Yang Harus Diwaspadai Dalam Hipnoterapi/Konseling Online
Daftar Isi
Beberapa waktu berlalu sudah dengan keberadaan pandemi COVID-19 di sekitar kita, yang tidak bisa dipungkiri telah memberi dampak tersendiri pada cara kita dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bersosial.
Bagaimana tidak, berbagai kebijakan yang ada – demi keamanan dan kesehatan bersama – bisa sedemikian membatasi ruang gerak dan interaksi kita dalam menjalani kehidupan sosial.
Tidak asing kiranya kita dapati cara berinteraksi dan berkomunikasi bisa menjadi sedemikian rikuh saat ini, dengan adanya kewajiban menjaga jarak dan harus selalu dikenakannya masker yang menjadikan kita agak sulit mengamati raut wajah dan gerak mulut teman bicara kita – yang padahal memegang hal penting dalam efektivitas dari sebuah proses komunikasi.
Bagaimana dengan dunia terapi dan konseling sendiri? Tidakkah hal ini memberikan dampak tersendiri?
Jelas saja, memfasilitasi sesi dengan segala keterbatasan itu jelas memberikan tantangan tersendiri, sejak awal sebelum sesi dimulai saja persiapan protokol kesehatan sudah harus diberlakukan, dari mulai proses sterilisasi ruangan, penerimaan klien, dan bahkan sampai ke pengaturan posisi bersama klien di ruang terapi.
Dengan dikenakannya masker oleh klien, tentu menjadikan terapis atau konselor pun harus peka dengan teknik dan kedalaman percakapan yang terjadi, memperhitungkan agar jangan sampai klien kesulitan bernapas atau mengalami hal-hal yang mengancam keamanan dan keselamatannya sepanjang terapi atau konseling berlangsung.
Terlepas dari semua itu, ada juga satu fenomena lain yang agaknya harus kita perhatikan di tengah maraknya kebutuhan terapi dan konseling di masa pandemi ini, yaitu kebutuhan akan terapi atau konseling online.
TERAPI DAN/ATAU KONSELING ONLINE
Ya, tidak bisa kita pungkiri, terdapat begitu banyak aktivitas komunikasi berpindah ke jalur online sekarang ini.
“Aktivitas tatap muka memang bisa dihentikan, tapi bukan berarti pekerjaan harus terabaikan”, itu kiranya kalimat yang mewakili alasan mengapa aktivitas komunikasi dan koordinasi pun berpindah ke jalur online, karena memang hanya di jalur inilah aktivitas komunikasi dan koordinasi ini tetap bisa dilakukan relatif dengan lebih aman dan tidak melanggar aturan kesehatan apa pun.
Untuk aktivitas yang melibatkan komunikasi dan koordinasi semata, agaknya hal ini tidak terlalu menjadi masalah, kalau pun ada hambatan-hambatan minor sehubungan dengan ketidakjelasan pesan yang disampaikan maka hal ini masih bisa diklarifikasi melalui banyak cara, apalagi dengan banyaknya variasi dari aplikasi dan cara berkomunikasi online yang masih terus berkembang ini.
Menjadi lain ceritanya ketika aktivitas komunikasi online ini dilakukan dalam konteks therapeutic, atau keperluan terapi dan/atau konseling.
Bukan apa-apa, satu hal yang wajib seorang terapis atau konselor jaga dalam setiap prosesi terapi dan konseling bersama klien adalah keamanan klien, dimana keamanan ini berhubungan dengan (1) keamanan fisik, (2) keamanan psikis, dan (3) keamanan data/kerahasiaan klien dengan semua permasalahan yang dibawanya.
Mengingat proses terapi atau konseling yang dilakukan secara online tidak memungkinkan kita berinteraksi dengan klien secara langsung, maka bukankah ketiga aspek keamanan tadi menjadi cukup rentan untuk dijaga juga?
Seperti apa maksud lebih jelasnya? Mari kita mulai membahasnya di bagian berikut.
KEAMANAN FISIK DAN PSIKIS
Untuk aspek kesatu dan kedua, yaitu keamanan fisik dan psikis, terapis atau konselor yang memfasilitasi proses terapi atau konseling harus berhati-hati, mempertimbangkan berbagai macam faktor yang sekiranya bisa membahayakan kondisi fisik dan psikis klien jika proses penanganan ini dilakukan melalui online.
Tiga hal yang saya pribadi perhitungkan ketika memfasilitasi sesi online sehubungan dengan keamanan fisik dan psikis ini yaitu (1) teknik yang digunakan, (2) perangkat pendukung komunikasi, (3) tindakan preventif.
Mari kita mulai bahas yang pertama, yaitu teknik yang akan digunakan.
Membicarakan teknik yang akan digunakan hendaknya membawa kita ke sebuah pemahaman bahwa terdapat banyak ragam teknik dalam konseling atau terapi, dimana setiap teknik ini nantinya akan mensyaratkan prosesi tersendiri dengan segala konsekwensinya.
Disinilah seorang terapis atau konselor wajib memperhitungkan dampak atau konsekwensi dari teknik yang akan digunakannya dalam memfasilitasi sesi online, dengan kata lain: manajemen resiko.
Kedua, yaitu perangkat pendukung komunikasi.
Menyambung poin pertama sebelumya, terapi yang dilakukan secara online akan melibatkan proses komunikasi yang berbeda, pesan yang kita kirim atau terima akan dikomunikasikan melalui sebuah media, dimana media ini melibatkan kualitas perangkat (hardware), aplikasi (software) dan jaringan yang digunakan.
Baik itu perangkat, aplikasi dan jaringan, ketiganya membentuk variabel tersendiri, dengan segenap permasalahannya, yang akan menenukan kelancaran dan efektivitas dari jalannya sesi terapi atau konseling.
Yang ketiga, yaitu tindakan preventif, dimana aspek ini sebetulnya akan melibatkan aspek pertama dan kedua sebelumnya.
Artinya, dengan mengidentifikasi teknik yang akan digunakan untuk memfasilitasi sesi serta perangkat yang akan digunakan untuk berkomunikasi, barulah kita bisa merancang rencana dan tindakan preventif untuk mengantisipasi terjadinya kejadian yang tidak diinginkan, atau berpotensi membahayakan keselamatan klien sepanjang dan sesudah sesi berlangsung.
KEAMANAN KERAHASIAAN DATA
Menyambung bahasan aspek keamanan fisik dan psikis sebelumnya, keamanan kerahasiaan data memegang porsi yang tidak kalah pentingnya.
Menjaga privacy klien sudah jelas menjadi kewajiban seorang terapis atau konselor, disinilah pertimbangan dari perangkat yang digunakan di poin sebelumnya tadi memegang peranan.
Di satu sisi, jalannya sesi haruslah terdokumentasikan, untuk memastikan bahwa baik dari sisi terapis atau konselor – atau bahkan klien sendiri – tidak melakukan tindakan yang menyalahi norma-norma yang ada, dimana adanya dokumentasi sesi ini menjadi bukti tersendiri untuk mengklarifikasi nantinya.
Di sisi lain, prosesnya menjadi cukup berbeda dalam sesi online.
Jika dalam sesi offline terapis atau konselor bisa mendokumentasikan sesi melalui CCTV dan memindahkan file rekaman dalam bentuk memory card ke komputer yang tidak terhubung secara online kemana pun, sehingga meminimalisir kebocoran data, dalam sesi online dokumentasi sesi ini perlu dipertimbangkan dengan lebih cermat; hal ini karena penyimpanan rekaman sesi saja harus melalui proses online terlebih dulu, jika akses menuju penyimpanan rekaman ini diketahui atau dibobol pihak tertentu yang bisa mengaksesnya secara online maka keamanan dari kerahasiaan data ini menjadi terancam.
HIPNOTERAPI ONLINE? (1)
Sudah kita bahas beberapa hal penting yang melandasi keamanan sebuah sesi terapi atau konseling online, sekarang bagaimana jika berbagai pertimbangan itu kita gunakan dalam aspek hipnoterapi? Dengan kata lain, seperti apa pelaksanaan hipnoterapi secara online ini?
Sebelum membahasnya secara lebih spesifik, ijinkan saya memperjelas terlebih dahulu bahwa yang saya bahas di artikel ini adalah pendapat saya pribadi dan tidak mewakili cara pandang hipnoterapis lain yang mungkin memiliki sudut pandang berbeda,
Begini, saya pribadi termasuk yang tidak memfasilitasi sesi hipnoterapi dalam bentuk online, meski pun permintaan untuk itu selalu ada.
Mengapa demikian?
Sederhana, karena saya tidak merasa hal itu aman untuk dilakukan dengan menggunakan protokol yang saya gunakan dalam berpraktik.
Kembali ke poin pertimbangan keamanan pertama dan kedua, yaitu (1) teknik yang digunakan dan (2) perangkat yang digunakan, disinilah saya pribadi merasa kedua aspek keamanan ini tidak bisa mengakomodir protokol yang saya gunakan.
Poin pertimbangan ketiga, yaitu kerahasiaan data, tidak saya bahas, karena memang sejak awal saja poin pertimbangan pertama dan kedua sudah tidak terpenuhi, maka jelas sesi tidak akan dilangsungkan.
Dari segi teknik dan perangkat yang digunakan ini, terdapat tiga hal yang menjadikan saya memutuskan tidak memfasilitasi sesi hipnoterapi secara online ini.
Pertama, protokol hipnoterapi yang saya gunakan mengedepankan pentingnya kedalaman trance yang memadai untuk memastikan eksplorasi pikiran bawah sadar bisa dilakukan secara optimal dimana hal ini mensyaratkan hipnoterapis untuk mampu mengamati reaksi fisik dan psikis klien sepanjang sesi secara langsung, interaksi yang hanya bisa dilakukan secara online tidak akan memungkinkan saya untuk bisa memfasilitasi proses ini secara optimal.
Kedua, protokol hipnoterapi yang saya gunakan menggunakan prinsip therapeutic yang melibatkan proses abreaksi atau katarsis untuk melepaskan beban emosi lama yang tersimpan di pikiran bawah sadar sebagai dampak pasca trauma, dimana proses ini bisa berupa tangisan, teriakan, dan bahkan reaksi fisik seperti pukulan dan tendangan; proses ini haruslah difasilitasi secara aman, kesalahan dalam memfasilitasi proses ini akan menyebabkan gangguan pada kondisi fisik dan psikis klien yang tidak main-main.
Bahkan dalam sesi terapi tatap muka saja proses ini harus dilakukan dengan sangat berhati-hati, hipnoterapis harus peka untuk menghentikan atau menyesuaikan prosesnya dengan cara-cara yang lebih aman jika terdapat indikasi bahwa proses abreaksi ini berpotensi menyebabkan bahaya bagi diri klien, ketika prosesi ini dilakukan secara online maka saya mendapati lebih banyak potensi bahaya yang bisa terjadi daripada potensi resolusi.
Ketiga, protokol hipnoterapi yang saya gunakan mensyaratkan penggunaan sugesti atau semantik yang presisi agar proses eksplorasi pikiran bawah sadar bisa dilakukan dengan efektif, disinilah saya mengantisipasi kendala di kualitas jaringan atau perangkat, yang dikhawatirkan membuat proses penerimaan sugesti itu menjadi berkurang dan malah menghasilkan dampak yang tidak seharusnya.
HIPNOTERAPI ONLINE? (2)
Sekali lagi, semua penjelasan saya sebelumnya hanya pendapat saya pribadi, jika Anda menelusuri informasi yang ada di internet Anda akan mendapati bahwa beberapa hipnoterapis mungkin saja menyediakan layanan ini dengan pertimbangannya masing-masing, saya tidak berani mengatakan semua itu salah, karena mereka tentu punya pertimbangannya sendiri, saya juga tidak mengatakan bahwa hipnoterapi online itu salah, yang saya tegaskan adalah bahwa pelaksanaan hipnoterapi secara online tidaklah mengakomodir protokol hipnoterapi yang saya gunakan, yang menjadikan saya tidak kuasa untuk memfasilitasinya.
Pernah ada juga yang bertanya, apakah memungkinkan kalau sesi hipnoterapi ini saya fasilitasi dengan tanpa prosesi yang beresiko sebagaimana di protokol yang saya jelaskan tadi?
Jawabannya tetap sama: tidak.
Alasan ditegakkannya protokol bukanlah tanpa sebab, terdapat landasan-landasan yang jelas yang menjadikan protokol itu saya gunakan, ketika protokol itu tidak digunakan maka landasan dan tujuan sesi hipnoterapi menjadi samar adanya, kalau sudah begitu untuk apa juga dipaksakan?
Alasan lainnya adalah: meski pun prosesi hipnoterapi dilakukan dengan tanpa melibatkan protokol yang saya gunakan (katakanlah, hanya menggunakan sugesti hipnosis dan tanpa menggunakan prosesi abreaksi), potensi bahaya tetap saja ada.
Cara kerja pikiran bawah sadar adalah sangat unik, meski tidak ditujukan untuk menciptakan prosesi abreaksi, sangat mungkin pikiran bawah sadar menciptakan abreaksi ini sendiri karena ia merasa sedang ada waktu yang cocok untuk melepaskan beban emosi itu dari dalam diri.
Bayangkan ilustrasinya begini, hipnoterapis tidak meniatkan untuk memfasilitasi abreaksi, hanya akan memfasilitasi proses hipnoterapi berbasis sugesti ‘halus’ semata.
Di permulaan sesi semua berjalan baik-baik saja, tapi seiring waktu berlalu di pertengahan sesi pikiran bawah sadar mulai menciptakan abreaksinya sendiri, mulai muncul reaksi tangisan, kemarahan, teriakan, dan bahkan gerakan-gerakan yang membahayakan.
Bukan kebetulan, di momen ini juga sambungan internet terputus dan hipnoterapis tidak bisa lagi terhubung dengan klien, hipnoterapis tidak tahu yang terjadi dan klien sedang dalam mode abreaksinya, yang entah akan menimbulkan dampak seperti apa nantinya.
Seberapa ‘horor’ rasanya skenario itu? Anda tahu sendiri jawabannya.
Maka sekali lagi, apakah saya memfasilitasi proses hipnoterapi online? Jawabannya adalah: tidak.
Tapi, jika pertanyaannya dirubah menjadi ‘apakah saya memfasilitasi proses terapi online?’ maka jawabannya adalah ‘ya’, saya memfasilitasi proses terapi online ini, tapi tidak dengan teknik hipnoterapi, melainkan teknik terapi lain yang saya tahu lebih aman, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan poin pertimbangan keamanan tadi.
YANG HARUS DISIAPKAN DALAM TERAPI/KONSELING ONLINE
Jelas kiranya, bukan saya mengatakan hipnoterapi online itu salah, yang saya tekankan adalah saya tidak merasa bentuk sesi online memungkinkan saya untuk memfasilitasi sesi hipnoterapi dengan protokol yang saya gunakan.
Tapi tidak bisa dipungkiri juga, kebutuhan dari para klien yang membutuhkan bantuan penanganan tetap saja ada, maka disinilah saya harus membuat keputusan yang lebih menyeimbangkan dua kutub pemikiran ini, kutub pemikiran bahwa saya tidak memberikan sesi hipnoterapi online, dengan kutub pemikiran bahwa yang memerlukan pertolongan tetap saja ada, yaitu dengan menyediakan sesi terapi (bukan hipnoterapi) online yang bisa memberikan dampak penyelesaian yang sama efektifnya dengan hipnoterapi, tapi bisa dilakukan dengan lebih aman, yaitu dengan menggunakan teknik STRAIGHT Resolution Method (SRM), yang saya kembangkan sebagai sebuah teknik terapi sintesis dengan menggabungkan berbagai pendekatan dalam psikoterapi.
Teknik terapi SRM ini tentu memiliki perbedaan dengan hipnoterapi, terutama dari segi cakupan kasus yang bisa ditangani dan kerangka kerja yang digunakan, tapi paling tidak ia tetap bisa menjadi ‘oase di padang pasir’ di tengah situasi yang dilematis ini.
Saya pribadi tidak akan menguraikan lebih jauh perihal teknik terapi yang saya gunakan ini, tapi paling tidak ada langkah-langkah yang bisa saya bagikan dalam menyiapkan diri untuk memfasilitasi sesi terapi online ini.
- Tentukan teknik terapi yang akan digunakan untuk memfasilitasi terapi atau konseling online ini, pahami cakupan dari permasalahan yang bisa digunakan dengan teknik terapi ini, identifikasi tahapan/kerangka kerja dari teknik yang akan digunakan, identifikasi sistem manajemen resiko yang menyertai pelaksaaan Teknik ini.
- Seleksi kasus yang akan ditangani sesuai cakupan dari permasalahan yang bisa ditangani dengan teknik terapi yang akan digunakan, identifikasi manajemen resiko yang menyertai kasus dan kondisi klien, tegaslah dalam menyeleksi kasus dan manajemen resiko, jika kasus yang klien minta tangani atau kondisi klien tidak memungkinkan untuk ditangani dengan teknik yang akan digunakan maka tegaslah untuk menolak, jangan sembrono menerima kasus klien tapi berpotensi membahayakan diri klien.
- Persiapkan segala keperluan sesi terapi atau konseling dengan baik, dari segi kualitas perangkat dan jaringan, instruksikan juga klien untuk menyiapkan hal yang sama.
- Sebelum sesi terapi atau konseling dimulai, uji kesiapan dan kualitas perangkat serta jaringan kita serta klien, pastikan semua bekerja di standar yang seharusnya, beranikan diri untuk menegaskan – dan menjelaskan dengan baik – bahwa sesi terapi tidak bisa dilakukan, jika ditemukan indikasi bahwa kualitas perangkat serta jaringan ini tidak memenuhi syarat.
- Nyatakan pada klien bahwa sesi terapi ini akan (dan harus) direkam, untuk memastikan jalannya sesi berlangsung sesuai norma yang ada, hasil rekaman akan disimpan sebagai arsip dan akan dijaga kerahasiaannya. Jika klien tidak bersedia, nyatakan bahwa sesi terapi atau konseling tidak akan dilakukan.
- Pastikan menyiapkan segala tindakan preventif yang harus dikomunikasikan dengan klien sebelum sesi berlangsung, kalau-kalau nanti terjadi kendala di pertengah sesi, siapkan framing, anchoring atau apa pun teknik sejenis lain yang bisa mengamankan klien kalau-kalau terjadi kendala tidak terduga di pertengahan prosesnya.
- Sepanjang sesi berlangsung, pusatkan atensi penuh pada klien, jangan memfasilitasi sesi dengan atensi yang terpecah – sambil melakukan aktivitas lain di komputer misalnya – atau dengan tidak fokus.
- Peka dan cermat mengamati jalannya sesi, jika didapati indikasi muncul potensi permasalahan tidak terduga sepanjang sesi, segera fokus pada tindakan preventif yang sudah disepakati bersama klien, agar klien selalu aman dan terjaga.
- Sudahi proses dengan memastikan kondisi klien aman setelah melalui rangkaian proses terapi, simpan rekaman dokumentasi sesi klien di tempat yang aman.
Ingin mengetahui lebih jauh tentang hipnoterapi, konseling atau coaching? Memerlukan layanan hipnoterapi, konseling atau coaching untuk membantu Anda dan/atau kerabat Anda yang membutuhkannya? Atau ingin mempelajari hipnoterapi, konseling atau coaching secara serius sampai bisa berpraktik secara profesional dan sistematis? Silakan menghubungi ke kontak yang tertera.