang dimaknainya sebagai ‘itulah yang memang sewajarnya dilakukan’.
Seorang pria yang sering melakukan kekerasan pada istrinya misalnya dan sulit mengendalikannya, ternyata ketika kecil ia sering menyaksikan ayahnya melakukan kekerasan pada ibunya, pikiran polos kecilnya menyimpulkan bahwa seperti itulah memang seharusnya peran suami terhadap istri, yang termanifestasi dalam bentuk perilaku kasar pada istrinya sendiri ketika dewasa. Ketika ia dewasa dan menikah, pikiran sadarnya menyadari hal itu salah, namun begitulah, pikiran bawah sadar tetap menjalankan apa yang dianggapnya benar, sehingga terjadi pertentangan batin antara kesadaran yang ingin berubah dengan kesadaran lain yang menganggap bahwa yang dilakukannya sudah benar adanya.
TERCIPTANYA MASALAH FISIK AKIBAT MASALAH DI PIKIRAN BAWAH SADAR
Kesadaran manusia bekerja secara terintegrasi, artinya semua lapisan kesadaran yang ada: pikiran sadar, pikiran bawah sadar dan pikiran tidak sadar, kesemuanya saling terhubung dan saling mempengaruhi.
Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, pikiran tidak sadar mewakili kesadaran jasmani, artinya kondisi kesehatan kita turut dipengaruhi olehnya. Di sisi lain, kondisi pikiran bawah sadar adalah yang paling mempengaruhi pikiran tidak sadar secara langsung, yang kemudian berdampak pada kondisi kesehatan fisik.
Dengan fungsi dasarnya sebagai pelindung, pikiran bawah sadar menjalankan fungsinya untuk terus menyimpan jejak emosi dan keyakinan negatif tertentu karena menurutnya jejak emosi dan keyakinan itu masih perlu disimpan sebagai acuan kerja untuk melindungi diri kita di masa depan. Hal ini terjadi pada mereka yang takut pada binatang atau objek tertentu misalnya, jejak emosi dan keyakinan atas rasa takut itu dipertahankan oleh pikiran bawah sadar agar ketika kita dihadapkan dengan objek sejenis tersebut di masa depan ia segera menjalankan fungsinya untuk melindungi/melarikan diri.
Namun ada kalanya pikiran bawah sadar juga menyadari bahwa jejak emosi negatif yang ada di dalamnya bukanlah hal yang baik untuk disimpan terus-menerus, di satu sisi hal itu harus dikeluarkan namun di sisi lain ia tidak tahu caranya, maka yang terjadi adalah pengaruh dari emosi negatif itu kemudian ‘bocor’ ke pikiran tidak sadar yang menjalankan fungsi kesadaran jasmani dan memicu tubuh untuk memproduksi hormon-hormon negatif tertentu atau mempengaruhi cara kerja organ tertentu dalam tubuh, yang melahirkan penyakit psikosomatis.
Catatan: bahasan khusus dari psikosomatis dan masalah sakit fisik – termasuk penyakit kronis – yang disebabkan oleh faktor psikologis akan dimuat di artikel tersendiri nanti.
Penyakit psikosomatis inilah yang ketika diperiksa secara medis sering kali luput dan sulit terdeteksi, namun penderitanya terus merasakan rasa sakitnya. Kalau pun jenis penyakit ini benar-benar muncul ke permukaan dan terdeteksi secara medis, ketika ditangani tak jarang hasilnya hanya membaik sementara dan kemudian kembali kumat.
Jadi bagaimana solusinya? Selain dengan terus melakukan upaya penyembuhan secara medis, tentu upaya untuk melakukan perbaikan psikologis pun perlu dilakukan, salah satu caranya yaitu dengan menelusuri jejak emosi negatif yang tersimpan di pikiran bawah sadar dan melepaskannya sampai tuntas.
Disinilah terletak kompleksitas berikutnya, ada kalanya penyakit psikosomatis muncul karena orang tersebut menolak (denial) mengakui keberadaan emosi negatif itu dalam dirinya, entah karena gengsi atau pun karena sebab lainnya. Di sisi lain, emosi itu seolah ‘memanggil-manggil’ mereka untuk mengakui keberadaannya dengan cara menghantui hidupnya dalam bentuk ragam rasa sakit secara fisik.
Bukan sekali dua kali saya menjumpai orang-orang yang bergulat dengan permasalahan yang dianggapnya permasalahan medis untuk sekian lamanya, justru baru memperoleh kesembuhannya setelah mereka menyadari, bersedia mengakui dan berdamai dengan emosi negatif di pikiran bawah sadarnya. Pemahaman ini juga yang melandasi metode penyembuhan holistik yang banyak berkembang akhir-akhir ini.
TERCIPTANYA KESIALAN BERUNTUN KARENA PROGRAM DI PIKIRAN BAWAH SADAR
Meski mungkin terdengar agak aneh bagi sebagian orang, jika kita pahami dengan lebih seksama sesungguhnya ada keterhubungan yang sangat erat antara pikiran bawah sadar dengan berbagai kejadian yang kita alami.
Ada orang-orang yang entah mengapa berulang kali mengalami peristiwa-peristiwa yang sulit dipahaminya secara logis, contohnya saja seorang wanita yang entah kenapa berulang kali menjalin hubungan namun setiap kali hubungan itu beranjak ke jenjang yang lebih serius selalu saja ada hal-hal yang menyebabkan hubungannya kandas.
Jika hal ini terjadi sekali-dua kali mungkin wajar adanya, namun ketika hal ini terjadi berulang-ulang tentu ada yang perlu kita pertanyakan. Ternyata ketika kecil wanita ini merasa trauma dengan kehidupan pernikahan ayah-ibunya yang ia saksikan penuh dengan pertengkaran, tanpa disadarinya pikiran bawah sadar masa kecilnya membenci pernikahan dan senantiasa ingin menghindarinya.
Itulah mengapa ketika hubungannya berjalan biasa saja tidak ada hal sensitif apa pun yang terjadi, namun ketika hubungan itu mulai terasosiasi dengan pernikahan selalu ada saja sikap atau perilakunya yang tidak disadari, yang menjadi sabotase di balik kandasnya hubungannya.
Dalam contoh lain, seseorang yang selalu mengalami permasalahan keuangan meski gajinya besar dan seharusnya lebih dari cukup. Entah dari mana selalu saja ada hal-hal yang ‘membuatnya’ harus mengeluarkan uang besar-besaran sehingga gajinya kembali habis.
Tanpa disadarinya ternyata ketika kecil ia pernah dimarahi oleh tetangganya yang orang kaya ketika bermain di depan rumahnya, saat itu pikiran bawah sadarnya menyimpulkan bahwa ‘orang kaya itu egois’ dan keyakinan ini terus dipertahankannya sampai dewasa, maka setiap kali gaji besar masuk ke rekeningnya – yang terasosiasi dengan kekayaan – saat itu juga pikiran bawah sadar menjalankan fungsi perlindungannya untuk menghindarkannya dari ‘menjadi orang kaya’, karena makna dari kaya itu sendiri dalam benaknya bersifat negatif dan harus dihindari.
Menariknya lagi, dalam perspektif keilmuan kuantum kita meyakini bahwa pikiran manusia memiliki getaran yang disebut sebagai vibrasi. Apa yang kita pikirkan dalam diri selalu memancarkan vibrasi tertentu ke luar diri yang kemudian beresonansi dengan lingkungan dan kehidupan serta kemudian mengkondisikan lingkungan atau kualitas hidup yang dijalani di luar diri agar sejalan dengan kualitas vibrasinya, pemahaman ini juga yang melandasi prinsip hukum tarik-menarik (Law of Attraction).
Sedemikian beruntunnya fenomena ‘kesialan beruntun’ ini dan sedemikian misterius penyebabnya, banyak orang yang kemudian di ujung pencariannya menunjuk ‘nasib’ sebagai biang penyebabnya. Apakah demikian adanya? Seorang tokoh besar dunia psikologi, Carl Gustav Jung, mengulas fenomena ini dalam salah satu kutipannya yang melegenda: “Sampai kita membuat pikiran bawah sadar ini ‘sadar’, ia akan terus mengendalikan (arah) hidup kita dan kita akan menyebutnya nasib.”
Bukan berarti nasib itu tidak ada, sebagai orang yang beriman tentu kita menyadari adanya takdir dan nasib, namun dalam rangka menyempurnakan upaya tentu ada baiknya kita menyadari bahwa Tuhan YME menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna karena adanya akal-pikiran, bukankah layak kita sepakati bahwa salah satu tanda rasa syukur kita padanya adalah dengan mengeksplorasi lebih dalam lapisan-lapisan kesadaran yang tersimpan di dalam akal-pikiran ini dan mencri tahu pengaruhnya secara langsung pada kualitas hidup kita?
KESADARAN DAN GELOMBANG OTAK
Sampai sejauh ini saja sudah bisa kita sadari dahsyatnya kesadaran manusia, terutama yang berpusat dari pikiran bawah sadar. Dengan pengaruh langsungnya pada pikiran tidak sadar, pikiran bawah sadar sangat mempengaruhi kondisi fisik dan kesehatan kita. Dengan pengaruh langsungnya pada pikiran sadar, pikiran bawah sadar juga mempengaruhi lancarnya keberlangsungan upaya kita dalam melakukan perubahan.
Jika demikian adanya, bukankah akan sangat efektif jika upaya perubahan bisa dilakukan langsung di level pikiran bawah sadar? Disinilah justru muncul kompleksitas berikutnya, sebagaimana sudah dibahas di artikel sebelumnya, pikiran bawah sadar beroperasi di level kesadaran yang justru tidak kita sadari, tanpa pemahaman akan prinsip dan teknik yang tepat bisa dikatakan mustahil untuk bisa mengakses level kesadaran ini secara langsung dan secara sengaja.
Mengapa ada kalimat ‘secara sengaja’ pada paragraf di atas? Karena pada dasarnya kita sering dan berulangkali mengakses pikiran bawah sadar dalam keseharian kita, namun prosesnya tidak kita sadari dan memang sulit kita kendalikan secara sengaja.
Kapankah itu? Yaitu ketika menjelang tidur dan terbangun dari tidur. Perlu kita pahami terlebih dahulu bahwa pikiran sadar pada dasarnya beroperasi di gelombang otak Beta, sementara itu pikiran bawah sadar beroperasi di gelombang otak Alpha dan Theta.
Dalam aktivitas sehari-hari, kita lebih banyak mengoperasikan gelombang otak Beta, ketika menjelang tidur dan kesadaran kita mulai berpindah, dalam kondisi inilah gelombang otak turun bertahap ke Alpha dan Theta, hanya saja prosesnya berjalan sedemikian cepat dan sulit kita kendalikan secara sengaja, maka di titik ini gelombang otak pun berpindah ke Delta, yang mengindikasikan kondisi tidur lelap, level ini sendiri bukanlah kondisi dimana pikiran bawah sadar aktif untuk berkomunikasi, sehingga akses menuju pikiran bawah sadar terlewatkan.
Berikutnya ketika menjelang bangun, di periode awal terbangun dari tidur lelap, gelombang otak bertahap naik dari Delta ke Theta dan Alpha, ini adalah level dimana pikiran bawah sadar aktif, hanya sekali lagi karena tidak disadari dan sulit dikendalikannya perpindahan ini maka kita fase ini pun terlewati dan kita kembali beroperasi di gelombang Beta pikiran sadar.
Masih ada aktivitas lain yang berhubungan dengan aktivitas perubahan gelombang otak ini, di antaranya yaitu meditasi dan beribadah secara ‘khusyu‘. Ketika seseorang melatih untuk menenangkan pikirannya, baik melalui meditasi atau ritual tertentu sebenarnya ia sedang melatih untuk menurunkan gelombang otaknya dari Beta ke Alpha dan Theta, dengan kata lain ia sedang melatih dirinya untuk bisa memasuki level pikiran bawah sadarnya dan ‘menyelaminya’.
Dalam banyak kasus, mereka yang berhasil memasuki pikiran bawah sadarnya inilah yang seolah ‘tercerahkan’, mereka semakin menyadari kesadaran dalam dirinya dengan lebih baik dan semakin menjadi tuan atas perasaan dan pikirannya sendiri, tak heran banyak orang yang belajar meditasi atau mempelajari aliran spiritual tertentu untuk bisa mencapai level ini, yang pada hakikatnya sebenarnya melambangkan perjalanan seseorang untuk ‘menyadarkan’ pikiran bawah sadarnya.
Namun demikian, proses ini acap kali berjalan memakan waktu, karena dinamika pikiran sadar dan area kritis yang masih cukup dominan berperan, sehingga mereka yang dasarnya aktif dalam berpikir kritis akan menemukan kesulitan dalam melakukan hal ini, ada kalanya mereka harus menghabiskan waktu bertahun-tahun hanya untuk belajar menenangkan pikirannya demi perlahan memasuki pikiran bawah sadar ini.
Ada kalanya juga keinginan seseorang yang sedemikian besar untuk memasuki pikiran bawah sadar ini justru malah memicu munculnya sikap kritis untuk mewaspadai jalannya proses yang ia lalui, alhasil ia sendiri malah semakin terjebak dalam zona kritis yang menghalanginya memasuki level kesadaran pikiran bawah sadar.
Dengan segala kompleksitas ini bisa kita simpulkan bahwa meski kunci perubahan efektif terletak di pikiran bawah sadar, namun justru mengakses pikiran bawah sadar secara sengaja dan efektif inilah yang memerlukan pendekatan yang tepat, tanpanya akan terlalu banyak waktu dihabiskan untuk mencoba-coba berbagai macam cara yang dirasa tepat.
HIPNOSIS-HIPNOTERAPI SEBAGAI SOLUSI
Sebenarnya ada banyak cara untuk mempengaruhi program mental yang ada di pikiran bawah sadar, sebagaimana disiratkan sebelumnya di bagian dinamika masalah perilaku, baik itu melalui identifikasi lingkungan, informasi dari figur otoritas, repetisi dan relaksasi, namun jika dihubungkan dengan upaya untuk menghasilkan perubahan, baik itu pada sikap, emosi atau kebiasaan, maka semua cara ini tergolong memakan waktu yang relatif lama dan harus dilakukan dengan intensitas yang luar biasa kuatnya.
Kelemahan dari semua hal ini adalah sepanjang prosesnya berlangsung ada kalanya upaya mempengaruhi pikiran bawah sadar ini terganjal karena program mental yang ada di dalamnya sudah sedemikian kuatnya sementara upaya mempengaruhinya tergolong biasa saja.
Ini yang membuat banyak orang mengikuti seminar motivasi merasa bergejolak sesaat karena sedang ada ‘goncangan’ di kesadarannya, namun tanpa ada tindak lanjut yang efektif dan konsisten, ditambah dengan program mental terdahulu yang lebih kuat maka hanya soal waktu sebelum motivasi itu hilang kembali dan segalanya kembali seperti semula.
Maka sampailah kita ke bahasan yang esensial di artikel ini, yaitu bagaimana hipnosis menjadi sebuah solusi atas semua ini.
Hipnosis adalah sebuah keilmuan yang mempelajari cara-cara mengakses pikiran bawah sadar. Selama berabad lamanya, hipnosis telah dikenal luas di berbagai kebudayaan lintas negara dan lintas benua dalam berbagai versi yang – dulunya, dalam balutan budaya – acap kali penuh dengan nuansa mistis dan banyak digunakan untuk ritual serta pengobatan.
Dari masa ke masa, para ahli dan tokoh besar dunia kesehatan di jamannya dulu mencoba mengungkap berbagai fenomena ilmiah yang melandasi terjadinya fenomena ‘perpindahan kesadaran’ yang misterius ini. Dari yang awalnya dianggap sebagai fenomena gaib, lambat laun keilmiahan hipnosis mulai disadari dan terus dipertajam. Perlu waktu yang cukup lama untuk hipnosis berevolusi sampai kemudian berhasil dirumuskan sebagai sebuah keilmuan yang ilmiah dan tidak ada sangkut-pautnya dengan fenomena mistis apa pun.
Yang dipelajari dalam keilmuan hipnosis adalah cara-cara mengakses pikiran bawah sadar secara langsung dengan sengaja, proses ini juga sering kali digunakan untuk berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar untuk melakukan proses terapi dan edukasi ulang atas program mental yang ada di dalamnya, yang satu inilah yang dikenal sebagai hipnoterapi.
Hipnosis-hipnoterapi telah dikenal luas saat ini sebagai keilmuan yang efektif dalam mengatasi permasalahan emosi dan perilaku. Hal ini dikarenakan cara kerjanya yang mengakses langsung pikiran bawah sadar sebagai sumber dimana program mental yang tidak efektif tersimpan.
Keistimewaan ini memungkinkan kita untuk membantu seseorang ‘menyelami’ isi pikiran bawah sadarnya dan – dengan teknik yang tepat – kita juga bisa mengungkap sebab-akibat langsung di masa lalu yang menyebabkan ia mengalami masalahnya tersebut di masa kini. Dalam penerapan teknik hipnoterapi tingkat lanjut kita juga menerapkan ragam prinsip dan teknik untuk melepaskan jejak emosi dan keyakinan negatif yang terbentuk di dalam pikiran bawah sadar ini, sekali akar masalah yang ada di dalamnya tertuntaskan maka selesai juga simtom (gejala) permasalahan yang menghantui di masa kini.
Ditambah lagi, dalam kondisi hipnosis pikiran bawah sadar juga terkondisikan untuk lebih reseptif dalam menerima afirmasi dan visualisasi akan perubahan-perubahan positif yang diharapkan, hal inilah yang sering kali dikemas dan dikenal sebagai sugesti hipnotik (hypnotic suggestion).
Hal ini juga menjadikan hipnosis-hipnoterapi memiliki fungsi lain untuk menanamkan sugesti mental (mental suggestion) positif ke pikiran bawah sadar, digabungkan dengan penerapan teknik yang tepat untuk menuntaskan akar permasalahan di masa lalu di pikiran bawah sadar, maka semua keistimewaan ini akan sangat membantu untuk menghasilkan perubahan positif yang berdampak permanen bagi diri seseorang.
Sebagaimana saya sudah suratkan di artikel sebelumnya, bahasan tentang hipnosis akan diulas di artikel ketiga berikutnya nanti, yang nantinya akan diawali dengan mengulas terlebih dulu apa itu hipnosis, apa bedanya dengan ‘hipnotis’, bagaimana proses hipnosis terjadi secara ilmiah dan bagaimana hipnosis bisa digunakan untuk melakukan proses terapi, yang ditujukan untuk mengubah program yang ada di pikiran bawah sadar, yang kita kenal sebagai hipnoterapi.
Maka…sampai jumpa di artikel berikutnya.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi? Memerlukan layanan hipnoterapi untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.